NovelToon NovelToon

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Tuan muda pertama

"Sstt! Para tuan muda datang! Cepat hadap ke belakang!"

Teriak pelayan tua yang biasa di panggil madam Sin. Ia adalah kepala pelayan di mansion itu.

Edelleanor, gadis yang baru hari ini di kirim menjadi pelayan di tempat itu ikut-ikutan dengan beberapa pelayan lainnya menghadap ke tembok, membiarkan para tuan muda berjalan melewati mereka. Sebenarnya Edel masih bingung kenapa tidak bisa melihat majikan mereka, namun ia bisa bertanya nanti. Ia tidak mau bikin masalah di hari pertamanya masuk kerja.

"Sudah aman, berbaliklah!" perintah madam Sin lagi.

Edel melirik semua pelayan yang menghadap tembok bersamanya tadi. Ternyata semuanya perempuan. Keningnya berkerut masih tidak mengerti.

"Kenapa harus menatap tembok?" tanyanya dengan nada berbisik pada salah satu gadis di sebelahnya.

"Madam Sin sengaja membuat peraturan itu. Katanya, para tuan muda tidak akan senang ditatap oleh pelayan kecil seperti kita." jawab gadis itu ikut berbisik pelan. Namanya Alice. Umurnya dua puluh satu tahun, setahun lebih tua dari Edel.

Edel mengangguk-angguk mengerti. Dalam hati ia malah merasa anak-anak majikannya itu terlalu sombong. Masa ditatap saja tidak sudi. Memangnya pekerjaan pelayan serendah itu apa? Memang sih. Gadis itu malah mengangguk menjawab-jawab sendiri isi hatinya.

"Alice, dan kau ..."

Edel dan Alice cepat-cepat menegakkan badan mereka menatap lurus ke madam Sin. Wanita itu terlihat sangat berwibawa didepan mereka. Ia terus menatap Edel  sampai-sampai Edel merasa ngeri sendiri.

"Kalian berdua, bersihkan kamar tuan muda Pierre sekarang. Ingat, jangan sampai bertatapan mata dengannya. Mengerti?" perintah madam Sin sekaligus memberikan peringatan. Alice dan Edel mengangguk cepat. Alice kemudian menarik tangan Edel pergi dari situ.

"Siapa namamu, kau pelayan baru kan?" tanya Alice dalan perjalanan. Edel mengangguk.

"Edel," jawabnya kemudian.

"Aku Alice. Edel, kau pergilah lebih dulu aku akan mengambil peralatan membersih dan segera kembali. Kamar tuan muda Pierre berada di lantai dua."

Setelah berkata begitu Alice berbalik pergi meninggalkan Edel sendirian. Sebenarnya bahkan belum sempat menyampaikan keberatannya tapi gadis itu malah sudah menghilang. Edel menarik menghembuskan nafas penjang. Ia sudah siap-siap lanjut naik ke lantai dua namun matanya menangkap dua pria sedang berjalan ke arahnya dari ujung sana.

Tubuh Edel refleks berbalik dan memasuki ruangan apa saja yang ia lewati. Pria-pria itu pasti majikannya. Ia tidak boleh bertemu mereka kan? Yah, melarang bertatapan dengan para majikannya berarti secara tidak langsung menyuruh mereka untuk jangan bertemu atau bicara dengan majikan rumah itu.

Sesekali mata Edel mengintip dari balik pintu ruangan yang ia masuki itu. Ingin tahu apakah para majikan sudah melewati tempat itu atau belum. Karena terlalu asyik mengintip, Edel sampai tidak sadar ada yang sedang menonton aksinya dari tempat tidur.

Gadis itu ternyata bukan masuk ke ruangan kosong. Namun ruangan itu adalah kamar milik Ansel, sih putra sulung. Dan kini Ansel yang tadinya fokus membaca buku malah jadi penonton aksi gadis yang masuk seenaknya dalam kamarnya dan terus mengintip-intip keluar.

Ansel menggeram marah. Gadis itu pasti pelayan. Dari pakaiannya saja sudah jelas. Apa pelayan itu tidak diberi peringatan kalau dirinya paling tidak suka ada yang masuk ke kamarnya, apalagi waktu ada dia? Pria itu sudah bersiap-siap berteriak mengusir pelayan perempuan itu namun terhenti seketika saat gadis itu berbalik dan mata mereka bertatapan, cukup lama sampai gadis itu sadar sendiri dan menutup matanya kuat-kuat.

