NovelToon NovelToon

LUCKY BABY- WANITA KARIR BERTRANSMIGRASI MENJADI BAYI

MENJADI BAYI

Diawal musim panas, penduduk di desa Sukorejo sibuk bekerja. Semua orang turun kesawah untuk mulai menanam padi, tak terkecuali keluarga Supardi yang beranggotakan tiga orang pria yang tetap semangat meski keringat telah membasahi tubuh mereka.

Matahari musim panas kali ini sangat terik, namun anggota keluarga Supardi yang menjadi buruh tani dengan kedua anaknya sama sekali tak mengeluh karena menjadi buruh tani merupakan pekerjaan utama mereka untuk menghasilkan uang agar bisa dipergunakan menyambung hidup, sehingga mereka tak lagi banyak mengeluh.

Hari sudah sore, namun karena sawah yang harus mereka tanami padi masih tersisa banyak, ketiganya tak berhenti bekerja hingga seluruh lahan hari ini selesai dikerjakan.

Dari pinggir sawah, Peno, teman Gito putra sulung Supardi berteriak dengan lantang. “Gito, suruh bapakmu cepat pulang! ibumu sudah mau melahirkan dirumah!”, teriaknya dengan suara keras.

Mendengar jika ibunya mau melahirkan, Gitopun berjalan mendekati bapaknya yang berada ditengah sawah dengan langkah kaki lebar.

“Pak, ibu mau melahirkan. Bapak pulang saja dulu, sisa pekerjaan bapak, biar aku dan Aan yang mengerjakannya”, ucap Gito bijak.

Mendengar jika istrinya hendak melahirkan, Supardi pun menyerahkan bibit padi yang hendak dia tanam ketangan Gito. Dengan langkah lebar, dia bergegas naik keatas dan segera berlari ke rumah.

Sementara itu, didalam rumah sederhana dengan tembok gedek (anyaman bambu yang digunakan untuk dinding rumah atau pagar), seorang wanita berusia 30 tahun terlihat tengah berusaha untuk mengeluarkan bayi dalam perutnya.

Clinggg!

Cahaya terang berwarna kuning keemasan masuk kedalam perut wanita yang tengah menanti kelahiran bayinya dengan wajah pucat dan mandi keringat, membuar mak Supat, dukun bayi yang membantu proses persalinan tercenggang sesaat.

"Subhanallah ! itu tadi apa? semoga apapun itu, bukan hal buruk bagi Srikandi dan bayinya",

Ketika Clarissa terbangun, dia mendapati dirinya dikelilingi oleh cairan hangat dan ada sesuatu yang seolah  mendorongnya untuk bergerak keluar.

“Sistem, dimana aku sekarang?”, tanyanya memastikan.

[DING!!!]

[Host saat ini berada didalam rahim seorang wanita berusia 30 tahun bernama Srikandi yang sebentar lagi akan melahirkan Host]

Clarissa yang mendengar penuturan system sangat terkejut, “Apa! Aku menjadi bayi!”, teriaknya syok.

[Ya. Host terlahir sebagai bayi dalam keluarga buruh tani yang miskin sebagai anak keempat. Misi Host kali ini adalah membuat keluarga Host keluar dari jurang kemiskinan dan membawanya kedalam masa kejayaan]

Clarissa yang mendengar suara system yang semakin lama semakin pelan pun merasa cemas. “Sistem, kenapa suaramu semakin lama semakin pelan?”, tanyanya penuh kecurigaan.

[Maaf Host. System sebentar lagi akan tertidur karena sudah habis waktunya. Host bisa kembali mengaktivkan  sistem setelah Host melakukan 100 kebajikan]

Mendengar jika system akan menghilang, Clarissa yang tak tahu dia berada dimana tentu saja merasa sangat panik.

“Sistem! Bagaimana kamu bisa meninggalkanku seperti ini! bagaimana nasibku selanjutnya jika kamu tidak mendampingiku didunia asing ini”, ucap Clarissa cemas.

Jika bukan terlahir sebagai bayi, membuat seratus kebajikan agar sistem yang dimilikinya bisa bangkit dan membantunya sangat mudah. Tapi sekarang, sebagai bayi yang belum bisa berjalan dan berbicara, bagaimana dia bisa melakukan kebaikan jika menopang dirinya sendiri saja dia masih belum mampu.

