NovelToon NovelToon

MAFIA DAN GADIS BUTA

BAB 1. PERMINTAAN

Santa Barbara County, California

Netra biru seakan hanyut dalam pandangan ke sebuah pesan masuk beberapa hari lalu, berkali-kali ia baca untuk mencerna bagaimana hal yang tertulis dalam pesan tersebut dapat terjadi. Deru mobil menjadi satu-satunya suara yang terdengar sejak satu jam lalu, membiarkan pria berjas rapi dan berpostur tinggi di kursi belakang semakin tenggelam dalam pikirannya.

Mobil hitam tersebut mulai melambat dan memasuki area tujuan, setelah melakukan perjalanan panjang menuju ke sebuah tempat yang tidak pernah pria itu bayangkan akan ia kunjungi.

Lucas Lorenzo menarik napas panjang saat mobilnya berhenti di depan kompleks penjara Santa Barbara County, California. Gedung beton kelabu itu bersinar redup di musim gugur, dengan barikade kawat berduri mengelilingi pagar tinggi. Ia menatapnya sejenak, lalu menepikkan pandangan ke jalan sepi yang membentang di depannya.

"Jadi kau sungguh ada di sini setelah menghilang tanpa kabar," gumam Lucas pelan, mata menghitung baris jendela di menara pengawas.

Ia menurunkan kaca jendela dan menghembuskan napas, mencoba meredam rasa antara gugup dan tidak percaya. Selama bertahun-tahun, Lucas hanya menyimpan sedikit kenangan dari Philip Newton, seseorang yang dulu selalu menolong dan mendukung saat Lucas membutuhkan kekuatan untuk membantu adik perempuannya di masa sulit beberapa tahun lalu. Dan sekarang, ia akan menemuinya di penjara. Hal yang tidak pernah dapat ia percaya kalau orang sehebat Philip dapat berakhir di penjara.

Sebelum memasuki ruang tunggu pengunjung, Lucas menyerahkan identitas, melewati pemeriksaan keamanan, lalu duduk di ruang pendingin dengan kursi plastik biru. Sekitar sepuluh menit kemudian, pintu terbuka dan sebuah sosok kurus, berjambang tipis, tersenyum lemah ke arahnya dari balik kaca keamanan. Itu Philip, pria yang menjadi tujuan Lucas ke tempat ini.

"Lucas?" panggil Philip pelan, suaranya seret namun penuh pengharapan. Seakan ingin menginformasi kalau pria yang duduk berseberangan di depannya itu adalah benar Lucas Lorenzo yang ia kenal.

Lucas berdiri dan menekan tangannya di balik kaca, lalu mengikuti instruksi staf untuk duduk berseberangan. Sebuah telepon antarmuka transparan diletakkan di atas meja kecil agar mereka bisa mendengar satu sama lain, tapi tak bisa menyentuh. Begitu Lucas menempelkan gagang telepon di telinga, matanya tak luput mencermati bentuk wajah kenalan lamanya yang tampak lebih tua dari saat terakhir berjumpa.

"Katakan bagaimana kau bisa berakhir di sini, Philip? Aku tahu dengan jelas kalau kau pengusaha yang anti bermain kotor, tapi bagaimana bisa kau terkurung di sini dengan cap sebagai pembunuh?" tanya Lucas, suaranya rendah, berusaha mengerti apa yang terjadi pada Philip.

"Percayalah, aku tidak membunuh siapa pun, Lucas. Aku difitnah. Bagaimana mungkin aku membunuh adik perempuanku sendiri dan juga suaminya. Aku tidak sampai hati melakukan hal keji itu. Aku tidak membunuh siapa pun," jawab Philip dengan wajah frustasi yang jelas.

Lucas terdiam sejenak lalu kembali berkata, "Aku percaya kau tidak melakukan hal seperti itu, karena itu aku datang ke sini. Aku akan membebaskanmu dan menjadi penjaminmu."

"Tidak, tidak sekarang. Sebagai gantinya, aku ingin minta tolong padamu, Lucas. Kau satu-satunya yang dapat membantuku. Kumohon bantu aku sekali ini saja," pinta Philip dengan teramat sangat, membuat wajah pria itu semakin tenggelam dalam kerutan usianya.

