NovelToon NovelToon

Menjerat Calon Paman Tiri

Bab 1. Pulang

Lampu kabin redup, hanya cahaya lembut dari jendela oval yang menyusup masuk, menerangi kursi-kursi kulit mewah yang tersusun rapi dengan ruang kaki yang lega. Para penumpang eksekutif sibuk dengan dunia masing-masing.

Sebagian menyentuh layar hiburan pribadi, sebagian lagi menyesap sampanye dari gelas kristal ramping. Aroma lembut kopi arabika dan parfum mahal membaur di udara berpendingin.

Suara lembut pramugari menggema dari pengeras suara kabin, penuh ketenangan dan begitu profesional.

"Ladies and gentlemen, please make sure your seatbelt is fastened, your tray table is stowed, and your seat is in the upright position. We’ll be taking off shortly. Thank you for choosing to fly with us."

Beberapa penumpang membenarkan posisi kursinya. Pramugari melangkah tenang menyusuri lorong, memeriksa sabuk pengaman dan memberikan senyum ramah yang terkendali.

Dan beberapa saat kemudian, suasana mulai tenang, hanya terdengar dengungan pelan mesin yang bersiap bekerja lebih keras.

Di kursi baris ketiga dari depan, seorang wanita muda duduk menyilang kaki. Wajahnya menawan, dengan tatapan yang tampak jauh, seakan dunia di sekitarnya tak berarti. Jaket biru muda yang membungkus tubuh rampingnya kontras dengan interior kabin. Satu tangan menggenggam buku yang tak dia baca, satu lagi menopang dagunya dengan malas.

Dari dua baris di belakang, terdengar suara dua pria berbicara pelan namun tergesa, dan bahasa yang mereka gunakan. Wanita cantik bernama Airin itu mengerti, karena itu bahasa dari negaranya juga.

"Pemeriksaan ini hanya buang-buang waktu!" ujar pria yang menggunakan setelan begitu mahal.

"Maaf tuan, seperti yang dikatakan dokter Cornelis. Mungkin ini masalah psikologis. Apa tuan tidak akan mengikuti sarannya dan pergi ke psikiater..."

"Kamu pikir aku gilaa!" sela pria itu marah.

Airin menghela nafasnya panjang, penerbangan ini masih sangat panjang. Wanita itu menangkap beberapa kata, tapi matanya tetap tertuju ke luar jendela. Sekilas, matanya menyipit sedikit, bukan karena penasaran, melainkan karena jenuh. Airin. tahu pembicaraan itu tak biasa. Tapi ia tak ingin peduli. Karena memang dia pulang dengan tujuan lain ke rumah ayahnya. Ayah yang tak lagi pernah percaya padanya sejak kehadiran wanita yang telah menyingkirkan ibunya.

Airin memejamkan matanya. Dia masih bisa mengingat semua itu dengan jelas di kepalanya.

Dimana keluarganya sepuluh tahun yang lalu itu sangat bahagia. Saat itu ulang tahunnya yang ke 11. Seorang wanita datang mengaku telah di perlakukan sangat buruk oleh suaminya. Ibunya bernama Meisya, memberikan wanita itu perlindungan. Membantu perceraian wanita itu dengan mantan suaminya. Membiarkan dia dan adik wanita itu tinggal di rumah mereka.

Memperlakukan kedua wanita itu dengan sangat baik layaknya keluarga. Namun beberapa tahun kemudian, saat Airin juga mengerti ada yang tidak benar dengan ayah dan teman ibunya itu. Ibunya mulai sering bertengkar dan menangis karena ayahnya.

Airin yang kala itu masih SMP, tidak paham. Tapi saat Airin beranjak dewasa, ketika usianya sudah 17 tahun, dia tahu. Kalau ibunya telah di khianati oleh ayahnya.

Airin berusaha membela ibunya, tapi justru hal itu membuat ibunya dicap buruk oleh ayahnya karena di anggap tidak bisa mendidik anak.

Ibunya sakit, entah bagaimana bisa sakit. Dan malam itu, saat Airin memiliki firasat buruk. Airin pergi ke rumah sakit di tengah malam. Tidak mudah baginya pergi, karena ayahnya mengurungnya. Namun dia bisa pergi ke rumah sakit. Dan dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat wanita itu. Sahabat ibunya yang bernama Susan itu mencekik ibunya.

