NovelToon NovelToon

Senja Tanpa Bayangan

Bayangan tak terlihat, kehidupan yang hilang.

Joi mengaduk kopi dinginnya dengan sedotan plastik, matanya menatap kosong ke arah jendela kelas. Sinar matahari sore menerobos celah-celah tirai, membentuk pola debu yang menari-nari di udara. Di luar, lapangan sekolah tampak lengang, hanya beberapa siswa yang masih berlarian sebelum bel pulang berdentang. Joi acuh tak acuh. Baginya, pemandangan itu biasa saja, seperti halnya hantu-hantu yang berseliweran di sekitarnya.

Ya, hantu. Sejak kecil, Joi sudah bisa melihat mereka. Bukan hanya melihat, tapi juga merasakan kehadiran mereka; hawa dingin yang menusuk, aroma anyir tanah, atau bisikan-bisikan yang hanya ia sendiri yang bisa dengar. Awalnya, ia ketakutan. Mimpi buruk kerap menghantuinya, bayangan-bayangan mengerikan yang merayap dari balik dinding kamar. Tapi lama-kelamaan, ketakutan itu sirna, tergantikan oleh kebosanan. Hantu-hantu itu, baginya, hanya bagian dari kehidupan sehari-hari yang tak perlu dihiraukan.

"Joi, pinjam pulpenmu sebentar," suara teman sebangkunya, Dimas, membuyarkan lamunannya.

Joi menoleh sekilas, tanpa ekspresi. Ia melemparkan pulpennya ke meja tanpa sepatah kata pun. Dimas menerimanya dengan senyum canggung. Joi kembali menatap jendela, matanya melewati sosok Dimas, melewati meja-meja siswa yang ramai, hingga ia melihatnya: seorang perempuan tua berpakaian putih lusuh, berdiri di sudut kelas, menatap kosong ke arah papan tulis. Rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat pasi, dan aroma anyir tanah yang menyengat menusuk hidungnya.

Joi menghela napas pelan. Ia sudah terbiasa. Hampir setiap hari, hantu-hantu berbeda berkeliaran di sekitarnya. Ada yang hanya berdiam diri, ada yang usil, bahkan ada yang cukup berani untuk menjahili teman-temannya. Tapi Joi selalu bersikap acuh tak acuh. Ia tidak pernah bereaksi, tidak pernah menunjukkan rasa takut, bahkan ketika hantu-hantu itu mencoba berkomunikasi. Reaksi cueknya, entah mengapa, selalu membuat hantu-hantu itu mundur. Mungkin mereka takut dengan aura dingin yang selalu menyelimuti dirinya.

Bel pulang berdering. Joi memasukkan buku-bukunya ke dalam tas ranselnya dengan gerakan lambat dan malas. Ia tidak terburu-buru. Ia tidak memiliki kegiatan lain selain pulang ke rumah dan menghabiskan waktu sendirian. Ia lebih suka menyendiri, jauh dari hiruk-pikuk dunia manusia dan dunia gaib yang selalu bercampur aduk dalam kehidupannya.

Saat ia berjalan keluar dari kelas, ia melihatnya lagi: perempuan tua itu masih berdiri di tempat yang sama, menatap kosong ke arah koridor yang mulai ramai. Joi melewatinya tanpa melirik, tanpa sepatah kata. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran mereka, bahkan sudah menganggapnya sebagai pemandangan biasa.

Di luar gerbang sekolah, Joi berjalan dengan langkah santai. Ia memilih jalan setapak kecil di pinggir hutan, jalan yang jarang dilalui orang. Ia menyukai kesunyian di tempat itu, jauh dari keramaian dan suara-suara bising. Matahari mulai tenggelam, langit berubah warna menjadi gradasi jingga dan ungu yang indah. Joi menikmati keindahan senja, tanpa menyadari bahwa ia sedang diintai.

Tiba-tiba, ia mendengar suara jeritan. Suara perempuan yang panik dan ketakutan. Joi mengerutkan kening. Ia menoleh ke sumber suara, matanya menangkap sesosok perempuan berambut hitam panjang yang melayang di udara, dikejar oleh beberapa hantu berwujud bayangan gelap. Perempuan itu cantik, dengan kulit putih bersih dan mata biru yang berkilauan, meskipun wajahnya tampak pucat karena ketakutan. Ia mengenakan gaun putih yang berkibar tertiup angin. Ini adalah Anya.

