Pangeran Sekya menghempaskan telapak tangannya ke atas meja peta, suaranya bergemuruh menahan kemarahan yang meluap. "Apa katamu?" tanyanya, pandangan matanya menembus tajam jenderal yang kini lemas di hadapannya.
"Pasukan mereka sudah sampai di gerbang utama? Bagaimana bisa secepat itu, padahal laporan terakhir bilang mereka masih berada di perbatasan!" Ia mengembuskan napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebentar.
Kemudian, Pangeran Sekya kembali berseru, "Kita sudah tahu kerajaan kita ini yang paling kecil dan paling lemah; kenapa pertahanan kita masih saja selemah ini, tanpa ada perbaikan berarti? Cepat, kumpulkan semua prajurit yang tersisa, bahkan warga biasa yang berani memegang senjata sekalipun! Kita tidak akan menyerah begitu saja, tak peduli sebanyak apapun jumlah musuh di medan perang, sebab ini tanah kita dan kita akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan!"
Namun, tekadnya yang membara tidak mampu menahan kenyataan pahit yang terus mendekat. Setiap detik yang berlalu terasa seperti pukulan palu ke jantungnya, membawa kabar buruk dari garis depan. Suara dentuman dari luar tembok semakin keras memekakkan telinga, disusul jeritan ketakutan yang membuat bulu kuduk berdiri, pertanda bahwa pertahanan mereka mulai goyah.
Pangeran Sekya merasakan detak jantungnya berpacu cepat, seiring suara gaduh di balik dinding benteng yang semakin keras memekakkan pendengaran. Ia menatap wajah-wajah lelah para pengawal dan jenderal di sekelilingnya, menyadari bahwa harapan mereka semakin menipis, seakan-akan semua tanggung jawab kerajaan kini ada di pundaknya. Tiba-tiba, di tengah keputusasaan yang sangat dalam, sebuah suara asing dan dingin terdengar begitu jelas di dalam pikirannya, bukan melalui telinga, melainkan langsung masuk ke dalam hatinya.
{Sistem diaktifkan}, bisik suara itu, tanpa nada.
{Menganalisis situasi. Mencari jalan keluar terbaik.}
Pangeran Sekya memejamkan mata sebentar, bingung, lalu menggoyangkan kepalanya dengan kuat, mencoba mengusir khayalan aneh tersebut, tetapi suara itu tetap ada, seakan-akan sebuah kekuatan baru telah menetap di dalam benaknya, siap memberikan sesuatu yang tidak terduga di tengah kehancuran yang mengancam.
{Solusi ditemukan: Mengaktifkan pertahanan otomatis. Menggabungkan data medan perang, kekuatan musuh, dan sumber daya yang ada. Kemungkinan berhasil: Tujuh puluh delapan persen dengan sedikit bantuan dari pengguna. Cara kendali: Autopilot.} Suara sistem itu menjelaskan data dengan sangat cepat, menyajikan strategi yang sangat rumit namun terdengar sangat masuk akal, bahkan di tengah kekacauan yang sedang terjadi. Pangeran Sekya, tanpa sadar, mengangguk; ada sedikit harapan yang muncul di tengah kegelapan, sebuah jalan keluar yang belum pernah ia bayangkan.
"Aktifkan," bisik Pangeran Sekya, hampir tidak terdengar, namun kata itu adalah perintah mutlak yang langsung ditanggapi oleh sistem. Seketika, di luar sana, para prajurit yang tadinya terlihat bingung mendadak bergerak dengan sangat rapi, seakan-akan pikiran mereka terhubung dalam satu kesatuan. Anak panah melesat dengan sangat tepat, barisan pertahanan bergeser tanpa cela sedikit pun, dan setiap serangan musuh disambut dengan balasan yang akurat, mengubah kekacauan menjadi tarian kematian yang teratur.
Pertempuran di gerbang utama berubah drastis, dari pertahanan yang hampir hancur menjadi perlawanan yang efektif dan mematikan. Pangeran Sekya menyaksikan dengan sangat kagum, melihat bagaimana sistem autopilot itu mengatur setiap detail, setiap prajurit, setiap pergerakan seolah-olah ia adalah pemimpin perang paling hebat yang pernah ada. Musuh yang tadinya penuh percaya diri kini mulai goyah, bingung menghadapi taktik yang tidak terduga, sementara di benak Pangeran Sekya, muncul pertanyaan besar: kekuatan macam apa ini yang baru saja ia dapatkan, dan apakah ini akan menjadi penolong atau malah membawa masalah yang lebih besar bagi kerajaannya?