Sistem yang merasakan ketegangan dalam diri Clarisaa pun memberi wanita itu sedikit penghiburan.

[Tenang saja, meski system tak ada, Host tak akan sendiri karena didunia ini, selain kemampuan khusus yang Host miliki didunia sebelumnya masih tetap ada, Host juga memiliki kemampuan untuk bisa meramal masa depan. Host juga memiliki ruang dimensi dimana Host bisa memasukinya kapan saja. Disana, Host bisa berlatih dan juga mencari berbagai macam informasi mengenai era saat ini. Selama Host berada di ruang dimensi, didunia nyata, Host seperti sedang tertidur karena hanya jiwa Host yang bisa masuk, bukan fisik Host]

Apa yang sistem jelaskan, membuat Clarissa merasa sedikit tenang. Setelah mengatakan hal tersebut, system sepenuhnya menghilang. Clarissa yang melihat cahaya terang, secara naluriah bergerak mengikuti arus dan tak lama kemudian, diapun terlahir kedunia.

Mak Supat, dukun bayi yang membantu persalinan Srikandi langsung menepuk pantat montok bayi perempuan yang baru saja wanita itu lahirkan ketika tak mendengar suara tangisannya.

Oekkkk!

Tangis nyaring bayi terdengar, senyum cerah mak Supat terpatri diwajah tuanya. Setelah memeriksa semua anggota tubuh, kedua tangan dan kaki serta jemari bayi perempuan tersebut lengkap tanpa ada kekurangan apapun, wanita tua itupun segera membungkus bayi merah yang penuh darah itu keluar untuk dibersihkan.

“Dasal wanita tua jahat! Bagaimana kamu bisa menepuk pantat kecilku dengan kuat!”, ucap Clarissa penuh amarah.

Srikandi yang mendengar suara umpatan seorang gadis kecil dengan nada yang sedikit cadel, segera menyapu seluruh kamar yang dipergunakan untuk melahirkan untuk mencari anak siapa yang masuk kedalam kamarnya dengan ekpresi ketakutan.

Tak mendapati siapapun, Srikandi pun segera merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lemas. “Mungkin aku terlalu kelelahan karena melahirkan hingga berhalusinasi karena tak mungkin ada hantu sore-sore begini”, gumannya dalam hati.

Tak lagi mendengar suara yang mencurigakan itu, Srikandi yang baru saja melahirkan dan sedikit kelelahan, mencoba untuk memejamkan kedua matanya barang sejenak sambil menunggu mak Supat membersihkan tubuh bayinya dibelakang rumah.

Begitu selesai memandikan bayi yang baru saja dilahirkan dan mengubur ari-arinya, mak Supat pun bergegas masuk kedalam kamar dan menyerahkan bayi perempuan cantik yang baru saja dilahirkan kepada Srikandi untuk disusui.

Meski enggan minum asi, tapi Clarissa yang merasa jika dia tak bisa menolak karena tubuh munggilnya sekarang memerlukan asi pertama agar sistem imunnya kuatpun segera menghisap sumber makanannya dengan rakus.

Ketika Srikandi tengah menyusui putri cantiknya, mak Supat,  perempuan tua itu membersihkan tubuh Srikandi dan menaruh semua pakaian kotor yang terkena noda darah kedalam sebuah ember plastik yang tadi dia bawa dari belakang.

Setelah tempat tidur untuk melahirkan dan tubuh Srikandi bersih, mak Supat membantu wanita itu untuk berganti pakaian setelah bayi mungilnya yang sudah kenyang tertidur.

"Istirahatlah, jangan lupa nanti suruh suamimu menyeduh jamunya. Aku akan pergi ke belakang menaruh pakaian kotor ini dan menunggu suamimu datang", ucap mak Supat sebelum sosoknya menghilang dibalik selambu yang menjadi penutup pintu kamar.

Supardi yang baru tiba dirumah segera membersihkan diri dikamar mandi dan berganti pakaian sebelum masuk untuk melihat istri dan anaknya yang baru lahir.

Begitu keluar dari bilik, Supardi berpapasan dengan mak Supat yang tengah membawa pakaian Srikandi yang penuh noda darah.

"Taruh disamping sumur aja mak,  sebentar lagi akan aku cuci", ucap Supardi sambil bergegas masuk kedalam rumah.

