Krompyang
Pagi hari yang sangat tenang itu diusik dengan sesuatu yang memekakkan telinga. Tapi gadis bermata coklat dan berambut ikal itu sama sekali tidak peduli. Dia memilih untuk diam dikamar dan kembali menaik selimutnya.
Pyar
Lagi, kali ini entah apa yang dilemparkan sehingga suaranya amat sangat nyaring.
"Asem, ini apa lagi sih. Pagi-pagi udah ribut aja. Ndak bisa lihat orang istirahat apa?"
Mau tidak mau gadis itu bangkit dari ranjangnya. Dia merapikan tempat tidur, dan kemudian bersiap untuk mandi. Hari libur yang seharusnya bisa ia gunakan untuk bersantai tapi ternyata ia harus mendengarkan kericuhan pagi ini.
Sebenarnya bukan libur, tapi dirinya tengah kehabisan masa kerja jadi lebih tepatnya dia sekarang pengangguran.
"Apa sih brisik banget?" ucap gadis itu kesal.
"Ck, jangan ikut campur. Aah iya mending beresin ini. Pas banget koe teko (kamu datang)," sahut pemuda dengan seringai di bibirnya.
"Dih siapa yang mengacau, siapa yang diminta ngebersin. Ndak mau, lakuin aja dewe (sendiri.)"
"Xeena! Xeena, balik ndak!"
Xeena Resistalya, wanita 25 tahun itu tidak memedulikan teriakan adiknya. Dia sudah tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Aldo ini hanyalah untuk membuatnya terlibat masalah. Dan pergi merupakan jalan terbaiknya.
"Xeenaaaaa!"
Suara Aldo yang memekik sungguh memekakkan telinganya. Tapi lagi-lagi Xeena tidak peduli. Dia malah semakin cepat melangkah pergi meninggalkan rumah. Berbekal motor bebek yang selama ini menemaninya kemanapun dia pergi, Xeena berhasil lepas dari tragedi keributan pagi itu.
"Huh, untung ndang mlayu (segera lari). Sialan bener si Aldo, seneng banget nyari gara-gara. Kenapa lagi coba dia pagi-pagi udah bikin ribut begitu."
Bruuum
Xeena semakin cepat melajukan motornya. Dia sungguh enggan jika harus kembali ke rumah. Dari kaca spion terlihat Aldo terus memanggilnya. Tapi Xeena sama sekali tidak peduli.
Usia Xeena 25 tahun dan Aldo 20 tahun. Namun Aldo sama sekali tidak memiliki sisi dewasa. Tingkahnya seperti anak kecil terlebih setiap menginginkan sesuatu.
Keluarga Xeena sebenarnya bukan termasuk di bawah garis kemiskinan. Mereka cukup mampu karena ayah Xeena yakni Sangaji memiliki sebuah toko bangunan yang bisa dikatakan cukup besar meski juga tidak besar sekali. Hanya saja selama ini Xeena selalu berusaha hidup mandiri.
Semua itu karena Aldo dan juga Wita. Setelah ibu Xeena meninggal, kehidupan Xeena sungguh sangat berubah. Dia harus melakukan banyak hal segalanya sendiri termasuk menghasilkan uang bagi dirinya.
"Haah, kapan aku bisa keluar dari rumah ini. Tabunganku jelas ndak cukup buat minggat dari rumah. Apalagi aku baru aja habis kontrak." Xenna menggerutu sepanjang mengendarai motornya.
Kruuuccccuk
"Ugh sial, mana laper lagi," keluhnya pelan.
Xeena melihat ke kanan dan ke kiri, mencari warung yang sekiranya bisa untuk mengisi perutnya yang keroncongan.
Akhirnya dia menemukan satu tempat makan yang ia anggap cocok untuk sarapan. Sebuah warung gudeg. Meskipun dia jarang memakan gudeg untuk sarapan, tapi saat ini dia merasa itu pilihan yang paling cocok.
Sembari menyantap makanannya, Xeena membuka surat elektronik yang ada di ponsel. Dia berharap dari sekian banyak lamaran-lamaran yang ia kirim setidaknya ada satu atau dua pemberitahuan untuk datang wawancara.