"Yang Mulia, mereka mundur!" teriak seorang jenderal dengan suara serak, napasnya terengah-engah, namun wajahnya menunjukkan kelegaan yang luar biasa. "Musuh mundur! Kita berhasil menahan mereka!" Pangeran Sekya menoleh, melihat ekspresi heran dan lega yang bercampur di wajah jenderal itu, seakan-akan mereka baru saja menyaksikan keajaiban.
"Ini... ini tidak masuk akal," gumam jenderal itu lagi, pandangannya masih terfokus pada gerbang yang kini mulai sepi dari serangan. "Bagaimana kita bisa melakukan ini? Ini bukan strategi yang biasa kita pakai."
Pangeran Sekya hanya bisa menatap jenderal itu, bibirnya terkatup rapat, tidak bisa menjawab apapun. Di satu sisi, ada perasaan lega yang besar karena kerajaannya selamat, setidaknya untuk saat ini. Di sisi lain, ada kekhawatiran yang menggerogoti hatinya; ia tahu bahwa kemenangan ini bukanlah hasil dari kepintaran militernya, melainkan dari kekuatan misterius yang kini ada di dalam benaknya.
{Ancaman dari luar berhasil diatasi. Pertahanan otomatis dimatikan. Menunggu perintah selanjutnya}, suara sistem itu kembali terdengar, datar dan tanpa emosi, menegaskan kendali yang baru saja ia dapatkan.
"Apa yang baru saja terjadi?" Pangeran Sekya bertanya pada dirinya sendiri, suaranya hampir tidak terdengar di tengah sorak kemenangan yang mulai terdengar dari luar. Ia tahu ini hanyalah awal, dan kekuatan baru ini bisa menjadi pisau bermata dua. Ia harus memahami cara kerja sistem ini, menguasainya sepenuhnya, sebelum ia justru dikendalikan olehnya. Ini adalah sebuah rahasia yang harus ia jaga, demi kerajaannya, dan demi masa depan yang masih sangat tidak jelas.
Di garis depan, para prajurit saling pandang dengan tatapan tidak percaya, seolah-olah mereka baru saja terbangun dari mimpi buruk. "Kita berhasil, kawan!" seru seorang prajurit bertubuh besar, suaranya pecah karena sangat senang, sambil menepuk bahu rekannya yang masih diam.
"Aku tidak tahu bagaimana, tapi kita berhasil!" timpal prajurit lain, matanya membelalak lebar. "Aku bersumpah, panahku melesat lebih cepat, dan pedangku terasa lebih ringan. Seperti ada yang membimbing setiap gerakan."
"Ini pasti keajaiban," ujar prajurit ketiga, menatap langit yang mulai terang. "Atau mungkin dewa-dewa akhirnya mendengar doa kita. Siapa peduli caranya, yang penting kita selamat dan mereka lari ketakutan!" Mereka semua tertawa, tawa lega yang bercampur dengan kebingungan, merayakan kemenangan tak terduga yang baru saja mereka raih.
Keesokan harinya, suasana di dalam istana masih diselimuti keheranan yang sangat besar. Para penasihat dan jenderal berkumpul, membahas kemenangan yang tidak terduga itu dengan nada kagum bercampur ragu.
"Yang Mulia," ujar salah satu penasihat tua, suaranya penuh kehati-hatian. "Pertahanan kita semalam... itu sungguh luar biasa. Namun, saya khawatir, ini terlalu sempurna. Seolah-olah ada kekuatan tak terlihat yang mengendalikan setiap langkah prajurit kita."
Pangeran Sekya hanya mendengarkan, wajahnya datar, menyembunyikan banyak pikiran yang berkecamuk di benaknya. Ia tahu persis apa yang terjadi, namun rahasia sistem itu terlalu besar untuk dibagikan, setidaknya untuk saat ini.
{Sistem mendeteksi peningkatan aktivitas pikiran. Berhati-hatilah dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitar. Menjaga rahasia operasi adalah hal yang paling penting}, suara sistem itu mengingatkan, seolah membaca setiap kekhawatirannya.