Tak lama kemudian,  lelaki berusia 35 tahun itu keluar dan memberikan amplop kepada perempuan tua didepannya.

"Mak,  terimakasih sudah membantu persalinan istriku", ucap Supardi tulus.

Selain menyalami mak Supat, Supardi juga membawakan perempuan tua itu hasil ladangnya yang dikemas dalam sebuah keranjang bambu.

"Selamat ya le,  putrimu sangat gemuk dan cantik. Karena lahir di hari minggu pon, dia akan memiliki kecerdasan luar biasa dan keberuntungan yang bagus. Insyaallah, rejeki keluarga mu setelah ini akan mengalir dengan deras karena bayi perempuan mu itu membawa keberuntungan yang besar sepanjang hidupnya", ucap mak Supat.

Supardi mengkerutkan keningnya sangat dalam,  "Bukankah sekarang masih sabtu mak,  kenapa wetonnya bisa minggu?,  tanyanya bingung.

"Ini sudah ba'da ashar.  Menurut orang tua, bayi yang lahir diwaktu seperti ini, wetonnya sudah ikut hari esok", ucap mak Supat menjelaskan.

Supardi hanya bisa menganggukkan kepala.  Sebagai orang muda yang tahu banyak hal,  dia mendengarkan semua saran yang diberikan oleh orang yang lebih tua dan menghargainya, jika itu dirasa bermanfaat.

Meski Supardi sudah memiliki empat anak setelah putrinya lahir,  mak Supat tak hentinya memberikan wejangan mengenai apa saja yang boleh dan tak boleh dilakukan.

Setelah memberikan banyak wejangan,  mak Supat pun segera pulang sementara Supardi bergegas masuk untuk melihat kondisi istri dan bayi cantiknya tanpa keduanya sadari ada sepasang mata yang sejak tadi mengawasi mereka dari balik pohon jagung yang rimbun diladang samping rumah.

Merasa mendapatkan informasi penting,  sosok perempuan paruh baya itupun bergegas pergi dengan cepat sambil tersenyum lebar sambil membayangkan berapa banyak uang yang akan dia dapatkan sebentar lagi.

***

Begitu masuk kedalam kamar, Supardi melihat istrinya tengah berbaring diatas ranjang dengan wajah pucat dan lemah.

Disampingnya, terbungkus selimut bertambal, ada sosok bayi mungil yang cantik dengan kulit putih bersih.

Putri kecilnya yang cantik tampak tertidur lelap dengan mata terpejam, cahaya terang yang sedikit menyilaukan keluar dari tubuh mungilnya, membuat Supardi terkejut sesaat sebelum dia kembali menormalkan ekpresinya setelah mengingat apa yang tadi mak Supat ceritakan kepadanya.

"ini putriku", guman Supardi dalam hati penuh kegembiraan.

Supardi menggosok-gosokkan kedua tangannya dan hatinya nyaris meleleh hanya dengan sekali pandang.Iapun berjalan pelan menuju ranjang, tak ingin membangunkan istri dan putrinya yang cantik.

Kulit bayinya sangat putih dan lembut. Bayi dalam selimut tidak seperti bayi pada umumnya yang berwarna merah dan kulitnya sedikit keriput.

Bayi mungilnya, selain kulitnya sangat putih juga sangat halus. Sangat beda dengan ketiga anak lelakinya yang kasar.

Supardi tidak akan pernah mengakui bahwa dia sudah memiliki rasa pilih kasih untuk anak-anaknya tanpa dia sadari.

Pria berusia tiga puluh lima tahun itu berdiri disamping ranjang, memandangi anak perempuannya yang cantik dan montok dengan wajah penuh kegembiraan.

Bahkan diujung matanya, butiran bening menggenang, sekali saja dia berkedip, maka butiran bening itu akan langsung meluncur deras.

Srikandi yang terbangun setelah merasakan kehadiran seseorang, tak bisa untuk tak tersenyum melihat wajah bodoh suaminya.

“Dasar lelaki! Melihat sedikit keindahan langsung terbuai!”, gumannya sinis.

Meski mulutnya berkata sinis namun dalam hatinya, ada kegembiraan yang terpancar karena keduanya memang mengharapkan anak perempuan sejak lama.

Mendengar ucapan ketus sang istri, Supardi tak marah, justru dia tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang putih kearah istrinya.

