PROLOG: Aroma darah ini
Riski mendesah kegirangan." Ahhhh... aroma darah ini, sensasi ini sungguh nikmat sekali. Ahhh... sungguh menyenangkan...! Hahaha." Terlihat di depannya seorang pria yang mencoba kabur dengan tertatih-tatih, tubuhnya berlumuran darah di sekujur tubuhnya. "To... tolong hentikan, ampuni aku... sakit sekali..."
Terlihat tangan Riski yang gemetaran. Dua bilah pisau berlumuran darah berada di genggamannya. Aroma darah yang menetes, membuat hasrat Riski untuk membunuh semakin kuat.
"Ayolah menjerit...! Lebih kencang lagi...! Suara jeritan itu sungguh indah terdengar di telingaku. Hahaha.." Riski memandangi wajah pria itu yang pucat pasi. Darah dan air mata menetes menghiasi wajah malangnya itu.
Terdengar dari jauh suara seorang wanita yang berteriak "Riski...... sadarlah Riski..... Hentikan... !!? "
(Waktu masa kini)
Terdengar sirine mobil ambulance meraung -raung di luar kamar Riski. Yap, ia mencoba untuk menoleh kearah jendela. Tapi coba tebak, rasa penasaran itu meracuni pikirannya.
"Arrrhhh.. Apa itu wehh . perasaan tiap hari ada saja mobil ambulance yang lewat. " Tangannya gemetaran. Ia bangkit dari tempat duduknya. Terlihat meja kerja Riski yang berantakan sekali. Terlihat buku jurnal dan beberapa buku pengetahuan alam berserakan di atas mejanya. Sebuah lingkungan yang tidak sehat untuk seseorang yang mengidap OCD (orang yang suka kerapian dan stres jika ada yang berantakan).
"Haruskah... Haruskah... Hemm okey... " Trak...
Yap. Benar saja bung. Ia menyingkap tirai jendela kamarnya. Terlihat mobil ambulance yang baru saja lewat, dan di ikuti oleh beberapa mobil patroli dibelakangnya. Hujan deras dan dinginnya malam menyelimuti kota kecil ini. Seolah hujan itu berkata " Aku mencintaimu kota kecil. Jangan lepas dari aku yah"
Riski mondar-mandir layaknya gasing yang sedang berputar di lokasi battlenya. Sambil mengusap-usap dagunya, ia pun mendekat ke arah jendela. "Ahh.. lebih baik aku membaca buku psikologi disana." Ia berjalan mendekat, buku psikologi yang terletak di rak buku itu seolah-olah memanggil untuk di sentuh.
Ia kembali ke tempat duduknya, kemudian menulis jurnal lagi.
-2024 - Juli - 01 .
Mobil ambulance lewat lagi . Keanehan demi keanehan tersisip rapih di sudut kota hujan ini. Seolah ada sebuah misteri yang tertidur lelap, dan hanya menunggu waktu saja sebelum semua terungkap.
"Yahh akhirnya beres. " Ia pun melepaskan penanya itu . Kemudian ia duduk kembali sembari melipat kedua tangannya. Riski tersenyum puas dengan apa yang baru ia lakukan.
Tok.. tok... Terdengar suara ketukan pintu. Riski menoleh dengan mata yang fokus ke sumber suara.
"Iya aku datang" Langkah Riski tergesa-gesa. Suara itu terdengar familiar sekali di telinganya. Setelah ia sampai, Riski langsung saja membuka pintu itu tanpa ragu.
"Maaf yah aku datang tiba-tiba" Seorang wanita terlihat basah kuyup di hadapannya.
"Tumben datang tiba-tiba sayang. " Ucap Riski sembari menyodorkan handuk yang ia ambil kepada wanita itu.
Wanita itu melepaskan alas kakinya dan mulai berjalan masuk kedalam. Wanita itu gemetar kedinginan. Air hujan terlihat menetes pelan dari rambut indahnya.
"Riski.. Ada yang mau aku bilang. "
"Wehhh duduk dulu, tidak cape kah . Mana kamu basah kuyup. pasti kedinginan. " Riski terdiam sejenak. " Eh Riski? Tumben tidak panggil sayang. Aku ada salah kah atau ada yang terjadi?"
