NovelToon NovelToon

Pernikahan Murid SMA

01

"Jadi, Daddy kamu meninggal karena kecelakaan?"

"Iya. Dan aku nggak nyangka kalau Daddy bakal meninggal saat itu juga. Daddy aku meninggal ditempat,"

Viola mengusap lengan Yuko. "Nggak nyangka ternyata kita senasib, Yuk,"

"Maksudnya?" Yuko menatap Viola penasaran.

Viola menunduk, tangannya bergerak mencabut sehelai rumput dan memainkannya.

"Bukan hanya Daddy aku. Tapi, Daddy dan Mommy aku meninggal ditempat karena kecelakaan juga. Kita benar-benar senasib, Yuk. Tapi kamu lebih beruntung karena masih punya Mommy. Sedangkan aku sudah nggak punya siapa-siapa lagi kecuali kakak aku."

"Jadi, Mama Papa kamu yang waktu itu bukan orangtua kandung kamu?" Yuko merasa iba.

Viola mengangguk. "Mama Papa dulunya adalah sahabat Daddy dan Mommy ku, karena mereka kasihan melihat aku dan kakak aku yatim piatu mereka mengangkat kami sebagai anak. Dan kakak aku dinikahkan dengan anak bungsu Mama Papa."

"Dinikahkan?" Yuko terkejut.

Viola mengangguk. "Awalnya mereka dijodohkan, tetapi sekarang mereka saling mencintai. Jadi nggak ada masalah."

Yuko mengangguk. Dia tidak menyangka jika Viola memiliki masa yang lebih kelam darinya. "Kamu hebat,"

Viola mendecih. "Yeee, apanya yang hebat. Aku tuh masih sering mewek kalau lagi sendirian tauk,"

Yuko terkekeh. "Berarti kamu cengeng dong, masa sudah SMA masih suka nangis sih?" Yuko berusaha mengubah suasana yang tadinya melow menjadi meriah.

Viola mendengus, dia beranjak dari duduk sambil menepuk bagian pantatnya, takut ada debu yang menempel di rok seragamnya. "Sudah deh, aku mau ke kelas, ya. Daaa...!"

Yuko melambai tangan dengan senyum mengembang. Lalu wajahnya berubah sendu saat Viola tak lagi terlihat dipandangan.

...----------------...

"Mom, Yuko pulang!"

"Baru masuk di pintu utama kenapa sudah berteriak sih, Kak. Mommy belum bud3g lho," Lova, Mommy nya Yuko melipat kedua tangan didada sambil menatap anak sulungnya yang baru saja pulang dari sekolah.

"Biar nggak sepi, Mom. Yuka hari ini aku jemput nggak, Mom?" Yuko menjatuhkan badan disofa ruang tamu.

"Nggak usah, biar dijemput Mommy saja. Sekarang makan dulu sana, Mommy pergi dulu."

"Lho, Mommy mau kemana?"

"Jemput Yuka, lah. Memang mau kemana lagi?"

"Memangnya Yuka pulang jam berapa?"

"Ini Yuka baru saja menelepon Mommy."

"Oh,"

Yuka, dia adalah adik kandungnya Yuko. Yuka masih duduk dikelas dua SMP. Karena ada acara ekskul disekolahnya, jadinya Yuka pulang sore.

...----------------...

Lova melajukan mobilnya sedikit kencang karena takut Yuka menunggu terlalu lama. Namun, Lova mengerem mendadak saat didepan sana tiba-tiba ada orang berdiri ditengah jalan.

Begitu mobilnya berhenti, Lova keluar mobil dengan wajah yang penuh emosi. Lova siap memarahi seseorang itu yang seenaknya berdiri ditengah jalan tanpa melihat keadaan jalan. Namun, Lova bingung saat dijalanan tak ada siapapun. Lova menatap sekeliling, dan jalanan terlihat begitu sepi, tak ada satu orang pun disana.

"Perasaan tadi ada orang deh, kok sekarang nggak ada ya. Aneh banget!" Dan Lova tak mau mengambil pusing, dia segera masuk dan kembali melajukan mobilnya menuju sekolahnya Yuka.

...----------------...

