Petir menyambar dengan keras seperti ingin mencabik tanah. Rintik hujan perlahan-perlahan begitu deras. Kota menjadi senyap, setiap kendaraan terhenti dan tidak banyak aktivitas yang terjadi.
“Ukh!” darah segar yang keluar dari mulutnya.
“Beri dia pelajaran dan jangan sampai dia lolos hidup” tatapan itu begitu haus akan darah yang harus dirinya lihat. Dua laki-laki bertubuh besar dan kuat memukuli seorang paruh baya yang tak berdaya. Air mata yang menetes bersamaan dengan rintik hujan. Kedua tangannya membekap mulutnya sendiri dengan melihat seorang paruh baya dipukuli sampai mati.
“Hiyakhh!!” pukulan kuat terakhir pada orang paruh baya itu. Hirupan nafasnya sudah menghilang dan darahnya mengalir bersama rintik hujan.
“Bos, orang sialan itu sudah mati” sosok bertubuh besar dengan sangat puas.
“Kita pergi” ucap bosnya. Kedua orang besar itu saling bertukar tatapan dan pergi. Petir menyambar tiga kali, hujan begitu deras dan orang paruh baya tergeletak dengan nasib yang sangat tragis.
“Hee... hee.. AYAHH!!!!!” berlari mendekati jasad orang paruh baya itu.
“Heeee, ayahh, kenapa ayah? KENAPA!?” air mata yang begitu deras membasahi pipinya bersama rintik hujan. Dia, membawa jasad ayahnya dengan mendorong sebuah gerobak yang berisi mata pencahariannya, beberapa tumpukan sampah botol dan plastik. Tubuh kecilnya yang berusaha membawa jasad ayahnya dengan gerobak bukanlah hal yang baik untuknya. Tulang-tulangnya tidak kuat tapi dirinya tidak akan menyerah. Sampai pada titik, dirinya bisa mendorong gerobaknya secara perlahan menuju tempat pulangnya.
“Ayah.. tenang saja...” mata yang indah harus mengalami banjir yang tak terbendung.
5 jam perjalanan itu belum usai, nafasnya terengah-engah dan cahaya di matanya menjadi pudar, tubuhnya tak sanggup tuk berdiri. Dia, melihat sosok bertubuh tinggi di hadapannya, seorang pria dan dirinya pingsan.
3 Hari kemudian
Dirinya membuka kedua matanya secara perlahan-lahan, denyut berdetuk normal, matanya melihat ke arah atap berwarna putih keabu-abuan dan terlihat banyak peralatan medis. Dia terkejut dan berusaha untuk bangun.
‘Ngikkk’ pintu terbuka dan sosok pria tinggi itu menghampirinya. Raut wajahnya begitu pucat, mengingat bayangan dua sosok besar pada saat itu, tangannya gemetar, matanya memancarkan ketakutan.
“Sudah bangun?” pria tinggi itu bertanya padanya dan mendekatinya. Pria itu mengusap kepalanya dan dia terdiam kikuk.
“Tidak perlu takut” dia tetap takut dan kebingungan, ‘mengapa ia disini dan dimana ayahnya?’ pria itu tersenyum dan mengerti mimik wajah darinya.
“Ayahmu sudah saya kremasi dan kuburkan secara layak, kamu tidak perlu khawatir”
“Kamu pasti bertanya-tanya siapa sebenarnya saya” pria itu membelakanginya dan aura yang dipancarkan begitu kuat. Pria itu menoleh padanya dan mendekati dengan usapan yang hangat padanya.
“Istirahatlah dahulu, besok waktunya pulang dari rumah sakit.” Pria itu meninggalkannya dan menutup pintu kamar rawatnya. ‘Ayah...’ tatapannya memandang ke langit-langit kamar rawatnya.
Keesokkan harinya
Pria itu sudah mengurusi berkas-berkas untuk pulang rawatnya. Dia melihat banyak orang dan nafas segar.
“Tolong kau jaga dia” perintah dari pria itu untuk seorang perempuan dewasa.
“Baik, Pak!” pria itu pergi keluar dan dia melihat pria tinggi itu meninggalkannya. Sosok perempuan berkacamata, rambut bob berwarna coklat susu, kulitnya seputih susu, memakai sepatu hak tinggi, rok hitam sepaha dan croptop dengan jaket putih hitam begitu cantik menghampirinya. Dia begitu terpesona dan melihat ada senjata api di ikat pinggangnya.