"Apa yang bisa aku bantu?" tanya Lucas, bertanya-tanya hal penting apa yang membuat Philip menolak keluar dari penjara.

Philip menghela napas panjang. "Ini darurat. Tolong selamatkan dua keponakanku, Lucas," suaranya terhenti, terkesan menahan air mata "Mereka berada dalam pengasuhan orang yang kuduga sebagai pembunuh orang tua mereka. Aku tidak ingin kehilangan anggota keluargaku lagi, jadi tolong selamatkan keponakanku," pintanya.

Lucas terkejut. "Keponakan?"

Philip mengangguk. "Ya. Camellia Dawson dan Nolan Dawson. Mereka sudah seperti anakku sendiri. Saat aku masuk penjara, dia di tangan wali yang membahayakan nyawa mereka," bebernya.

Dada Lucas sesak. Ia menatap jendela sempit yang mengarah ke koridor. "Membahayakan? Kau harus jelaskan yang terjadi," pinta Lucas.

Philip menarik napas lagi dan mulai menjelaskan, "Camellia dan Nolan keponakanku, orang tua mereka meninggal karena kecelakaan dua tahun lalu dan hak asuh jatuh padaku. Tapi Paman dan Bibi dari pihak laki-laki justru menjebloskanku ke penjara dengan tuduhan pembunuhan orang tua Camellia dan Nolan. Dan hak asuh jatuh ke mereka berdua, Margaret dan Oliver. Tapi dari informasi yang aku dapatkan kalau mereka berdua mengincar harta orang tua Camellia dna Nolan. Tapi belum dapat melakukan apa-apa karena harta warisan hanya dapat turun jika Camellia sudah menikah. Dan informasi yang aku dapatkan kemarin memberitahuku kalau Camellia telah bertunangan. Tentu itu bukan hal normal karena Camellia masih berusia dua puluh dua tahun."

"Kalau benar begini, kau ingin aku bantu bagaimana?" tanya Lucas.

Philip menatap dengan mata melembap. "Aku tak bisa keluar dari penjara sekarang karena aku yakin jika aku keluar maka nyawaku akan melayang. Aku tidak ingin membiarkan keponakan-keponakanku itu sendirian di luar sana. Bagaimana masa depan mereka jika aku juga tidak ada di dunia ini. Karena itu tolong, masuklah ke kediaman Dawson dan temukan bukti kejahatan Margaret dan Oliver. Bantu dua keponakanku selama kau di sana," pintanya.

Lucas mendongak menatap langit-langit putih di atasnya, pikiran pria itu kini penuh akan banyak hal, informasi bawah tanah, transaksi legal maupun ilegal, ancaman, kepolisian, pengadilan. Ini permintaan yang sulit. Tapi dia tak tega mendengar Philip tergagap dalam kesedihan. Terlebih pria itu telah banyak membantunya ketika Lucas membutuhkan kekuatan untuk menolong adik perempuannya beberapa tahun silam.

"Oke. Aku akan membantu," kata Lucas akhirnya.

Philip tersenyum meskipun sedih. “Pergilah ke Santa Monica, Lincoln Boulevard, Restoran Italia. Cari pria bernama Bernard Shaw, dia teman baikku. Ceritakan yang terjadi dan dia akan membantumu untuk dapat masuk ke kediaman Dawson," katanya.

Lucas mengangguk perlahan, mengerti ke mana pertama kali ia harus memulai. "Aku akan segera ke sana," kata Lucas.

Philip mengusap sudut matanya. "Aku ingin kau cepat. Aku tidak tahu berapa lama aku punya akses informasi. Dan aku takut Margaret dan Oliver akan mendengar kabar tentang niatku untuk menolong Camellia dan Nolan. Jangan sampai mereka tahu tentang dirimu."

Suara Philip bergetar. Lucas menatap dalam matanya seolah ingin menyampaikan kekuatan melalui kaca yang menghalangi mereka berdua. "Aku akan bantu, Philip. Tapi aku perlu data dan informasi tentang semua ini baru aku bisa melakukan penyelamatan. Karena itu bersabarlah. Aku janji akan menyelamatkan keponakanmu," ucap Lucas tulus.