Wanita itu terlihat menggigil. Tangannya terlihat pucat saat ia memeluk dirinya sendiri.
"Kita putus yah.. Maaf aku tidak mau lanjutkan hubungan ini lagi. Bukannya apa, tapi hobimu itu aneh, dan sudah seringkali kamu tidak hubungi aku. Kamu fokus sama jurnal—dan penelitianmu .. "
"Maaf, tapi bisakah langsung to the point ke titik masalahnya?. Jangan terlalu bertele-tele Elsa. Aku selama ini selalu mendengarkan bicaramu secara seksama. Tapi karena kamu minta akhiri hubungan tiba-tiba, jadi aku sudah tidak mau respect apa -apa "
Riski kembali ke meja kerjanya. Ia mencoba mencari kenyamanan duduk . Yah.. melipat kaki adalah hal yang bagus. Ditariknya sebatang rokok yang tersembunyi di dalam bungkusnya. Kemudian dibakar. "Kenapa diam? Lanjut saja bicara. aku mendengarkan disini". Kepulan asap pun memenuhi ruangan.
"Sudah beberapa hari ini kamu tidak hubungi aku. Jadinya... "
"Jadinya kamu pacaran sama Aldo. Nyaman dengan dia, Jatuh cinta. Sebentar lagi menikah? " Riski menatap ke luar jendela.
"Bukan itu, Aldo hanya temen kuliahku. "
"Sudahi omong kosongmu.... !! Kamu pikir aku tidak lihat kamu pergi jalan sama dia?. Jangan kamu playing victim dengan mengatakan aku sibuk tidak ada waktu untuk kamu, jangan pake alasan apapun untuk menutupi kesalahanmu. Kalau kalian saling suka ya tinggal bilang. !! " Mata Riski menatap tajam ke Elsa. Telunjuknya tepat mengarah ke wajah Elsa.
"Sikapmu yang temperamental yang kaya begini, dan kamu yang sok jual mahal begitu. Hah? Kamu pikir cinta sendirian itu enak? Kau hanya pikirkan dirimu sendiri. Hobimu, kebiasaanmu.. "
Riski beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan perlahan menuju Elsa yang sedari tadi di depan pintu. "Orang selingkuh mana ada yang bicara jujur. Kalau banyak orang jujur, sudah penuh lapas dan kamar sel penjara oleh koruptor"
Plakk... Elsa seketika menampar wajah Riski. " Bicaramu keterlaluan. Sikapmu itu yang bikin aku tidak nyaman. Selama ini kamu di ajak jalan, menolak terus. Misteri.... Misteri. Misteri.. Itu saja yang kamu urus."
Wajah Riski memerah. Ia hanya bisa menahan rasa nyeri itu tanpa mau bertindak apa-apa.
"Kau tidak pernah kan merasakan kehilangan orang tua kan. sudah aku katakan. Orang tuaku hilang. Adikku hilang. Memangnya kamu pernah merasakan?"
"Apa? Memangnya kamu pernah cerita?"
"Sudah... Mending kamu keluar dari sini. Aku muak lihat wanita kaya kamu" Riski berdiri sembari membuka pintu Kostnya.
"Ohh aku di usir? Fine. Kita resmi putus".
"Aku tidak peduli, anak manja kaya kamu tidak mungkin merasakan apa yang saja rasakan. Persetan dengan hubungan ini..!!"
Elsa pun keluar, ia hanya menoleh ke arah Riski sebelum pintu itu di tutupi. Tapi ia belum pergi. Ia masih berdiri di depan pintu kamar Riski. "Sampai disini perjuanganmu untukku? Kupikir ketika aku datang marah-marah , kamu akan minta maaf kepadaku. Terus akan bilang akan meninggalkan hobimu agar bisa memberikan waktumu untuk aku "
Trekk.. Riski yang memang belum beranjak dari tempat itu pun membuka pintu kamarnya. " Riski? Apakah kamu... mau.. " Elsa menatap Riski dengan penuh harap.