“Aku sangat senang. Akhirnya, ada bunga indah didalam rumah ini”, ucapnya penuh kegembiraan.

Meski ketiga anaknya tak terlalu nakal, tapi ada empat orang lelaki dan satu perempuan dalam rumah, membuat kondisi rumah tak pernah rapi.

Ada saja cara yang dilakukan oleh ketiga anak lelakinya untuk selalu membuat rumah acak-acakan. Dan kehadiran putrinya ini, Supardi harapkan bisa menjadi seseorang yang bisa meringankan pekerjaan sang istri dirumah.

Setidaknya, anak perempuan tak terlalu mengacau dibandingkan anak lelaki yang memiliki tenaga lebih besar dan sulit dikendalikan.

SUARA HATI TERDENGAR

Sebelum matahari benar-benar tenggelam, kedua anak Supardi, Gito dan Aan datang dari sawah, disusul oleh si bungsu Narto yang tubuhnya penuh dengan lumpur setelah main bersama teman-temannya dipematang sawah sambil menunggui kedua kakaknya bekerja.

“Mandi dan bersihkan badan kalian, baru bisa masuk!”, Supardi sudah menghadang ketiganya di depan pintu sambil berkacak pinggang, membuat ketiganya pun hanya bisa mendengus kesal berjalan ke belakang menuju sumur untuk mandi.

Dimasa ini, beberapa rumah sudah memiliki sumur dan memiliki bilik dari kayu sebagai tempat untuk mandi. Tapi kebanyakan anak lelaki mandi langsung di tepi sumur dan kamar mandi hanya dipergunakan oleh orang dewasa saja.

“Bapak benar-benar pelit! Masa mau masuk dan melihat adik saja harus mandi dulu!”, gerutu Narto, sambil mengerucutkan bibirnya karena kesal.

“Adik itu masih bayi. Kalau kamu masuk kerumah dalam keadaan kotor, kasian adik kalau sampai kena kuman dan sakit”, ucap Aan, anak kedua dengan bijaksana. Menuturkan apa yang pernah diajarkan oleh gurunya disekolah.

Ya, Aan dan Gito sudah bersekolah. Aan kelas 3 SD sementara Gito sang kakak sudah berada dikelas 6 SD.

Mereka membantu pekerjaan ayah mereka disawah selepas pulang sekolah sehingga bisa mendapatkan uang untuk meringakan beban kebutuhan keluarga tapi tak meninggalkan kewajiban mereka sebagai pelajar.

Sementara adiknya, Narto yang berumur enam tahun, tahun depan baru akan masuk SD.

Di era tahun 80 an, bagi keluarga miskin, banyak anak yang tak bisa masuk TK karena minimnya dana sehingga mereka akan langsung memasukkan sang anak ke SD setelah usianya menginjak tujuh tahun.

Begitu badan tiga bersaudara ini telah bersih dan berganti pakaian, ketiganya pun masuk kedalam kamar kedua orang tuanya yang hanya ditutupi oleh selambu.

“Ibu, apakah adikku sudah bangun?”, tanya Narto bersemangat.

“Adikmu masih tidur. Apa kamu mau lihat?”, tanya Srikandi kearah bocah lelaki berusia enam tahun itu.

Narto sangat bersemangat dan segera maju untuk melihat adik perempuannya. “Cantik sekali. Pipinya juga sangat lembut”, ucapnya sambil telunjuknya menoel-noel pipi sang adik.

“Adik sangat cantik, siapa namanya bu?”, tanya Aan sama bersemangatnya dengan Narto yang kini telah mengelus pipi lembut dan cubby adik perempuannya yang baru lahir.

“Namanya Lestari. Kalian bisa memanggilnya Tari”, jawab Sri sambil tersenyum hangat.

Suasana berisik membuat bayi perempuan tersebut terusik dan terbangun. “Ck, belisik sekali. Sangat mengganggu!”, gerutunya tak senang.

Deg,

Semua orang dalam ruangan terdiam mendengar suara seorang gadis kecil dengan akses cadel yang tampaknya sedang memarahi mereka.

Bahkan Supardi yang baru masuk setelah selesai menyeduh jamu habis melahirkan yang dibuat mak Supat hanya bisa terdiam membeku di pintu kamar, sambil mengarahkan kedua bola matanya, menyusuri seluruh isi kamar.