Airin bahkan tidak berdaya, karena adik dari Susan. Juga memukulnya dan menahannya saat akan membantu ibunya. Dia orang pria disana mencekal Airin. Airin hanya bisa menangis. Ketika ayahnya datang, wanita itu berpura-pura, menangis dan mengatakan ibunya terkena serangan jantung.

Berkali-kali Airin mengatakan pada ayahnya, kalau ibunya di cekik, ibunya di cekik oleh Susan. Tapi ayahnya tidak percaya, dan malah menamparnya.

Plakk

Airin yang berlinang air mata. Menatap sendu ke arah pria yang selama 18 tahun lamanya dia panggil ayah itu.

"Ayah..."

"Berhenti bicara tidak baik pada bibi Susan. Kamu harusnya bersyukur, ibumu ada yang menjaga saat dia sakit. Ibumu sudah sakit selama 3 tahun Airin. Beruntung ada bibi Susanmu yang merawatnya dengan tulus. Siapa yang mau merawat wanita tidak berguna seperti itu? malah kamu mengatakan hal yang tidak-tidak!"

"Ayah, aku melihatnya dengan mataku..."

"Masih saja berbohong!" sela Felix, ayah Airin.

"Mas Felix, jangan salahkan Airin. Aku memang sudah merawat kak Meisya setelah dia sakit bertahun-tahun. Tapi aku tahu, aku tidak akan bisa membuat Airin menyukaiku. Aku pergi saja ya mas"

Wanita itu berkata seolah dia yang tersakiti oleh Airin. Padahal Airin baru saja di pukul, di sudut bibirnya bahkan ada secercah cairan merah. Mungkin ada luka robek di tempat itu.

Tapi sepertinya hal itu sama sekali tidak terlihat oleh Felix. Yang dia lihat hanya air mata buaya Susan saja.

"Susan, kamu bicara apa. Meisya memang terlalu memanjakannya! biarkan saja dia. Kita urus pemakaian Meisya"

Airin terjatuh lemas. Semua orang meninggalkannya. Tidak ada yang percaya padanya. Ayahnya sendiri menuduhnya berbohong karena cari perhatian. Semua luka di tubuhnya, ayahnya bahkan tidak perduli sama sekali.

Airin benar-benar sendirian, hingga satu bulan setelah kematian ibunya. Ayahnya menikahi Susan, dan katanya wanita itu sudah hamil.

Hari-hari Airin sungguh berat. Dia bahkan tak ada bedanya dengan pelayan tinggal di rumah itu. Saat ayahnya ada, Susan akan berlagak sok menjadi ibu tiri yang baik. Adiknya juga, yang bernama Vivi itu. Dia berakting seolah sangat mengayomi Airin yang terus dibuat memiliki citra negatif di depan ayahnya.

Airin sering melawan, membantah. Tapi itu hanya mengakibatkan kebencian ayahnya padanya semakin besar. Dan membuat ayahnya sering menghukumnya.

Hingga ketika Airin diperintahkan untuk memasak oleh Susan. Entah bagaimana, wanita itu meracuni dirinya sendiri.

Airin tidak tahu apa-apa. Tapi Susan pada akhirnya celaka, masuk rumah sakit dan keguguran. Ayahnya memukuli Airin tanpa ampun. Dan menyuruhnya untuk tinggal di luar negeri. Supaya tidak membuat Susan sedih dan terus ingat pada luka lamanya. Dia menyuruh Airin tinggal di asrama kampus. Tapi diam-diam, Susan selalu mencuri uang bulanan untuk Airin. Hidupnya benar-benar penuh perjuangan selama tiga tahun ini .

Dugh

"Maaf nona, aku tidak sengaja" kata seorang pria yang tampak menyatukan kedua tangannya di depan Airin.

"Tidak apa-apa" jawabnya dengan suara serak, karena dia memang baru saja tertidur, dan memimpikan tahun-tahun paling berat dalam kehidupannya.

"Kamu orang Indonesia, kamu juga mau ke Indonesia?" tanya pria itu.

Airin mengangguk.

"Iya"

"Apa kamu tadi mendengar...."

"Aku baru terbangun karena tanganku tersenggol olehmu!" jawab Airin cepat.