Ansel terus menatap gadis itu. Penampilan gadis itu di matanya berbeda dari wanita Perancis kebanyakan. Gadis ini terlihat seperti orang Asia meski ada bulenya sedikit. Badannya mungil, dengan kulit putih halus dan rambut ikal panjang. Wajahnya menarik.

Ansel tidak pernah memuji kecantikan perempuan lain karena ia sudah terlalu banyak melihat wanita cantik dan menurutnya walau cantik, di antara mereka tidak ada yang menarik perhatiannya. Namun gadis yang muncul tiba-tiba dan sedang berdiri di depan pintu kamarnya itu entah kenapa membuatnya terus tertarik menatapnya. Sekalipun dengan menutup mata kuat-kuat seperti itu.

"Kau pelayan baru di sini?" tanya Ansel tanpa sadar. Ia belum pernah mengajak ngobrol pelayan rumah mereka selain madam Sin sang kepala pelayan. Gadis itu mengangguk.

"Aku yakin kau sudah mendengar peraturan bekerja di rumah ini bukan?" nada pria itu berubah dingin. Gadis itu kembali mengangguk.

"Jadi, kenapa kau berani masuk seenaknya ke kamarku?" Ansel terus menatap lurus gadis yang entah siapa namanya itu.

"A .. Aku .., " Edel tergagap tidak tahu mau bilang apa. Ia juga takut membuka matanya. Peraturan yang kejam, batinnya.

"Buka matamu." entah kenapa Ansel tertarik menatap gadis itu dan ingin melihat matanya lagi. Ia sempat bertatapan lama dengan gadis itu tadi dan masih jelas sekali dalam ingatannya seperti apa mata gadis itu.

Gadis itu memiliki mata hitam besar seperti boneka. Ansel akui tertarik pada mata yang dimiliki oleh gadis itu.

"Aku boleh buka mata? Peraturannya bilang ..." tanya Edel memastikan.

"Buka saja."

Edel pun membuka mata, tapi menghadap ke arah lain. Karena peraturan.

"Lihat ke sini."

"Tapi tuan muda, itu ... Kata madam Sin ..."

"Aku bilang lihat ke sini." kata Ansel lagi, mendominasi. Sangat mendominasi.

Mau tak mau Edel melihat ke laki-laki tinggi besar yang super enak dipandang tersebut.

Mata mereka kembali bertemu. Mata biru Ansel, dan mata hitam cerah Edel yang secara langsung menarik Ansel untuk ingin terus menatapnya. Mata itu seperti membiusnya.

Menarik sekali.

Ansel ingin terus melihatnya. Mana ada pembantu semenarik ini? Padahal wanita bangsawan yang sangat terhormat dan bergaya elegan saja belum pernah ada yang membuatnya tertarik seperti ini.

"Ansel, kau di dalam?"

Beberapa menit kemudian suara seorang wanita dari luar kamar Ansel sukses membuat Edel kelabakan. Kalau sampai ada yang tahu dia bertatapan mata dengan salah satu tuan muda di rumah ini bisa-bisa dia ..."

"Tuan muda, bagaimana ini? Ada yang datang." saking paniknya Edell berlari kecil mendekati Ansel dengan wajah panik yang tampak lucu.

Tanpa pikir panjang, Ansel pun berdiri dan menarik halus pergelangan tangan Edell. Membawa gadis itu masuk ke dalam sebuah lemari pakaian besar miliknya. Bahkan empat orang sekaligus bisa masuk ke dalam sana.

"Tunggu di sini, jangan membuat suara sedikitpun." ucap Ansel. Laki-laki itu bahkan mengetuk hidung Edell karena gemas melihat wajah lucu nan imut itu. Kok bisa ya ada pembantu semenawan gadis ini?

"Jangan lama-lama tuan muda, aku taku ..." perkataan kecil Edell terhenti. Astaga, dia kan pembantu. Kenapa berani sekali begini sih.

Tutup mulut Edell. Tutup mulutmu.

Siapa namamu?

Ansel tersenyum tipis melihat ekspresi Edel yang panik dan salah tingkah. Ini pertama kalinya dalam hidupnya ada pelayan yang membuat hatinya merasa geli, bahkan ingin tertawa. Biasanya ia malah merasa terganggu jika ada pelayan mendekatinya lebih dari lima detik. Tapi gadis ini... seperti pengecualian.

"Diam di sini," ulangnya dengan suara pelan namun tegas. Setelah memastikan Edel masuk sempurna ke dalam lemari, Ansel menutup pintu perlahan dan melangkah ke arah pintu kamar.