“Mas, siapa tadi yang memarahi kita?”, tanya Narto berbisik kepada Aan dengan ekpresi ketakutan.

Tak ada respon dari Aan, Nartopun menggoyang-goyangkan lengan sang kakak. “Mas! Mas tadi dengar kan suara itu”,ucapnya lagi.

Aan yang ditanya pun hanya bisa mengangguk tanpa bersuara karena dia sendiri juga masih terkejut.

Bayi perempuan yang terbaring dalam buntalan selimut diatas ranjang, sudah sadar sepenuhnya. “Apa ini kelualgaku?”, ucapnya sambil mengamati satu persatu orang yang ada dalam ruangan.

Selama tidur, dialam bawah sadarnya dia memasuki ruang dimensinya dan mendaptkan banyak informasi penting mengenai kehidupan masyarakat di era tahunn 80 an, terutama mengenai struktur keluarga dan kondisi mereka yang dijelaskan dengan begitu rinci sehingga diapun bisa mempelajarinya dengan seksama.

Saat ini, dia terlahir sebagai bayi di era tahun 80 an didalam keluarga miskin yang berada di desa Sukorejo, salah satu desa di kaki gunung yang mayoritas penduduknya hidup sebagai petani.

Karena keluarga mereka sangat miskin dan tak memiliki lahan maka ayah, ibu dan kedua kakaknya yang sudah cukup umur bekerja sebagai buruh tani untuk membantu perekonomian keluarganya.

Menyadari jika tampaknya yang tadi berbicara adalah bayi yang ada disamping Srikandi, semua orang pun memusatkan perhatian kepada Tari.

Tari tak tahu jika suara hatinya bisa didengar oleh keluarganya, masih sibuk mengabsen satu persatu orang yang ada dalam kamar.

“Yang sangat cantik ini pasti ibuku”, ucapnya sambil menatap Srikandi dengan lembut.

“Dan yang tampan sambil memegang gelas itu pasti ayahku”, ujarnya lagi, membuat Supardi yang baru melangkah masuk kembali membeku ditempat mendengar suara yang mengenalinya.

Sebelum Supardi dan yang lainnya kembali bereaksi, suara lembut dan halus itu kembali terdengar.

“Yang menatapku tajam ini pasti ketiga kakak lelakiku”, ujarnya lagi.

Melihat pakaian yang dikenakan oleh anggota keluarga barunya yang penuh dengan tambalan dan lusuh, hati Tari merasa sangat sakit.

Ia ingin secepatnya tumbuh besar agar bisa membantu perekonomian keluarganya dengan pengalaman dan kecerdasan yang dimilikinya, untuk mengentaskan keluarganya dari kemiskinan dan menyelesaikan tugas yang system berikan kepadanya.

Bayi perempuan itu menatap ketiga saudaranya dengan seksama dengan perasaan campur aduk karena kondisi tubuh ketiganya yang kurus dengan kulit sedikit coklat akibat sering terpapar sinar matahari.

Setelah memandang mereka dengan intens, barulah dia sadar jika kemampuan membaca pikiran seseorang bisa dia terapkan dengan cara menatap seseorang dengan seksama.

Melihat kakak ketiganya terlihat ketakutan dan terus berguman ada hantu dalam hatinya, sementara dua kakak lelakinya yang lainnya tampak tengah membaca doa-doa yang dia tak tahu artinya dalam hati, membuat sang bayi mengkerutkan kening sangat dalam.

“Aku bukan hantu! Aku manusia! Aku adik kalian!”, bayi perempuan itu kembali menggerutu sambil memonyongkan bibirnya, membuat Srikandi yang sedari menatapnya dan melihat banyaknya ekpresi yang diperlihatkan oleh bayinya merasa gemas.

“Tari kenapa? Apa ada yang tak nyaman sayang?”, ucap Srikandi sambil mengusap kening sang putri dengan lembut, hingga kerutan yang sempat tercetak mengendur.

Dengan isyarat mata, Srikandi mengkode suaminya untuk membawa ketiga anaknya keluar untuk berbicara.

Srikandi tahu jika putrinya ini sangat istimewa, selain memiliki weton yang sangat bagus dan penuh dengan berkah, dari mak Supat dia tahu jika sewaktu hendak melahirakan ada cahaya terang yang masuk kedalam perutnya.

