Tahun 1940 adalah awal dari kekacauan ini. Dimana pada tahun 1939 Jerman mendeklarasikan perang terhadap Polandia dan menyerang negara itu dengan kekuatan besar mereka.
Saat itu dunia sedang dilanda ketegangan dan konflik bersenjata global yang dikenal sebagai perang dunia. Hampir seluruh kekuatan dunia terlibat dalam konflik paling berdarah ini. Hingga suatu hari di pertengahan tahun 1940, sebuah keanehan datang dari arah samudra Atlantik.
Badai besar terjadi disana, membuat sebuah portal waktu terbuka. Dari portal-portal itu muncul beberapa kapal yang sangat asing bagi siapapun yang melihatnya. Sebuah armada kapal yang tak diketahui bergerak bersama badai itu, meluluhlantakkan dan menenggelamkan sebuah konvoi kapal dagang berpengawal milik Britania Raya yang kebetulan melintas di dekat badai itu.
Serangan mereka sangat mengejutkan para pelaut karna persenjataan kapal itu sangat aneh dan misterius. Kilatan-kilatan sinar laser disertai segerombolan pesawat asing menyerang konvoi itu, menenggelamkan satu per satu kapal secepat kilat dan tanpa sedikitpun waktu bagi kapal pengawal untuk bereaksi.
Akibat serangan ini, perdana menteri Winston Churchill menuduh Kriegsmarine Jerman telah menyerang konvoi mereka dan bersumpah untuk menenggelamkan seluruh kapal berbendera Jerman. Namun pihak Jerman justru balas menuduh Royal Navy atas tenggelamnya beberapa kapal kargo mereka di lepas pantai Portugal! Keanehan-keanehan ini terus berlangsung disusul dengan laporan-laporan dari negara lain yang berbatasan dengan samudra, dan berlangsung selama beberapa tahun kedepan.
Pada tahun 1942, Amerika Serikat secara tiba-tiba mendeklarasikan perang terhadap Jerman dan kekaisaran Jepang atas penyerangan pangkalan angkatan Lautnya di San Francisco dan Pearl Harbor, yang sebetulnya tidak pernah dilakukan oleh pihak Jerman maupun kekaisaran Jepang.
Presiden Amerika Serikat yang saat itu menjabat, Franklin D. Roosevelt, berkata bahwa pangkalan mereka di serang dan dihancurkan oleh armada kapal asing dengan persenjataan dan pesawat yang belum pernah ia lihat.
Merasa bahwa pihaknya tidak bersalah, Jerman dan kekaisaran Jepang segera membantah tuduhan itu dengan menjelaskan bahwa pangkalan angkatan Laut mereka juga diserang oleh armada kapal yang sama, tepat seperti yang dikatakan presiden Amerika Serikat itu, bahkan waktunya juga bersamaan!
Pihak Royal Navy juga segera mengabarkan bahwa pangkalan utama mereka di Scapa Flow hancur dan hampir seluruh kapal yang sedang bersandar tenggelam dalam penyerangan itu. Kabar dari angkatan Laut Britania Raya itu segera menyadarkan presiden AS bahwa umat manusia saat ini bukan hanya bertempur melawan sesamanya, tapi juga bertempur melawan sebuah kekuatan besar yang entah darimana asalnya.
Namun umat manusia terlambat menyadari hal itu. Saat ini hampir seluruh negara kehilangan kekuatan angkatan Lautnya, hanya sedikit kapal perang yang tersisa untuk menjaga garis pantai masing-masing negara.
Kebuntuan ini terjadi sampai pada tahun 1945. Tahun dimana kekaisaran Jepang melepas sebuah tanah jajahannya di kawasan Asia tenggara atas desakan warga pribumi. Dengan lepasnya tanah jajahan itu, berdirilah sebuah negara baru yang menjadi harapan bagi seluruh umat manusia. Negara itu menamai faksi mereka sebagai faksi Emerald Equatoria, atau bisa diartikan dengan faksi Zamrud khatulistiwa.