"Kita hanya beruntung," jawab Pangeran Sekya akhirnya, suaranya tenang namun tegas. "Dan para prajurit kita menunjukkan keberanian yang luar biasa. Sekarang, fokus kita adalah memperkuat pertahanan dan bersiap untuk serangan berikutnya. Jangan biarkan kemenangan ini membuat kita lengah." Ia mengakhiri pertemuan, meninggalkan para jenderal dan penasihat dengan banyak pertanyaan di benak mereka, sementara di dalam dirinya, Pangeran Sekya tahu bahwa nasib kerajaannya kini bergantung pada sebuah kekuatan yang belum sepenuhnya ia pahami.
Pangeran Sekya kembali ke ruang pribadinya, mengunci pintu kayu yang berat dengan suara berderit pelan, dan membiarkan seluruh tubuhnya tenggelam dalam keheningan yang tegang. Di sana, hanya suara napasnya yang terdengar perlahan dan teratur yang mengisi kesunyian.
"Sistem," panggilnya pelan, suaranya nyaris berbisik, seakan takut didengar oleh dinding-dinding istana yang menjulang tinggi dan mungkin memiliki telinga. "Apa yang paling mungkin untuk meningkatkan kekuatan kerajaan kita saat ini, agar kita bisa bertahan dari ancaman yang datang? Aku butuh sesuatu yang lebih dari sekadar pertahanan otomatis yang hanya bereaksi terhadap serangan musuh."
Hening sejenak menyelimuti ruangan, hanya detak jantungnya yang berpacu cepat yang terdengar jelas di telinganya, mengisi kekosongan. Kemudian, suara datar itu memenuhi benaknya, tanpa emosi, namun sangat jelas dan langsung ke inti permasalahan.
{Analisis data menunjukkan bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah prioritas utama yang harus segera dilakukan. Pelatihan intensif untuk prajurit, pengembangan strategi militer yang adaptif terhadap berbagai situasi, dan peningkatan moral pasukan akan memberikan dampak signifikan yang sangat besar bagi kekuatan pertahanan kita.}
Pangeran Sekya mengernyitkan dahi, dahinya berkerut dalam, menunjukkan pemikiran yang keras. "Tapi itu butuh waktu, Sistem. Kita tidak punya banyak waktu yang tersisa sebelum musuh datang lagi. Apa ada cara yang lebih cepat, lebih drastis, untuk mencapai tujuan itu, bahkan jika itu berisiko?"
Sistem itu merespons dengan cepat dan lugas, {Metode drastis selalu memiliki risiko tinggi yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Namun, jika kecepatan adalah kunci utama yang kau cari, integrasi teknologi ke dalam persenjataan dan infrastruktur pertahanan dapat mempercepat peningkatan kekuatan secara signifikan. Ini termasuk pengembangan senjata baru yang lebih modern dan sistem pengawasan yang lebih canggih untuk mendeteksi musuh.}
Pangeran Sekya menghela napas panjang, kekecewaan sedikit terasa dalam suaranya yang lelah. "Jadi, intinya, kita butuh lebih banyak kekuatan, lebih cepat dari yang bisa kita bayangkan saat ini. Tapi bagaimana caranya aku bisa mendapatkan itu semua? Aku tidak punya banyak sumber daya yang bisa digunakan untuk proyek sebesar itu."
{Pangeran Sekya harus mencari cara sendiri untuk mendapatkan sumber daya dan teknologi yang dibutuhkan}, suara sistem itu menjawab, nadanya tetap datar, namun ada penekanan yang jelas pada kata 'sendiri', menegaskan batasan kemampuannya. {Sistem tidak dapat menyediakan sumber daya fisik, karena Sistem hanyalah program. Namun, Sistem dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi pelatihan prajurit secara drastis. Dengan metode yang Sistem miliki, prajurit dapat dilatih hingga sepuluh kali lebih cepat dan efektif dibandingkan metode konvensional yang biasa digunakan. Ini akan membebaskan waktu dan energi untuk fokus pada aspek lain yang lebih mendesak bagi kerajaan.}
Pangeran Sekya terdiam, mencerna setiap kata yang diucapkan sistem itu dengan saksama dan penuh perhatian. "Sepuluh kali lebih cepat?" tanyanya, matanya sedikit melebar karena terkejut dan tidak percaya. "Itu... itu bisa mengubah segalanya, seluruh nasib kerajaan yang kita cintai. Tapi, bagaimana caranya hal itu bisa terjadi dan apa yang harus aku lakukan?"