"Shutt.. " Ia berdiri menghadap Elsa. "Kembalikan handukku. Suruh saja Aldo yang kasih kamu handuk." Ia merampas handuk itu dari Elsa dan kemudian menutup pintu itu kembali.
Elsa terdiam. Wajahnya yang awalnya cerah dan berfikir Riski akan mengalah itu pun seketika muram. Tak ada senyuman lagi.
Riski berdiri dan terdiam terpaku di depan pintu kamarnya. Sedangkan Elsa perlahan pergi menjauh. Sesekali ia menoleh kebelakang, berharap Riski mau mengejar. Hujan membasahi sekujur tubuhnya. Terlihat wanita itu berjalan menjauh, hilang dari pandangan Riski. Air mata Elsa pun jatuh, diiringi dengan hujan yang mulai lebat. Sesekali petir menyambar di langit malam. "Kenapa? Kenapa Riski.. Aaaaaaa" tangisnya pecah seketika.
Riski pun duduk sejenak. Menyulut lagi rokoknya. Tapi hal aneh pun terbesit di kepalanya. Kakinya gemetar kecil.
"Astaga ya Tuhan.. "Hal aneh dan tak wajar menyelimuti perasaannya. Belum habis 5 menit ia duduk, tapi gelisah sudah menguasai.
Prakkk.....
Wiu..
Wiu.
Wiu..
Riski terperanjat. Terlihat di luar kostnya ada suara gaduh. Ia menyipitkan matanya.
"Di seberang jalan? kenapa ada ambulan. " Tanpa berfikir panjang, ia pun lari seketika. Tanpa jas hujan, tanpa pelindung apa -apa . Ia lari sejadi-jadinya ke arah keributan itu.
Di seberang jalan terlihat warga mengerumuni seorang wanita yang terbaring lemas.
"Kasihan mana masih muda. " Bisik-bisik warga yang di sekitar.
Terlihat tak jauh ada motor tergeletak di jalan. Kap motor dan lampunya lecet. Ada juga bekas motor yang terserat di sekitar itu. Seorang pria di samping motor itu terlihat terluka. Ia memegangi tangannya yang luka parah.
Riski menerobos kerumunan itu. Wajahnya panik. Tak ada senyum. Matanya fokus ke wanita yang tergeletak itu. Wajah wanita itu belum terlihat jelas. Tapi melihat pakaian yang wanita itu kenakan, membuat jantung Riski berdegup kencang. Tangan Gemetaran.....
Dalam hatinya ia menolak apa yang ia pikirkan... Entah siapa wanita itu.
Kejadian ini seperti tak asing bagi Riski. Tepat empat belas tahun yang lalu, kejadian serupa menimpa Riski kecil. Anak sepuluh tahun itu harus menelan pahitnya kenyataan. ketika hari bahagia saat bersama kedua orang tua dan adik kesayangannya itu, berubah menjadi suasana kelam .
Saat ia sekeluarga berada di tempat wisata, ketika tiba saatnya untuk beranjak pulang, Riski kecil pergi ke kamar kecil. Tiba-tiba, saat ia kembali. Mereka bertiga tak ada di tempat. Setidaknya hanya itu yang ia ingat, sebelum akhirnya ia terbangun di sebuah rumah sakit. Dan disitulah ia bertemu dengan malaikat penolongnya, nenek Rita. Ia tinggal bersama nenek Rita. Seorang pemilik toko buku tua yang eksentrik. Ia memiliki hobi mengoleksi buku novel detektif—Buku Sherlock Holmes. Selain itu ia juga memiliki buku psikologi dan buku-buku misteri lainnya.
-------------------
Suara sirine ambulan menggemuruh mewarnai malam itu. Wajah Riski tampak pucat, pupil mata Riski membesar seraya terus fokus menerawang lokasi kejadian itu. Ia mendorong warga yang menghalanginya. " Awas .... awas... Tolong minggir. "
"Wehhhhh siapa disini yang kenal atau ada sanak saudaranya di sini? " teriak seorang pria yang mencoba menolong"
Ketika Riski tiba, ia pun terdiam dengan tatapan kosong. Tak ada satu kata pun yang terucap. Wajah itu, pakaian itu,
"Elsa .......,.!!! ". Ia tanpa pikir panjang berlari, didekapnya Elsa.