Sudah satu bulan ini Xeena menganggur. Itu lumayan membuatnya was-was. Jika terus begini, maka apa yang ia cita-citakan akan terbengkalai.
Sangaji, sebagai ayah dia sungguh keterlaluan. Sangaji selalu sibuk dengan tokonya sehingga abai dengan segala hal tentang Xeena. Apalagi mata Sangaji sudah dibutakan dengan Wita--ibu tiri Xeena.
Maka dari itu, diusia Xeena yang sekarang ini seharusnya dia sudah selesai dengan pendidikan S1 nya. Namun Xeena harus menunda kuliahnya di tengah jalan karena keterbatasan biaya.
Sungguh aneh bukan, dengan dalih biaya kuliah Aldo lebih banyak, Xeena diminta mengalah. Dan Sangaji hanya diam saja ketika Wita bicara demikian.
"Ibu, aku kangen sama Ibu," ucap Xeena tiba-tiba.
Ketika membuka ponselnya, Xeena melihat foto Liliana yang ia gunakan sebagai wallpaper ponsel. Air matanya tanpa sadar meluncur dengan sendirinya. Ia ingin sekali kembali ke masa dimana dia hidup bersama ibunya. Tapi tentu saja semua itu tidak bisa. Waktu tak dapat diputar dan dia harus menjalani apa yang saat ini sedang terjadi.
"Nah ketemu. Di sini kamu rupanya."
"Ck, apaan si Do. Ngapain kamu ngikutin aku ha?"
"Pulang, aku laper. Masakin sesuatu buatku."
"Wegah ( tidak mau)!"
Aldo, entah kapan pemuda itu mengikuti Xeena, tapi yang jelas dia sudah berada di sisi Xeena. Aldo yang dibesarkan dengan sellau disuapi, membuat anak itu sama sekali tidak dewasa dan juga manja. Umurnya sudah 20 tahun tapi sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa.
Meskipun laki-laki hal dasar seperti membuat makanan untuk dirinya sendiri seharusnya bisa. Menggoreng telor atau sekedar membuat mie, tapi Aldo tidak. Dia selalu menyuruh orang lain melakukannya untuk dirinya.
"Ck pulang cepet. Aku laper ini." Aldo ternyata masih terus mendesak.
"Lha yang laper perut mu kok aku yang kamu suruh. Masak sendiri, makanya mandiri jangan manja. Jangan selalu jadi anak ibu. Wanita mana yang nantinya mau sama kamu. Laki model kamu itu bibit-bibit patriarki," ucap Xeena kesal.
Sreeet
Ceklek
Bruuuum
Xeena tidak peduli dengan wajah Aldo yang merah padam karena marah. Baginya sudah jadi makanan sehari-hari untuk selalu ribut dengan adik tirinya itu.
Dan setiap keributan yang terjadi, pasti ujung-ujungnya dia yang disalahkan. Wita selalu merajakan putranya sedangkan Sangaji hanya bersikap acuh tak acuh. Sungguh membuat Xeena semakin tidak betah untuk lebih lama hidup di rumah itu.
"Sekarang harus kemana lagi ini? Mau pulang ke rumah juga males banget. Sekarang sih oke karena wanita itu ndak ada di rumah, tapi nanti kalau udah pulang serasa babu aku ada di rumah."
Xeena mengusap wajahnya kasar. Dia seolah tidak punya tempat tujuan. Rumah yang seharusnya merupakan tempat untuk pulang dan menghilangkan semua kelelahan malam menjadi tempat sumber segala keburukan dalam perasaannya.
Gadis itu kembali melihat ke belakang, dia malas saja jika Aldo mengikutinya lagi. Tapi ternyata tidak, Aldo sama sekali tidak terlihat di belakang sana berarti anak itu tidak mengikutinya.
"Ke rumah Melky aja kali ya. Semoga dia lagi ada di rumah."
Xeena melajukan motornya sedikit lebih cepat. Dia berniat untuk datang ke rumah Melky, teman SMA nya yang sampai sekarang masih berhubungan. Melky adalah satu-satunya teman yang memiiki hubungan dekat dengannya. Melky juga sering membantu Xeena di saat gadis itu dalam kesulitan.