“Hai, salam kenal, aku Rawa, kamu bisa panggil aku kak Awa. Kamu pasti April, ya?” senyuman manis yang membuat siapa saja terpesona. ‘Tunggu, bagaimana dia bisa tahu namaku? Apakah pria tinggi itu?' dia begitu bingung. Awa yang melihat April diam dan seperti sedang memikirkan sesuatu berusaha untuk memecahkan keheningan itu dengan menggandeng April dengan lembut dan membawanya kembali ke markas.
“April, yuk kita masuk ke dalam mobil. Semua pertanyaan dan jawaban yang ingin kamu dapatkan ada di markas dan kamu pasti akan senang” senyuman manis dan wink untuk April agar terhibur.
\* \* \*
Pemandangan yang indah sekali memanjakan matanya, selama dirinya hidup belum pernah melihat pemandangan yang begitu indah. Tak heran, dirinya dibesarkan di tempat yang terpencil dan jauh dari kata layak. Umur yang masih begitu sangat muda, 7 tahun, belum memiliki banyak wawasan dan pengetahuan. Bahkan bisa dibilang dirinya tak pernah tadika dan sekolah di tingkat dasar. Hanya diajari membaca, bertahan hidup, antara baik dan buruk. Ekonomi yang minim untuk kehidupannya, tapi baginya itu tidaklah penting yang penting baginya adalah ayahnya. Saat ayahnya meninggal, dirinya sangat terpukul dan membuatnya membisu, tak tahu kalimat apa yang ingin dirinya ucapkan. Dirinya juga bertanya-tanya kenapa ayahnya bisa dipukuli sampai mati oleh dua orang bertubuh besar dan satu orang yang haus akan darah. Itu adalah pertanyaan yang ingin dirinya tanyakan dan mendapatkan jawaban. Tubuhnya yang kecil ini ingin membalas dendam tapi dirinya harus tahu alasannya apa dibalik balas dendamnya. Ayahnya mengajarkan padanya harus mengetahui alasan yang valid dibalik motif setiap tindakan agar yang ditujukan tidak sia-sia atau hal-hal yang tidak bermanfaat bagi diri sendiri.
Perjalanan yang menempuh 3 jam telah usai..
Dirinya melihat banyak sekali orang-orang dengan pakaian yang tampak berseragam dan terpancarkan sebuah senyuman menyambut April dengan hangat. Dirinya pun turun, menatap setiap orang yang menyambutnya itu. Hatinya merasakan suasana hangat yang sebelumnya tidak merasakan hal ini selain ayahnya. ‘Pria tinggi itu’ dirinya melihat pria tinggi itu menghampirinya dan mengulurkan tangan dengan senyuman yang begitu lembut. Matanya belalak dan tangannya ingin meraih namun ragu-ragu.
“Kemarilah” pria tinggi itu berusaha meyakinkan padanya. April pun berusaha untuk mempercayai pria tinggi itu dan menerima uluran tangannya. Semua orang yang melihat itu sangat gembira dan mengatakan
“Selamat datang April, selamat kembali di rumahmu!!” perasaannya begitu tersentuh. ‘Ayah...’ bayangan ingatannya tentang ayahnya muncul. ‘Aku akan selalu mengingat semua yang ayah katakan dan ajarkan padaku’
(AULA UTAMA AGEN ANGKASA)
Ruangan yang begitu besar dan sangat estetik memanjakan mata yang memandang. April sangat terkejut kagum melihatnya.
'Woah.. aku tidak menyangka tempat ini sangat indah dan baru pertama kali ini aku melihatnya.' Matanya seperti dihinoptis.
“San! Jangan lari kamu!”
“Ck, padahal saya hanya mengambil camilan ini”
‘BRAK!'
“Hahh!”
“Aduhh, sakit” anak laki-laki yang menabrak April meringis kesakitan.
“Aduh” tubuhnya merasa kesakitan dan sangat terkejut.
Pria tinggi itu yang melihatnya langsung membantu April berdiri dan Rawa membantu anak laki-laki yang menabrak April.
“April, kamu tidak apa-apa?” tanyanya pada April. April menggelengkan kepalanya menandakan dirinya baik-baik saja. Pria tinggi itu bernafas lega dan seperti ingin marah pada anak laki-laki itu.