"Elsa, jawab aku Elsa ." Riski menepuk wajah Elsa yang terlihat pucat. Dipeluknya erat-erat. Air mata Riski tak terbendung. Ia menangis sejadi-jadinya . Aroma tubuh Elsa tertancap kuat dalam kepala Riski. Ia membelai rambut Elsa dengan pelan. "Elsa.. Jawab aku. Tolong jawab "
Elsa yang masih memiliki sedikit kesadaran. Ia menatap wajah Riski dengan dalam. Mata Elsa menyipit. Ia tersenyum tipis. " Selamat ulang tahun Riski. " Ucap Elsa dengan lirih.
"Iya Elsa... Maafkan aku.. maaf ". Air mata Riski jatuh di pipi Elsa.
"Maaf belum jadi yang terbaik.." Tangan Elsa yang lemah membelai pipi Riski —dan menyeka air matanya. Tak lama kemudian, tangan Elsa jatuh ke tanah. Matanya pun terpejam dan tak ada ucapan apa-apa lagi dari mulut Elsa.
Riski menangis lagi. Ia memeluk tubuh Elsa kuat-kuat "Elsa jangan pergi.. tolong... ".
"Pak sudah pak.. lepaskan dia dulu . " Petugas medis menarik tangan Riski. Mereka melepaskan dekapan Riski dari Elsa.
Crakk... Terlihat pada petugas membuka pintu ambulance dan mengeluarkan tandu. Elsa pun di naikkan ke tandu dan di bawa masuk ke ambulan.
Didalam ambulance, Riski duduk sembari terus memegang erat tangan Elsa. Dan ketika sampai di rumah sakit terdekat, orang tua Elsa tiba setelah beberapa lama.
Didepan Ruang UGD terlihat di dalam ayah dan ibu Elsa menatap kosong. Riski hanya bisa mondar-mandir.
Trak .... pintu kamar terbuka. Ayah dan ibu Elsa keluar dari kamar itu dengan tatapan murung. Sesekali ibunya menyeka air matanya. "Nak Riski, Elsa telah tiada . Ini bukan salah kamu, sudah takdir dari yang kuasa kita. " Mereka pun berjalan pergi meninggalkan Riski. Tak tak tak .. Detak langkah kaki mereka menggemuruh di antara lorong - lorong rumah sakit.
Riski masih tak berkata apa-apa lagi. Ia kemudian pulang ke kosannya. Saat hari pemakaman, Riski tak hadir. Ia hanya duduk di dalam kamarnya. Tepat 3 hari setelah pemakaman Elsa, tiba-tiba ada seorang pria yang datang .
tok tok.. "Permisi, saya Aldo". Riski yang sedang meringkuk di atas kasurnya pun langsung berdiri. Ia menuju arah pintu. menatap tajam kearah luar kaca pintunya yang kecil. Ia gunakan kaca itu untuk mengintip sesuatu yang ada di luar.
"Ohh iyaaa. Tunggu saya bukakan pintu. " Ia langsung membuka pintu itu. Matanya menatap tajam ke arah Aldo. Riski tak bergeming sedikitpun. Aura sinis yang luar biasa kuat membuat Aldo merinding bak di tatap oleh setan.
"Ada apa kamu kemari? ".
"Maaf terlambat, ini ada kotak titipan dari Almarhum Elsa. Di dalam itu ada surat juga. Maaf yah kasih kejutannya agak terlambat. Emm.. Saya juga ikut berduka dengan kejadian yang menimpa Elsa. Sehari sebelum kejadian saya di minta untuk menemaninya, kami mencarikan hadiah ulang tahun untuk kamu. Dan tak kusangka ternyata kotak ini adalah hadiah terakhir dari dia"
Riski terdiam. Ia terkejut bak di sambar petir. "Maksudnya dia itu... " Riski tak melanjutkan ucapannya. "Oh iya terimakasih banyak yah ". Ia mengambil Kotak itu.