Sesampainya di depan rumah Melky, Xeena mematikan motornya. Dia mengambil ponsel untuk menelpon temannya itu.
"Mel, di rumah ndak?"
"Ada, kenapa Xeen?"
"Aku sekarang ada di depan rumah mu."
Tanpa membutuhkan waktu lama, Melky langsung berlari ke luar dan menghampiri Xeena. Xeena tersenyum, dia sungguh merasa beruntung memiliki teman seperti Melky ini.
"Ini masih pagi udah keluyuran aja."
"You know lah, apa yang membuat aku kayak gini. Apalagi udah sebulan ini nganggur, kupingku dah berasa pengen berdarah karena selalu denger ocehan mereka tanpa henti. Ada info kerjaan ndak, Mel. Apa aja deh yang penting aku kerja. Aku pengen keluar dari rumah, ngekos. Kalau kayak gini terus lama-lama edan aku dibuatnya."
Hmmm
Melky terdiam sejenak. Dia bekerja di sebuah perusahaan yang lumayan besar di kota tersebut. Hanya saja untuk informasi lowongan jelas dia kurang tahu.
"Bentar aku tanyain temen yang di bagian HRD. Sapa tahu ada."
"Please, ada lah. Jangan sapa tahu ada. Mugo-mugo ono (semoga ada)."
Melky menoyor kepala Xeena. Anak ini minta tolong tapi maksa, begitu lah yang Melky katakan. Tapi Melky mengatakan itu hanya bercanda. Dia tahu persis bagaimana kehidupan berat yang dijalani temannya itu.
"Ada nih Xeen, tapi OG. Cuman itu yang sesuai sama kamu. Piye, gelem ra (gimana, mau tidak)?"
"Oke gelem (mau) yuk cuss. Pinjem baju dan minta kertas. Hari ini juga aku akan datang melamar."
TBC
Hai karya baru aku. Mohon bantuannya ya manteman untuk konsisten hehhe. Yang Arlo dah gagal soale hahhaha.
Selamat membaca ya.
Disclaimer: Karya ini tidak menggunakan bahasa baku. Jadi please jangan komen "kok bahasanya medok?"
"Kamu beneran ndak apa-apa begini?" tanya Melky kepada Xeena sambil memindai Xeena dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak menyangka temannya itu sungguh langsung bertekad untuk melamar pekerjaan hari itu juga setelah ia memberi informasi.
Meski baju lengan panjang dan juga celana panjang milik Melky pas di tubuh Xeena, tapi tinggi badan Xeena yang memang lebih dari pada Melky membuat celana yang dipakai sedikit menggantung.
"Aman, ayok cepat. Lebih cepat lebih baik kan. Aku butuh kerjaan itu," jawab Xeena acuh tak acuh. Dia tidak peduli dengan tampilannya yang biasa saja sekarang ini. Yang penting adalah rapi dan membawa persyaratan sesuai yang dibutuhkan oleh pelamar.
Jika kalian bertanya mengapa Melky belum berangkat bekerja, semua itu karena Xeena tadi keluar rumah di jam yang sangat pagi yakni pukul enam. Dan dia sampai di rumah Melky pukul 06.30 sehingga Melky masih berada di rumah dan belum berangkat kerja.
"Nah kita sampai," ucap Melky sambil memarkir mobilnya. Xeena memutuskan untuk ikut mobil Melky agar tampilannya tetaplah rapi.
Turun dari mobil, Xeena begitu takjub melihat gedung kantor yang masuk dalam kategori besar itu. Setidaknya kantor itu memiliki 10-15 lantai. Nama perusahaan juga terpampang jelas di depan gedung, 'SJ Grup' itulah nama tempat kerja Melky dan Xeena pun sedang berjuang untuk masuk ke sana.
"Mel, gedungnya keren banget yak?" ucap Xeena takjub.