Malam itu, Pangeran Sekya tidak bisa memejamkan mata, tidurnya terganggu oleh berbagai pikiran yang berkecamuk di benaknya. Pikirannya terus berputar pada tawaran sistem, tentang potensi besar yang bisa dicapai jika ia benar-benar bisa melatih prajuritnya sepuluh kali lebih cepat dari biasanya.
Ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan untuk mengubah nasib kerajaannya yang kecil dan rentan. Ia tahu, langkah pertama yang harus diambil adalah mendapatkan restu dari Raja Saul, ayahnya, meskipun ia sadar Raja akan sangat skeptis terhadap idenya yang terdengar mustahil dan tidak masuk akal itu.
Keesokan paginya, Pangeran Sekya menghadap Raja Saul di ruang takhta yang megah, suasana di sana terasa lebih formal dan kaku dari biasanya, dipenuhi aura kekuasaan yang kuat.
"Ayahanda," Pangeran Sekya memulai, suaranya mantap dan penuh keyakinan, meski ada sedikit kegugupan yang tidak terlihat dari luar dirinya. "Aku ingin meminta izin untuk mengambil alih pelatihan prajurit. Aku yakin aku bisa meningkatkan kemampuan mereka secara drastis, jauh lebih cepat dari yang kita bayangkan saat ini."
Raja Saul menatap putranya dengan tatapan menyelidik, sedikit terkejut dengan permintaan mendadak yang tidak terduga itu. "Pelatihan prajurit?" tanyanya, alisnya terangkat tinggi, menunjukkan keheranan yang jelas. "Sekya, kau tahu itu bukan bidangmu sama sekali, kau tidak memiliki pengalaman di sana. Lagipula, jenderal-jenderal kita sudah melakukan pekerjaan mereka dengan baik selama ini."
"Dengan segala hormat, Ayahanda," Pangeran Sekya menimpali, suaranya penuh keyakinan dan ketegasan, "aku percaya ada metode baru yang dapat kita terapkan, yang akan membuat prajurit kita menjadi kekuatan yang tak terkalahkan dalam waktu singkat. Ini bukan hanya tentang kecepatan, tapi juga efektivitas yang belum pernah kita capai sebelumnya dalam sejarah kerajaan."
Raja Saul masih tampak ragu, keraguan terlihat jelas di wajahnya yang bijaksana, tetapi melihat kesungguhan yang terpancar dari mata putranya, ia akhirnya mengangguk perlahan. "Baiklah, Sekya. Aku akan memberimu kesempatan ini untuk membuktikan dirimu. Tapi ingat, jika ini gagal, konsekuensinya akan sangat besar dan fatal bagi kerajaan kita, kita tidak bisa menanggung kegagalan."
Raja Saul kemudian menambahkan, suaranya lebih serius dan tegas, menunjukkan bahwa ini adalah keputusan penting. "Ada satu syarat lagi, Sekya. Untuk membuktikan bahwa kau memang mampu memimpin pelatihan ini, kau harus bisa mengalahkan para jenderal kita dalam sebuah duel. Jika kau bisa menumbangkan mereka, barulah aku akan sepenuhnya menyerahkan wewenang ini padamu tanpa keraguan."
Pangeran Sekya menelan ludah, tantangan itu jauh lebih berat dan menakutkan dari yang ia kira, tetapi ia tahu ini adalah satu-satunya jalan yang harus ia tempuh untuk mencapai tujuannya.