"Baiklah kalau begitu saya pamit pulang dulu ya ". Aldi pun meninggalkan kosan Riski. Brummm.. Terdengar suara motor Aldo yang segera meninggalkan tempat itu.
Riski terdiam kembali. Ia berjalan mendekati meja kerjanya. Kotak itu ia simpan di atas meja. Hatinya bertanya kira-kira kotak ada itu?. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetaran saat menyentuh kotak itu kembali yang sudah berada di atas meja. Dibukalah kotak itu pelan -pelan. Kotak itu berukuran lumayan besar. Tapi, konyol sekali jika isinya hanya secarik kertas. Dan bobotnya lumayan besar.
Matanya melotot tajam. Ada secarik surat di dalamnya . Ketika ia mengambil surat itu, ternyata di bawahnya ada sebuah kaca pembesar, satu set mantel dan topi. Tapi yang membuat Riski senang sekaligus sedih ketika ia menemukan foto-foto lama mereka. Tak sampai disitu, ia juga menemukan korek api yang di lengkapi kompas.
Ia pun membuka surat itu dan membacanya. Deg-degan, darah yang mengalir kencang, nafasnya yang naik turun menghiasi malam itu.
"
Bau-bau
29 Juni 2024
Dear my honey. Riski Ananda.
Selamat ulang tahun yang ke 24 sayang. Semoga apa yang kamu inginkan tercapai. Maaf ini kan surprise jadi kamu tidak aku ajak. Takutnya kamu tahu isi kadoku hehe. Oh iyaa lagii.. Semoga kamu bisa mengajak aku untuk meneliti misteri -misteri itu meski aku tidak tahu apa itu. Semoga nanti klau bisa luangkan waktu lebih untuk aku yahh.. Jangan lupa di pakai. Nanti kalau kamu sudah buka kita pergi jalan-jalan yahh . Pakaiannya harus dan wajib sekali untuk kamu kenalan. Biar keren..
Penuh cinta...
TTD : Elsa Tariani. "
Air mata Riski tumpah sejadi-jadinya, membasahi kertas itu . Tak berselang lama ia pun duduk dengan tatapan kosong. Tak ada arah pasti dimana matanya memandang. Ia pun membakar sebatang rokok. Asapnya mengepul mengisi seisi ruangan. "Ini salahku... !!! " Tangannya menggebrak meja itu plakk... Beberapa barang di atas meja langsung terhambur.
"Ini salahku.. seandainya aku tau itu akan terjadi, aku tidak akan melakukan hal bodoh itu. Kenapa... kenapaa.......!!?"
Ia berteriak sejadi-jadinya.
Tak lama hujan turun lagi malam itu. Derasnya hujan mengguyur kota itu. Riski dengan dada yang sesak. Nafasnya yang tak stabil— dan tangannya gemetaran. " Ah shit menn.. "
Ia keluar di luar . Hujan membasahi sekujur tubuhnya. Entah mengapa dinginnya hujan tak terasa. Ia berdiri di depan kosannya. Tak bergeming, tak melakukan apapun. Ia hanya berdiri dan mematung.
Hujan deras itu mengisahkan kepedihan yang ia rasakan.
- Hargai selagi ada, karena yang pergi tak akan bisa kembali -
Empat belas tahun yang lalu, Riski kecil di rawat oleh seorang wanita tua yang bernama Nenek Rita. Ketika Riski lulus SMA, Nenek Rita meninggal dunia karena sakit. Toko buku tua itu pun di wariskan kepada Riski.
Riski terobsesi dengan seni deduktif dan hal-hal yang berkaitan dengan misteri. Ia percaya, jika suatu saat nanti ia bisa mencari tahu kemana orang tuanya dan adiknya berada .
Malam itu, ia kembali ke kamar kostnya yang sempit. Ia duduk di meja kerjanya, menyulut sebatang rokok dan menghembuskan asapnya dengan berat. Hanya suara tikus dan pemantik korek api yang mengisi keheningan malam itu. Tidak ada hal lain yang menemaninya, hanya denting melodi galau yang terdengar sayup-sayup. Sesekali ia berteriak dan meronta-ronta. Masih terbayang dengan jelas wajah Elsa saat terakhir kali ia mengucapkan selamat tinggal.