“Ayo, bangun” Rawa membantu anak laki-laki itu bangun dan camilan yang diambil olehnya berserakan, sudah tidak layak untuk dimakan.
“San, sudah berapa kali saya katakan padamu?” tanya pria tinggi itu pada anak laki-laki yang menabrak April. Anak laki-laki itu menunduk dan merasa malu.
“Maaf, Pak Kasim. Ini kecorobohan saya saat istirahat” ucapnya. Pria tinggi itu bernama Kasim dan dirinya menghela nafasnya.
“Lupakan. Sambut hangat keluarga baru kita hari ini, San.” tatapan Kasim pada anak laki-laki itu sangat tajam. April yang melihat kearahnya seperti sedang memarahi April.
“Baik.”
“Hai, nama saya Sandreas Lan, panggil saya, San. Senang mengenalmu” uluran tangan yang dilayangkan pada April, senyuman ceria terpampang dimata April, detak jantung April berdetuk kencang, pipinya terlihat memerah.
'D-dia.. tampan sekali' matanya berwarna coklat indah, warna rambutnya hitam gelam, terlihat sangat mahal pakaian yang dikenakannya, celana hitam bercorak putih, atasan baju abu-abu dengan balutan kemeja hitam, tidak terlewatkan aksesoris berupa kalung emas yang menghiasinya.
April pun mengulurkan tangannya pelan-pelan dengan rasa gugup. Suasana menjadi canggung. San menatap ke arah April namun April menunduk gugup. San melepaskan uluran tangan padanya, April yang mengetahui itu juga cepat-cepat menurunkan tangannya. Rawa mengerti dan menyuruh San untuk kembali.
“San, kembali lah”
“Oh, baiklah. Sampai ketemu lagi. Saya kembali dulu” San meninggalkan April dan lainnya. Pandangan April melihat ke arah punggung San yang perlahan-lahan menjauh, detak jantungnya kembali normal dan tidak merasa gugup.
“Rawa, tolong antarkan April ke kamarnya. Saya harus kembali ke kantor dulu.” perintah Kasim pada Rawa.
“Baik, Pak!”
“April, saya tidak bisa menemanimu ke kamarmu. Jika kamu ingin bertanya sesuatu pada saya, kamu bisa tanyakan dimana saja kamu melihat saya.” dirinya mengusap kepala April dan langsung meninggalkan April.
“April, ayo sama kak Awa!” (mengedip) Rawa menggandeng tangan kanan April dan membawanya ke kamar, sebagai tempat baru yang layak untuk April.
'Hangat sekali. Ayah, jika saja ayah ada disini..'
(Kamar April)
“April, kita sudah sampai. Kamarmu bernomor 294, di lantai 5. Kamu bisa gunakan lift jika ingin turun ke lantai dasar begitu sebaliknya. Ini kunci kamarmu, kamu bisa buka pintu kamarmu sendiri ya” Rawa memberikan kunci kamar 294 pada April.
April melihat itu sangat terkejut, dirinya belum pernah memegang kunci sebuah kamar pribadi untuk sendiri. Rawa yang melihatnya, segera membantu April.
“April, ambil lah, aku akan membantumu untuk membuka pintu kamarmu ya!”
April pun mengangguk. Kunci yang ditangan April ditancapkan pada lubang pintu dengan bantuan Rawa.
“Putar ke arah kanan, April” nada suara yang begitu lembut pada April.
Sesuai bantuan Rawa, April mengarahkan kunci itu ke arah kanan dan berhasil membuka kunci kamar. Rasa senang yang dialami April seperti rasa menemukan sepotong sisa pizza di dalam tong sampah.
“Nah, sekarang buka lah pintu kamarmu, April.”
April membuka pintu kamar pribadinya secara perlahan. Matanya terbelalak melihat keindahan yang sangat indah baginya. April sangat terkejut.
'Ini..' wajahnya memancarkan senyuman ceria dan secara tidak sadar matanya menangis. Perasaan yang tidak pernah dirinya bayangkan ataupun harapkan. Makan, hidup, membantu ayahnya dan bersama ayahnya sudah lebih dari cukup baginya. Tidak ada waktu untuk membayangkan sesuatu yang lebih indah. Kakinya melangkah sendiri, tatapannya melihat sekeliling kamar. Rawa merasakan kebahagiaan yang dialami oleh April saat melihat kamar pribadinya. Rawa tersenyum.