Seorang pria yang menjadi pemimpin faksi angkatan Laut itu bernama Ivanov Tirpitz von Eugene, dia memiliki julukan "El-Yamato". Julukan ini ia dapatkan dalam sebuah pertempuran melawan satu armada asing pada akhir tahun 1944 di Pasifik, yang kebetulan saat itu ia menjadi asisten seorang laksamana terkemuka di tanah Jepang, yaitu laksamana Isoroku Yamamoto. Saat pertempuran itu, kapal tempur kebanggaan kekaisaran Jepang, IJN Yamato, mengalami kerusakan hebat akibat serangan laser dan roket berpemandu dari kapal dan pesawat armada asing itu.
Laksamana Yamamoto sendiri terluka cukup parah dalam pertempuran itu, dan kapal tempur Yamato kehilangan kaptennya. Hal itu segera diatasi oleh Tirpitz dengan mengambil alih komando dan memerintahkan seluruh awak kapal untuk membagi diri mereka menjadi 4 bagian, satu bagian bertugas mengoperasikan persenjataan utama yang tersisa, sedangkan tiga bagian lainnya diperintahkan untuk membantu memperbaiki kerusakan pada kapal dan sebagai operator radar serta persenjataan sekunder.
Berkat kepiawaiannya dalam memimpin, julukan ini disematkan pada namanya oleh sang laksamana sendiri setelah umat manusia berhasil memenangkan pertempuran itu. Dari hampir seratus kapal perang yang ikut dalam pertempuran itu, hanya sebagian kecil yang berhasil kembali meskipun menderita kerusakan hebat. Tirpitz sendiri mendapatkan banyak luka selama menggantikan posisi laksamana, sehingga beberapa bagian tubuhnya harus mengalami cacat permanen.
Bab 1
Siang itu Tirpitz sedang berada di pesisir pantai utara kota Semarang. Ia bersama dua orang anak buahnya yang dulu ikut dalam pertempuran melawan armada asing sedang menyusuri pantai berpasir sambil menikmati keindahan lautan disana. Tak terasa sudah hampir lima tahun lamanya umat manusia menjauh dari lautan setelah invasi armada asing, kini setidaknya orang-orang sudah bisa beraktivitas di sekitar pantai.
Kedua orang anak buahnya, Farel dan Takumi, sedang asyik memancing ikan, sedangkan Tirpitz sendiri memilih untuk sekedar berjalan-jalan menyusuri pantai itu. Matanya terus menatap pantulan sinar matahari yang sesekali terlihat digulung ombak. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membawa aroma garam laut yang khas, membuat hati siapa saja yang menghirup nya merasa tenang setelah ketegangan selama bertahun-tahun.
Hingga tak sengaja kakinya tersandung sebuah gundukan pasir yang tidak ia perhatikan sebelumnya. Tirpitz tersungkur di atas pasir basah, sebagian wajahnya terbenam di dalam pasir. Ia segera bangkit sambil mengucapkan sumpah serapah yang ia tujukan untuk gundukan pasir itu. Kaki kanannya segera terangkat hendak menendang gundukan itu dengan penuh kekesalan, namun tindakannya segera berhenti setelah secara tak sengaja ia melihat sebuah lengan pucat yang muncul dari gundukan pasir itu.
"Astaga!" ujarnya terkejut.
Tirpitz segera berlutut lalu dengan perlahan menarik lengan pucat itu, rasanya sedikit berlendir dengan bau amis menyengat seperti ikan yang mulai membusuk. Setelah meneliti sesaat, ia segera memutuskan untuk menggali gundukan itu.
Beberapa saat kemudian kengerian terlihat jelas di wajah Tirpitz. Matanya terpaku menatap sesosok tubuh kaku seorang wanita yang muncul dari dalam pasir yang ia gali menggunakan tangannya. Ia lalu berteriak memanggil kedua anak buahnya yang berjarak sekitar tiga ratus meter dari tempatnya.