Plakkk...! Riski memukul tembok untuk melepaskan beban pikirannya. "Wtf sakitnya Aarrrghhhh"
"Elsa...... ".
Riski yang frustasi pun hanya bisa pasrah dengan keadaan. Seolah hari cerah yang ia rasakan tiap hari pudar menjadi kelabu. Riski menjadi kurus dan kehilangan gairah hidup. Kehidupan dia berantakan. Bagaimana tidak, dia tidak punya keluarga lain. Seorang pria hidup didunia tanpa peran orang tua. Bahkan adiknya pun entah menghilang kemana.
Akhirnya, ketika ada seorang wanita yang ia cintai pergi, itu membuat luka dalam hatinya menjadi kian parah.
Kringg ..!! Kring .... Terdengar suara telfon. Riski pun mengangkat telepon itu. "Halo Riski, sudah berapa hari ini kamu tidak masuk kerja. Ada apa? ." Temannya Riski menelfon untuk menanyakan kabar Riski.
"Halo Rizal... maaf aku sedang punya masalah pribadi. bagaimana kerjaan di kantor?".
"Aman saja, jadi besok kamu masuk kerja?".
" Ia aku masuk kerja besok, nanti aku ceritakan apa yang terjadi. jadi tolong biarkan saja sendiri untuk sementara ".
"Ah... silahkan saudaraku, oke nanti aku hubungi lagi. Selamat istirahat".
"Terimakasih atas pengertiannya. Kamu juga saudara. Assalamualaikum ".
"Wa'alaikum salam".
Pagi itu dia awali dengan secangkir kopi hangat dan gorengan. Seperti biasanya minum kopi tidak lengkap tanpa rokok.
"Saatnya bekerja. Ada mimpi yang harus diukir." Entah apa mimpi anak ini, aku pun sebagai author pun bingung, hehe.
"Uhhh.. enaknya. Maka nikmat mana lagi yang engkau dustakan," seperti biasa ia suka bergumam sendiri.
"Dadah bleki," ucap Riski sembari keluar dari kamar kostnya seperti biasa dia pamit pergi kerja kepada kucing kesayangannya.
"Hai kak Ira... makin cantik saja," ia melambaikan tangannya ke seorang wanita yang sedang menjemur pakaian. Tetangga kostnya yang cantik.
"Ahhhh kamu suka sekali menggoda, ntar kucium loh..."
Ucap Iraswati. Tetangga kost Riski yang cantik dan awww 🥰.
Udara pagi kota menampar wajahnya yang lesu. Ia berjalan menuju kantor tempatnya bekerja, dikelilingi hiruk-pikuk jalanan. Asap, suara kendaraan dan klakson sudah menjadi nafas pagi hari.
Hari itu berlalu seperti biasanya— sepi, membosankan, dan penuh rutinitas. Hingga matahari condong ke barat, dan langit mulai berubah warna.
"Jadi bagaimana? Sebentar kita singgah duduk nongkrong kah. Beberapa hari ini kamu tidak masuk kerja, mungkin mau cerita sesuatu?," Dengan senyum sumringah Rizal mengajak Riski untuk nongkrong.
"Nanti ya sobat, masalahnya aku cape sekali. Anu, nanti aku kabari kamu jika aku sudah siap." Riski mendekat dan menepuk pundak temannya.
"Info-info saja kalau sudah tidak cape, hubungi saja okay."
Malam pun tiba, Riski yang seperti biasa duduk di meja kerjanya pun tiba-tiba tersentak. Ia masih memikirkan Elsa.
Karena ia tak ingin berlarut larut dalam kesedihannya, ia pun memutuskan untuk pergi ke toko milik neneknya itu.
klik... Klik.. Tring..." halo Rizal, malam ini kamu ada kesibukan? "
" Sepertinya tidak. Jadi , kita kamu mau ke pantai untuk nongkrong? " .