Joi mengerutkan kening. Ia jarang melihat hantu yang cantik seperti itu. Biasanya, hantu yang ia temui memiliki wujud yang menyeramkan. Tanpa pikir panjang, ia berlari mendekati perempuan itu. Ia tahu, ia harus menolongnya. Bukan karena ia peduli, tapi karena ia tidak suka dengan kekacauan. Kehadiran hantu-hantu itu mengganggu ketenangannya.

Dengan gerakan cepat dan tepat, Joi mengusir hantu-hantu bayangan itu. Ia tidak menggunakan mantra atau jimat, hanya aura dingin yang selalu menyelimuti dirinya. Hantu-hantu itu menjerit ketakutan dan menghilang dalam sekejap. Perempuan itu, Anya, terhuyung-huyung, hampir jatuh. Joi meraih tangannya, mencegahnya jatuh ke tanah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Joi, suaranya datar, tanpa ekspresi.

Anya menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Terima kasih," katanya, suaranya lembut dan sedikit serak. "Namaku Anya. Aku... aku tidak tahu kenapa aku bisa begini. Aku merasa masih hidup!" Anya menyangkal keras kenyataan bahwa dirinya adalah hantu, ketidaktahuan yang akan menjadi inti dari perjalanan mereka berdua.

Tamu tak di undang

Rumah Joi terasa sunyi dan sepi, seperti biasanya. Rumah kecil di pinggiran kota itu disewanya secara diam-diam, jauh dari keluarganya yang tak pernah memahaminya. Joi melarikan diri dari rumah, mencari ketenangan yang tak pernah ia temukan di tengah hiruk pikuk keluarganya.

Ia masuk ke dalam rumah, melemparkan tas ranselnya sembarangan di lantai, lalu menuju ke dapur untuk mengambil segelas air. Aroma kopi masih tercium samar di udara, sisa dari kopi dingin yang ia minum di sekolah tadi.

Saat ia sedang mengisi gelas, ia merasakan kehadiran seseorang—atau sesuatu—di belakangnya. Ia menoleh, tetapi tidak ada siapa-siapa. Ia mengabaikannya. Ia sudah terbiasa dengan perasaan aneh di rumah sepinya ini. Hantu-hantu sering berkeliaran, sesekali menampakkan wujudnya, sesekali hanya berupa bisikan-bisikan yang menggelitik telinga. Joi sudah kebal.

Ia meneguk air dingin, lalu berjalan menuju kamarnya. Saat ia melewati ruang tamu, ia melihatnya: seorang lelaki tua berpakaian compang-camping, duduk di sofa usang, menatap kosong ke arah televisi yang sudah mati. Wajahnya pucat, matanya cekung, dan aroma anyir tanah yang menyengat memenuhi ruangan.

Joi menghela napas. Ia mengambil botol air mineral kosong di dekat meja, lalu berjalan mendekati lelaki tua itu. Tanpa basa-basi, ia memukulkan botol itu ke meja dengan keras. Suara benturan yang nyaring membuat lelaki tua itu tersentak kaget. Ia menjerit ngeri, lalu menghilang dalam sekejap. Joi kembali ke kamarnya, tanpa ekspresi.

Ia merebahkan tubuhnya di kasur, memejamkan mata. Ia mencoba untuk tidur, tapi pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian di ruang tamu tadi. Ia merasa sedikit jengkel. Kehadiran hantu itu mengganggu ketenangannya. Ia benci diganggu.

Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki pelan. Suara itu berasal dari dalam kamarnya. Joi membuka matanya, menatap ke sekeliling kamarnya. Ruangan itu gelap, hanya cahaya bulan yang menerobos celah-celah tirai yang menerangi sebagian ruangan. Di sana, berdiri Anya, tampak bingung dan sedikit ketakutan.

"Kau… kau masih di sini?" tanya Joi, suaranya datar, tanpa ekspresi.

"Tunggu, sejak kapan kau di sini!"

Anya tampak terkejut. "Aku… aku tidak tahu bagaimana aku sampai di sini," katanya, suaranya gemetar. "Aku… aku mengikuti kamu. Aku mencoba untuk pulang, tapi aku tidak bisa. Dan… dan aku bisa melihat hantu! Banyak sekali! Ini aneh sekali! Aku… aku bukan hantu, kan?" Anya terlihat panik, mencoba menyangkal kenyataan yang bahkan dirinya sendiri belum mengerti. Ia berjalan mendekati Joi, berusaha untuk menyentuh Joi, tapi tangannya hanya menembus tubuh Joi. Anya tersentak, matanya melebar karena terkejut. "Aku… aku bisa menembus benda padat? Ini… ini mimpi buruk!" Anya benar-benar tidak menyadari bahwa dirinya sudah meninggal. Ketidaktahuan ini akan menjadi sumber konflik dan sekaligus ikatan antara dirinya dan Joi.