"Iya bener, nah aku anterin ke HRD. Biar langsung kamu bisa diwawancara. Tapi aku beneran minta maaf lho ini, Xeen. Soalnya posisi kerjanya cuman office girl," sesal Melky. Dia sungguh ingin temannya itu mendapatkan posisi yang bagus.
"Ndak apa Mel, lulusan SMA macam aku dengan usia 25 tahun, bisa dapat kerja aja udah sukur banget. Tahu kan di negara tercinta kita usia 25 tahun ke atas udah dianggap fosil. Susah bener nyari kerja nya hahaha."
Xeena tertawa lepas. Kesannya lucu tapi itu sungguh kalimat satir.
"Seharunya kamu itu slesein kuliah. Bapakmu emang bener-bener deh." Lagi-lagi Melky merasa kesal. Setiap membahas tentang keluarga Xeena, dia merasa selalu kesal.
"Udah jangan dibahas. Yook buruan masuk biar nggak telat juga kan. Siapa tahu aku langsung ketrima dan besok bisa langsung kerja."
Ajakan penuh semangat dari Xeena membuat Melky menghapus semua rasa kesal yang dirasakan. Dia pun membawa Xeena menuju ke ruang HRD. Dengan sedikit penjelasan kepada HRD, Melky memberitahu perihal temannya itu.
"Xeena Restitalya, usia 25 tahun. Hmmm kamu sudah banyak bekerja juga ya selama ini. Kenapa tidak kuliah?" Sang HRD mulai melakukan wawancara. Xeena dengan tenang duduk dan juga dalam menjawabnya.
"Pernah Bu, saya kuliah sampai semester 4. Tapi karena keterbatasan biaya, akhirnya saya cuti. Eh berhenti, karena itu sudah sangat lama. Awalnya saya cuti tapi ternyata saya lebih nyaman bekerja sehingga kuliah saya menjadi terhenti."
"Jadi kamu tidak masalah jadi OG?" tanya sang HRD mencoba meyakinkan Xeena.
"Tidak masalah Bu, di usia sperti saya bukan lagi memilih-milih pekerjaan. Selagi pekerjaan itu baik dan tidak menyalahi norma. Dan saya juga sebelumnya pernah jadi OG juga." Xeena menjawab dengan penuh keyakinan.
"Baiklah kalau begitu, rekomendasi Melky sungguh bagus. Ini adalah kontrak kerjanya silakan dibaca dan ditandangani, lalu ... ."
Xeena sungguh sangat senang. Ingin sekali dia bersorak sekarang ini, tapi tentu saja tidak ia lakukan.
Mungkin ini lah yang namanya rejeki tidak kemana. Akhirnya setelah satu bulan menganggur, dia bisa kembali menghirup udara bebas.
Kali ini Xeena bertekad untuk kar dari rumah. Dia tak lagi mau berpikir tentang kesulitan yang dikatakan oleh Wita jika meninggalkan rumah.
Selama ini Xeena sudah terlalu bodoh karena tidak berani mengambil keputusan untuk pergi. Mentalnya sudah tidak baik-baik saja terlebih selama ini tidak bekerja. Dia tiap hari mendengarkan omelan Wita dan juga sikap kurang ajar Aldo. Itu sungguh membuatnya tidak lagi bisa bertahan.
"Selamat bergabung di SJ Grup. Semoga kamu bisa bekerja dengan baik. Mulai besok kamu sudah bisa mulai bekerja, Xeena."
"Terimakasih Bu, terimakasih banyak. Saya berjanji akan bekerja dengan baik. Saya berani menjamin itu. Permisi."
Setelah menjabat tangan Bu HRD, Siena keluar dari ruangan. Di depan ruangan itu, Xeena bersorak tanpa suara. Dia sungguh sangat senang. Ya gara-gara keusilan yang dilakukan Aldo ternyata membawanya mendapat pekerjaan.
Tak tik tak tik
Xeena tidak ingin mengganggu Melky yang mungkin sudah sibuk bekerja. Sehingga dia memilih untuk mengirimi temannya itu pesan. Sebuah pesan yang memberitahukan bahwa dia berhasil diterima kerja di tempat yang sama dengan Melky meskipun mereka berbeda jabatan.
