Teriknya panas matahari mengiringi langkah ku menelusuri jalan kota, mataku terhenti ketika melihat wanita tua setengah membungkuk sedang mengorek sampah, mataku membulat saat melihat wanita tua itu memilah milih roti yang sudah tak layak, yang sudah berjamur sana sini.
Ku edarkan pandanganku ke sekeliling tak ada siapa pun yang melihat karena emang sepi tidak ada orang kecuali dia dan wanita tua itu.
" Bu...jangan di makan,.." Ku hentikan gerakan tangan wanita itu, mata wanita paruh baya itu menatapku sendu.
" Bu, jangan di makan, ibu lapar, ini ada roti saya, makan ini aja, itu sudah berjamur! Perut ibu nanti bisa sakit." ucapku dan ku berikan plastik bening itu ke pada wanita paruh baya itu, menurutku dia lebih membutuhkan saat ini.
Wanita tua itu melihat plastik yang ku sodorkan, lalu melihat ke arahku kembali, aku pun hanya mengangguk meyakin Kanya untuk mengambilnya.
" Terimakasih Duk," ucapnya tulus sambil menerima plastik itu.
" Sama-sama Bu." ucap ku sambil tersenyum lembut.
" Bu, ini ada sedikit rezeki untuk pegangan ibu ya, maaf seadanya." ucapku, memberikan beberapa uang lembaran berwarna biru dan hijau kepada wanita itu, ku letakan di tangan keriput itu, aku tersenyum padanya saat wajah terkejutnya memandangku.
" Terimakasih nak...ini terimalah ibu gak punya yang lain." ucap nya, melepas cicin yang dia kenakan, aku yang sedikit bingung dan ragu hanya memandang saja, namun ibu sepertinya tau keraguan hatiku, dia memaksa menetapkan telapak tangan ku dengan senyum.
" Terimalah nak, kamu anak baik, semoga kehidupan mu setelah ini lebih baik," ucap ibu itu dengan bert hati aku menerimanya dan menyimpannya di saku celana kulot yang kupakai, dengan hati berat aku pamit pulang ibu itu hanya menganggu.
Namun tanpa di sadari, wanita paruh baya itu menatap punggung wanita muda itu yang sudah menjauh, dengan pandangan yang sulit di artikan, tubuhnya yang bungkuk kini sudah menegak, wajah yang terlihat putus asa kini dengan tanpa ekspresi.
" Assalamualaikum..." ucap salamku kepada ketiga anakku dan suamiku yang sedang duduk di kursi, sejak kecelakaan di tempat kerjanya membuat suamiku tak bisa lagi mengerjakan kakinya. Pangkal paha hingga kaki suamiku lumpuh karena tertimpa balok kayu yang cukup besar di tempat kerja saat itu.
" Walaikumsalam dek, sudah pulang." ucap suamiku dengan senyumnya yang hangat.
" Iya mas, ini mama belikan soto aja untuk kita makan hari ini ya," ucapku sambil tersenyum, aku menunjukan soto yang banyak kuah itu kepada empat orang tersayang ku.
"Hore...kita makan enak..." ucap anak bungsuku kegirangan.
Aku dan suamiku tersenyum senang melihat keceriaan ketiga anakku, keadaan kami emang tak berada terbilang miskin kata orang, syukurnya rumah kami tidak mengontrak, rumah sederhana terbilang ala kadarnya dinding yang tertempel dari sisa bongkaran bangunan tempat mas Aldi bekerja dulu sewaktu usia reyhan masih sekitar 9 tahun, anak sulung ku.
" Mama siapkan dulu ya baru kita makan." kataku kepada keempatnya, kakiku melangkah masuk menyiapkan semua.
Langkah kakiku di ikutin oleh ke empatnya dari belakang, anak sulungku mendorong kursi roda usang milik suamiku.
" Alhamdullilah,...." ucap ku dengan penuh sara syukur, setelah makan, mataku memandang semua orang bergantian dengan pikiran yang tak bisa ku utarakan.