Yuko keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit dipingggangnya. Dia menuju lemari untuk mengambil pakaian ganti. Namun, saat membuka pintu lemari matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang dicermin. Yuko menoleh kebelakang. Dia pikir Mama atau Yuka yang sudah pulang. Tetapi, dibelakangnya tak ada siapapun.

"Yuka pasti nih yang ngajak main petak umpet. Males banget, kek bocil,"

Yuka tak menggubris itu dia pun memilih mengambil pakaian santai lalu memakainya. Setelah itu Yuko kembali menutup pintu lemari. Namun, bayangan sekilas seseorang, nyaris seperti angin lewat terlintas dicermin.

"Yuka, aku tahu itu kamu... lho?" Yuko tercengang karena tak melihat siapapun di belakangnya saat dia berbalik badan.

"Kak, Mommy beliin kita pizza, mau nggak?"

Yuko terlonjak saat Yuka tiba-tiba muncul di pintu kamar. "Yaelah, kalau cuma mau nawarin makan Pizza ngapain pake ngajak petak umpet segala, Yuk,"

Yuka mengernyitkan dahi. Dia tidak paham dengan apa yang di katakan oleh kakaknya. "Siapa yang ngajak main petak umpet? Orang aku baru saja pulang kok, ini baru saja ke sini buat ngajak Kakak makan pizza barengan. Lagian kek bocil banget aku ngajakin main petak umpet, Ada-ada saja, yuk ah makan! laper aku,"

Yuko merasa sedikit bingung karena dia yakin tadi ada seseorang dibelakangnya, tapi tidak ada siapa-siapa saat dia menoleh. "Ah, tadi mungkin hanya bayangan atau perasaanku saja." batin Yuko.

Setelah makan pizza dengan Yuka, Yuko memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan adiknya. Mereka berdua menonton film bersama dan menikmati waktu bersama.

Tiba-tiba, Yuko merasa seperti ada seseorang yang memperhatikan mereka dari jauh. Dia menoleh ke sekeliling, tapi tidak ada siapa-siapa. Yuko merasa sedikit tidak nyaman dan memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu lagi.

Yuko dan Yuka terus menonton film bersama, tapi Yuka merasa seperti ada seseorang yang memperhatikan mereka. Yuka berbicara, "Kak, aku merasa seperti ada seseorang di luar rumah kita."

Yuko menoleh ke arah Yuka. "Apa maksudmu?"

"Aku tidak tahu, tapi aku merasa seperti ada seseorang yang memperhatikan kita. Aku merasa tidak nyaman."

Yuko merasa penasaran dan memutuskan untuk memeriksa rumah mereka. "Baiklah, ayo kita periksa rumah kita."

Yuko dan Yuka memeriksa rumah mereka, tapi mereka sama sekali tidak menemukan apa-apa. Mereka sama sekali tidak menemukan adanya orang lain selain mereka di rumah ini. Akhirnya mereka kembali ke ruang tengah dan melanjutkan menonton film.

Tapi, Yuko masih merasa seperti ada seseorang yang memperhatikan mereka. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan itu.

Malam harinya.

"Kamu kenapa belum tidur? Padahal sudah jam sepuluh lho,"

"Aku belum ngantuk, Yuk. Kamu juga kenapa belum tidur?"

"Aku nggak bisa tidur karena keinget kamu terus,"

"Dih, gombal banget. Orang tiap hari kita ketemu kok di sekolahan."

"Hehehe... Gombal dikit nggak apa-apa dong. Kamu sebenarnya juga suka kan aku gombali,"

"Au ah!"

Tut

Panggilan di matikan sepihak oleh Viola, dan itu membuat Yuko tertawa kecil. "Lucu banget kamu sih Viola, aku jadi tambah gemes asli," gumamnya, dan Yuko meletakan ponsel di atas nakas. Lalu dia merebahkan badan di kasur, menarik selimut untuk menutupi hingga batas perut.

Perlahan kedua mata Yuko terasa berat dan terlelap. Namun, baru saja dia terlelap Yuko kembali terbangun karena kasurnya terasa bergoyang dan seperti ada yang tidur di sebelahnya.

Yuko menoleh, dan dia kembali bingung karena tidak ada siapapun di sampingnya. Yuko merasa aneh karena hampir seharian ini merasakan hal yang beberapa kali membuatnya bingung.