"Semoga kamu nggak malu ya punya temen Office Girl kayak aku." Tulis Xeena di akhir pesannya.
"Heh gila, siapa yang malu. Dasar sialan, temen nggak ada akhlak. Aku nggak mungkin dan nggak bakalan malu. Aku malah bangga punya temen kayak kamu Xeen. Bahkan kalau aku mampu dan uangku banyak, aku pengen biayain kuliah kamu lagi."
Jawaban pesan dari Melky membuat mata Xeena berkaca-kaca. Pertemanan mereka sungguh sangat kental. Xeena beruntung memiliki teman seperti Melky pun sebaliknya.
Xeena melenggang pergi meninggalkan gedung SJ Grup. Dengan perasaan senang dan juga ringan, dia mulai berjalan dan melakukan langkah selanjutnya yakni pergi dari rumah.
"Tapi, aku harus nyari kos dulu. Baiklah ayo kita cari."
Ughhh
Baru saja Xeena keluar dari pekarangan kantor SJ Grup, dia tiba-tiba merasakan perutnya yang begitu nyeri. Padahal tadi dirinya sehat-sehat saja. Tapi ini tiba-tiba dia merasakan demikian.
"Ughhh sial, asam lambungku kumat. Aaah ini pasti gara-gara tadi makan gudeg. Duuh Xeen kok ya kamu bodoh banget sih. Ndak ndak, ini ndak boleh. Besok aku harus kerja, aku harus sehat."
Xeena yang tadi sempat menghentikan langkahnya, kini harus kembali terud berjalan. Dengan sedikit membungkukkan tubuh, dia menunggu angkot di sisi jalan. Keringat dingin mulai mengucur, dan ulu hatinya semakin sakit.
"Aaah aku ndak kuat ini," keluhnya. Pada akhirnya gadis itu berjongkok sambil memegangi perutnya. Dia mencoba mengatur nafasnya agar terasa lebih baik. Tapi ternyata itu tidaklah mempan. Untuk saat ini, dia harus segera meminum obatnya.
"Xeena! Xeen kamu ngapain di situ?"
Suara yang samar-samat terdengar itu Xeena yakin adalah suara milik orang yang sangat ia kenal. Suara yang sebenarnya tidak ingin dia dengar lagi tapi saat ini dia membutuhkan si pemilik suara.
"Xeen kamu kenapa?"
"Ughhh .. Aslam ku umat, Den."
"Ya ampun, ayo aku antar ke rumah sakit."
Keramahan Deny sungguh tidak dia sukai sebenarnya, karena Xeena berusaha untuk melupakan segala hal tentang pria itu.
"Ndak, ndak usah. A-aku minta tolong belikan obat saja. Cukup dengan itu. Hal seperti ini sudah biasa bagiku, kamu tahu itu kan. Jadi aku mohon tidak perlu berbuat lebih dari ini," ucap Xeena dengan senyum kecutnya. Sedangkan Deny, dia hanya bisa menganggukkan kepala. Apa yang jadi keinginan wanita itu, ia akan melakukannya.
"Ya, baiklah. Kalau gitu, masuk ke mobil aku akan carikan apotek untuk mu." Deny pasrah.
"Terimakasih banyak, Den. Aku akan membayar obatnya nanti."
TBC
"Kamu tunggu di sini sebentar ya, aku akan belikan obatnya,"ucap Deny sambil keluar dari mobil.
Deny Setiabudi, pria berusia 27 tahun itu memiliki sifat yang tidak sesuai dengan namanya. Sebenarnya Xeena sudah tidak ingin berurusan dengan pria itu lagi. Tapi siapa sangka, Deny lah yang melihatnya tengah kesakitan di pinggir jalan.
Xeena dan Deny sebelumnya memiliki hubungan yang hanya bukan sekedar teman. Mereka dulu adalah sepasang kekasih, pastinya sebelum negara api menyerang atau bahasa halusnya sebelum pria itu berselingkuh dengan teman sepekerjaan Xeena.