" Ma, nanti malam kita makan apa?" aku menoleh ke anak kedua ku, yang menatapku dengan harap.
" Nanti ibu masakan sayur ya nak, sekarang kalian kan sudah makan, sekarang kakak dan mba kerjakan PR ya setelah itu tidur siang, mama harus kembali kerja lagi." ucapku kepada ke dua anakku, mereka berdua mengangguk, mataku tak sengaja melirik ke suamiku yang memandangku dan tak lama menundukkan wajahnya.
" Mas...apa ada yang sakit?" tanyaku khawatir, karena terkadang ada rasa nyeri Yang timbul di rasakan suamiku setelah kecelakaan itu.
" Gak ada ma, maafkan aku ya ma, sekarang mama yang harus pontang panting menggantikan ku, " ucapnya sedih, dengan air mata yang sudah jauh, aku melihatnya pun ikut sedih, kirain tangan pria yang selama ini menemaniku.
" Sudahlah pah gak apa, kita berjuang sama-sama ya mas... bismillah aja mudahan kita bisa melewati semua ujian ini." ucap ku dengan senyum hangat, menenangkan hati dan emosi suamiku.
" Terimakasih...sudah mau terima kekuranganku ma..." ucapnya lagi sambil memeluk tubuhku dengan sedih, ketiga anakku pun ikut memelukku.
" Mama hebat, wanita kuat yang pernah Reyhan temui." ucapnya di pelukanku.
Sore itu aku melamun entah apa yang akan terjadi jika dia tak bekerja, lamunannya jauh membayangkan andai dia tak bekerja anak dan suaminya entah bagaimana.
Antika wanita berusia 28 tahun sudah menikah dengan pria berusia 32 tahun, mereka sudah di karuniai tiga anak, dua Anka lelaki satu anak perempuan.
" Aku harus cari pekerjaan tambahan, jika tidak gaji gosok aja tidak akan cukup kakak sudah mau ujian, mba juga harus masuk sekolah dasar." pikir ku nerawang jauh.
" Mas, mama mau izin pergi sebentar mau coba temui mba Ratih siapa tau ada tambahan pekerjaan." ucapku kepada mas Aldi, tatapan mas Adli tak bisa ku baca, dia menatapku, aku tau mas Aldi pasti bingung dan merasa tak berguna, ku raih tangan pria kasar itu dan ku ucapkan kata menenangkan hatinya.
" Mas,... Gak usah khawatir, kita hadapi sama-sama ya , mama gak apa-apa." ucapku dengan senyum hangat, tangan itu terus ku genggam dan ku elus lembut.
" Maaf..." hanya satu kata yang di ucapkan Aldi.
" Iya,..kita berjuang lagi ya mas, jangan begini, mas sudah bantu mama, bantu jaga anak-anak." senyum ku tak ku lepas, dengan tulus dan ikhlas ku jalani ujian demi ujian.
"'Mama pergi dulu kalian pintar ya di rumah, ingat jangan ngerepotin ayah kalian ya, ayah sedang sakit jadi harus nurut ok.." ucapku sebelum pergi, mereka bertiga kompak mengangguk, aku pun pergi dengan langkah mantap demi keluarga kecilku.
Antika pergi mencari pekerjaan tambahan, namun saat melewati jalan yang sedikit sepi karena jalan itu jalan poros sebuah desa.
Mata Antika melihat ke dua balita yang duduk anteng di sebelah pria tua yang sudah tertatih-tatih jalannya sedang memungut sesuatu yang antika tidak tau itu apa, Antika hendak melewatinya namun langkahnya terhenti ketika pria tua itu memanggilnya.
" Duk....tunggu..." ucapnya sambil berjalan tertatih-tatih mendekati Antika, Antika diam sesaat memperhatikan ketiganya dengan perasaan miris, semiskin-miskinya dia dan keluarganya tak sampai berpenampilan seperti mereka sangat menyayat hati.
" Iya kek, ada apa?" Antika meringis melihat jalan kakek itu.