"Emm, bukan itu. Tapi, ada hal lain yang lebih luar biasa."
"Kalau kamu bicara seperti itu, berarti ada hal seru yang akan terjadi "
"Ohh... kalau kamu sudah paham, segera datang ke sini."
" Oke. aku segera meluncur ."
Tak lama kemudian, suara motor Rizal pun terdengar di luar pintu kamar Riski. Ia langsung membukakan pintu dan mempersilahkan Rizal untuk masuk.
Rizal memperhatikan sekelilingnya. Tampak kamar dengan rak buku dan meja yang penuh dengan buku jurnal dan penelitian.
Aroma lavender yang khas menghiasi kamar sempit itu. "Sejak kita berteman, aku masih bingung dengan hobimu ini. Dan, bisa kamu ceritakan apa yang terjadi belakangan ini? "
Riski terlihat duduk dengan nyaman di meja kerjanya. Sambil membakar rokoknya. "Tunggu sebentar saudaraku. Sebelumnya mau aku buatkan kopi atau susu. Atau teh mungkin?"
"Susu saja, kalau kopi takutnya nanti kafeinnya membuat aku sulit tidur sebentar," Rizal menarik sebuah kursi yang ada di sudut kamar. Kemudian ia letakkan di berhadapan dengan Riski
"Tidak ada susu." Riski sedikit menarik nafas dalam-dalam. Iya tersenyum tipis.
"Mau cari ribut kah? kalau tidak ada untuk apa kamu bertanya."
"Hehe untuk basa basi sebenarnya " Iya tertawa tipis sembari senyum kepada temannya itu.
"Huhhh... Kalau begitu teh."
"Oke siap bos." Kemudian Riski membuatkan susu untuk temannya itu.
" Pacarku, Elsa telah tiada. " Sembari ia memanaskan air. Ia pun terdiam sejenak setelah mengatakan hal itu. Sesekali ia menyeka air matanya.
"Hah, kenapa bisa? " Rizal menoleh ke arah Riski. sejenak ia terdiam.
Riski kembali ke meja itu dan kemudian meletakkan susu hangat untuk temannya. " Banyak hal yang terjadi, tapi ia meninggalkan karena kecelakaan. Aku jujur tak kuasa untuk pergi melihat saat - saat terakhirnya. Maaf baru bercerita sekarang. Aku jujur tak pernah menceritakan hubungan ku dengan seorang wanita, kecuali hanya kepadamu. Alasannya, aku sudah banyak kehilangan orang yang aku cintai. Tolong rahasiakan, teman - teman di kantor pun tak pernah tau aku menjalin hubungan karena takutnya ketika ada yang ingat, kan saat seperti ini tiba, akan menjadi bumerang untuk diriku sendiri. Aku akan selalu teringat akan seseorang yang telah pergi."
Rizal meneguk susu hangat itu. Kemudian ia berdiri dan berjalan mendekati Riski. Sembari ia menepuk pundaknya ia berkata "Sudahlah kawan, takdir tak ada yang tau. Tapi , apakah ini alasan kamu memanggilku ke sini?."
Riski berdiri sembari menghadap ke arah jendela. "Bukan itu, ada hal besar yang ingin aku sampaikan."
"Oke katakanlah, tapi jika kamu masih butuh waktu untuk perlahan melepaskan Elsa, katakan saja" Rizal kembali ke kursinya. Ia kembali menyeruput susu itu.
"Petualangan kita akan di mulai. Esok nanti, kita akan kembali ke toko buku nenekku. Ada sebuah misteri yang entah kenapa baru sekarang terpikirkan oleh diriku. "
"Jadi besok kita akan pergi?."
"Besok kita akan pergi."
Tak lama, Riski menyodorkan secarik kertas. "Setiap hujan, pasti ada yang mati."
"Kertas apa ini?" diambilnya kertas itu dan di perhatikan baik-baik.
" Itu adalah salah satu dari judul buku yang tulis oleh nenekku." Riski menarik asap rokok lagi. Di hembuskan dengan perlahan. " Dan buku itu akan menjadi proyek pertama kita.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!