Philip mengangguk, mata berkaca. Ada kelegaan dalam dirinya ketika mendengar jawaban dari Lucas, kenalan yang jauh lebih muda darinya itu. "Terima kasih, Lucas. Aku tak bisa jelaskan betapa rasanya lega punya kau di pihakku. Tolong selamatkan Camellia dan Nolan."

Telepon diputar, staf menandakan kunjungan selesai. Lucas berdiri, memberi anggukan terakhir, lalu keluar melalui koridor sempit menuju ruang loker. Manajer menyalakan lampu indikator 'SELESAI'.

Di luar, udara dingin musim gugur Santa Barbara benar-benar membekukan, membuat tangan Lucas nyaris mati rasa. Lucas menyurukkan jari-jari ke rambut sebelum ia merogoh telepon dan mengetik pesan ke seseorang yang bekerja untuknya dalam bayangan seperti biasa.

'Cari semua informasi tentang keluarga Dawson di Los Angeles. Anaknya bernama Camellia dan Nolan yang saat ini diasuh oleh paman dan bibinya bernama Margaret dan Oliver. Cari semua informasi tentang mereka dan jangan sampai ada yang terlewatkan.'

Lucas menghela napas panjang. Tangannya gemetar karena dingin yang menusuk saat mematikan ponsel. Dia berdiri di halaman parkir penjara, dimana ia lihat lampu jalan mulai hidup satu per satu tanda kalau malam akan segera turun. Ia menatap langit jingga Santa Barbara, berpikir bahwa di luar dinding beton itu ada dua orang tak Lucas kenal sedang menunggu bantuan.

Lucas tahu ini bukan hanya soal hukum atau moralitas, ini soal nyawa dan masa depan dari dua orang yang akan segera Lucas temui. Permintaan sahabat lamanya di balik jeruji bergantung padanya. Cara Lucas membalas budi atas kebaikan pria berusia tiga puluh enam tahun bernama Philip Newton tersebut.

Walau Lucas tidak pernah menyangka bahwa pertolongan yang ia berikan ini justru akan membawanya ke sebuah kasus besar yang bersangkutan dengan kasus adik perempuannya dulu. Dan juga dimana Lucas menemukan apa yang sedang ia cari.

BAB 2. CAMELLIA

Beverly Hills, Los Angeles.

Hujan mengguyur kota dalam diam yang seolah bersekongkol untuk mewarnai hari menjadi suram. Di lantai dua rumah keluarga Dawson milik mendiang orang tua Camellia yang kini dikuasai oleh paman dan bibinya, angin berdesir di sela-sela celah jendela tua, menyelusup lembut ke dinding kamar gadis buta berusia dua puluh dua tahun.

Camellia Dawson duduk diam di tepi ranjangnya, jari-jarinya menyusuri sisi kotak kayu kecil tempat ia biasa menyimpan bros milik mendiang ibunya. Ia tidak tahu pukul berapa sekarang, hanya bisa menebak lewat aroma malam yang dingin menusuk dan bunyi samar jam dinding di kamarnya yang bahkan ia sendiri tidak tahu dimana letaknya.

Tak ada siapa-siapa di rumah ini yang benar-benar mencintainya, ia tahu itu. Setelah orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil dua tahun lalu, ia diwariskan rumah besar dan harta dalam jumlah luar biasa banyak termasuk hotel mewah milik sang ayah. Tapi karena usianya belum genap dua puluh satu waktu itu, semua dikendalikan oleh pamannya, Oliver Dawson dan istrinya Margaret Dawson.

Malam itu, Camellia merasa gelisah. Beberapa malam terakhir ia mendengar suara-suara dari kamar sebelah, kamar Briana, sepupu perempuannya yang berusia sama dengan Camellia. Suara seperti ... desahan tertahan, rintihan, bunyi kasur berderit. Tapi Camellia bukanlah gadis yang mudah menuduh, mengingat ia tidak dapat melihat dan membuktikan apa yang ia dengar. Camellia buta, dan itu menjadikannya sasaran empuk ketidakpedulian dan juga tuduhan palsu jika gadis itu berulah.