" Duk...bisa kah kakek minta sedikit minuman yang kamu pegang itu, untuk kedua cucu kakek, mereka sedari tadi kehausan." ucapnya pelan dan sedikit menahan sesuatu seperti menahan sakit, nada suara nya sangat lirih.
" Boleh kek, tapi ini bekas saya..." ucap Antika ragu, melihat mata kedua anak balita itu sangat berharap saat melihat botol minum yang ku pegang.
" Tak apa duk, setidaknya cucu kakek tidak kehausan." ucapnya lemah.
" Kakek tinggal di mana? Dan tadi sedang apa kek di situ?" tanya Antika saat ini Antika duduk di bawah pohon yang tadi di duduki kedua anak kecil itu dan kakeknya.
" Kakek tidak memiliki rumah duk, oh tadi kakek...em..." ucapnya ragu di akhir, kakek itu jujur.
" Selama ini kalian bertiga tinggal dimana kalo gitu?" tanya Antika penasaran entah mengapa Antika merasa tertahan saat ini, tubuhnya tak bisa menolak untuk tetap tinggal.
" Duk,...bisa kah kakek titip ke dua cucu kakek padamu, kakek takut jika akal kakek menjemput mereka akan sendirian, mereka terlalu kecil hidup di luar." ucapnya mengharap kepadaku , aku hanya terdiam ingin menolak namun Bibir ini tak bisa bersuara.
" Panji usianya baru menginjak 6 tahun sedangkan adiknya baru 3 tahun kakek tinggal bertiga selama inis telah istri kakek meninggal beberapa bulan lalu, ibu dari cucu kakek anak kakek empat bulan lalu meninggal karena kecelakaan, kakek sudah tidak bisa lagi menjaga kedua cucu kakek dengan keadaan kakek saat ini." kakek itu bercerita panjang lebar, padaku, aku tak bisa menolak kakek itu bercerita, aku diam saja mendengarkan keluhannya. Ada rasa perih di hati saat melihat kedua anak lelaki itu dengan penampilan yang jauh dari kata layak, masih mending ketiga anak ku berpakaian dan syukurnya mereka masih di beri kenikmatan tempat tinggal sedangkan kakek ini dan kedua cucunya tak ada tempat berteduh, miris.
" Jika ku bawa cucunya terus kakeknya gimana?" Antika bingung dengan keadaan saat ini, di sisi lain ingin menolong kakek dan kedua cucunya namun di sisi lain hatinya ragu karena keadaan ekonominya saat ini takut tak mampu, apalagi ini amanah.
" Tolong Duk, kakek titip mereka padamu, kakek takut tak mampu lagi bertahan di dunia yang keras ini, kasihan mereka jika kakek sudah tiada." ucap pria tua itu memohon kepada ku, aku melihat ke arah dua anak kecil saling bergandengan, mata mereka yang biru safir menatapku dengan harap.
" Baiklah kek, saya akan menjaga mereka, tapi saya minta maaf saya tidak bisa memberikan mereka fasilitas, kakek tau kan keadaan saya juga sedang sulit." Ucapku jujur dan kakek itu mengangguk, akhirnya aku pasrah karena gerakan hati.
Antika, membawa kedua anak itu jalan beriringan dengannya, sisi kanan dan kiri, Antika mengandeng mereka tanpa melepaskannya.
" Kalian capek gak? Rumah ibu masih jauh solanya! " tanya ku sambil ku lihat mereka bergantian, terlihat jelas wajah lelah mereka.
" Gak Bu, panji masih kuat jalan kok, tapi adek?" ucapan panji terakhir sangat pelan namun masih terdengar samar di telingaku, jawab panji.
" Adek capek? ibu gendong aja ya, solanya masih jauh!" Tawar ku, tak tega Melihat anak balita itu kelelahan apa lagi rumahnya masih jauh, masih melewati komplek perumahan lagi.