“April, aku akan pergi dulu, kamu beristirahatlah. Kalo kamu butuh sesuatu, bisa gunakan ini, oke?” April membalikkan badannya ke arah Rawa dan mengangguk.
“Oke deh. Bye bye!” (berkedip)
Rawa meninggalkan April. April pun membuka korden jendela kamarnya dan melihat San yang sedang berlatih di arena latihan dengan banyak orang. Detak jantungnya kembali berdetak kencang ketika melihat San.
Entah perasaan apa yang April rasakan. April segera menutup korden jendelanya dan bergegas untuk mandi.
\* \* \*
“Hari ini saya akan mengajari kalian bagaimana bela diri yang benar”
“Baik, pak!”
(melakukan gerakan dasar dalam bela diri)
San memperhatikan dengan sangat seksama. Dirinya menyimpan di dalam memori internalnya agar membantu mengingat gerakan demi gerakan.
San merupakan anak dari bangsawan, memiliki 5 saudara, 2 kakak laki-laki dan 2 kakak perempuan. San anak terakhir dari keluarganya, bangsawan Lan. Ayahnya seorang pemimpin perusahaan terkenal.
San di didik sangat keras oleh ayahnya, sehingga dikirimkan ke Agen Angkasa ini supaya impian dan obsesi ayahnya tercapai. San dikenal dengan keturunan yang tidak berguna, berbeda dari kakak-kakaknya, oleh sebab itu didikan padanya sangatlah keras. Sejak umur 5 tahun dirinya sudah dikirimkan ke Agen Angkasa dan sudah 3 tahun San tinggal beserta berlatih disini.
San sendiri sebenarnya memiliki impian yang harus dicapai, yaitu memperbaiki tatanan negara yang sangat kejam. Anak-anak yang seharusnya bermain tapi di tuntut dengan keras supaya negara tetap aman dari segala ancaman yang ada.
Agen Angkasa sendiri merupakan tempat pelatihan yang cukup bergengsi diantara 7 Agen Rahasia lainnya di negara ini. Kata-kata yang diingat oleh San dari ayahnya adalah kata-kata yang sebenarnya tidak layak San terima, umurnya yang begitu masih sangat muda dan tidak menanggung semua hal ini.
“Dasar anak bajingan! Kau benar-benar keturunan kami yang sangatlah AMPAS, TIDAK ADA HARAPAN! Jika saja dulu Ibumu tidak bersikeras melahirkanmu, maka ayahmu tidak akan gagal seperti ini, PAHAM TIDAK!!!???” tatapan mata yang ingin menelan manusia hidup-hidup, suasana mencekam yang tertangkap di matanya dan detak jantungnya berdetak sangat kencang seolah-seolah jantungnya ingin lepas. Rasa ketakutan yang ekstrim yang menimpanya.
“JAWAB!!”
Tubuhnya sangatlah gemetar, tarikan nafasnya yang tidak beraturan, menelan ludah tidak bisa. Tangan yang melayang di wajahnya dengan sangat keras.
'PLAKKK!!!'
Hidungnya mengeluarkan darah, tubuhnya sangat lemas, nafasnya seakan berhenti, matanya berlinang air mata, pipinya memar karena tamparan yang sangat keras dari ayahnya. Ini mimpi sangat buruk bagi San, sering kali San bermimpi hal ini saat tidur dan setelah bangun dari mimpi itu, San merasa dihantui dan tidak bisa tidur. Mentalnya yang karuan dan oleh sebab itu, San harus bisa mewujudkan impian, obsesi ayahnya terlebih dahulu daripada impiannya sendiri.
TO BE CONTINUED...
Setelah melihat gerakan demi gerakan yang guru ajarkan. Setiap murid akan diberikan kesempatan untuk mempraktekkannya. Guru itu menunjuk San maju. San dengan sigap mulai menuju ke depan. Formasi bela diri yang dirinya tangkap mulai dilayangkan.
(San mempraktekkan gerak-gerakan bela diri)
Gerakan demi gerakan sudah San layangkan. Gurunya mengangguk puas karena San memperhatikan dengan seksama. Guru itu melihat arah matahari yang menandakan waktunya makan siang dan istirahat.
“Baiklah semuanya, kelas dibubarkan.”
Semua murid memberikan salam penghormatan pada gurunya. Semua bubar dan San masih di tempat pelatihan. San mengepal kedua tangannya, giginya menggerutu.