"Sebenarnya ada apa ini?"

02

JANGAN LONCAT BAB. BAB KELIMA SUDAH UPDATE TERBARU.

Pagi hari.

"Mom, Yuko berangkat sekolah dulu," Yuko mencium punggung tangan Mommy dan diikuti oleh Yuka.

"Hati-hati, nyetirnya nggak usah ngebut-ngebut, Kak."

"Oke," Yuko mengacungkan ibu jarinya pada Mommy sambil berjalan mundur. Lalu balik badan dan berlari untuk sampai garasi lebih dulu, membuat Yuka berdecak dan ikut berlari mengejar kakaknya. Tidak mau kalah. Sedangkan Lova, dia hanya menggeleng melihat tingkah kedua anaknya.

"Habis nganterin aku ke sekolah, Kakak mau langsung jemput teman cewek Kakak yang cantik itu?" tanya Yuka saat ada diperjalanan menuju kesekolahnya.

"Kenapa nanyain itu? Jangan bilang kalau kamu juga naksir Viola. Jangan ya Dek, jangan. Soalnya Viola sudah menjadi cewek incaran Kakak dari kelas sebelas." Yuko melarang sekaligus menasihati adiknya dengan cara halus. Terus terang saja Yuko tidak ingin bersaing dengan adiknya sendiri. Bahaya, bisa merusak persaudaraan.

Yuka menggeplak punggung Yuko yang ada didepannya dengan bibir yang mencibir. "Posesif bener, Masehhh. Padahal baru cewek incaran, belum juga pa.caran,"

"Kudu posesif dong, biar jalan proses pendekatannya lancar tanpa suatu halangan apapun, hehehe..."

"Cih! Masih bau kencur, Kak. Mending fokus sama pelajaran. Lagian Mommy pasti bakal marah kalau tahu Kakak pa.caran," Yuka berlagak menasihati padahal mah iri.

"Berisik, ah! Iri bilang bos, hahaha..." Yuko terbahak.

Yuka mendengus karena tebakan sang kakak memang benar. Karena kalah telak, Yuka memilih diam saja sampai tiba didepan pintu gerbang sekolahannya.

"Terimakasih, Pak. Ambil saja uang kembaliannya," ucap Yuka begitu turun dari boncengan motor Yuko, tangan kosongnya berlagak mengulurkan uang.

"Kamu pikir Kakakmu ini ojol, apa? Dasar adik rese! Sudah sono masuk kelas, jangan lupa sekolah yang benar." Yuko sedikit ilfil karena diperlakukan bak seorang ojol. Lalu dia pergi meninggalkan sekolahan adiknya untuk menjemput Viola dan berangkat bersama seperti biasanya.

"Eh, ini kok oleng sih. Ban motornya kempes kali yak?" Yuko berseru saat ada diperjalanan menuju apartemennya Viola.

Yuko menghentikan motor dipinggiran jalan. Yuko turun dari motor dan mengecek ban motor bagian depan dan belakang. Kedua ban motor terlihat baik-baik saja dan tidak terlihat bocor atau kempes.

"Oke-oke saja. Tapi kenapa berasa oleng dan berat banget, yak?" Yuko tak mengerti pada apa yang baru saja terjadi. Tadi saat berjalan, Yuko tiba-tiba merasa motornya sedikit oleng dan kerasa sangat berat. Yuko pikir ban motornya kempes dan tetapi ternyata tidak.

"Aneh,"

Karena motornya baik-baik saja, Yuko kembali melanjutkan perjalanan menuju apartemennya Viola. Begitu sampai disana Viola ternyata sudah menunggunya.

"Sorry menunggu lama," kata Yuko saat Viola sudah naik keboncengan motor bagian belakang.

"Nggak lama kok, kamu tadi nganter adikmu dulu?" Viola sedikit men.co.dongkan wajahnya pada Yuko, takut jika cowok itu tidak mendengar.

Yuko mengangguk, lalu dia teringat soal kejadian aneh kemarin hari dan juga tadi diperjalanan. "Viola, kamu percaya nggak kalau disini ada han.tu?" tanya Yuko dengan hati-hati, takut Viola ilfil akan pembahasan yang tidak semua orang percaya akan adanya makhluk ghaib.