Waktu tak terasa, mereka jalan beriringan hingga pukul 17:15 menit Antika dan kedua anak kecil itu sampai di rumah, awalnya Antika bimbang dan ragu membawa mereka, akhirnya Antika pasrah, Antika tau membawa orang lain masuk kedalam rumahnya akan menjadi Malasah, namun hati Antika gak bisa menolak, tak tega melihat keadaan keduanya yang harus bertahan hidup di kota yang terbilang sangat keras, apa lagi tubuh mereka tak sekuat orang dewasa mau kerja apa untuk bertahan hidup.
" Assalamualaikum..." ucap ku sambil mengetuk pintu rumah yang tertutup.
" Walaikumsalam..." Jawab seseorang dari dalam sedikit berteriak.
...^^^Kedua anak-anak itu pun tetap anteng walau ada jejak lelah di wajah panji, dia duduk di kursi panjang tempat biasa suami Antika nyantai kalo di luar ^^^...
" Ibu sudah pulang ?" tanya Reyhan, sambil meraih tangan ku dan menciumnya, sudut mata Reyhan gak sengaja melihat ada anak kecil di bangku depan.
" Ma, mereka?" tanya Reyhan, aku pun langsung melihat ke samping di mana dia Anka itu duduk.
" Kita masuk dulu ya kak, kasihan mereka." ucap ku lembut agar Reyhan tidak berfikir aneh-aneh.
Kakiku melangkah masuk, tak lupa memanggil keduanya masuk kedalam, dan meminta tolong dengan anak pertamaku untuk menunjukan kamar mandi agar mereka bisa bersih-bersih.
Saat melewati ruang tengah suami Antika heran melihat kedua anak lelaki yang di tuntun oleh anak sulungnya kearah dapur, melihat istrinya ada berjalan di belakang mereka tak jauh, pak Aldi pun mendekati istrinya itu.
" Sudah pulang ma,..." sapa nya melihat ke arah ku.
" Iya mas, maaf ya mas mama bawa mereka kasihan." ucap ku lembut, memahami tatapan suaminya yang ingin bertanya.
" Mereka berdua aja?" tanya suamiku heran.
" Gak, mereka ada kakek, tapi sudah sepuh sekalian, nanti lah mama ceritakan tapi boleh kah kedua anak itu di sini dulu kasihan merek Anas, mama aja gak tega apalagi yang kecil seumuran denga Rio." ucap ku melemah, aku tau suamiku akan banyak bertanya dan pastinya akan menolak keras apa lagi keadaan ekonomi kita yang terbilang cari makan untuk hari ini makan besok belum tentu.
Antika menundukkan wajahnya takut suaminya marah, namun tak di sangka suaminya malah menjawab dan membuat Antika mengangkat kepalanya dan menatap wajah suaminya.
" Gak apa, biarlah mereka di sini ma, biar Rio dan Lita ada teman bermain, sepertinya Lita dan anak lelaki tadi itu seumuran!, mama bisa kan nanti ceritakan kenapa bisa bertemu mereka.":ucap lembut pak Aldi sambil menggenggam jemari istrinya dengan lembu dan kasih sayang.
" Mas gak marah?" pertanyaan itu terucap begitu saja.
" Gak, untuk apa ma,..sudah mama mandi dulu biar Segeran nanti ceritakan mas ya Tetang mereka." ucap Aldi, akupun pergi meninggalkan mas Aldi yang duduk bersandar di dinding, depan TV.
" Semoga aja kami mampu melewati ujian ini, Ya Allah, lancarkan lah rezeki istri ku dan lindungi dia di mana pun berada, jauhkan lah istri hamba dari orang-orang yang ingin berniat jahat padanya, maaf kan hambamu ini ya Allah seharusnya hamba yang memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga, mungkin engkau menitipkan ujian untuk kami dengan melalui dua anak ini, bantu kami melewatinya ya Allah..." Aldi berdoa dalam hati, saat melihat kembali kedua anak itu kini sudah duduk di dekatnya, entah mengapa rasa ingin melindungi besar dalam diri pak Aldi namun karena keadaan fisiknya dia hanya menatap kedua anak itu yang tersenyum padanya.
