NovelToon NovelToon

Hallo I'M Vanilla Sabia

Bab 1 Perkenalan

Vanilla Sabia, sedang duduk di sebuah cafe bersama teman kerja. Pesanan miliknya belum sampai di hidangkan, namun ponselnya sudah berdering.

" Lo, mau kemana ? " Roma sejak perempuan itu menerima telpon dia selalu memperhatikan, pantas saja saat perempuan itu beranjak dari kursi dia tahu.

" Balik kantor, di cariin pak bos " jawab santai Vanilla, perempuan itu sudah lupa kapan terakhir kali dia mengurus dirinya dengan santai tanpa panggilan mendadak dari atasannya itu.

" Come on, makanan lo belum dateng Va " timpal Sasta yang duduk di meja yang sama dengan Vanilla.

" Nggak apa, bukan sudah biasa seperti ini " jawab Vanilla dengan santai nya.

" Gua aja yang nemuin tuh bos " Java berinisiatif menggantikan tugas Vanilla, karena dia tahu sedari tadi pagi perempuan itu datang sudah langsung di brondong dengan pekerjaan dari sang atasan.

" No .... No ... No, I'm oke. Bungkus aja makanan ku taruh di atas meja ya, maaf merepotkan " Vanilla masih saja bisa tersenyum dan ceria, saat bos nya itu selalu menganggu jam makan siang atau istirahat nya.

Kaki nya melangkah dengan cepat masuk ke dalam gedung milik Sebastian group, dia bahkan tidak memperhatikan siapa saja yang sedang berdiri di lobi dan menatap kearahnya yang ada di otaknya harus segera sampai di ruang atasannya itu.

" Vanilla, help me " kata yang dia dengar saat menerima panggilan dari atasannya tadi, sejauh ini pria yang terkenal dingin, angkuh, dan selalu bersikap cuek tidak akan memanggil bawahannya jika tidak ada urusan pekerjaan.

Vanilla mendorong pintu besar menuju ruang milik atasanya, matanya menatap seisi ruangan namun tidak mendapati atasannya disana.

" Tuan Milan " panggil Vanilla, saat melangkah masuk ke dalam ruangan.

Bruck

Pintu ruang itu tertutup dengan kasar, membuat Vanilla membalikkan tubuhnya. Dia melihat sosok Milan Sebastian dengan tatapan yang tidak biasa membuat dirinya bergidik ngeri.

" Help me " Milan Sebastian langsung memeluk tubuh Vanilla tanpa adanya aba-aba, bahkan pelukan itu di sertai dengan gerakkan lembut yang membuat Vanilla menggeliat.

Vanilla masih berusaha mengontrol tubuhnya agar tidak terbawa suasana, dan segera melangkah perlahan menuju kamar mandi.

Saat Milan akan mencium bibir Vanilla, perempuan itu lebih dulu menekan tuas shower sehingga membuat tubuh Milan mulai basah berlahan.

" I'm sorry " bisik Vanilla dan meninggalkan sang atasan di salam bath room.

" Va, are you oke ? " pertanyaan yang keluar dari mulut Theo, sahabat sekaligus orang kepercayaannya Milan.

" Yess, I'm oke "

" Mikha baru saja dari sini " Theo berusaha menjelaskan kenapa Milan bisa sampai seperti itu.

" Oh, oke "

Theo selalu tahu kenapa Vanilla selalu bersikap datar dengan segala hal yang dia temui, pria itu sudah mendapatkan informasi lengkap soal Vanilla Sabia.

Seorang perempuan yang hidup sendirian, setelah Paman dan Bibi nya meninggal. Dia selalu mengusahakan apapun sendiri, tanpa bergantung pada orang lain. Apa yang dia miliki saat ini adalah hasil dari setiap usahanya, perjalanan hidupnya memang tidak se indah dongeng namun dia selalu bahagia.

Vanilla kembali ke meja kerjanya, bersamaan dengan Roma dan Sasta tiba setelah makan siang.

" Si bos kenapa ? " bisik Sasta

" Bos Mikha datang " jawab Vanilla singkat, mereka berdua sudah tahu apa yang terjadi jika Kakak dari Milan itu datang.

" Ausya juga datang ? " tanya Roma, perempuan yang selama ini selalu mengejar Milan itu selalu muncul jika Mikha membuat ulah di perusahaan.

Vanilla hanya mengangkat kedua bahu, sebagai jawaban atas pertanyaan Roma. Perempuan itu lebih memilih fokus untuk menikmati makan siang yang sempat tertunda karena bos nya.

Baru juga dia memulai makan, Theo sudah muncul di ruangan itu dengan muka yang cukup panik.