Tapi malam ini, suara itu lebih jelas dari biasanya. Bahkan terdengar seperti ada dua suara berbeda. Dan mengejutkan namun Camellia takut salah bahwa telinganya menangkap suara pria dari kamar sepupunya itu.

Camellia menggenggam tongkat putihnya dan berdiri perlahan, langkahnya menyusuri lorong panjang yang remang, mengikuti suara. Suara detakan ranjang, napas yang terengah, dan suara laki-laki yang berbisik lembut. Itu bukan suara pamannya, ia yakin sekali.

Camellia mengetuk pintu kamar Briana dengan pelan. Tak ada jawaban.

"Briana?" panggil Camellia dengan suara yang mengalun indah dalam kelembutannya.

Suara di dalam kamar mendadak sunyi. Hanya satu detik hening yang begitu menusuk sebelum langkah cepat dan desahan tertahan kembali terdengar, tapi kali ini lebih pelan, seperti mencoba menyembunyikan sesuatu.

Camellia membuka pintu perlahan. Briana tak pernah menguncinya.

Udara hangat dan lembab langsung menyambutnya, aroma samar parfum wanita bercampur keringat menyapu hidung. Mata Camellia yang buta tak bisa melihat apa pun, tapi seluruh indera lainnya bekerja lebih peka.

"Lia, ada apa?" tanya Briana ketika mendapati Camellia masuk ke dalam kamarnya.

"Aku hanya ingin bilang, aku akan keluar sebentar dengan Jane. Ada yang harus aku beli," kata Camellia, tangannya meraba kusen pintu.

Di dalam kamar, pria bernama Adrian Jarrel membeku. Tubuhnya masih bersandar di atas tubuh Briana, kulit mereka berkeringat, napas mereka tercekat. Hanya selimut tipis yang menutupi bagian tubuh yang tersisa. Briana menatap Adrian sejenak, lalu menahan tawa kecilnya yang tak sabaran.

Camellia tidak tahu. Tentu saja tidak. Gadis itu tidak dapat melihat apa yang dua orang itu tengah lakukan. Hal tidak senonoh tanpa rasa malu dilakukan hanya kerena Camellia tidak dapat melihat kelakuan mereka.

"Oh," jawab Briana dengan suara tenang, hampir ceria. "Ya, silakan. Tapi bawa payung, ya. Hujan agak deras."

Camellia mengangguk pelan. "Aku akan bawa. Maaf kalau aku ganggu."

"Tidak, tidak. Sama sekali tidak mengganggu," ucap Briana sambil menahan senyum licik. Tangannya tetap meremas punggung Adrian di bawah selimut, jari-jarinya menyuruhnya tetap diam.

Camellia ragu sejenak di ambang pintu. "Kau sendirian, Bri?" tanyanya.

Adrian dan Briana saling melirik. Mata Adrian sedikit panik, tapi Briana tetap tenang.

"Tentu. Hanya aku dan musikku," jawabnya santai, meski playlist dari ponselnya telah mati sejak beberapa menit lalu. "Kenapa?" tanya Briana.

Camellia menggeleng. "Aku dengar suara ... entahlah. Mungkin aku cuma lelah. Kalau begitu aku pergi dulu, good night, Bri."Ia tersenyum kecil, lalu menutup pintu pelan.

Langkah-langkahnya memudar kembali ke lorong, kemudian menuruni tangga perlahan menuju kamar Jane yang ada di lantai bawah. Begitu suara tongkat putihnya tak lagi terdengar, Briana menghela napas dan menyandarkan tubuhnya ke bantal.

"Kau gila," bisik Adrian, suaranya tertahan antara terkejut dan bergairah. "Itu hampir saja," lanjutnya.

"Tapi dia tidak tahu, kan?" sahut Briana. Ia mencium Adrian di bibir, menggigit pelan layaknya perempuan binal. "Dia buta. Dia bahkan tidak tahu kau tunangannya kalau pun ketahuan aku tidur dengan pria," sambungnya.

Adrian terdiam.

Ya. Camellia memang tidak tahu. Ia dijodohkan dengan Adrian oleh pamannya sebagai bagian dari 'melindungi masa depannya'. Tapi kenyataannya, semua adalah permainan dari paman dan bibinya agar Camellia dapat segera menikah sehingga harta warisan orang tua Camellia dapat mereka rebut.