" Pak, ini kenalkan panji, dan ini ....?? Tanya ku terakhir bingung karena emang kakek tadi gak ada menyebutkan namanya. ku kenalkan mereka.
" Adik saya namanya Adam Bu, usianya baru dua tahun lebih sedikit." ucap panji pasif dan lancar, namu. Dari nadanya sedikit datar walau wajahnya tersenyum.
" Nah iya, ibu tadi gak tau namanya soalnya kakek kalian tidak menyebutkan nama adikmu, ibu hanya tau namamu saja." ucapku sambil tersenyum kikuk.
" Iya Bu, tadi kakek lupa juga." ucap panji sambil tersenyum manis, dan itu membuat semua melihatnya terdiam.
" kalian sudah makan belum? Rey!" tanyaku kepada anak sulungnya.
" Sudah Bu, mas Rey tadi memberi kita makan." ucap panji jujur, sewaktu Antika mandi Rey emang di suruh bapaknya untuk mengambil makanan untuk kedua anak lelaki itu.
" Wah anak ibu hebat, terimakasih ya kak," ucapku dengan senyum, ku elus kepala anakku dengan lembut, menandakan rasa bangga ku kepadanya.
" Kalian mau gak tinggal disini, " Pertanyaan itu bukan dari Antika melainkan dari pak Aldi.
Antika yang mendengarnya langsung melihat ke arah suaminya dan memasang wajah bingung.
Bukannya menjawab, panji malah melihat ke arah ketiga anak kecil di hadapannya dengan bergantian, ragu itu pasti, namun ada rasa berharap di izinkan dari ketiga anak wanita yang sudah menolongnya.
" Kalian mau tinggal di sini?" pertanyaan dari Rey membuat kedua orang tuanya menarik nafas dan menahannya, khawatir takut jika anak sulungnya tak mengizinkan.
" Bolehkah." Jawab panji meragu dan khawatir.
Orang tua Reyhan menahan nafas mereka, namun detik kemudian Rey tersenyum senang membuat kedua orang tua nya bingung.
". Iya, kamu boleh tinggal di sini, ma..pak bolehkan mereka tinggal disini setidaknya bapak tidak sendirian di rumah jika aku pergi sekolah dan Lita ada temannya juga, dari pada bermain sama anak bude Heni nanti di cubit lagi adek-adek.
" Boleh nak, mereka tingal disini?" tanyaku masih takut anakku tak yakin.
" Iya Ma, biar mereka di sini, biar Rey punya teman juga di rumah dan ada yang Nemani bapak juga." Jawab nak sulungku mantap, aku pun menoleh ke suamiku dan di angguk'in olehnya.
" Alhamdulillah....., dengar Pan kalian berdua bisa ditinggal disini," ucapku dengan senang.
" Semoga ada hikmah di balik semua ini, hamba ikhlas, kuatkan lah bahu istri hamba dan ringan kan lah setiap langkahnya, ya Allah hamba ingin sembuh, ingin membantu istriku bekerja." Batin pak Aldi berdoa dan berharap bisa sembuh walau dia tau itu tak mungkin.
Suasana di ruang tengah itu cukup ramai malam ini, canda tawa anak-anak terdengar riang, panji dan Adam yang awalanya diam kini bisa mengikuti Rey dan yang lain saat bercanda, hawa di ruangan itu tiba-tiba menghangat.
Antika yang melihat, suasan malam itu sangat berbeda setelah selesai menjalankan sholat isya Antika membantu suaminya ke kamar, agar bisa istirahat, walau Aldi kekurangan fisiknya dia tak lepas dari tanggung jawabnya sebagai imam, dia tetap menuntun anak istrinya, awalnya Antika heran saat melihat panji yang ikut memakai peci lain milih Reyhan dan Adam juga mengekor di belakangnya, namun saat selesai shalat baru lah panji berucap di depan kepada Antika dan pak Aldi membuat keduanya terkejut, ternyata mereka muslim, wajah dan rambut Adam dan panji mengira mereka bukan memegang keyakinan yang sama dengan mereka l, makanya Antika gak menawarkan sholat berjamaah pada dua anak kecil itu, tapi nyatanya panji melihat Rey dan meminjam peci yang lain.