" Bos Milan demam " bisik Theo yang membuat Vanilla menutup kembali makan siangnya dan bergegas mengikuti langkah Theo.

" Ya Tuhan, kenapa hidup Vanilla harus serumit ini. Mau makan aja sampai nggak ada waktu " keluh sasta, dengan tatapan mata kearah punggung milik Vanilla yang semakin menghilang.

" Vanilla belum jadi makan ? " tanya Java yang baru saja tiba, saat melihat bungkusan makan siang milik Vanilla masih tertutup.

" Baru juga makan beberapa suap, udah di panggil aja sama si bos " Ucap Sasta dengan nada tidak suka, bukan karena iri tapi lebih ke kasihan melihat Vanilla.

" Saranku mending si Bos itu nikah aja sama Vanilla, jadiin dia bini nya. Dia asisten tapi udah seperti istri " Roma juga ikut mengomel.

Tidak dengan Java, pria itu tidak begitu nyaman dengan apa yang baru saja dia dengar. Pria pewaris tunggal JeHa group itu rela masuk ke Sebastian group hanya demi mendekati Vanilla Sabia, perempuan yang sejak jaman kuliah dia kejar namun kenyataannya dia harus melihat jika Vanilla sangat royal pada atasannya.

" Lo mau kemana ? " tanya Roma saat melihat Java melangkah pergi.

" Mau ketemu sama HRD " Jawab Java yang di tangannya sudah membawa map.

Pria itu sudah sejak lama ingin mengundurkan diri dan kembali ke JeHa group, namun masih dia tahan karena ingin bersama Vanilla. Namun kali ini dia memutuskan untuk mundur dan kembali ke JeHa agar bisa menarik Vanilla pergi dari Sebastian group.

* * *

Vanilla melihat tubuh Milan terlentang diatas tempat tidur dengan tubuh bagian atas tidak sama sekali tertutup oleh sehelai kainpun, bagi dirinya pemandangan seperti ini sudah sangat biasa dia liat sejak dia di pilih menjadi asisten utama sang CEO.

" Bukan seharus pak Theo menghubungi dokter pribadi, tuan Milan ? " tanya Vanilla yang terlihat bingung harus bagaimana setelah menempelkan punggung tangan miliknya ke dahi Milan.

Tubuh pria itu memang begitu indah di pandang, namun Vanilla tetap selalu berusaha profesional dengan pekerjaannya.

" Coba kamu bujuk " titah Theo pada Vanilla, pria yang terbaring itu memang selalu lebih nurut jika dengan Vanilla Sabia.

" Pak, saya telpon Dokter Kayndhi " ucap Vanilla pelan.

Pria yang tadinya memejamkan mata, membuka mata sayu nya dan menatap kearah Vanilla.

" Aku nggak selemah itu, duduk lah sini " titahnya, membuat Vanilla melihat kearah Theo yang berdiri tidak jauh dari tempat tidur milik Milan.

Pria itu mengangguk, lalu pergi meninggalkannya Vanilla dan Milan berdua saja.

Vanilla duduk di samping Milan, dan pria itu meletakkan kepalanya di pangkuan Vanilla. Matanya memang terpejam, namun dia terlihat tidak begitu tenang saat tertidur.

Bab 2 : Demam

Theo melangkah kaki keluar memberikan ruang untuk atasan sekaligus temannya, dia cukup tahu untuk saat ini Vanilla adalah perempuan yang bisa mengendalikan Milan Sebastian.

Di lorong yang lain Java Hanenda berdiri menatap kearah Theo yang sedang menikmati rokok yang baru di nyalakan, pria itu terlihat mengepalkan tangannya.

" Sepertinya sudah waktunya anda kembali ke JeHa group, tempat ini tidak cocok dan kesempatan anda cukup kecil jika tetap disini " Bisik Roma, Roma adalah salah satu orang kepercayaan Java Hanendra yang harus mengawasi Vanilla sejak masuk Sebastian group.

" Lantas bagaimana aku bisa mendekati dia ? " tanya Java cukup frustasi.

Kalian pasti tau se - frustrasi apa Java Hanendra mengejar Vanilla Sabia, perempuan itu sudah dia dekati sedari kuliah sampai dia merelakan tiga tahunnya untuk bekerja di tempat yang sama namun masih belum juga berhasil mengambil hati Vanilla Sabia.

" Bos, bukan jika anda tampil sebagai CEO kesempatan untuk mendekati Vanilla akan lebih banyak ? Kita bisa mulai kerja sama dengan Sebastian group atau Milian group " Roma mencoba memberikan ide untuk atasannya itu, sejujurnya dia cukup kasian melihat Java yang rela bersusah-susah demi mengejar cinta yang entah sebenarnya perempuan itu cinta siapa ?.