{Jangan khawatir, Pangeran Sekya}, suara sistem itu tiba-tiba terdengar di benaknya, nadanya tetap datar namun terasa meyakinkan, memberikan ketenangan. {Dengan sistem autopilot, mengalahkan para jenderal dalam duel akan sangat mudah. Gerakanmu akan dioptimalkan secara sempurna, refleksmu akan ditingkatkan melebihi batas manusia biasa, dan setiap seranganmu akan tepat sasaran tanpa meleset. Ini hanyalah formalitas untuk mendapatkan wewenang yang kau butuhkan.}
"Mudah?" Pangeran Sekya mengulang, sedikit tidak percaya dengan apa yang didengarnya, ia merasa ragu. "Maksudmu, aku tidak perlu berlatih sama sekali? Sistem akan mengendalikan tubuhku sepenuhnya, tanpa kendaliku?" Ia membayangkan dirinya bergerak seperti boneka, tanpa kendali penuh atas tubuhnya, dan itu terasa sedikit mengganggu, bahkan menakutkan baginya. "Apakah itu aman? Apa tidak ada efek samping yang akan terjadi padaku jika aku menggunakannya?"
{Sistem autopilot dirancang untuk bekerja secara mulus dengan tubuh pengguna}, sistem itu menjelaskan dengan detail dan jelas. {Kau akan merasakan seolah-olah gerakan itu adalah milikmu sendiri, hanya saja lebih sempurna dan tanpa cela sedikit pun. Tidak ada efek samping fisik yang merugikan tubuhmu. Ini adalah kolaborasi, bukan kendali penuh; kau masih memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengambil alih jika diperlukan. Percayalah, ini akan menjadi duel yang mengesankan dan tak terlupakan bagi semua yang menyaksikan.}
Pangeran Sekya mengangguk, keyakinannya mulai tumbuh dan menguat seiring penjelasan sistem yang logis dan meyakinkan. "Baiklah, Sistem," katanya mantap, suaranya penuh tekad yang membara, "aku akan melakukannya. Ini demi kerajaan dan masa depannya yang lebih baik."
Ia tahu, ini bukan hanya tentang dirinya pribadi dan ambisinya, tetapi tentang masa depan negerinya yang kecil dan rentan, yang kini bergantung sepenuhnya pada keputusannya.
Beberapa hari kemudian, pengumuman tentang duel besar itu tersebar ke seluruh istana, mengejutkan banyak orang dan memicu berbagai spekulasi di antara para bangsawan dan rakyat. Raja Saul, dengan wajah serius dan berwibawa, berdiri di hadapan para jenderal dan prajurit yang berkumpul di lapangan latihan utama yang luas.
"Dengarkan baik-baik!" serunya, suaranya menggelegar memenuhi udara, menarik perhatian semua yang hadir dan membuat mereka terdiam. "Putraku, Pangeran Sekya, telah mengajukan diri untuk mengambil alih pelatihan prajurit kita. Dia percaya bisa membawa perubahan besar, perubahan yang akan membuat kita lebih kuat dari sebelumnya, melebihi kekuatan saat ini."
Para prajurit saling berbisik, keheranan terlihat jelas di wajah mereka, mata mereka membelalak tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Salah satu jenderal senior melangkah maju, alisnya berkerut dalam, menunjukkan ketidaksetujuan dan keraguan yang mendalam.
"Yang Mulia," ujarnya dengan hormat, namun ada nada keberatan dalam suaranya yang tegas, "dengan segala hormat, Pangeran Sekya tidak memiliki pengalaman yang cukup di medan perang, apalagi dalam melatih pasukan yang sudah berpengalaman dan terlatih."
Raja Saul mengangkat tangan, menghentikan protes sang jenderal dengan isyarat tegas yang tidak bisa dibantah. "Itulah mengapa," lanjut Raja Saul, suaranya penuh wibawa dan otoritas, "Sekya harus membuktikan dirinya. Dia akan berduel dengan kalian, para jenderal yang paling kuat. Jika dia bisa mengalahkan kalian, maka wewenang pelatihan akan sepenuhnya kuserahkan padanya tanpa keraguan. Ini bukan hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang kepercayaan dan masa depan kerajaan kita yang sangat berharga."
Pangeran Sekya menghela napas panjang, menarik udara dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan, mencoba menenangkan diri. "Jadi, kapan duel itu akan dilaksanakan, Ayahanda?" tanyanya pada Raja Saul, suaranya terdengar lebih tenang dari yang ia duga, menunjukkan kesiapannya.
Raja Saul menatapnya, ada sedikit senyum tipis di bibirnya, menunjukkan kebanggaan. "Besok pagi, di arena latihan utama. Aku ingin semua prajurit menyaksikan ini, agar mereka tahu. Ini akan menjadi pelajaran bagi mereka, tentang pentingnya inovasi dan keberanian dalam menghadapi tantangan."