Pria itu mengangguk.

"Oh iya, maaf ya" ucapnya yang segera di angguki oleh Airin.

***

Bersambung...

Bab 2. Tertarik

Pesawat yang di tumpangi oleh Airin itu transit di Dubai. Mereka berada di bandara untuk beberapa saat. Yang dilakukan Airin juga hanya berdiam diri di lounge yang ada di sana. Namun dua pria yang tadi berada di belakang tempat duduknya sepertinya juga berada di tempat itu. Dan yang satunya, terlihat sangat tidak senang.

"Tuan yakin mau menunda pernikahan lagi? sudah satu tahun bertunangan, apa tidak sebaiknya dicoba saja. Siapa tahu dengan istri sah bisa..."

Pria yang tadi minta maaf pada Airin menggerakkan telunjuknya lurus tegak dan turun lalu seperti itu lagi, beberapa kali. Airin bukan gadis polos yang tidak mengerti. Sepertinya pria yang berada di depan pria yang menyenggolnya tadi memang punya masalah dengan juniornya.

Tapi karena itu bukan urusan Airin. Airin memalingkan wajahnya ke tempat lain. Saat dia akan menggeser duduknya, dia malah tidak sengaja menabrak seseorang yang menumpahkan minuman di jaketnya.

"Nona, maafkan aku! aku tidak sengaja?" kata pelayan yang ada di lounge itu dengan wajah yang terlihat takut dan panik.

Airin hanya mendesah kasar. Dia pernah berada di situasi itu. Dan memang, hal itu benar-benar akan membuatnya panik. Jika Airin marah, pasti manager lounge bandara itu akan memarahi pelayan itu. Mungkin hal paling buruk yang bisa terjadi adalah pelayan itu akan di pecat.

Airin berdiri dan menyeka sisa air di jaketnya itu dengan tangan.

"Tidak apa-apa, tidak masalah. Kamu tidak sengaja! aku akan membersihkan jaketku di toilet!" ujar Airin dengan bahasa Inggris tentunya.

Dan ketika Airin sedang mencari toilet, dia tidak menemukannya setelah beberapa waktu. Dia pun ingin kembali ke tempat tadi, mencoba mencari orang untuk bertanya. Dan saat Airin berbalik.

Brukk

Airin menabrak seseorang yang berjalan di belakangnya. Pria itu sama sekali tidak menyentuhnya, tapi karena Airin takut jatuh. Dia pun merangkulkan kedua tangannya ke leher pria itu.

Airin menatap pria yang terlihat marah itu. Menyadari dia telah berbuat lancang, dia pun segera berusaha berdiri.

"Maaf tuan, aku tidak sengaja! maaf!" Airin segera berlari menjauh dari pria itu.

Bagaimanapun, dia tidak mengenal pria itu. Dan langsung merangkulnya seperti itu. Entah apa yang pria itu pikirkan, Airin sama sekali tidak ingin terlibat masalah. Dia benar-benar harus pulang. Ada yang harus dia lakukan.

Pria itu terdiam. Pria dengan setelan jas mahal itu menyentuh dadanya. Dan wajahnya terlihat bingung.

"Aku tidak mendorongnya! kenapa aku tidak mendorongnya?" gumamnya terlihat bingung.

Pria tampan nan rupawan itu adalah Samuel Fernando Soler. Dia adalah pewaris Soler company yang begitu terkenal dan begitu besar. Perusahaan multinasional yang begitu ditakuti pesaingnya.

Hanya saja, pria itu punya masalah yang tidak bisa dia ceritakan pada sembarang orang. Dia tidak tertarik sama sekali, tidak bisa bangkit, tidak bisa tegak, meskipun ada wanita yang menggodanya, bahkan tanpa busanaa. Dan jika ada wanita yang nekat memeluknya dengan sentuhan aneh, dia akan sangat emosi dan selalu mendorong wanita itu menjauh. Namun tadi, saat Airin merangkul lehernya, kulit tangan Airin bersentuhan dengan begitu dekat dan cukup lama dengannya. Samuel tidak merasa tidak nyaman.

Airin mendengus kesal, dia hanya bisa melepaskan jaketnya dan menyimpan di dalam tasnya ketika panggilan untuk kembali ke pesawat menggema di bandara.