"Ha.ntu?"

Yuko mengangguk lagi. "Percaya nggak?"

Viola terdiam, dia percaya-percaya saja soal makhluk ghaib. Didalam pelajaran pendidikan agama islam juga pernah diterangkan bahwa manusia diciptakan hidup berdampingan dengan makhluk tak kasat mata.

"Percaya, kenapa emang?"

"Terserah kamu mau percaya atau enggak, tapi aku mau cerita fakta nih. Kemarin, waktu dirumah sendirian aku sempat melihat bayangan hitam dicermin, tapi hanya sekilas saja, bisa di bilang mirip angin lewat. Dan tadi waktu perjalanan ke apar kamu, di jalan tiba-tiba motor aku kerasa berat banget dan oleng. Persis ban kempes gitu,"

"Terus?"

"Aneh banget asli. Pas aku berhenti dan cek kedua ban motor. Ternyata ban motor aku baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda kempes atau apapun itu, aneh banget, kan?"

"Terus kamu berpikir kalau itu ha.ntu?" tanya Viola yang juga merasa aneh dalam ceritanya Yuko. Bisa jadi iya bisa jadi tidak.

"Sempat mikir kesana sih, tapi masa iya," Yuko menatap sekeliling jalanan dan dia terkejut saat berada di jalanan yang menurutnya bukan jalan menuju ke sekolahan. "Loh, Vi! Kita mengapa berada di sini? Ini bukan jalan ke sekolah, kan?"

Viola ikut menatap sekelilingnya. Viola juga kaget karena jalannya berasa asing dan belum pernah Viola lewati. "Iya, Yuk. Kamu nyetirnya gimana sih? Kamu orang sini masa bisa salah jalan. Keasikan ngobrol nih pasti, makanya jadi nggak memperhatikan jalan!" Viola menggerutu. Baru kali ini dia membonceng Yuko yang salah jalan.

"Nggak kok, aku tadi cerita tapi tetap fokus dengan jalan. Ya sudah, kita putar balik saja." kata Yuko, dan dia balik arah melajukan motor sportnya pada jalan yang seharusnya.

Namun, dalam benak Yuko, dia bertanya-tanya. Bukankah dirinya tadi sudah benar? Tadi dirinya sudah belok kanan pas mau masuk ke jalan yang paling berjarak berapa meter dari sekolahan. Lalu, mengapa dirinya berada di jalan yang bukan seharusnya, malah ke jalan menuju di mana waktu Daddy nya kecelakaan dan meninggal di tempat.

"Ada apa ini? Mengapa dari kemarin aku mengalami hal-hal aneh?" Yuko membatin.

"Lain kali kalau ngobrol tetap perhatikan jalan, Yuk. Kita hampir saja terlambat masuk tuh," Viola menggerutu ketika melihat pak satpam yang menutup pintu setelah motor Yuko yang di tumpangi dirinya dan Yuko masuk diparkiran sekolah.

Viola tidak bisa membayangkan jika dirinya benar-benar terlambat masuk. Viola akan merasa sangat bersalah pada Mama dan Papa yang sudah memberikan pendidikan untuknya. Walau mereka tidak tahu dan tidak melihatnya secara langsung kerena mereka berada di Indonesia, tapi tetap saja dia merasa bersalah.

Viola jelas tidak lupa dengan janjinya waktu itu. Dirinya sudah berjanji akan berusaha memberikan hasil yang memuaskan dan membanggakan Mama dan Papa yang sudah merawat dan menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri.

"Iya-iya. Maaf ya, Viola," Yuko mengacungkan jari tengah dan jari telunjuk disisi telinga. "Piiisss..." Yuko nyengir.

Viola mendengus. Sedikit kesal sih dengan Yuko, tetapi tidak terlalu mempermasalahkannya. Yang terpenting tidak jadi terlambat masuk.

"Ya sudahlah, nggak apa-apa. Ayo kita masuk ke kelas masing-masing." Viola tersenyum dan menggandeng lengan Yuko, yang tidak tahu pasti akan mengira jika Viola dan Yuko adalah sepasang kekasih. Tapi kenyataannya bukan karena mereka nggak jadian. Lebih tepatnya belum. Belum jadian.