" Kamu mau keman kak?" tanyaku kepada anakku yang sudah menarik tangan panji.
" Ma, aku tidur sama panji ya, dan Adam." ucap memohon Reyhan dengan mimik wajah yang berharap.
Tanpa berharap pun Antika emang ada rencana Reyhan tidur dengan panji dan Adam, namun sebelum itu terucap malah anaknya duluan yang memohon, Antika pun hanya bisa tersenyum hangat aja melihat tingkah anaknya.
" Iya kalian tidur lah, ingat kak besok sekolah jadi jangan tidur malam-malam ya, Adam dan panji juga tidur ya biar besok bisa main lagi." ucap ku menasehati ke tiga anak lelaki itu, mereka senang dan pamit menuju kamar Reyhan.
Di rumah milik Antika ada dua kamar, sejak antika melahirkan anak gadisnya.sedangkan di kamar Antika dan suaminya sedang bercerita banyak hal, termasuk tentang anak yang di bawa Antika pulang.
" Coba ma siapa tau ada identitas anak itu, bukannya mama bilang kakek tadi membawakan tas kecil." Ucap Aldi meminta istrinya mengecek tas itu, aku pun bangkit dan berjalan ke lemari dan mengambil tas ransel kecil kain itu dan duduk kembali di samping suaminya.
" Allahu Akbar...mas..ini..." aku pun melihat kedalam tas namun mata ku membulat dan menyebut, betapa terkejutnya aku, aku pun reflek menumpahkan semua isi dalam tas itu.
" Ini sepertinya kartu keluarga, coba lihat ma, loh ini kan RT sebelah ma, berati panji dan Adam dari tetangga sebelah kita." ucap pak Aldi saat melihat kartu keluarga itu.
Antika yang penasaran pun mengambilnya, dan melihat sendiri, awalnya Antika masih syok melihat berlian sebelum tas di bongkar.
" Masa sih mas, kalo dari RT sebelah berarti mereka tak jauh, kenapa mama menemukan mereka di jalan poros desa batuas?" ucapku dengan heran karena jarak itu cukup lumayan jauh, padahal mereka bersebelahan RTnya.
" Hemmm...mungkin sudah jalannya dek, Allah ngasih jalan mereka bertemu kamu, dan itu..." mata adi menatap heran ke arah tangan istrinya,menujuk benda berwana biru laut begitu indah saat terkena cahaya lampu.
" Gak tau ini mas, tapi ini tertulis berlian." aku terbata-bata membaca kertas yang ku pegang, dan benda yang ku pegang adalah berbentuk gelang tangan.
" Berlian..coba mas lihat." ucap mas Aldi dan mengadakan tanya untuk meminta kerta itu.
Sesaat mas Aldi memperhatikan kedua benda di tangannya denga intens, aku yang memperhatikan wajah serius suamiku pun jadi ketularan serius tanpa ku pedulikan barang-barang yang ku hambur di hadapan kami, mata maki masih terfokus ke arah benda di tangan suamiku.
" Mah...ini..." tanya pak Aldi dan menatap ku dengan ragu.
" Iya mas, sepertinya itu surat gelang itu... ternyata kakek itu menitipkan kedua cucunya gak dengan tangan kosong, mas" ucapku menatap suamiku yang masih setia menggenggam kertas yang ku yakini itu surat gelang.
" Mama benar, ternyata kakek itu meninggalkan sesuatu untuk kedua cucunya, apakah pikiran kita sama ma, jika kedua anak itu bukan anak biasa, harga berlian ini cukup mahal ma jika di jual, tapi ini ada dalam tas itu, " Tunjuk mas Aldi ke tas yang isinya sudah berhamburan, namun mata kami memandang kea arah yang sama beberapa kertas lipat acak, ada beberapa.