'Tidak! Ini belum cukup. Saya harus bisa lebih kuat lagi dan harus bisa menguasai semua teknik!' tatapannya seperti pedang yang tajam.
* * *
Taman Agen Angkasa
Gelembung gelembung bertebangan mengikuti arah angin yang berasa dari seorang anak perempuan kepang satu dengan warna rambut blonde. Dirinya meniup sabun itu dengan alat peniup gelembung. Senyumannya seperti bunga matahari yang indah. Menikmati waktu luang dan
“WOI, MINGGIR, MINGGIR!” teriakan anak laki-laki yang sedang kehilangan kendali di skateboardnya.
Anak perempuan kepang satu ini langsung menghindar secepat kilat sebelum anak laki-laki itu menabraknya. Gaya perpindahan yang signifikan ini sangatlah apik. Tidak semua murid di Agen Angkasa seumurannya bisa menguasai kecepatan yang luar biasa.
“Woah!” anak laki-laki itu terkejut dan berusaha untuk mengendalikan skateboardnya. Dirinya pun berbalik.
“Hei, hebat juga” dengan ekspresi menggoda anak perempuan kepang satu itu. Tapi tidak di respon karena anak perempuan kepang satu itu sudah kembali sibuk dengan meniup gelembung-gelembungnya.
'Menarik' bibirnya tersenyum tipis. Dirinya langsung meninggalkan anak perempuan kepang satu itu dan menuju ke tempat skateboard.
(Kamar April)
'Aku.. ingin turun. Aku.. ingin jalan-jalan dan ingin menemui orang tinggi itu.. emm, siapa namanya.. Pak Kasim. Ah ya! Ingatanku sangat buruk. Sudahlah, aku harus bergegas turun dan naik lift.' menutup dan mengunci pintu kamarnya. April segera turun dengan lift.
Sesampainya di lantai dasar, April melihat sekeliling dan mencari Pak Kasim berada. April keluar dari aula Agen Angkasa. Dirinya berkeliling dan melihat ada tempat skateboard yang sangat ramai sekali. Hanya bisa memandang saja dan tidak memiliki keberanian tuk menyapa ataupun bergabung.
Anak laki-laki yang menggunakan skateboard tadi melaju kencang dan tidak fokus di arah depannya. April yang melamun karena melihat sekeliling, anak laki-laki itu membuka matanya dan menabrak April.
'BRAKK!!'
“Argh!”
“Ah!”
Anak laki-laki itu berada diatas tubuhnya April. Kedua tangannya menahan. April membuka kedua matanya dan melihat anak laki-laki berada di atasnya. Orang-orang yang bermain skateboard teralihkan dengan anak laki-laki itu dan April. Keduanya saling pandang.
Hati April begitu tenang, jantungnya begitu normal, tidak ada rasa gugup apalagi kebingungan. Rasanya itu seperti.. sosok ayah yang melindungi putrinya. Anak laki-laki itu memiliki mata yang indah, dengan warna rambut hitam, mengenakan jaket berwarna dongker.
'Dia.. sangat cantik. Rambut yang dikuncir, matanya yang begitu cantik seakan-akan menghipnotis. Siapa dia? Kenapa gua merasa sangat nyaman?'
April langsung sadar dan mendorong anak laki-laki itu dan langsung bangun. Anak laki-laki itu pun reflek bangun dan menghindar. Dirinya berusaha untuk mencari alasan.
“Lain kali kalo punya mata, dipakai ya!”
“Hah?! Eh, kan kamu duluan yang menabrak aku. Udah tau orang disini, malah ditabrak”
“Posisi lu itu ada di tengah-tengah, siapa suruh?”
“Dih! Udah tau salah bukannya minta maaf, malah ngajak debat” tatapan sinis April padanya.
“Salah kira gua. Kirain gua, lu cantik nan kalem ternyata pemarah” anak laki-laki itu kabur dengan skateboardnya dengan menggoda April.
“Hah?! Enak aja! Awas aja ya kalo aku ketemu sama kamu lagi, habis kamu!” ekspresi April sangat kesal.
“Huh, Dasar!” April berjalan dan meninggalkan tempat skateboard itu.
Orang-orang yang melihatnya sangat terhibur.
“Sepertinya mereka akan menjadi pasangan yang klop di masa mendatang, hahaha!” ucap salah satu dari orang di tempat skateboard.
“Benar, benar” semuanya setuju dan melanjutkan aktivitas skateboard kembali.