Dan tanpa mereka berdua sadari, di belakangnya ada bayangan yang berjalan dan mengikutinya.

03

Viola duduk dikursi bagian depan sebelah kiri. Dia duduk disebelah Rea karena memang sejak awal mereka duduk bersama.

"Berangkat bareng Kak Yuko lagi, Vi?" tanya Rea yang sedang mengecat kukunya, cat kuku warna merah, warna kesukaannya Rea.

"Iya. Yuko sudah mirip kang ojek langganan yak, hihihi... Bedanya Yuko ganteng sedangkan kang ojek aslinya je.lek karena mereka sudah tu4."

"Yeee, enggak boleh begitu dong, Vi. Mentang-mentang kamu lagi bucin sama Yuko terus kamu menjelekan orang lain, begitu? Yayaya ... Paham sih, cinta mah emang bikin orang engga wara..."

"Hus, berisik! Mending kerjain tugas." Viola menyela, membuat Rea cemberut dan urung melanjutkan kata-katanya.

"Tugas kemarin belum dikerjakan emang?" tanya Rea sambil mengoles cat pada kukunya yang tinggal satu dijari kelingking sebelah kiri.

Viola menggeleng, dia mengambil buku dari dalam tasnya. Lalu mulai mengerjakan tugas yang hanya sepuluh soal.

Melihat respon Viola yang menggeleng, Rea tersenyum sinis. "Pacaran mulu sih, jadi lupa kalau ada tugas, kan?" ejeknya setengah menggoda.

"Iri bilang bos,"

Rea mendelik. "Yeee...! Aku timpuk ya!"

"Hahaha... Aduh--Re, boleh iri tapi jangan main kekerasan dong," Viola mengusap betisnya yang terasa sakit karena ditendang Rea sangat keras.

Rea berdecak. "Siapa juga yang main kekerasan ke kamu. Orang aku lagi mengecat kuku kok! Nih lihat, tangan aku disini, aku dari tadi juga diam saja." Rea membela diri karena memang sejak tadi dia tidak melakukan apapun pada Viola. Dia bahkan masih sibuk mengecat kukunya yang tinggal sedikit saja selesai.

"Jangan berbohong Re. Serius deh, ini betis aku jadi sakit banget nih." katanya sambil mengusap betisnya tapi masih dengan menatap bukunya.

Rea kembali berdecak. Dia memilih menutup botol kecil cat kukunya dan menaruhnya kedalam tas. Setelah itu, Rea meniup kukunya yang baru saja selesai di at supaya kering lebih cepat dan hasilnya sempurna.

"Aduh! Aw!"

Rea menatap Viola yang tiba-tiba mengaduh. "Kenapa sih?" tanyanya dan Rea kembali fokus pada kukunya yang berkilau lebih cantik dari sebelumnya.

Viola mendengus dia menatap Rea dengan kesal. "Jangan berpura-pura deh, kamu kan yang dari tadi nendang kaki aku? sakit tauk, Re!"

Rea menggebrak meja, dia beranjak dari duduk, jari telunjuknya menuding wajah Viola. "Kamu bud3k atau apa sih? Sudah dibilang aku nggak ngapa-ngapain kamu! Aku dari tadi diam saja! Kamu sengaja cari gara-gara ya sama aku?!"

Rea tidak terima sejak tadi disudutkan terus oleh Viola. Padahal dari tadi dia memang tidak melakukan apapun, dia hanya duduk diam dan mempercantik kuku-kukunya.

Viola terkejut dengan Rea yang tiba-tiba emosi, bahkan Rea sampai menunjuk pada wajahnya. Viola hanya mengatakan yang sebenarnya bahwa dua kali Rea telah menendangnya dengan keras, bahkan betis Viola sampai terasa sangat panas.

"Aku nggak mencari gara-gara sama kamu, Re! Aku cuma bilang biar kamu nggak..."

"Mana buktinya kalau aku menendang kaki kamu?!" Rea menengadahkan tangan meminta bukti bahwa dirinyalah yang menendang Viola dengan wajah berkilat amarah. Membuat teman-teman sekelas yang berada didalam kelas memusat pandangan pada keduanya sambil berbisik-bisik.