Camellia tidak pernah benar-benar mengenal Adrian. Ia hanya mendengar suaranya sesekali saat paman memerkenalkan mereka secara formal. Tidak pernah ada cinta, bahkan tidak ada kejelasan. Adrian terkadang menginap di rumah besar itu dengan alasan untuk menjaga tunangannya yang buta, Camellia. Tapi lihatlah, kini pria itu berbaring telanjang di atas sepupu Camellia itu tanpa sang gadis tahu.

Di luar, Camellia berdiri di teras depan ketika menunggu mobil yang sedang diambil dan juga Jane yang ke kamar Camellia untuk mengambil jaket sang gadis agar tidak kedinginan. Jane satu-satunya yang peduli pada Camellia, pelayan yang telah bersama Camellia sejak gadis itu kecil. Perempuan yang lebih tua tiga tahun dari Camellia.

Sejak beberapa waktu belakangan ada yang mengganggu pikiran Camellia, dan bukan hanya karena suara-suara dari kamar Briana.

Ada sesuatu yang tak bisa ia pahami. Bau asing di kamar Briana. Suara laki-laki. Dan kenapa jantungnya terasa sakit setiap kali ia mendengar suara-suara itu.

Apakah ini firasat?

Ia menarik napas dalam-dalam dan bergumam yang terdengar seperti doa, "Mom? Dad? Tolong bantu aku dan Nolan agar tetap dapat menjaga rumah dan peninggalan kalian ini. Aku tahu kalau Uncle dan Auntie memiliki niat tidak baik. Tapi dengan keadaanku seperti ini, aku tidak dapat melawan mereka. Karena itu, tolong bantu aku bagaimana pun caranya agar mereka tidak mengambil milik kalian ini."

Angin meniup rambutnya, dan untuk sesaat, Camellia merasa sendirian di dunia yang tidak peduli padanya. Tapi ia tidak boleh lemah. Tidak sekarang. Ada adik, Jane, dan orang yang bekerja di bawah naungan ayahnya yang harus dilindungi. Sebagai anak pertama sudah selayaknya Camellia menggantikan ayahnya melindungi semuanya, tapi kekurangannya justru membuatnya buruk, lemah, dan terkesan bodoh. Ia membenci dirinya yang tidak berdaya ini.

Keesokan harinya, saat sarapan, Adrian duduk di meja makan bersama Oliver dan Margaret yang baru kembali dari perjalanan luar kota mereka untuk urusan bisnis kemarin. Briana muncul lima menit kemudian, tersenyum cerah dengan rambut disanggul, seolah malam sebelumnya tidak pernah terjadi.

Camellia menyusul terakhir, mengenakan gaun abu-abu sederhana dan tongkat putih di tangan. Berjalan pelan-pelan dan hati-hati.

"Selamat pagi semuanya," sapa Camellia lembut.

"Pagi, Lia," jawab Briana cepat, berusaha terdengar bersahabat dan ramah seperti biasa.

Adrian hanya melirik sekilas, matanya menyembunyikan sesuatu. Ada ketakutan kalau apa yang ia lakukan diketahui oleh Camellia, terutama setelah ia nyaris ketahuan semalam kalau dirinya sedang menikmati malam panas bersama sepupu Camellia itu di kamar Briana.

"Adrian," panggil Camellia lembut. "Aku ingin bicara denganmu nanti, kalau bisa."

Adrian terlihat kaku. "Tentu," jawabnya cepat. "Apa ada yang salah? Tanyanya.

Camellia tersenyum kecil. "Tidak. Hanya ingin mengenal tunanganku lebih baik, mungkin."

Briana memalingkan wajahnya, pura-pura sibuk dengan sarapan. Tapi tatapannya menusuk, dan Camellia bisa merasakannya. Ingatlah bahwa indra gadis itu jauh lebih peka dan sensitif ketika matanya tidak dapat digunakan. Hal yang telah terlatih sejak lama.