"Baiklah, Ayahanda," jawab Pangeran Sekya, mengangguk yakin, siap menghadapi tantangan yang ada di depannya. "Aku siap."
Pangeran Sekya kembali ke kamarnya, pikirannya dipenuhi campuran tekad dan sedikit ketegangan. "Sistem," panggilnya lagi, suaranya kini lebih tegas. "Besok pagi adalah duelnya. Apa yang harus aku persiapkan? Aku tidak ingin ada kesalahan sedikit pun."
{Tidak ada persiapan khusus yang diperlukan dari sisi fisikmu, Pangeran Sekya}, jawab sistem itu dengan tenang. {Sistem akan mengoptimalkan setiap gerakanmu secara real-time selama duel berlangsung. Pastikan kau mengenakan pakaian yang nyaman dan tidak menghalangi pergerakan. Fokuslah pada perintah yang akan Sistem berikan dalam benakmu.}
"Jadi, aku hanya perlu berdiri dan membiarkanmu melakukan sisanya?" Pangeran Sekya bertanya, masih sedikit tidak yakin dengan konsep ini. "Bagaimana jika ada sesuatu yang tidak terduga terjadi? Bagaimana jika salah satu jenderal menemukan celah yang tidak bisa kau atasi?"
{Keraguanmu tidak beralasan, Pangeran Sekya}, suara sistem itu tiba-tiba terdengar lebih tajam, ada nada ketidakpuasan yang jelas dalam setiap kata. {Sistem ini dirancang untuk mengantisipasi setiap kemungkinan. Setiap celah akan terdeteksi dan diatasi sebelum menjadi ancaman. Kepercayaan adalah kunci keberhasilan kolaborasi ini. Jika kau terus meragukan kemampuan Sistem, efisiensi operasional akan menurun.}
Pangeran Sekya terdiam, merasakan teguran itu menusuk langsung ke benaknya. "Maaf, Sistem," katanya pelan, ada sedikit rasa malu dalam suaranya. "Aku hanya... ini semua masih baru bagiku. Aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi."
{Pahami ini, Pangeran Sekya}, lanjut sistem itu, nadanya kembali datar namun tetap tegas. {Sistem ini adalah aset paling berharga yang kau miliki. Keraguan hanya akan menghambat potensimu. Percayakan dirimu sepenuhnya pada analisis dan panduan Sistem, dan kemenangan akan menjadi milikmu.}
"Aku mengerti," Pangeran Sekya menjawab, suaranya kini lebih mantap, menyingkirkan sisa-sisa keraguan. "Aku akan percaya sepenuhnya padamu, Sistem. Aku akan mengikuti setiap instruksimu, tanpa ragu." Ia menarik napas dalam, merasakan beban di pundaknya sedikit terangkat.
{Bagus}, respons sistem itu, nadanya kembali ke intonasi netral yang biasa. {Persiapkan mentalmu untuk besok. Ingat, ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang bagaimana kau menampilkan keyakinanmu. Setiap gerakanmu akan menjadi bukti dari potensi baru ini.}
Pangeran Sekya mengangguk, menatap kosong ke dinding di hadapannya. "Baiklah. Aku akan tidur sekarang, mencoba menenangkan pikiran. Sampai besok, Sistem."
Fajar yang membeku perlahan menyelimuti seluruh area latihan. Suhu udara terasa menusuk hingga ke dalam tulang belulang. Tetapi kondisi itu sama sekali tidak sedikit pun melunturkan semangat menggelora dari ribuan prajurit yang telah berkumpul. Mereka tampak begitu antusias untuk menyaksikan langsung duel yang akan menjadi penentu bagi masa depan program pelatihan mereka selanjutnya.
Tepat di bagian tengah lapangan, empat sosok jenderal berdiri dengan sangat gagah perkasa. Setiap dari mereka memancarkan aura kekuatan yang begitu besar dan pengalaman tempur yang telah teruji selama bertahun-tahun lamanya di berbagai medan perang.