Airin kembali duduk di tempatnya, untungnya ada selimut di sana. Hingga dia bisa menutupi kaosnya yang memang agak tipis itu. Masih ada 8 jam perjalanan lagi. Airin memilih untuk kembali tidur. Karena mungkin saat kembali ke rumah. Dia tidak akan bisa langsung istirahat.

Dia pulang, tepat di anniversary pernikahan ayahnya dengan Susan, ibu tirinya. Dia tidak mungkin tidak muncul dan hanya beristirahat di kamarnya. Ayahnya akan marah lagi padanya.

Samuel terus melirik ke arah belakang. Entah kenapa, dia begitu penasaran dengan wanita yang ternyata berada satu penerbangan dengannya itu.

Hingga saat semua orang tampak tenang karena memang mereka sudah tertidur. Samuel mendengar suara seperti orang ketakutan dari arah belakang.

Samuel memberanikan dirinya menoleh. Dan ternyata, wanita yang tadi tak sengaja bertabrakan dengannya itu. Terlihat seperti orang yang sedang mimpi buruk.

Samuel melihat keringat di dahi dan pelipis wanita itu, padahal ruangan ini sangat dingin. Samuel melihat ke depan, bahkan asisten pribadinya Billy kuha sedang tidur.

Pria itu ingin berdiri, membangunkan wanita yang terlihat sangat tidak nyaman dan ketakutan itu. Tapi seorang pramugari sudah lebih dulu menghampiri Airin.

"Nona, nona" panggil pramugari itu sambil menepuk pelan punggung tangan Airin.

"Hahh" Airin terlihat membuka matanya dengan cepat.

Bahunya naik turun karena nafasnya tersengal-sengal.

"Nona baik-baik saja? apa ada yang sakit? ada yang tidak nyaman?" tanya pramugari itu dengan sopan dan tenang.

"Maaf, maaf aku mimpi buruk. Boleh aku minta air?" tanya Airin.

"Tentu saja, jika aku pergi mengambil air apa tidak masalah?" tanya pramugari itu.

"Tidak apa-apa, aku tidak akan tidur lagi" jawab Airin.

"Baiklah, tunggu sebentar nona" ujar pramugari itu dan langsung pergi.

Samuel yang duduk kembali di tempatnya tampak berpikir. Tapi dia yang memang cuek, dan dingin. Malah enggan menoleh lagi. Dia malah khawatir dituding kepo.

Sedangkan Airin, dia menyeka wajahnya dengan tissue. Mimpi yang dia alami memang sangat buruk. Kejadian tiga tahun ini itu terus saja menghantuinya.

Kejadian dimana dia terjebak situasi, tidak bisa mengelak. Karena tidak diberi kesempatan berbicara sama sekali. Dimana untuk pertama kalinya, setelah 18 tahun untuk kali pertamanya ayahnya memukulinya.

Untuk kali pertama, dia berdarah karena ayahnya, tangannya luka. Tangan itu, bahkan di siram dengan air panas, hingga lukanya pun masih ada sampai saat ini. Di lengan bagian bawahnya. Itu sangat menyakitkan.

Karena itu kemanapun dia pergi, dia selalu menggunakan jaket. Bukan malu, hanya saja tidak ingin membuat orang lain merasa jijik.

Namun setelah menyeka keringat, tangan Airin terkepal.

'Aku kembali ayah, aku akan meminta kalian semua membayar apa yang sudah kalian lakukan pada ibuku' batinnya begitu bertekad.

***

Bersambung...

Bab 3. Nona Sulung

Airin melangkahkan kakinya keluar dari bandara. Kota yang sudah dia tinggalkan selama tiga tahun ini sepertinya tidak banyak berubah, sebelum keluar Airin sudah mengeringkan jaketnya dan menggunakannya lagi.

Dan di saat yang sama, Samuel dan asistennya Billy juga sudah keluar dari bandara. Mereka menunggu supir yang akan datang menjemput mereka. Hari sudah mulai gelap, Airin masih berdiri tanpa ada niat memesan taksi atau beranjak dari tempatnya berdiri.

Mobil Samuel sudah datang, Billy segera membuka pintu mobil itu. Tapi bosnya terlihat masih fokus memperhatikan sesuatu di tempat lain. Billy juga menoleh ke arah yang sama.