Hal itu pertanda bagus dan juga buruk. Bagus karena putri yang baru dilahirkannya tampaknya sangat diberkati. Buruk jika sampai ada yang tahu dan berusaha mencelakainya sehingga tadi dia sempat mendiskusikan hal ini dengan sang suami yang ternyata juga telah diberitahu oleh mak Supat sebelum pulang, sewaktu ketiga anaknya belum kembali.

Diluar, diruang keluarga yang hanya ada tiga kursi yang reyot, Supardi mendudukkan ketiga anaknya dan coba berbicara dengan mereka.

“Yang kalian dengar tadi adalah suara hati adik kalian. Yang perlu kalian tahu, adik kalian itu terlahir dengan penuh berkah sehingga sangat istimewa. Bapak harap, kabar ini tak sampai tersebar keluar agar tak menimbulkan masalah untuk adik kalian dan keluarga kita”, ucap Supardi menjelaskan.

Ketiganya menganggukkan kepala jika mereka paham akan apa yang bapaknya ucapkan

“Kami janji tak akan memberitahukan hal ini kepada siapapun”, ujar Gito bijak.

“Ya, kami akan melindungi adik dan tak akan membiarkan orang lain menyakitinya”, ucap Aan menimpali.

“Aku juga berjanji kepada bapak, tak ada satupun kata yang keluar dari mulutku mengenai hal ini”, ucap Narto sambil melakukan gerakan seolah menutup mulutnya dengan resleting, kebiasaan baru yang dilakukannya bersama teman-temannya jika mereka memiliki rahasia yang tak ingin diketahui orang lain.

Supardi merasa lega, ketiga anaknya sangat pintar sehingga bisa menempatkan diri dalam situasi apapun.

Sementara itu didalam kamar, Srikandi beberapa kali tersenyum tipis mendengar celotehan putrinya dalam hati.

Dia sama sekali tak menyangka akan memiliki putri yang sangat cerewet seperti ini padahal dia, suami dan ketiga anaknya merupakan orang yang pendiam.

“Tak apalah Tari cerewet. Dengan begini, rumah tak akan menjadi sepi lagi nantinya”, guman Srikandi dalam hati.

Sementara Tari yang sedari tadi terus mengoceh sendiri dalam hati sambil mencoba untuk menggerakkan tangan dan kakinya, merasa sangat kelelahan sehingga dia tertidur setelah disusui oleh sang ibu.

Begitu tubuh Tari tertidur, jiwanya segera memasuki ruang dimensi yang sistem tinggalkan. Disini Tari bisa bebas bergerak, meski tubuhnya masih kecil tapi dia tak seperti bayi di dunia nyata yang tak bisa melakukan apapun seorang diri.

“Ya, hanya didalam sini aku bisa bebas bergerak dan bisa melatih kekuatan serta kecerdasanku”, gerutunya sambil berlarian kesana kemari mempraktekkan ilmu beladiri yang dimilikinya yang masih seperti kehidupan sebelumnya.

Meski tubuhnya sekarang masih kecil, setidaknya dia bukan bayi yang tak bisa berbuat apapun dan bertekad dalam hati agar dia bisa membuat keluarganya mengalami perubahan yang besar dalam hidupnya, terutama dalam hal pendapatan sehingga keluarganya bisa hidup dengan layak.

SI PEMBUAT ONAR

Sunarti menyincing daster yang dikenakannya, berjalan cepat menuju rumah juragan Darman untuk mendiskusikan hal penting pada orang terkaya didesa Sukodadi, tetangga desa Sukorejo yang memiliki jarak 15 kg dari desanya, setelah turun dari sepeda onta yang tadi dia naiki bersama anak pertamanya, Cipung.

Jalan menuju kerumah juragan Darma sangat terjal dan licin sehingga Sunarti terpaksa turun dari sepeda karena takut tergelincir sementara anaknya berjalan dibelakangnya sambil menuntun sepeda, tak berani menaikinya karena takut terpleset dan jatuh ke jurang.

Melihat rumah bata yang sangat besar dengan lantai keramik putih yang mengkilat dan halaman luas didepannya dan beberapa truk tampak berjejer rapi disamping rumah, Sunarti tersenyum lebar.

Diapun mempercepat langkah kakinya, berlari kecil agar bisa cepat sampai didepan rumah juragan Darma.

Tok tok tok...

“Assalamualaiakum...juragan Darma!”, teriaknya nyaring.