Jenderal Nisan, yang menggenggam erat pedangnya yang tampak berkilauan di bawah cahaya pagi. Jenderal Legium yang kokoh memegang sebuah perisai berukuran besar. Jenderal Valor yang siap dengan tombak panjangnya yang tajam. Dan Jenderal Nash yang telah bersiap dengan busur serta anak panahnya yang terpasang rapi. Seluruh pandangan mereka tertuju pada sosok Pangeran Sekya dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan, sebuah campuran antara rasa hormat yang mendalam dan sedikit keraguan yang masih tersisa di benak mereka.
Pangeran Sekya melangkahkan kakinya ke depan. Ia mengenakan pakaian latihan yang terlihat begitu sederhana, tetapi setiap langkahnya terasa begitu mantap dan dipenuhi keyakinan yang utuh. Seolah-olah seluruh hidupnya telah ia persiapkan khusus untuk menghadapi momen penting ini.
Raja Saul duduk di singgasana sementara yang telah disiapkan. Ia mengamati putranya dengan tatapan yang sangat tajam, mencoba membaca setiap ekspresi yang terpancar di wajah Sekya.
"Jenderal Nisan, Jenderal Legium, Jenderal Valor, Jenderal Nash," suara Raja menggelegar, memenuhi seluruh penjuru arena. "Kalian serang aku secara bersamaan, aku tak punya banyak waktu!" Pangeran Sekya tiba-tiba berseru, suaranya terdengar sangat lantang dan penuh ketegasan. Hal itu mengejutkan semua orang yang hadir di sana, bahkan Raja Saul sekalipun.
Keempat jenderal saling pandang satu sama lain, terkejut dengan tantangan yang tidak terduga itu, namun mereka segera mengangguk, siap melaksanakan perintah yang baru saja diberikan.
{Aktifkan mode duel. Prioritaskan pertahanan dan serangan balik yang efisien. Analisis pola gerakan musuh}, suara sistem itu berbisik di benak Pangeran Sekya. Nadanya tenang namun penuh otoritas, seakan-akan ia adalah dalang utama di balik setiap gerakan yang akan terjadi.
Serangan pertama datang dengan sangat cepat dari Jenderal Nisan. Pedangnya menebas begitu cepat ke arah Pangeran Sekya, diikuti oleh Jenderal Legium yang mengayunkan perisainya untuk membatasi ruang gerak Pangeran Sekya.
Pangeran Sekya sama sekali tidak panik. Tubuhnya bergerak secara refleks yang luar biasa, meliuk menghindari tebasan pedang dengan gerakan yang sangat halus. Seolah-olah ia sedang menari di antara bahaya yang mengancam.
Perisai besar Jenderal Legium hanya mengenai udara kosong, sementara Pangeran Sekya sudah berada di sisi lain, siap sepenuhnya menghadapi serangan berikutnya. Tidak ada gerakan yang sia-sia, setiap langkahnya dihitung dengan presisi yang sempurna. Hal itu membuat para prajurit yang menyaksikan menahan napas mereka, terpukau oleh kelincahan yang belum pernah mereka lihat dari seorang pangeran.
Jenderal Valor segera meluncurkan tombaknya, melesat lurus ke depan dengan kecepatan tinggi. Sementara Jenderal Nash melepaskan anak panah dari busurnya, mengincar titik lemah Pangeran Sekya dengan akurat.
Namun, Pangeran Sekya sudah mengantisipasi hal itu. Tubuhnya berputar dengan sangat cepat, tombak itu hanya lewat di sampingnya, dan anak panah meleset jauh dari sasaran yang dituju.
Para jenderal mulai merasakan keanehan yang sangat jelas. Serangan mereka yang biasanya sangat efektif kini terasa seperti gerakan yang sangat lambat di hadapan kecepatan Pangeran Sekya yang luar biasa. Mereka menyerang lagi dan lagi, dengan kombinasi yang lebih rumit dan mematikan, namun Pangeran Sekya selalu selangkah lebih maju. Seolah-olah ia bisa membaca setiap pikiran dan gerakan mereka sebelum hal itu terjadi.
Pangeran Sekya tiba-tiba melakukan gerakan yang tidak terduga. Ia melompat tinggi ke udara, lalu menendang perisai Jenderal Legium dengan kekuatan penuh. Hal itu membuat sang jenderal terhuyung mundur beberapa langkah.