"Aku memang enggak ada bukti, tapi aku mau nunjukin kaki aku yang jadi sakit banget," Viola beranjak dan menatap kearah kakinya. Namun kedua matanya melebar saat melihat dua tangan tengah mencekal betisnya.

"Aaaaaaa...!"

Viola berteriak histeris lalu menutup wajah dengan kedua tangannya, dia meloncat-loncat mengibaskan kakinya dari genggaman tangan itu. Bahkan Viola sampai naik keatas kursi tempat duduknya.

"Tolooong! Kaki aku ada yang pegang, tolooong! Rea tolooong! Aaaa...!"

Teriakan Viola membuat Rea dan teman-teman sekelas terkejut bukan main. Pasalnya tidak ada angin tidak ada hujan Viola menjerit histeris. Lihatlah, bahkan Viola terlihat seperti ketakutan dan minta tolong.

"Heh, Viola kenapa?" tanya berbisik-bisik dari teman-teman yang berada dikelas mulai terdengar di telinga Rea, dan itu membuat Rea yang bingung dan masih terkejut mencekal bahu Viola.

"Viola, kamu kenapa? Hei,"

"Rea, itu ada yang menyentuh kaki kanan aku! Rea, tolooong!" Viola masih ketakutan, dia masih berdiri dikursi, meloncat-loncat.

Rea segera menatap kearah kaki kanan Viola yang disana terlihat tidak ada apa-apa. Hanya ada kaos kaki putih Viola yang hanya sebatas mata kaki saja. Rea semakin bingung. Rea pikir, Viola hanya cari perhatian saja.

"Viola, ayo urun deh! Sebelum kegaduhan kamu mengundang banyak guru ke sini! Emangnya kamu mau dihukum? Jangan caper bisa, kan?! Malu tuh jadi tontonan teman-teman!"

Viola menghela, dia mulai tenang dan tidak meloncat-loncat lagi. Kedua tangannya perlahan dia turunkan, dia mengintip takut jika penampakan kedua tangan tadi masih di sana menggenggam kakinya.

"Hah,"

Viola turun dari kursi dan duduk bersandar dengan nafas yang tersengal. Viola merasa lega karena penampakan tangan yang tadi sudah menghilang.

"Rea, sorry. Aku nggak bermaksud membuat kamu marah, tapi tadi itu betulan kaki aku ada yang menendangnya sangat keras. Kaki aku sakit, Rea," jelas Viola pada Rea masih dengan mengatur napas supaya teratur.

"Oke-oke, aku percaya kok. Terus kenapa kamu berteriak histeris ketakutan begitu? Kamu tadi di lihatin anak-anak tahu nggak," Rea menatap Viola kesal, namun bercampur kasihan.

Sedangkan teman-teman yang lain menatap ke arah Viola dengan sinis. "Heh, Viola. Acara dramanya tuh nanti pas acara pelepasan kakak kelas, bukan sekarang." celetuk salah satu anak cowok dan di ikuti dengan tawa menggelegar dari teman-teman yang lain termasuk Rea.

Viola cemberut karena di tertawakan oleh teman-teman sekelas, termasuk si Rea juga. "Jangan ikut-ikutan tertawa dong, Re. Aku tadi tuh melihat kedua tangan gede yang menggenggam kaki kanan aku. Aku kaget banget karena serem loh Re, makanya aku histeris tadi sampai nggak sadar kalau naik ke atas kursi dan loncat-loncat." akunya. Wajah Viola tidak terlihat becanda sama sekali.

"Alaaah, kebanyakan nonton film kali makanya kamu jadi begitu. Please, jangan begitu lagi ya, Vi. Aku deg-degan lho, malu juga di lihat teman-teman sekelas. Dan semoga saja para guru enggak ada yang mendengar kegaduhan yang kamu buat, atau kamu akan di hukum ,nanti.,"

Sementara itu, dikelas 12 B sini, Yuko yang duduk dikursi paling belakang tapi dibarisan tengah, merasakan ada yang meniup tengkuknya, membuat bulu kuduk Yuko berdiri. Dan dia meraba dengan tangan kirinya lalu menoleh kebelakang dan mendelik saat ada tulisan merah di dinding kelas.

Jauhi orang terdekatmu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!