* * *
Kantor utama Agen Angkasa
Para petinggi, wakil dan guru-guru Agen Angkasa sedang mengadakan sebuah rapat penting. Suasana yang begitu serius terasa sekali.
“Pak, izinkan saya memberikan sebuah saran untuk kasus meninggalnya Pak Halim” wakil petinggi, Pak Ganesh.
Para petinggi mengangguk.
“Baiklah, terimakasih kepada para petinggi yang memberikan saya kesempatan untuk menyampaikan sebuah saran. Kasus meninggalnya Pak Halim adalah kasus yang tidak bisa kita anggap enteng. Pak Halim sendiri adalah mantan Agen Angkasa itu sendiri. Beliau sudah berkorban dan hidup bersama dengan kita saat beliau masih disini. Diketahui, beliau telah dipukuli sampai mati oleh para anggota cabang mafia. Jika dalam peraturan yang sudah ditetapkan selama bertahun-tahun berbunyi : siapapun yang memilih mundur dan menjadi mantan anggota dari Agen Angkasa, mereka tetap menjadi bagian kami. Mereka memiliki posisi yang sama walaupun sudah tidak bersama di Agen Angkasa. Mereka pantas mendapatkan sebuah keadilan dengan membalas sesuatu dengan impas. Kecuali untuk para pengkhianat di Agen Angkasa, mereka bukan lagi bagi dari kami. Kasus ini menurut peraturan Agen Angkasa, Pak Halim harus mendapatkan keadilan. Mengingat Pak Halim tidak ada jejak jahat dan ini penyerangan yang sangat kejam. Walaupun dalam peraturan Agen Angkasa juga, kita tidak boleh mencari lawan terlebih dahulu secara langsung atau ke arah utamanya. Tapi bagi saya, bagaimana pun juga, Pak Halim harus mendapatkan keadilan, Pak Halim juga tidak menyerang duluan apalagi membalas serangan. Pak Halim benar-benar dilumpuhkan! Saran saya tetap seperti yang sudah saya sampaikan yaitu membalas kepada yang membunuh Pak Halim tanpa melihat utama atau cabang. Itu saja, saran yang dapat saya sampaikan. Terimakasih banyak.”
“Apa yang anda sampaikan itu sangatlah baik dan bagus. Tetapi, kita tidak boleh gegabah dalam hal ini. Karena menyangkut masa depan Agen Angkasa ini dan generasi baru. Saya setuju dengan saran yang disampaikan oleh Pak Ganesh, tapi saya masih berat dengan masa depan Agen Angkasa dan generasi baru.” ucap Pak Victor, wakil petinggi juga.
Para petinggi saling memandang satu sama lain. Pak Kasim hanya terdiam, matanya terpejam memikirkan hal-hal yang bisa menjadi solusi dari kasus ini.
Taman belakang gedung utama
April masih mencari-cari dimana Pak Kasim berada. Dirinya merasakan sesuatu yang membuatnya kebingungan sendiri. Dirinya tidak pernah berbicara saat bertemu Pak Kasim, Kak Awa dan Senior San namun entah kenapa dirinya kembali menjadi dirinya sendiri seperti dulu saat bertemu dengan anak laki-laki itu yang menabraknya.
'Mengapa banyak hal yang aku sendiri tidak tahu itu apa dan rasa seperti apa. Pertama kalinya aku kembali berbicara lepas pada anak laki-laki itu setelah kematian ayahku. A-aku sangat bingung. Huft.. rasanya ingin bertanya pada Pak Kasim, tapi aku belum menemukannya.'
Kantor utama Agen Angkasa
“Rapat dibubarkan.” ucap Pak Kasim yang sudah berdiri tegap dan pergi meninggalkan mejanya.
Semuanya terkejut tetapi sudah diputuskan dan tidak bisa diubah. Semuanya pergi meninggalkan ruang rapat.
'Sebenarnya, apa yang anda pikirkan, Kasim?' benak dari wakil Wang yang menatap langit-langit ruang rapat.
Kasim berjalan menuju kantor cabang yang ada di belakang gedung utama dengan tegap dan wajah yang sangat serius. Saat Kasim ingin menuju kantor cabang, secara kebetulan, berpas-pasan dengan April.
April memandang dirinya dengan segudang pertanyaan yang ingin ditanyakan pada dirinya. Suasana menjadi hening.
TO BE CONTINUED...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!