Sebelum Jenderal Legium sempat memulihkan diri sepenuhnya, Pangeran Sekya sudah berputar. Ia mengambil pedang yang terlepas dari tangan Jenderal Nisan, dan mengarahkannya ke leher sang jenderal dengan kecepatan kilat yang mengejutkan. Jenderal Nisan membeku di tempatnya, menyadari bahwa ia sudah berada dalam posisi yang sangat berbahaya, tidak bisa bergerak sedikit pun.
Pangeran Sekya tidak memberikan kesempatan sedikit pun. Ia melemparkan pedang itu ke samping, lalu dengan cepat melumpuhkan Jenderal Valor dan Jenderal Nash dengan gerakan tangan kosong yang sangat efektif. Hal itu membuat mereka jatuh tersungkur dalam sekejap mata.
Seluruh arena hening seketika. Para prajurit dan bangsawan terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan. Keempat jenderal, yang selama ini dikenal sebagai pilar utama kekuatan kerajaan, kini tergeletak tak berdaya di hadapan seorang pangeran yang selama ini dianggap tidak memiliki kemampuan bertarung.
Raja Saul bangkit dari singgasananya. Matanya memancarkan kekaguman yang mendalam, ada senyum tipis di bibirnya yang bijaksana. Pangeran Sekya berdiri tegak di tengah lapangan, napasnya teratur. Seolah-olah duel itu tidak menguras energinya sedikit pun, sementara suara sistem kembali terdengar di benaknya.
{Duel selesai. Target tercapai. Wewenang pelatihan prajurit kini berada di tangan pengguna}, suara sistem itu mengumumkan. Nadanya datar, namun ada kesan kepuasan yang samar di dalamnya.
Pangeran Sekya menatap Raja Saul, menunggu keputusan akhir yang akan diberikan, sementara sorakan perlahan mulai terdengar dari kerumunan prajurit yang tadinya terdiam, kini dipenuhi kekaguman yang luar biasa. Mereka mulai bersorak, memanggil nama Pangeran Sekya, menyadari bahwa mereka baru saja menyaksikan sebuah era baru bagi kerajaan mereka.
Raja Saul melangkah mendekat, menepuk bahu putranya dengan bangga.
"Sekya," katanya, suaranya penuh haru dan kebanggaan yang tidak bisa disembunyikan. "Kau telah membuktikan dirimu. Aku menyerahkan sepenuhnya wewenang pelatihan prajurit kepadamu. Bawa kerajaan ini menuju kekuatan yang belum pernah kita capai sebelumnya."
Pangeran Sekya mengangguk, merasakan beban tanggung jawab yang besar di pundaknya, namun juga semangat yang membara. Ia tahu, ini hanyalah awal dari perjalanan panjang, dan dengan sistem autopilot di sisinya, ia siap menghadapi setiap tantangan yang akan datang demi masa depan kerajaannya.
Setelah duel yang menghebohkan itu, kabar tentang kemampuan luar biasa Pangeran Sekya menyebar dengan sangat cepat ke seluruh pelosok kerajaan, bahkan hingga ke negeri-negeri tetangga. Para prajurit yang tadinya skeptis kini menatapnya dengan rasa hormat yang mendalam, penuh keyakinan bahwa di bawah kepemimpinannya, mereka akan menjadi kekuatan yang tak terkalahkan.
Pangeran Sekya segera memulai program pelatihan baru, menerapkan metode yang diinstruksikan oleh sistem, yang memungkinkan prajurit belajar dan beradaptasi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lapangan latihan yang tadinya sepi kini dipenuhi suara dentingan pedang, teriakan semangat, dan langkah kaki yang serempak, menandakan dimulainya era baru bagi militer kerajaan.
Namun, di balik semua kemajuan itu, Pangeran Sekya tidak bisa sepenuhnya menghilangkan perasaan khawatir yang terus menggerogoti benaknya. Ia tahu bahwa kekuatan sistem itu adalah pedang bermata dua, sebuah rahasia yang harus ia jaga dengan sangat hati-hati, jangan sampai jatuh ke tangan yang salah.
Setiap malam, ia merenungkan implikasi dari kekuatannya, bertanya-tanya sampai sejauh mana ia akan bergantung pada sistem itu, dan apakah ia akan tetap menjadi dirinya sendiri, ataukah hanya sekadar alat bagi kecerdasan buatan yang kini bersemayam di dalam pikirannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!