Antika yang penasaran membuka satu persatu kertas terlipat acak itu, baru membuka satu mata Antika melotot sempurna dan menunjukan ke suaminya.
" Mas..." ucap ku sambil menyodorkan kertas lipan kepada suami ku, ekspresi suamiku pun sama dengan ku saat membukanya. Terkejut.
" Ini emas ma, kalung!!" ucapnya gemetar, akhirnya malam itu kami membuka satu persatu karena penasaran, apa yang aku dan suami ku temukan membuat tangan kami gemetar hebat, dan terakhir ada surat di dalam amplop.
Assalamualaikum.... terimakasih telah menerima kedua cucu ku dan menjaga mereka, saya titipkan kedua cucu saya pada kalian, orang baik, saya titipkan kedua cucu ku tidak dengan tangan kosong, gunakan lah apa yang saya tinggalkan di dalam tas itu, gunakanlah dengan benar dan bermanfaat.
semoga, kalian yang sudah mau saya repot kan, semoga Allah membalas kebaikan kalian...saya ucapkan terimakasih sekali lagi....
Gunakan harta itu untuk kebutuhan kalian dan kedua cucu saya...
wassalamu'alaikum....
" Mas..., apakah kita harus jual dan memuat usaha aja sambil menjaga anak-anak di rumah?" tanyaku kepada suamiku sebum kami tidur, rasa terkejut kami seperti sedang balapan MotoGP...tanpa ritme.
" Kita pikirkan besok aja ma, sekarang sudah jam malam, tuh lihat kedua anakmu sudah pada tidur sedari tadi kita malah sibuk dengan barang Adam dan panji." ucap suamiku di iringi kekejaman melihat kedua anaknya Yang tertidur pulas di atas kasur yang sama dengan ku.
" Iya...ya sudah kita kembalikan lagi, besok aja kita pikirkan." ucap ku sambil mengembalikan barang-barang itu kedalam tas, ku simpan di tempat teraman di bawah tumpukan baju paling bawah, pas di bawah tempat baju yang tergantung rapi di dalam lemari.
Esok harinya, aku seperti biasa bangun lebih pagi dan mengerjakan tugas dan kewajiban ku sebagai seorang istri dan ibu ketika di rumah, aku selesaikan dengan cepat karena pagi sekali aku haru pergi kerja di rumah ibu Andini sebagai pembantu rumah tangga panggilan.
" Mas, Bangun ku bantu bersihkan ya." ucap ku lembut membangunkan suamiku yang masih terlelap.
" Jam berapa ma?" tanya mas Aldi, mengerjakan mata.
" Masih jam empat subuh mas, maaf ya mas mama bangunkan pagi sekali solanya hari ini rumah ibu Andini ada acara nanti jam 10 jadi mama di minta pagi datang, kemarin lupa kasih tau mas." Ucapku terakhir minta maaf karena kelupaan.
" Gak apa ma, mas juga mau ke kamar mandi sebentar mau buang air kecil." jawab mas Aldi.
" Ya sudah yuk mama bantu." kataku sambil ku bantu suamiku pindah ke kursi roda.
Setelah selesai aku mengurus suami, aku lihat jam ternyata sudah mau masuk sholat subuh, aku dan suami bersiap ke ruang tengah, holat di sana.
"Mas, mama sudah masak nasi goreng aja, nanti tolong bantu awasi anak-anak ya mas, mama bangunin Rey dulu." ucapku sambil melepas mukena yang tadi ku pakai.
" Iya." jawab mas Aldi singkat, entah kenapa dari kemarin mas Aldi gak seperti biasanya, sekarang banyak diam.
" Kak Reyhan...kak bangun yuk sudah pagi ini." ku ketuk pintu kamar anakku denga. Pelan agar tak begitu membuat keributan.
" Eh...ibu..."ucap Adam sambil mengucek matanya yang terlihat sekali masih setengah ngantuk.