Hubungan yang dibina selama hampir dua tahun itu kandas begitu saja. Tentu saja Xeena yang memilih untuk putus. Bahkan karena putusnya dia dengan Deny membuatnya mendapat omelan dan tamparan dari sang ibu tiri.
"Ini obatnya, minum pelan-pelan aja. Aku beliin yang suspensi biar cepet reaksinya," ucap Deny sembari memberikan obat kepada Xeena.
"Terimakasih,"jawab Xeena singkat. Asli, dia sangat enggan sekali melihat wajah pria ini. Kalau tidak terdesak, Xeena tidak akan mau dekat-dekat dengan Deny.
"Ini gara-gara sakit perut sialan ini,"gumam Xeena lirih. Dia merutuki dirinya yang tidak hati-hati saat sarapan tadi.
"Aku anterin kamu pulang ya, Xen."
"Ndak usah. Sampai sini aja. Kalau kamu nganterin aku pulang, nanti ibu ku mikirnya macem-macem. Ntar dikiranya aku balikan sama kamu. Jadi cukup di sini. Makasih buat bantuanmu, dan ini untuk uang obatnya tadi."
Xeena sungguh bicara dengan tegas. Dia tidak ingin memberi celah barang sedikit pun kepada Deny terkait hubungan mereka.
Deny, setelah mereka putus, pria itu berusaha meminta Xeena kembali. Berkali-kali meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan. Tapi bagi Xeena sekali berkhianat, maka itu adalah sebuah bibit yang akan terus bertunas. Jadi Xeena memilih untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dengan terus menolak upaya Deny untuk kembali bersama.
"Xeen, seendaknya kamu harus lebih baik dulu. Kalau aslam mu kumat kan sembuhnya butuh waktu," tukas Deny dengan wajah yang sendu.
"Ini udah jauh lebih baik. Sekali lagi makasih udah nolongin aku. Selamat tinggal."
Tanpa ragu, Xeena keluar dari mobil Deny. Meskipun mungkin dia akan pulang naik angkot dengan sisa rasa sakit pada perutnya, tapi Xeena memilih itu dari pada harus berada di satu mobil dengan Deny lebih lama.
Bagaimanapun rasa sakit hati karena dikhianati lebih sakit dan membekas ketimbang sakit asam lambung yang ia miliki.
"Xeen, tunggu!" panggil Deny.
"Ada apa, kan aku udah bilang makasih. Uang obatnya juga uda aku ganti," sahut Xeena ketus. Sungguh dia ingin segera pergi dari hadapan Deny.
"Xeen, aku sungguh minta maaf untuk waktu itu. A-aku nyesel, Xeen. Aku ingin kita kembali lagi kayak dulu. Xeen, aku masih cinta sama kamu. Aku ndak bisa kehilangan kamu kayak gini."
Wajah Deny memang terlihat sangat menyesal ketika bicara demikian. Tapi Xeena sama sekali tidak peduli. Wanita 25 tahun itu hanya menarik satu sudut bibirnya.
"Tapi aku ndak tuh. Aku sudah terlalu sangat nyaman dengan tidak adanya kamu. Sudahlah, percuma kamu ngomong kayak gini terus ke aku. Pendirian ku nggak akan goyah. Lebih baik kamu pacari aja wanita itu dengan serius. Bukannya kamu udah dapet semua dari dia yang nggak kamu dapet dari aku? Dah lah, aku harus cepet pulang, bye!"
Deny hanya terpaku mendengar setiap kata yang meluncur dari mulut mantan kekasihnya itu. Dia paham apa yang dilakukannya salah, tapi setelah Xeena pergi darinya, nyatanya dia merasa sangat menyesal dan juga kehilangan.
Drtzzzz
Fyuuuh
Deny membuang nafasnya kasar ketika mendengar ponselnya berdering dan melihat nama yang ada di layar ponsel itu. Dia sangat enggan menjawabnya, dan pada akhirnya Deny hanya membiarkan ponsel itu berdering tanpa mengangkatnya ataupun mematikannya.
"Xeen, aku ndak akan nyerah gitu aja," ucap Deny dengan mengepalkan kedua tangannya.