Tak mendapat sambutan, Sunarti kembali mengetuk pintu dan mengucap salam setelah tiga ketukan pintu pertamanya tak mendapat respon.

Mendengar suara kaki mendekat kepintu dan tak lama kemudian muncullah wanita paruh baya menggunakan kerudung besar menatapnya penuh tanya. “Akang nggak ada dirumah!”, jawabnya ketus.

Semua orang sangat tahu jika istri juragan Darma, yang lebih tua lima tahun dari pria tersebut sangat pencemburu. Melihat Sunarti datang mencari suaminya, tentu dia merasa sangat tidak senang.

“Ada perlu apa mencari akang?”, tanyanya lagi dengan tajam melihat Sunarti tak bergeming dari tempatnya.

Sunarti menekan rasa tak senangnya atas sikap Aminah terhadapnya karena dia memiliki misi penting untuk dijalani.

“Jika juragan Darma tak ada, sama ibu juga tak apa”, ucap Sunarti dengan suara dibuat selembut mungkin dalam bertutur kata.

Melihat jika tampaknya Sunarti memiliki kabar penting, Aminah pun mempersilahkannya masuk.

“Cepat katakan ada perlu apa? Awas saja jika yang kamu bawa bukan kabar penting”, ucapnya penuh peringatan.

Tak ingin membuang waktu, Sunarti pun segera mengemukakan maksud tujuannya datang.

“ Apakah anak ibu, den Joko masih ingin memiliki seorang anak. Kebetulan keponakan saya baru lahir. Kondisi keluarganya sangat miskin sehingga dia tak memiliki banyak dana untuk mengurusnya. Anaknya perempuan, gemuk dan cantik. Yang paling penting dia memiliki weton Minggu pon”, ucap Sunarti menjelaskan.

Aminah yang mendengar jika bayi itu perempuan, wajahnya sedikit masam. Tapi ketika mendengar jika bayi itu memiliki weton minggu pon, wajah masamnya menghilang dengan cepat, seperti membalik buku dan langsung tersenyum cerah.

“Minggu Pon! Apa benar dia memiliki weton sebagus itu?”, tanya Aminah tak percaya.

Melihat antuisme Aminah, Sunarti pun segera mengangguk cepat, tak melewatkan kesempatan baik ini.

“Benar bu! Jika den Joko memiliki anak ini, saya yakin rejeki keluarga kecilnya akan terus mengalir seperti air sungai”, ujar Sunarti hiperbola.

Semua orang sangat tahu, siapapun yang memiliki weton ini, memiliki keberuntungan sepanjang hidupnya, namu  sayangnya hanya sedikit orang yang bisa beruntung memilikinya.

Melihat keseriuasan ucapan Sunarti, maka Aminahpun tak melewatkan kesempatan baik ini.

“Berapa yang saudaramu inginkan untuk melepaskan anak itu”, tanya Aminah bersemangat.

Sunarti ragu-ragu menunjukkan satu jari telunjuknya kepada Aminah.

“Seratus ribu?”, tanya Aminah.

Melihat Sunarti menggelengkan kepala dengan cepat, Aminah pun merubah uacapannya. “Satu juta! Baik, begitu bayi itu kamu bawa, aku akan memberimu uang satu juta”, ucap Aminah cepat, takut Sunarti akan berubah pikiran.

Sunarti yang merasa jika tujuannya telah tercapai, segera pamit undur diri karena malam semakin larut.

Di era tahun 80 an, penerangan sangat minim. Hanya orang kaya saja yang bisa menggunakan lampu petromax hingga rumahnya menjadi terang sementara untuk masyarakat miskin hanya menggunakan lampu teplok yang diisi minyak tanah, itupun hanya beberapa biji dalam satu rumah.

Apalagi jalan umum, warga hanya mengandalkan sinar rembulan untuk menerangi jalan mereka, sehingga perjalanan malam hari sangat riskan bahaya.

“Ayo Pung, kita kembali”, ujar Sunarti menepuk pundak sang anak yang sedang melamun diteras rumah juragan Darma.

Keduanya naik sepeda unta dengan perlahan agar terhindar dari kecelakaan yang bisa merengut nyawa mereka.

Apalagi posisi rumah juragan Darma ini dekat jurang, sehingga kewaspadaan diri perlu ditingkatkan beberapa kali dibandingkan ketika mereka berada dijalan umum yang normal.