Dan Billy melihat wanita yang tidak sengaja dia senggol tadi.

"Bos, bos..."

Samuel menoleh ke arah Billy yang terlihat tersenyum canggung.

"Apa aku perlu kesana dan mengatakan pada nona itu, dia bisa menumpang di mobil..."

"Bicara apa kamu?" sela Samuel terlihat marah.

Billy langsung menutup rapat mulutnya dan mundur beberapa langkah.

"Memangnya ini mobilmu? sampai kamu bisa membiarkan siapapun menumpang!" ujarnya yang langsung masuk ke dalam mobil itu dengan buru-buru.

Billy menutup pintu dan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

'Kalau tidak mau diberi tumpangan, kenapa sejak tadi diperhatikan?'' batin Billy merasa bingung.

Mobil Samuel melintas di depan Airin yang masih berdiri sambil melihat langit yang sudah mulai menjadi gelap.

Samuel juga tidak tahu mengapa, tapi saat dia melewati Airin. Pandangannya benar-benar tak bisa berbohong. Dengan sendirinya dia menoleh ke arah Airin.

Billy yang masih fokus dengan pekerjaannya sama sekali tidak memperhatikan itu. Kalau dia tahu, mungkin dia akan bicara lagi dan membuat Samuel makin kesal padanya.

'Wanita ini, apa yang menarik darinya?' batin Samuel.

Sedangkan Airin sendiri, dia memang masih berdiri di tempat itu selama hampir satu jam. Sampai akhirnya dia terkekeh lirih sendiri.

"Apa yang aku harapkan? meski aku sudah mengirim pesan pada ayah kalau aku sudah sampai, bahkan perjalanan dari rumah sampai bandara tidak sampai setengah jam. Tapi aku masih disini, apa yang aku harapkan?" gumamnya.

Sebenarnya dia menunggu ayahnya menjemputnya. Atau paling tidak, setelah dia mengirimkan pesan satu jam yang lalu. Ayahnya mau mengirimkan supir untuk menjemputnya. Tapi, ternyata semua harapannya itu sia-sia.

Airin tertawa lirih. Dia sadar, seharusnya dia tidak lagi berharap pada ayahnya. Tapi, apakah mengirimkan seorang supir saja tidak terpikir. Apakah dia memang sudah dilupakan? Padahal meski tiga tahun ini, ayahnya tidak pernah mengirimkan uang bulanan. Dan hanya mengirimkan biaya kuliah, itupun langsung di bayarkan ke universitas. Tapi, Airin masih merasa dia punya ayah. Masih mengakui keberadaan ayahnya.

Airin menghela nafas panjang. Lalu menghampiri sebuah taksi yang ada di bandara itu.

Sepanjang perjalanan, dia melihat semua tempat yang cukup lama dia tinggalkan itu. Tidak banyak yang berubah, hanya beberapa bangunan baru, dan toko-toko buku yang dulu dia datangi dekat sekolahnya sudah berganti nama.

Tiga tahun bukan waktu yang singkat, tapi dia rasa, juga bukan waktu yang terlalu lama. Hingga mobil itu berhenti di sebuah rumah dengan pagar tinggi, berlantai dua dengan pekarangan yang begitu luas.

Cahaya lampu, dan lantunan musik romantis terdengar begitu Airin turun dari mobil taksi yang dia tumpangi dari bandara tadi.

Menatap rumah yang sudah dia tinggalkan selama tiga tahun, padahal sejak dia lahir, dia dulu tinggal disana. Rasanya ada perasaan yang membuat dadanya penuh. Airin tersenyum, menghela nafasnya dengan sangat panjang. Itu adalah pesta anniversary ayahnya dan ibu tirinya. Jika ada yang melihatnya sedih, maka itu akan menjadi kesempatan bagus untuk Susan dan Vivi membuat masalah untuknya.

Pintu pagar itu terbuka, satpam yang bekerja disana. Bukan lagi satpam yang bekerja selama 18 tahun dia lihat.

"Selamat malam, nona cari siapa?" tanya satpam itu dengan tatapan curiga.

Penampilan Airin memang sangat biasa. Dia membiarkan rambut lurusnya tergerai. Dengan jaket dan celana panjang biasa, harganya juga tidak terlalu mahal.