Dalam hatinya, Camellia itu tahu bahwa dunia tidak akan memberinya keadilan dengan mudah. Tapi ia akan menemukan kebenarannya sendiri, dengan cara apa pun. Camellia yakin kalau Tuhan tidak tidur, dan akan membantunya suatu saat nanti. Namun sekarang Camellia hanya akan berpura-pura menjadi orang yang tidak tahu apa-apa. Tidak tahu apa niat paman dan bibinya. Tidak tahu apa pun kalau tunangannya menyimpan sesuatu darinya. Tidak tahu bahwa Briana tidak seramah itu kepada Camellia. Ia akan pura-pura tidak tahu. Sampai kebenaran itu terungkap dengan cara yang tidak menyenangkan nantinya.

BAB 3. IZIN

Langit di atas San Francisco menggantung berat dengan awan kelabu yang siap tumpah, tapi perusahaan Lorenzo di lantai 37 tetap benderang dengan lampu gantung kristal dan arsitektur kaca yang modern. Di balik dinding kaca yang membingkai pemandangan kota, Lucas Lorenzo berdiri dengan jas abu-abu rapih, tangannya di saku celana, matanya memandang jauh ke luar jendela.

Ia tahu apa yang akan ia katakan, dan ia tahu apa yang akan dihadapi. Walau ada sedikit ketidakyakinan dalam diri apakah ia mampu melakukan hal ini.

Tak butuh waktu lama sebelum pintu ruang direksi terbuka. Ayahnya, Rion Lorenzo, pria paruh baya dengan suara dalam dan karisma dingin, melangkah masuk diikuti istrinya, Liliana Lorenzo, wanita elegan bermata cokelat hangat yang selalu tahu segalanya sebelum diberitahukan. Dua orang yang amat Lucas hormati dan sayangi.

"Lucas," sapa Rion, menatap putranya dengan penuh pertimbangan. "Kau bilang ini penting?"

Lucas mengangguk. Ia tak menoleh dari jendela untuk menutupi rasa gugupnya atas apa yang ingin ia bicarakan. "Sangat penting," katanya.

Rion duduk di sofa, menyilangkan kaki, sementara Lili duduk di samping Rion dengan tenang. Mereka berdua tahu Lucas bukan tipe yang gegabah. Kalau dia meminta waktu dari Perusahaan Lorenzo, pasti alasannya bukan sepele. Mereka tahu dengan jelas kalau Lucas begitu mencintai perusahaan ini.

"Aku ingin cuti," katanya akhirnya, berbalik menghadap mereka. "Sementara saja, sampai urusanku selesai."

Lili menaikkan alis. "Cuti?"

"Ya," jawab Lucas mantap. "Ada seseorang ... yang membutuhkan bantuanku."

Rion menghela napas berat. "Katakan siapa, dan alasan kau ingin cuti dan terlihat serius seperti ini?" tanyanya.

Lucas menatap mereka. "Philip Newton. Teman lama dan juga yang membantuku membentuk Noir Cooperation."

Lili dan Rion saling pandang. Mereka mengenal Philip, mantan tentara yang mundur dan menjadi seorang pebisnis properti di Los Angeles, pria yang pernah menyelamatkan nyawa Lucas ketika ia nyaris diculik dalam perjalanan bisnis di Ohio dan yang membantu Lucas dalam membangun perusahaan Noir hingga besar seperti ini. Lili telah melihat informasi pria itu ketika mengawasi anak laki-lakinya tersebut.

"Philip tidak pernah meminta tolong," lanjut Lucas. "Tapi kali ini, dia memintaku langsung. Dan aku tidak mungkin menolak permintaannya. Dia sudah melakukan banyak hal untukku."

Lucas menarik napas, lalu mengeluarkan folder tipis dari dalam map kulitnya. Ia meletakkannya di meja marmer putih. "Ini tentang seorang gadis bernama Camellia Dawson, keponakan Philip dari pihak mendiang adik perempuannya."

Rion membuka folder itu. Di dalamnya, berisi laporan latar belakang, foto, surat wasiat tua, hingga salinan diagnosa medis.

"Dia buta?" tanya Lili, matanya melebar karena keterkejutan melihat diagnosa dari keponakan Philip.

Lucas mengangguk. "Sejak kecil. Dan sekarang, setelah orang tuanya meninggal dalam kecelakaan dua tahun lalu, dia dan adiknya, Nolan yang berusia enam belas diasuh oleh pamannya, Oliver Dawson, dan istrinya, Margaret. Tapi mereka ... bukan wali yang baik."