" Aduh...maaf ya nak, ibu membangunkan mu ya, ibu mau bangunkan kak Rey solanya mau sekolah." ucapku merasa bersalah, dan baru ku sadari jika Reyhan tidurnya gak sendirian melainkan ada temannya sekarang panji dan
" Kak Rey, eh sudah bangun ternyata." ucap panji sat menoleh ingin membangun kan kakak angkatnya itu.
" Pan, kamu ngapain di situ!" tanya Reyhan bingung, detik kemudian pas berjalan barulah dia melihat ibunya yang berdiri di depan pintu.
" Mama...Reyhan kesiangan ya." ucap Reyhan, aku hanya tersenyum melihat anakku yang sedikit panik di wajahnya.
" Baru jam setengah enam kak, kakak sholat dulu trus mandi dan sarapan ya, panji kalo masih ngantuk gak apa tidur lagi temani adek Adam ya." ucapku kepada anak-anak.
" Gak Bu, aku mau ikut kak Reyhan sholat boleh kan kak." ucap nya antusias, mata yang tadi terlihat masih setengah ngantuk jadi segar.
" Ya sudah ayo...tapi kakak duluan ya panji setelah kakak, oke.." ucap Reyhan dan benar saja mereka berdua langsung berlari ke arah dapur, dimana tempat air wudhu berada di samping tempat cucian piring.
Antika yang melihat hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat tingkah mereka berdua, tiba-tiba Antika teringat akan pembicaraan semalam oleh suaminya. Iya melihat ke arah suaminya yang sudah duduk anteng di kursinya di depan meja makan.
" Mas,...aku sepulang dari rumah ibu Andini mau ke pasar ya, menjual salah satu emas itu, kita belikan baju panji dan Adam kasihan mereka pakai bajunya Reyhan dan Rio." ucap ku mengutarakan apa yang ku ingat.
" Ya beli kan lah, badan Adam dan Rio berbeda, kasihan Adam kesempitan bajunya memakai baju roi." jawab mas Aldi mengizinkan.
Pukul enam pagi, antika sudah selesai mengurus suami dan rumah, tiga anak balita belum ada yang bangun, Antika dan Reyhan berjalan beriringan karena tak punya kendaraan apapun, dulu ada motor suami namun setelah kecelakaan motor itu di jual untuk makan setiap hari karena penghasilan Antika tidak lah besar.
Sedangkan uang tunjangan kecelakaan mas Aldi, sudah habis setelah keluar dari rumah sakit, ada uang ganti rugi sebenarnya namun di ambil oleh ibu tiri mas Aldi tanpa sepengetahuan mas Aldi dan Antika, akhirnya mereka pasrah saat tau percuma kata mereka jika meributkannya dengan ibu tiri mas Aldi.
" Reyhan masuk dulu Bu..." ucap Reyhan dan menyalin tanganku, setelah ku pastikan anakku masuk lingkungan sekolah aku pun lekas pergi ke perumahan tak jauh dari sekolah anakku, aku pun berjalan cepat hingg sampai di rumah di mana aku bekerja.
" Assalamualaikum pak, Bu ..maaf agak kesiangan saya datangnya." ucap ku ramah, sambil membungkuk sedikit.
" Kamu itu niat kerja gak sih kan saya menyuruh mu berangkat pagi kenapa jam segini baru datang, apa bisa kamu kerja cepat." Ucap kesal ibu mertua ibu andini, ya yang meminta pagi datang itu mertua ibu Andini karena ada acara jam sepuluh di rumah itu, Acra keluarga.
" Maaf kan saya Bu, saya tadi mengantar Anak saya dulu," ucapku jujur, padahal emang setiap hari selalu jalan bersama dengan Reyhan, kecuali hari Minggu antika kerja di lain.
" Sudah lah, bikin mood ku hilang aja, sana kerjakan semua awas jangan sampai terlewatkan." perintah ibu mertua Andini, ibu Andini dan suaminya hanya diam aja mereka tau jika mereka membela Antika akan panjang lagi masalahnya bisa kemana-mana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!