"Aku Airin, anak ayah Felix" jawabnya.

Satpam yang tadinya melihat dengan tatapan aneh itu langsung menaikkan kedua alisnya.

"Oh, nona sulung. Silahkan, saya bantu bawakan kopernya!" ujar satpam itu.

Airin mengangguk, setidaknya ayahnya mengenalkan dirinya sebagai nona sulung di rumah ini.

"Bibi Ratih sering cerita tentang nona..."

Langkah Airin yang tadinya cepat, melambat. Dia berpikir, ayahnya yang menceritakan tentang dirinya pada satpam rumahnya itu. Ternyata malah bibi Ratih. Salah satu pelayan yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah ini. Harapannya pada ayahnya benar-benar terlalu tinggi.

"Nona sulung sekolah di Jerman, apa Jerman itu sangat bagus nona?" tanya satpam itu.

"Bagus" jawab Airin pelan seadanya.

Hingga satpam itu mengajak Airin lewat pintu samping, tanpa harus terlihat oleh orang-orang yang sedang berpesta di pekarangan utama rumah ayah dan ibunya itu.

Airin tidak bertanya pada satpam itu, mungkin dia sudah di instruksikan melakukan itu. Sayangnya, satpam itu malah berhenti di salah satu paviliun samping rumah mewah itu.

"Ini..." Airin menjeda ucapannya ketika satpam itu membuka pintu.

"Bibi Ratih sedang sibuk melayani para tamu nona. Kata bibi Ratih, kamar lama nona sulung di rumah utama itu, sudah dibuat ruangan lukis nyonya muda kedua. Bibi Ratih yang minta pada nyonya besar untuk bisa merapikan paviliun ini. Karena kata bibi, nyonya meminta bibi Ratih untuk merapikan gudang jika nona sulung pu...."

Satpam itu menjeda ucapannya. Dia juga menghentikan gerakan tangannya yang membuka lebar pintu paviliun yang berderit itu. Satpam itu saja merasa, kalau apa yang dilakukan oleh nyonya besarnya itu keterlaluan. Bagaimana bisa membiarkan nona sulung rumah ini tidur di kamar yang tadinya bekas gudang.

Satpam itu merasa tidak enak pada Airin. Dia berbalik dengan gerakan yang sangat lambat.

"Maafkan aku nona"

Airin tersenyum pada satpam itu. Dia sudah belajar banyak hal setelah dia tinggal sendirian di luar negeri. Dimana dia bahkan pernah hanya makan satu kali dalam satu hari, selama satu bulan karena memang hanya itu saja jatah dari asrama. Dia bisa bertahan. Hal seperti ini, dibandingkan dengan bagaimana dia bertahan hidup sendirian di Jerman. Ini bukan masalah sama sekali.

"Tidak apa-apa. Kamu kembalilah bekerja, aku harus bersiap. Tidak mungkin di pesta ulangtahun pernikahan ayahku, aku tidak hadir!" kata Airin dengan nada datar sekali.

Tidak ada intonasi yang menunjukkan kalau dia kesal atau marah karena masalah kamarnya yang harus terpisah dari rumah utama.

"Baik nona sulung, jika butuh apapun. Telpon saja ke pos. Kami ada disana 24 jam, bergantian!"

Airin mengangguk. Setelah satpam itu pergi, dia masuk ke ruangan yang memang hanya ada satu kamar mandi, satu dapur kecil, dan satu ruangan tengah tanpa tempat tidur itu. Itu memang hanya sebuah paviliun, yang kadang digunakan untuk tamu jauh yang menginap. Atau bahkan untuk pelayan yang masih di training dulu oleh mendiang ibunya.

Satu buah matras besar, yang Airin yakini itu adalah sesuatu yang disiapkan oleh bibi Ratih menjadi tempat Airin duduk.

Wanita itu kembali menghela nafasnya dengan begitu panjang sampai bahunya terangkat naik.

"Sambutan yang sangat hangat Susan. Jika kamu pikir aku akan sedih dan menangis, maka kamu salah. Baiklah, meski caramu ini seperti tidak menerima kedatanganku kembali. Tapi aku tidak akan menyerah, aku akan tunjukkan pada semua orang! nona sulung keluarga Rahardian, masih ada!" ucapnya dengan rahang sedikit mengeras.

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!