Kedua orang itu segera menoleh lalu menghampiri atasannya, nampak jelas bahwa atasannya itu merasa ketakutan.
"Lihat apa yang ku temukan!" ujar Tirpitz sambil menunjuk tubuh kaku di hadapannya.
Farel segera berlutut lalu memeriksa mayat gadis itu, sejenak ia menekan-nekan bagian lengan dan leher tubuh gadis itu sebelum menengadah lalu menggelengkan kepala.
"Sudah lama pak," ujarnya menjelaskan, "sekitar seminggu jika di lihat dari kondisinya."
Dengan lembut Farel menarik mayat itu hingga seluruh tubuhnya keluar dari dalam pasir. Kengerian segera menyambar bulu kuduknya hingga berdiri bagaikan sekelompok prajurit yang sedang melaksanakan parade. Pada kaki gadis itu, terdapat selaput tipis di sela-sela jari kakinya.
"Astaga! Lihatlah!" ucap Farel sambil menunjuk ke arah kaki kanan gadis itu, "kakinya berselaput!"
Tirpitz dan Takumi segera memperhatikan kaki gadis itu yang berselaput, sedang kaki kanan yang seharusnya berada di sana ternyata sudah tidak ada sampai ke lututnya.
Farel mencoba mengangkat mayat gadis itu hingga secara tak sengaja sebuah kubus kristal berwarna biru seukuran kepalan tangan balita terjatuh dari tangan kiri mayat itu. Tirpitz hendak meraih kubus kristal itu, namun sensasi dingin seketika menjalar di telapak tangannya hingga membuatnya tersentak dan segera menarik kembali lengannya.
"Ah sialan! Kubus itu beku!" ujarnya sambil menggosok-gosok telapak tangannya dengan gerakan cepat.
Namun sentuhan barusan seolah membuka sebuah segel. Kubus kristal itu bersinar terang dengan cahaya kebiruan, kubus kecil berwarna putih yang berada di tengah kristal itu berputar menciptakan kilatan-kilatan petir kecil berwarna biru sesekali muncul di sekeliling kristal biru.
"Tolong jaga pengetahuan ini..."
Sebuah suara seorang wanita seolah berbisik ditelinga Tirpitz.
"Satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka adalah dengan kekuatan pengetahuan dari kubus ini."
Suara-suara yang muncul itu menyebabkan kepala Tirpitz terasa seperti dipukuli dengan seribu godam raksasa. Ia mengerang kesakitan lalu jatuh terduduk di atas pasir pantai.
"Saat pasang sedang surut, bawalah kubus ini ke atas geladak kapal yang kau kehendaki. Maka keajaiban akan muncul disana..."
Setelah itu terdengar suara-suara jeritan wanita yang sangat banyak, beberapa bahkan menyebutkan namanya disertai jeritan minta tolong. Tirpitz segera kehilangan kesadaran, matanya menatap seolah dunia sedang mengitarinya diiringi suara-suara jeritan minta tolong dan suara Takumi yang terdengar semakin menjauh.
***
Saat Tirpitz tersadar, dia sudah berada di atas ranjang empuk di villa nya. Orang yang paling pertama ia temukan adalah Takumi, gadis keturunan Jepang itu sedang tertidur di sofa yang tak jauh dari tempat terbaring, sedang Farel tak nampak dimanapun.
Tirpitz mencoba untuk duduk, namun sesuatu terasa seperti membakar kerongkongan nya sehingga ia muntah di samping ranjang. Takumi yang mendengar suara Tirpitz segera terbangun dan dengan cepat menghampiri atasannya itu.
"Sebaiknya jangan memaksakan diri mu, pak." ujarnya sambil membantu Tirpitz untuk duduk di tepian ranjang.
"Dimana Farel?" tanya nya dengan suara sedikit bergetar.
Sejurus kemudian Farel muncul dan berdiri di dekat pintu masuk kamar itu. Tatapannya terlihat seperti kebingungan melihat kondisi atasannya itu.
"Bagaimana dengan mayat gadis tadi?" tanya Tirpitz kepada Farel yang sedang menyalakan sebatang rokok di sela bibirnya.