" Kamu tetap tinggal disini untuk menjaganya, aku tidak mau ada hal yang menyusahkan dia " titah Java, dan Roma sudah pasti tahu dia tidak akan pernah dibawa kembali ke JeHa group.

" Baik " Roma sedikit menunduk memberikan hormat, dan Java berjalan menjauh pergi.

* * *

Jam sudah menunjukkan pukul 19:00 saat Theo memberanikan diri masuk kembali ke ruang dimana Milan beristirahat, namun langkahnya terhenti saat melihat Vanilla memberikan kode agar dirinya keluar.

Vanilla ikut melangkah meninggalkan Milan yang sudah cukup terlelap, bahkan pahanya yang tadinya kesemutan sudah sampai sembuh.

" Capek dek ? " tanya Theo saat melihat Vanilla menghempaskan tubuhnya diatas sofa di ruang kerja milik Milan.

" Menurut abang ? " Vanilla memang seperti adik untuk Theo, jadi saat sedang berdua mereka akan seperti adik kakak kandung padahal keduanya tidak ada hubungan darah sama sekali.

" Hahaha " Tawa Theo membuat Vanilla cemberut "Sorry, karena hanya lo yang bisa buat dia nurut " Theo memang cukup kagum dengan Vanilla, bagaimana tidak kagum. Perempuan itu berhasil membuat Milan nyaman dan selalu menurut.

" Aku pulang " Vanilla beranjak dari duduknya, namun langkahnya terhenti saat melihat ke ruang dimana Milan tidur, pria itu tampak kembali gelisah dengan mata yang masih terpejam.

" Abang " panggil Vanilla pada Theo, pria itu langsung beranjak mendekat pada Vanilla.

" Dia selalu seperti itu, dia selalu konsumsi obat penenang biar bisa tidur " Theo melangkah masuk dan hendak membangunkan Milan, namun belum sampai menyentuh badan pria bertubuh atletis itu sudah terbangun.

" Are you oke ? " Theo mencoba memastikan kondisi Milan sudah jauh lebih baik.

Tidak memberikan jawaban pada Theo, melainkan menatap kearah Vanilla yang masih berdiri di ambang pintu.

" Vanilla " panggilnya pelan, membuat si pemilik nama melangkah mendekat.

" Boleh saya memeluk tubuh mu ? " ini semacam pertanyaan, perintah atau permintaan izin yang membuat Vanilla seketika menoleh kearah Theo seolah meminta penjelasan.

" Vanilla " Panggilnya kembali, dengan langkah yang masih ragu. Akhirnya Vanilla semakin mendekat dan memeluk tubuh Milan yang setengah telanjang itu.

Milan tampak menenggelamkan wajahnya di leher milik Vanilla, sedangkan perempuan itu mencoba menahan nafas karena detak jantung seakan membuat jantung miliknya akan meloncat keluar.

Vanilla merasakan lehernya basah, tubuh pria yang dia peluk bergetar membuat telapak tangan bergeser naik turun berusaha menenangkan.

" Its oke, nangis sepuas mu " bisik Vanilla, seolah dia lupa jika yang berada di pelukannya adalah bos nya bukan teman.

Saat Milan sudah lebih tenang, pelukan yang tadinya cukup erat itu terlepas berlahan.

" Thanks " ucap Milan dengan bola mata yang fokus menata kedua bola mata berwarna hazel milik Vanilla.

" You're welcome " Vanilla beranjak berdiri dan merapikan bajunya, namun saat akan melangkah pergi lengan kananya di tarik Milan sehingga menghentikan langkah Vanilla.

" Biar aku dan Theo yang mengantar kamu pulang, jangan menolak "

Vanilla tersenyum " Terimakasih pak, tapi apartemen saya hanya terletak di depan gedung perusahaan bapak "

" Biarkan aku mengantar mu " Milan kembali mengulangnya dan bergegas memakai kemeja yang tadi tergeletak di kasur.

" Kita jalan ya pak "

" Boleh, kamu juga ikut jalan Theo. Biar pak Rudi yang jemput kita nanti "

" Siap bos " sejujurnya Theo ingin tertawa melihat sikap atas nya itu, namun dia berusaha menahannya karena bisa berpengaruh dengan pendapatannya.

Bab 3 : Jalan Kaki

Vanilla berjalan keluar dari gedung milik Sebastian group, perempuan yang bisanya berjalan sendirian itu malam ini di temani oleh dua pria tampan yang berjalan di kanan dan kirinya.