Sepanjang perjalanan, senyum diwajah Sunarti tak pernah luntur membayangkan uang dua juta berada ditangannya.

Cipung yang mendengar percakapan ibunya dan Aminah berusaha untuk menyampaikan pendapatannya. “Aku rasa, paklik Sunardi tak akan mau memberikan anaknya kepada juragan Darma karena bagaimanapun dia dan istrinya sudah sangat lama menginginkan anak perempuan”.

Apa yang anak sulungnya ucapkan, membuat senyum lebar diwajah Sunarti langsung menghilang.

“Kamu anak kecil, nggak usah ikut campur! Ini urusan orang tua! Awas saja kalau kamu sampai cerita kemana-mana mengenai masalah ini, aku hajar kamu hingga tak bisa berjalan lagi!”, ancam Sunarti galak, membuat Cipungpun langsung terdiam tak berani lagi untuk berkomentar.

Sunarti sangat tahu jika adik dan istrinya tak mungkin mau memberikan anaknya kepada juragan Darma. Dia juga tak bodoh untuk meminta langsung kepada mereka.

Tak bisa diambil secara baik-baik maka diapun memutuskan untuk mengambil jalan pintas dengan menculik bayi perempuan itu.

Dimasa depan, adik keduanya itu pasti akan sangat berterimakasih kepadanya karena telah meringankan satu beban hidupnya.

Dengan kondisi ekonomi yang sulit seperti keluarga adik keduanya, membesarkan satu bayi lagi, sangatlah tak mudah, jadi Sunarti menganggap jika tindakannya ini juga cukup baik karena secara tidak langsung akan mengurangi beban keluarga adik keduanya itu.

Didalam rumah Supardi, Tari yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya setelah dia melihat kilasan kejadian buruk yang sebentar lagi akan menimpanya.

“Sial! Kakak pelempuan ayah ini sangat buruk dan kejam. Tengah malam nanti, dia belniat menculikku untuk dijual ke jualagan Darma sehalga satu juta. Dasar biadab!”, ucapnya penuh amarah.

Seluruh anggota yang tengah berkumpul di ruang tamu sambil menemani kedua anak mereka belajar, sangat terkejut mendengar suara hati Tari.

“Ahhh! Kenapa aku telahir sebagai bayi! Bagaimana aku mempelingatkan kelualgaku agal wanita kejam itu tak belhasil menculikku!”, Tari merasa frustasi dan terus mengoceh dalam hati merasa jika system sangat tak bertanggung jawab, membiarkannya sendiri dan terlahir sebagai bayi.

Bukan hanya belum bisa bicara, dia juga tak bisa bergerak bebas dengan kedua tangan dan kaki pendeknya yang hanya bisa menendang dan memukul angin, membuat rasa frusatsi dalam diri Tari semakin besar.

Dengan wajah penuh keputus asaan, Tari berharap kedua orang tuanya bisa menjaganya denga baik dan dia juga berharap, takdir berada dipihaknya sehingga hal buruk yang direncanakan untuknya tak akan terjadi.

Seluruh anggota keluarga yang mendengar keluhan hati Tari, hanya bisa terdiam dan mulai menyusun rencana dalam hati.

Meski mereka masih belum sepenuhnya yakin dengan ucapan Tari, mereka tetap akan melindungi permata hati keluarga dan tak akan membiarkan satu orangpun menyakitinya.

Tari tak menyangka jika hanya dalam waktu singkat, posisinya didalam hati keluarganya sudah sangat tinggi.

Bahkan ketiga kakaknya berencana akan berjaga bergiliran nanti malam, agar keamanan sang adik bisa terjaga.

“Mas, bagaimana kalau kita pasang jebakan di pintu depan dan belakang. Juga dibawah jendela karena aku rasa, budhe pasti akan melewati jalur itu nanti malam”, ucap Aan berbisik pada Gito.

Mendengar ide brilian adiknya, Gitopun menganggukkan kepala. “Cepat selesaikan pr mu. Pada saat bapak dan ibu masuk kedalam kamar, kita bergerak”, balasnya berbisik dengan pelan.

Narto yang tak tahu apa yang kedua kakaknya bicarakan, sudah memiliki rencana sendiri dalam hatinya agar bidhenya yang jahat dan rakus itu mendapatkan pelajaran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!