"Sudah ku berikan pemakaman yang layak," jawab pemuda itu sambil menghisap rokoknya, "kelihatannya anda mengenalinya, pak."
Tirpitz segera teringat kubus kristal yang sebelumnya ia pegang lalu mencarinya di dekat bantal pembaringannya.
"Kemana kubus kristal itu? Apa kalian melihatnya?"
Farel dan Takumi terlihat kebingungan. Keduanya saling bertatapan sejenak lalu kembali menatap Tirpitz.
"Kubus kristal?" tanya Takumi heran.
"Ya, sebuah kubus yang terlihat dibuat dari kristal biru, ukurannya kira-kira segini," jelasnya sambil memberikan ukuran kubus yang ia pegang saat dipantai tadi. Lalu ia menambahkan, "di bagian tengah kubus itu terdapat sebuah kubus kecil berwarna putih, sepertinya terbuat dari berlian."
Kebingungan makin jelas nampak di wajah kedua bawahannya itu. Mereka tampaknya tak mengerti kubus yang dimaksud oleh Tirpitz.
"Maaf pak, tapi saya sama sekali tak melihat anda memegang kubus kristal seperti yang anda maksud." ujar Farel menjelaskan.
"Ah sudahlah," ujar Tirpitz menyerah, "sepertinya hanya khayalan ku akibat stress berlebih."
Saat ia hendak kembali rebahan, tiba-tiba bisikan wanita misterius tadi kembali terdengar.
"Hanya kau yang bisa melihat kami, shikikan-sama."
Tirpitz mencoba menghiraukan bisikan itu, tapi sepertinya bisikan itu terus mencoba mengganggu mentalnya.
"Beberapa bulan lagi, pasang akan surut. Dan kami akan terlahir kembali dalam wujud seorang manusia dari kapal yang kau kehendaki..."
Akhirnya suara itu menghilang bersama dengan Tirpitz yang kembali tak sadarkan diri.
Bulan Agustus telah tiba, tepat saat itu tanggal 17. Tirpitz dan kedua anak buahnya segera bersiap untuk menghadiri upacara pengibaran bendera merah putih di hari besar itu. Setelah perjuangan panjang warga pribumi, akhirnya pemerintahan Jepang menyetujui untuk memberikan kemerdekaan sepenuhnya bagi tanah jajahannya itu.
Setelah ia selesai mandi dan mengenakan seragam pelautnya. Tirpitz segera pergi menuju ke halaman villa. Sebuah mobil sedan Toyota Crown terparkir di depan titian menuju pintu utama villa. Farel yang sudah berada disana segera memberi hormat militer kepada laksamana muda sekaligus atasannya itu.
Baru kali ini dilihatnya pemuda itu mengenakan seragam angkatan Laut setelah pertempuran hebat melawan armada asing satu tahun yang lalu. Wajahnya semakin tampan dengan seragam itu, apalagi sebuah katana tersangkut di ikat pinggangnya yang membuatnya terlihat semakin gagah.
"Kita tidak bisa pergi ke Jakarta hari ini," ujar pemuda itu sambil membukakan pintu belakang mobil, "jadi kita akan pergi ke alun-alun untuk menghadiri upacara pengibaran bendera sambil mendengarkan teks proklamasi yang akan dibacakan oleh insinyur Soekarno lewat radio."
Pintu mobil hendak ditutup oleh Farel ketika dari arah villa muncul Takumi dengan seragam angkatan laut wanita kekaisaran Jepang nya. Ia segera berlari-lari kecil dan segera duduk di sebelah Tirpitz.
"Maafkan saya atas keterlambatannya, pak," ucap gadis itu sambil berusaha mengatur kembali nafasnya yang terengah-engah, "baru saja saya mendapat kabar bahwa pangkalan Sasebo di serang oleh lawan."
Tirpitz menoleh sejenak ke arah Takumi, ekspresi wajahnya sama sekali tak bisa di lihat oleh gadis itu karna bagian dalam mobil yang gelap.