Hanya ada keheningan dan rasa canggung, Vanilla akan menjadi dirinya sendiri saat bersama Theo. Theo pria yang dia temui lima tahun yang lalu, yang selalu membantu dirinya selama ini.

" Abang " Vanilla langsung menutup mulutnya " Pak Theo, saya sudah mengirimkan jadwal revisi untuk besok "

" Baik, nanti akan saya chek "

Milan berpura-pura tidak mendengarkan Vanilla memanggil 'Abang' pada Theo, sejujurnya dia juga ingin deket dengan Vanilla seperti teman atau lebih dari itu.

" Tidak perlu bersikap formal kita tidak sedang menghadiri sebuah acara atau berada di kantor, jadi silahkan kalian bersikap biasa saja. Nggak perlu canggung " Vanilla dan Theo kompak saling tatap, mereka berdua sampai tidak menyadari jika atasannya itu sudah tahu betapa dekatnya mereka berdua.

" Hahaha " Keduanya kompak tertawa.

" Enggak enak pak, saya kalau sama pak Theo lebih sering aneh-aneh " timpal Vanilla, agar tidak semakin canggung diantara ketiganya. Sedangkan Theo hanya tersenyum tanpa memberikan statement apapun.

" Santai, kita bisa teman. Jadi abang kamu juga boleh " Ucap Milan dengan senyuman yang jarang sekali dia perlihatkan.

Vanilla semakin di bikin amazed dengan apa yang dia dengar, sampai dia terdiam dan tertinggal oleh dua pria yang lebih dulu berjalan.

" Ayo adik " Milan menarik lengan Vanilla membuat hatinya menghangat.

" Predikat abang baik bakal ke geser " Goda Theo, yang membuat Vanilla menatap tidak suka.

" Canda adik, selain kembaran abang kamu tetap adik Favorit abang " Theo merangkul tubuh Vanilla, membuat ke-tiganya tertawa.

" Thea kapan balik abang ? "

" Minggu depan, nunggu mammi masih ada meeting katanya "

" Papi memang nggak ikut ? "

" Sama papi lah, mana bisa dua perempuan itu pergi tanpa papi " sedari dulu Theo memang lebih mandiri, bahkan lebih mandiri dari anak pada umumnya. Tempat bekerja pun dia memilih untuk tidak bekerja di perusahaan milik keluarga.

" Oh, abang mampir yuk. Nanti aku masakin " ajak Vanilla yang membuat keduanya menoleh.

" Abang yang mana ? " tanya Milan, pria yang kaku dan jarang tersenyum itu terlihat sangat santai.

" Kalian berdua boleh " Jawab Vanilla saat berada di lobby apartemen.

" Boleh ayok " Milan lebih terlihat bersemangat dari biasanya, pria itu lebih terlihat happy.

" Vanilla " Langkah perempuan itu terhenti dan menoleh kearah sumber suara, pria dengan penampilan casual itu menghampiri Vanilla.

" Bunga buat kamu " Java menyodorkan buket bunga yang dia bawa pada Vanilla, yang membuat raut wajah Milan berubah.

" Thanks Java "

" You're welcome darling " Java memang selalu sweet pada Vanilla, bahkan Areta perempuan yang sudah menjadi tunangannya itu selalu cemburu dengan kedekatan mereka berdua.

Mendengar jawaban itu, Vanilla memberikan cubitan kecil pada lengan Java " Au, sakit "

" Java jangan bikin orang salah faham " Ucap Vanilla dengan mulut tidak terbuka, yang pastinya membuat Milan sampai mengangkat sebelah alisnya.

" Vanilla, jadi mau masak buat kita ? " pertanyaan yang berhasil membuat Vanilla langsung menoleh kearah Milan.

" Jadi, yuk semua ikut aja. Stock bahan masakan juga banyak " Vanilla menekan tombol lift, dan ketiga pria itu kompak berdiri di belakang Vanilla.

Pemandangan itu tidak luput dari mata Areta, perempuan itu sudah sedari sore tadi mengikuti Java. Pria yang sudah hampir dua tahun ini mejadi tunangannya itu, tetap saja masih tidak peduli dengan dirinya.

Sore tadi ketika Java keluar dari Sebastian building, Areta sudah menunggu nya namun perempuan itu mengurungkan niatnya saat pria yang dia cintai tiba-tiba berhenti di florist.

Pria itu tampak memilih beberapa bunga dan meminta pemilik florist untuk merangkainya, bibirnya tersenyum karena dia berharap bunga itu akan Java berikan untuk dirinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!