Saat ia membukanya, sosok perempuan cantik berambut pirang keriting menyapanya dengan senyum manis.

"Kau membuatku menunggu, Ansel. Aku pikir kita akan pergi makan siang bersama? Kau sudah janji pada paman dan bibimu akan menemaniku selama aku di sini."

Ansel mengangkat alis dengan datar.

"Aku lupa, Colette."

"Lupa?" Suara perempuan bernama Colette itu terdengar agak tidak senang. Colette adalah sepupu Corrin bersaudara. Gadis tomboy dan dan suka mengatur.

"Aku sudah menunggumu di bawah. Kau tahu betapa aku benci menunggu. Kau itu sepupu paling menyebalkan di antara yang lain!"

Ansel terkekeh.

"Kalau aku menyebalkan, cari yang lain saja. Kebetulan aku berjanji pada orangtuamu karena terpaksa." balas Ansel santai lalu masuk ke dalam kamar.

Colette makin kesal, gadis itu

melangkah masuk ke dalam kamar Ansel dengan anggun, aroma parfumnya langsung memenuhi ruangan.

"Aku tidak menyuruhmu masuk Colette." Colette mencibir, tidak peduli dengan perkataan Ansel. Laki-laki itu memang tidak suka orang lain masuk ke dalam kamarnya, bahkan saudaranya sekalipun. Pembantu bisa masuk karena mereka harus membersihkan kamarnya. Namun tidak bisa masuk saat ada dia.

"Kau benar-benar tidak asyik. Kau yakin tidak ingin menemaniku keluar? Aku ingin bertemu dengan teman perempuanku. Dia adalah primadona di kampusku, siapa tahu saja kau tertarik padanya. Dia juga bilang dia sangat mengagumimu."

Ansel hanya menatapnya sebentar sebelum berbalik mengambil buku lain dari rak, seolah tidak terpengaruh oleh perkataan perempuan itu. Tidak tertarik sama sekali. Kalau bicara soal wanita, ada seseorang yang lebih menarik perhatiannya sekarang.

Di dalam lemari, Edel menahan napas. Ia bisa mendengar dengan jelas suara wanita dari luar. Setiap langkah kaki, setiap nada bicara, semuanya membuat jantungnya berdetak makin cepat. Ia takut kalau sampai tertangkap. Bagaimana kalau lemari ini terbuka? Bagaimana kalau dia bersin atau salah gerak? Atau yang lebih buruk, bagaimana kalau wanita itu tiba-tiba ingin mengecek penampilannya di depan cermin lemari?

Astaga, jangan sekarang, batinnya.

Tapi bukannya tenang, Edel justru makin panik saat mendengar suara tumit sepatu mendekat ke arah lemari. Jantungnya seakan berhenti berdetak.

Langkah Colette terdengar makin mendekat. Tumit sepatunya menjejak lantai kayu dengan ritme yang menggema di telinga Edel seperti genderang kematian. Jantungnya berdetak cepat, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, dan seluruh tubuhnya terasa kaku.

"Kau masih menyimpan parfum paman di sini?" tanya Colette sembari membuka salah satu laci kecil di dekat lemari.

Edel menggigit bibir. Ia menahan napas begitu erat hingga dadanya nyaris meledak. Kalau Colette membuka lemari, tamatlah riwayatnya.

"Jangan sentuh apapun," suara Ansel terdengar sedikit lebih keras, membuat Colette terhenti.

"Aku hanya melihat-lihat. Lagipula, ini kamar sepupuku, bukan kamar rahasia kerajaan," Colette mendongkol. Ia membalikkan badan, tangannya terulur ke gagang lemari, tepat di tempat Edel bersembunyi.

Ansel bergerak cepat. Dalam dua langkah panjang, ia sudah berdiri di depan lemari, menepis tangan Colette dengan halus namun tegas.

"Jangan macam-macam Colette," katanya pelan, tapi sorot matanya tajam.

"Kau tidak diundang untuk mengobrak-abrik barang-barangku."

Colette mendengus, menatap Ansel dengan mata sempit.

"Kau ini ... makin lama makin aneh, Ansel. Mengesalkan sekali.

"Apa karena aku tidak menyambutmu seperti pangeran dalam dongeng?" sindir Ansel,  menyilangkan tangan di dada dengan senyum sinis. Collette tidak manja, tapi menyebalkan saja menurutnya.

Colette melemparkan rambut pirangnya ke belakang dengan angkuh.