Sedangkan Xeena, dia bersyukur bahwa perutnya sudah menjadi lebih baik setelah meminum obat. Meski masih sedikit sakit dan terasa kaku, ia yakin tak lama lagi akan sembuh.
Perlahan Xeena masuk ke dalam rumah. Ketika di depan rumah tadi dia sudah sangat lega karena motor Aldo tidak ada. Itu berarti Aldo sudah pergi, entah kemana anak itu, Xeena tidak ambil pusing.
"Aku harus cepetan. Tapi kan aku belum dapat tempat kos. Gimana dong,"ujarnya bingung. Padahal tadi wanita itu sudah sangat bersemangat dalam membereskan baju-bajunya dan juga beberapa penting yang akan ia bawa pergi dari rumah.
" Melky, masa minta tolong lagi sih sama dia? Tapi cuman dia yang bisa nolong aku."
Xeena berpikir sedikit lebih lama tentang minta bantuan kepada temannya. Dan akhirnya memang dia harus meminta tolong kepada temannya itu.
Alhasil Xeena menghubungi Melky soal kost. "Aku boleh ngrepotin kamu ndak. Untuk beberapa hari ini aja sampe aku dapat kos."
"Ya elah, tenang aja kali, Xeen. Kayak sama siapa aja. Kamu mau tunggu sampai gajian juga ndak masalah kok. Ya udah kamu balik ke sini buat ambil kunci ya. Aku tunggu,"sahut Melky.
Xeena sungguh sangat bersyukur, setidaknya di hidupnya yang memang sedikit sulit ini dimana keluarga sudah tidak layak disebut keluarga, dia memiliki teman yang sangat baik dan rasanya melebihi keluarga itu sendiri.
Xeena kemudian bergegas. Dia harus cepat segera keluar dari rumah sebelum Wita kembali. Xeena yakin Wita akan kembali dari perginya sekitar nanti sore. Tapi tetap saja dia merasa was-was takut Wita pulang lebih awal.
Dan, rasa was-was itu ternyata terbukti. Ketika Xeena keluar dari kamar, dia melihat Wita yang baru saja masuk ke rumah.
"Heh, mau kemana kamu!" ucap Wita dengan nada ketusnya. Selama ini wanita itu memang tidak pernah berkata baik dan halus kepada anak tirinya.
"Aku mau kos. Lagian di rumah ini kan aku ndak pernah dianggap. Jadi buat apa akui terus-terusan bertahan di sini. Yang ada lama-lama aku sakit mental dan jadi gila,"sahut Xeena tegas. Dia tak harus lagi selalu tunduk di depan wanita itu.
"Heh jangan kurang ajar, anak ndak tahu terimakasih. Selama ini kamu udah tinggal dengan nyaman di rumah ini, terus sekarang kamu mau peri gitu aja. Ndak bisa, balik ke kamarmu sekarang!"
Xeena mengerutkan alisnya, dia sedikit heran dengan sikap Wita sekarang ini. Jika sesuai dengan kepribadian Wita, seharusnya wanita itu senang saat mengetahui bahwa Xeena akan pergi dari rumah.
Hal ini membuat Xeena menjadi curiga, mengapa seolah Wita tidak membiarkannya pergi.
"Ohooo, kenapa nih. Kok tiba-tiba nglarang aku pergi. Bukannya ibu tiriku ini sangat tidak suka dengan ku ya. Nanti usaha punya bapak dikasihkan ke aku lho bukanya ke Aldo."
Wita nampak geram saat Xeena bicara demikian. Tapi sepertinya wanita itu sangat menahannya, padahal Xeena memang sengaja memprovokasi Wita.
"Ada apa ini, kenapa kayaknya dia nggak makan umpan yang udah ku lempar,"ucap Xeena dalam hati. Dia menjadi sangat penasaran apa yang ada dalam pikiran Wita saat ini.
"Ck sudahlah, aku mau pergi jangan halangi aku,"ujar Xeena. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang ibu tirinya pikirkan.
"Ndak, kamu ndak boleh pergi dari rumah ini. Kamu harus tetap di sini karena Deny mau ke rumah buat nglamar kamu."
Apa???
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!