"Definisikan ‘bukan wali yang baik’," ujar Rion pelan.

"Mereka mengincar warisan Camellia. Jumlahnya tidak sedikit. Rumah keluarga Dawson, aset saham, dan sejumlah investasi yang ditinggalkan ayahnya, Alfred Dawson. Camellia belum menyadari semuanya, atau lebih tepatnya, tidak diberi akses. Semuanya dikendalikan Oliver. Philip tidak punya hak hukum untuk campur tangan, dan dia curiga ada sesuatu yang lebih gelap terjadi di dalam rumah itu. Terburuknya Philip sekarang dipenjara karena dituduh membunuh adik dan iparnya dan dibuat seolah kecelakaan. Tentu itu tidak benar, pria yang bahkan takut melukai makhluk kecil bagaimana mungkin bisa membunuh saudaranya sendiri."

"Philip dipenjara? Biar kutebak yang menuduh adalah pria bernama Oliver ini?" tanya Rion.

"Benar," jawab Lucas.

"Lalu kau berniat apa?" tanya Lili serius kali ini.

Lucas menatap ibunya lurus. "Masuk ke dalam."

Rion mengerutkan kening. "Masuk? Maksudmu?"

Lucas menarik satu dokumen terakhir. Salinan surat wasiat tua dari Alfred dan Vivian Dawson, orang tua Camellia.

"Menurut surat ini," katanya pelan, "Orang tua Camellia telah menyiapkan seorang tunangan untuk putri mereka. Seorang anak dari keluarga partner bisnis Alfred di masa lalu. Nama tunangannya belum tertulis, hanya disebutkan sebagai 'anak keluarga mitra yang akan ditentukan kemudian'."

Lili mulai mengerti. "Dan kau akan menjadi tunangan itu."

Lucas mengangguk. "Jika Camellia buta dan Oliver tidak mengenalku, maka tidak akan sulit untuk membuat penyamaran ini tampak masuk akal. Aku bisa masuk sebagai 'Lucas, putra dari keluarga Lorenzo' yang ternyata adalah tunangan yang disiapkan sejak dulu."

"Resikonya besar," gumam Rion.

"Jauh lebih besar jika aku tidak bertindak," balas Lucas cepat. "Camellia tidak hanya dikungkung secara hukum, tapi juga secara emosional. Laporan Philip menyebut ada potensi manipulasi, bahkan mungkin eksploitasi terhadap Camellia. Ia tinggal di rumah yang bukan hanya tidak memberinya kasih sayang, tapi juga menggerogoti sisa-sisa warisan dan martabatnya."

Lilia menatap ke arah jendela. Hujan mulai turun di luar. "Apa kau tahu apa yang akan kau hadapi di sana, Lucas? Orang-orang seperti Oliver tidak akan melepaskan mangsa mereka begitu saja."

"Aku tahu," jawab Lucas tenang. "Tapi aku juga tahu bagaimana cara memerangkap tikus. Kalian sendiri juga tahu itu."

Sunyi sejenak. Rion menutup folder, lalu menatap putranya dengan mata penuh pertimbangan. "Dan jika penyamaranmu terbongkar?"

Lucas tersenyum tipis. "Maka aku akan menggunakan cara lain, mungkin cara yang lebih ekstrem dan keras. Tapi sebelum itu, aku akan pastikan Camellia dan Nolan aman, dan semua warisan mereka kembali ke tangan yang semestinya."

Lili kembali melihat ke arah sang anak, menatap putranya dengan tajam. "Dan jika kau jatuh hati padanya?"

Lucas terdiam sejenak.

"Jika aku jatuh hati," katanya pelan, "maka aku akan memperjuangkannya bukan sebagai penyamar. Tapi sebagai seseorang yang benar-benar peduli. Bukankah aku belajar dari kalian berdua tentang bagaimana menghargai perempuan. Dan aku juga tidak bisa menduga apa yang akan terjadi ketika bersamanya. Kalau pun aku tidak jatuh hati, aku akan tetap memberikan keadilan untuk gadis itu dan hidup yang nyaman," lanjutnya.