"Kalau kau berpikir aku datang untuk perhatianmu, kau terlalu percaya diri."

"Bagus kalau begitu. Sekarang kau bisa keluar dari kamarku," balas Ansel datar.

Untuk sesaat, Colette hanya memandangi sepupunya itu. Tapi pada akhirnya, ia mendesah keras dan berbalik.

"Baiklah. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti paman marah karena kau mengabaikanku."

Ansel tidak menjawab. Tidak peduli juga. Ia hanya membuka pintu kamar dan menunggu sampai Colette benar-benar keluar. Saat suara langkah tumit itu menjauh dan akhirnya menghilang di ujung lorong, Ansel menutup pintu perlahan dan menguncinya.

Hening. Beberapa detik berlalu tanpa suara.

Ansel berbalik dan berjalan kembali ke lemari. Dengan satu gerakan lembut, ia membuka pintu dan mendapati Edel masih dalam posisi membungkuk, wajah pucat dan mata membelalak.

"Keluarlah," katanya pelan.

Edel butuh beberapa detik sebelum berani bergerak. Ia keluar dari lemari dengan tubuh gemetar, berdiri dengan kaku sambil merapikan rok dan apron-nya.

"T-t-terima kasih, tuan muda... maaf... Aku nggak ada ma-maksud ..."

"Maksud apa?" Ansel maju lebih dekat. Tatapannya tajam dan intens. Saat melihat wajah polos gadis itu, entah kenapa Ansel seakan tertarik untuk semakin menggodanya.

"Ma-maksud ..." Edel memutar otaknya. Kenapa laki-laki ini membuat bulu kuduknya berdiri ya? Apa jangan-jangan larangan yang mengatakan tidak boleh menatap mata majikan karena ini. Karena setiap orang yang menatap para anak majikan itu akan gugup seperti yang dia rasakan sekarang.

Ketika gadis itu mengangkat wajahnya lagi, laki-laki tinggi besar itu masih menatapnya intens. Edell terpaku sesaat melihat mata yang begitu indah. Orang bule memang indah-indah sekali mata mereka.

Ansel memperhatikan ekspresi Edel yang terlihat bimbang antara ingin lari atau tetap berdiri di tempat. Pipinya memerah, tangannya menggenggam apron erat-erat, dan bola matanya bergerak gugup. Sangat berbeda dari wanita-wanita yang biasa Ansel temui, yang penuh percaya diri, pandai bicara, dan sering kali terlalu berusaha memikatnya.

Tangan Ansel terangkat menyentuh dagu gadis yang berhasil memikatnya hari ini.

"Siapa namamu?" tanyanya. Nada bicaranya pelan, suaranya laki sekali.

"E-Edell." jawab Edell. Ia berusaha tidak menatap pria itu tapi Ansel tidak memberinya kesempatan untuk menghadap ke arah lain.

Hening beberapa detik, lalu Edell kaget saat tubuhnya di dorong hingga ia terbaring di sofa besar dalam kamar tersebut. Tak hanya itu saja, tuan muda pertamanya

ikut menunduk, menatapnya dari atas dengan posisi satu tangan bertumpu di sandaran sofa. Wajah mereka hanya terpisah beberapa inci, dan napas Ansel terasa hangat menyentuh pipi Edell

Edell gemetar, wajahnya makin memerah. Ia ingin bangkit, tapi tubuh Ansel menghalangi. Tidak menyentuhnya, namun cukup dekat untuk membuat jantungnya tak karuan.

Tak lama kemudian Edell melihat pria itu tersenyum miring dan bangkit sehabis mengungkungnya. Pria itu duduk di ujung sofa.

"Pergilah." katanya datar tanpa menatap Edell.

Edell langsung bangkit detik itu juga dan keluar secepat kilat dari kamar tersebut.

PENOKOHAN

...ANSEL CORRIS...

...BASTEN CORRIS...

...PIERRE CORRIS...

...Edelleanor...

BUAT SEKARANG KIRA-KIRA BEGITU DULU YA PENOKOHANNYA, SEMOGA SUKA. ENTAR AKU TAMBAHIN BUAT KARAKTER- KARAKTER LAIN. SEKARANG TOKOH UTAMANYA DULU.

SELAMAT MEMBACA SEMUANYA😇

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Masukan dan saran dari kalian bakal sangat berarti buat pengembangan cerita ini ke depannya.

Jangan ragu untuk komentar atau kasih kritik, ya. Dukungan kalian bikin aku makin semangat nulis. ❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!