"Sepertinya negara baru ini akan langsung mendapatkan ancaman dari mereka." ujarnya singkat.
Farel yang baru saja duduk di kursi samping pengemudi segera menutup pintu lalu memberi perintah kepada pengemudi untuk mulai menjalankan mobil.
"Ah iya, saya hampir kelupaan sesuatu," ucap Farel, "insinyur Soekarno meminta anda untuk memimpin angkatan Laut atas saran dari laksamana muda Tadashi Maeda."
Mendengar berita yang disampaikan oleh Farel, Tirpitz hanya terdiam. Pikirannya masih terngiang-ngiang oleh bisikan terakhir beberapa bulan yang lalu. Namun ia segera disadarkan oleh Takumi yang tiba-tiba menyandarkan kepalanya ke pundak Tirpitz.
"Beruntungnya anda, shikikan-sama," ujar gadis itu, "setelah anda berhasil selamat dari pertempuran terakhir, kini anda diberi amanat untuk memimpin angkatan Laut negeri ini."
***
Inoyama Takumi adalah seorang gadis berkebangsaan Jepang. Ayahnya, kapten Inoyama Hakeda, adalah perwira setia bawahan laksamana Isoroku Yamamoto. Nasibnya berakhir tragis dalam pertempuran tahun lalu, tepat di pangkuan Tirpitz ketika sebuah roket berpemandu menghantam anjungan dan menewaskan hampir semua orang disana.
Sebelum Hakeda menghembuskan nafas terakhirnya. Ia berpesan kepada Tirpitz untuk menjaga anak gadisnya yang bernama Takumi, yang mana saat itu sedang bertugas di Bangka Belitung sebagai korps wanita pembantu angkatan Laut kekaisaran. Dan itulah alasan mengapa Takumi selalu ikut kemanapun Tirpitz pergi, bahkan ia tak sedikitpun memiliki rasa takut jika Tirpitz pergi untuk menjumpai malaikat maut di tengah samudra sekalipun.
***
Satu jam kemudian mobil mulai memasuki alun-alun kota Semarang. Disana sudah ramai para warga dan pejuang yang berkumpul untuk melaksanakan upacara pengibaran bendera diikuti dengan pemutaran pidato pembacaan teks proklamasi lewat radio.
Kerumunan orang yang memadati lapangan alun-alun itu segera memberikan jalan bagi mobil sedan yang datang itu. Sorak-sorai para pejuang mengiringi mobil yang mulai berhenti di depan sebuah bangunan dua lantai di samping lapangan itu.
Saat Farel membukakan pintu belakang, seketika sorak-sorai kemerdekaan dari para pejuang tadi segera lenyap, digantikan dengan sikap hormat yang dilakukan secara serempak. Tirpitz yang sudah keluar segera membalas hormat para pejuang lalu segera berjalan ke podium lewat celah yang diberikan oleh para pejuang kemerdekaan.
Acara berlangsung dengan khidmat dan lancar. Kini negara mereka telah resmi merdeka dari tangan penjajah. Takumi dan supir pribadi Tirpitz, Hiyoshi, hanya tersenyum masam mendengar sorak-sorai para hadirin.
"Padahal kaisar yang membantu orang-orang ini untuk meraih kemerdekaan," ujar Takumi dalam bahasa Jepang, "tapi mereka melupakan segala kebaikan sang kaisar terhadap mereka."
Farel segera mencubit lembut pergelangan tangan kanan Takumi dan memberikan isyarat dengan kedipan matanya. Jika perkataan Takumi kebetulan didengar oleh para pejuang, bisa saja mereka menelanjanginya lalu mengaraknya keliling kota sebagai hukuman atas ketidak sopanannya.
Setelah acara selesai, Tirpitz dan yang lainnya segera kembali ke villa. Hari itu sangat melelahkan karna telepon terus berdering akibat panggilan-panggilan yang masuk dari para petinggi militer Jepang yang masih berada di negara baru itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!