Rion menyandarkan tubuh ke kursi. Lili hanya mengangguk pelan, tanda bahwa pikirannya sedang berjalan cepat. Keduanya tahu Lucas tak pernah melakukan sesuatu tanpa keyakinan penuh. Dan mereka tahu, saat Lucas memutuskan untuk bertarung demi seseorang ia tidak akan setengah hati. Rion tahu dengan pasti maksud ucapan dari istrinya tadi. Karena seperti Rion dulu, ia tidak pernah tahu kalau dirinya akan jatuh hati pada Lili hingga perempuan itu menjadi wanita yang paling ia cintai dan ibu dari anak-anak Rion.

Akhirnya, Rion berbicara setelah pertimbangan matang.

"Baik. Tapi kau akan tetap memantau bisnis dari jauh. Aku akan beri waktu empat bulan Jika dalam waktu itu kau gagal menyelesaikan ini, kau harus kembali," kata Rion tanpa terdengar nada memerintah.

Lucas mengangguk. "Deal."

"Dan satu hal lagi," kata Rion sambil berjalan ke arah Lucas. "Jangan terlalu percaya pada mereka. Bahkan pada gadis itu. Ingatlah dari pengalaman kita selama ini. Kita tidak pernah tahu mana yang menjadi penghianat."

Lucas menatap ayahnya, tahu pasti kenapa sang ayah mengatakan hal tersebut. "Aku hanya percaya fakta. Dan fakta yang kupegang sekarang adalah ... Camellia Dawson dan adiknya dalam bahaya. Begitu juga Philip di penjara yang bisa meregang nyawa kapan saja."

...***...

Dua hari kemudian, Lucas berdiri di Bandara Santa Monica, mengenakan jas hitam dan kacamata gelap. Bernard Shaw menjemputnya dengan mobil sedan tua milik rental lokal.

"Kau benar-benar datang. Orang Philip datang padaku kalau akan ada yang mendatangiku untuk bertemu dengan keponakan Philip," kata Bernard sambil tertawa kecil, meski matanya lelah.

Lucas menyalami pria paruh baya itu. "Senang bertemu denganmu, Mr. Bernard."

Mobil melaju meninggalkan bandara, menyusuri jalanan Santa Monica yang ramai tapi penuh senyap dalam percakapan mereka.

"Bagaimana kondisi Camellia?" tanya Lucas.

"Lebih buruk dari yang kukira," sahut Bernard. "Camellia lembut, sopan, tapi terlalu percaya pada paman dan bibinya. Dia pikir mereka hanya ‘tegas’ padanya, padahal sebenarnya sudah pada tahap mengekang. Adiknya, Nolan dimasukan ke dalam asrama yang mana tidak boleh keluar jika tidak sesuai jadwal yang tertera."

Lucas mengepal tangan. "Mereka akan percaya aku tunangan yang diwasiatkan orang tua Camellia?"

Bernard tersenyum kecil. "Mereka akan percaya, dengan reputasi nama Lorenzo dan salinan surat wasiat yang kau miliki, mereka akan percaya kau benar-benar tunangan Camellia. Mereka tamak, dan nama besar membuat mereka gelap mata. Tapi akan ada masalah rumit karena Oliver telah membuat Camellia bertunangan dengan pria dari perusahaan properti di Los Angeles."

Lucas menatap keluar jendela. "Bukan masalah besar. Aku yakin kalau tunangan Camellia itu sama bejatnya dengan paman dan bibir gadis itu. Sudah saatnya menempatkan bidak ke papan."

Bernard mengangguk. "Dan Camellia?"

Lucas menatap lurus ke depan, suaranya pelan. "Aku akan jadi pelindungnya. Sampai ia tahu siapa sebenarnya paman dan bibinya serta siapa yang bisa ia percaya."

Di Los Angeles, badai baru akan mulai. Tapi di dalam hatinya, Lucas sudah bersumpah, ia tidak hanya datang untuk menyelamatkan seorang gadis buta. Ia datang untuk membuka mata dunia, bahwa kegelapan sejati bukan pada mereka yang tidak bisa melihat, tapi pada mereka yang berpura-pura peduli namun manipulatif.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!