dalam pikiran gue mungkin dia nggak ada hantu bodoh dan pasti karena ke bohodohan nya itu dia tidak sadar bahwa kita meninggal atau bisa saja korban tabrak lari dan ruhnya terpisah terpental jauh hingga dia tidak sadar bahwasanya dia sudah mati biasanya itu yang terjadi.

melihat hanya yang kebingungan Dia sedikit merasa kasihan dia terus memandangnya yang mondar-mandir.

"Bisa kau berhenti melakukan itu." ucap Joi pelan dan lembut.

Anya berhenti sejenak lalu kembali mondar mandir.

begitu terus sampai Joi pusing.

kekuatan misterius

Joi terbangun dengan suara tawa. Bukan tawa biasa, tetapi tawa yang nyaring dan penuh dengan percaya diri. Ia membuka matanya dan melihat Anya sedang melayang di atas tempat tidurnya, rambutnya terurai indah di udara. Anya tampak gembira, senyumnya merekah.

"Selamat pagi!" sapa Anya, suaranya ceria. "Aku punya kekuatan sihir! Tadi malam aku mencoba, dan ternyata aku bisa terbang!" Anya berputar-putar di udara, menunjukkan kemampuan barunya dengan penuh semangat. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa kemampuannya itu adalah bukti bahwa ia adalah seorang hantu.

Joi hanya berdehem, merasa sedikit jengkel. Ia sudah terlambat bangun. Ia harus segera bersiap ke sekolah. Ia tidak punya waktu untuk bermain-main dengan Anya yang tiba-tiba merasa memiliki kekuatan sihir.

Saat ia bergegas keluar rumah, ia melihat mereka: hantu-hantu bayangan gelap itu kembali. Mereka melayang di udara, mengepung Anya yang terlihat sedikit ketakutan. Kali ini, ada satu hantu yang lebih besar dan menyeramkan di antara mereka. Hantu itu memiliki wujud yang mengerikan, dengan mata merah menyala dan taring yang panjang.

Joi mengerutkan kening. Ia tidak suka diganggu, apalagi saat ia sedang terburu-buru. Ia menatap hantu-hantu itu dengan tatapan tajam. Kali ini, ia tidak akan bersikap acuh tak acuh. Ia sudah cukup lama menahan kekuatannya. Ia sudah cukup lama merasa terganggu. Sekali ini, ia akan melawan.

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu memusatkan pikirannya. Ia merasakan energi panas membakar dari dalam dirinya, mengalir ke seluruh tubuhnya. Matanya terasa panas, dan perlahan-lahan berubah menjadi merah menyala. Ia merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir dalam dirinya. Ini bukan lagi hawa panas biasa, ini adalah kekuatan yang jauh lebih besar, lebih dahsyat.

Dengan raungan yang menggelegar, Joi melepaskan energi itu. Hawa panas yang sangat kuat menyapu sekelilingnya. Udara berdesir, terasa seperti terbakar. Hantu-hantu bayangan itu menjerit ngeri, tubuh mereka bergetar hebat, dan menghilang dalam sekejap. Bahkan hantu besar yang menyeramkan itu pun menjerit ketakutan dan melarikan diri dengan tergesa-gesa. Hantu-hantu lain yang kebetulan berada di sekitar tempat itu juga berhamburan lari, panik menghindari gelombang panas yang dahsyat.

Anya tertegun, terkesima oleh kekuatan Joi yang baru saja ia saksikan. Ia tidak pernah menyangka Joi memiliki kekuatan sebesar itu. Joi sendiri merasa sedikit lelah, tapi juga merasa puas. Ia telah melepaskan kekuatannya, dan berhasil mengusir hantu-hantu itu dengan efektif. Ia telah membuktikan bahwa ia tidak hanya bisa melihat hantu, tapi juga memiliki kekuatan untuk mengusir mereka. Kekuatan yang telah lama ia simpan, kekuatan yang kini telah terbangun. Dan ia tidak akan ragu untuk menggunakannya lagi jika diganggu.

"Kau sangat kuat!" ucap Anya.

Joi hanya menatapnya dengan dingin dan kembali berjalan menuju sekolah.

sepanjang jalan dia memikirkan mengapa ia mengeluarkan kekuatannya harusnya dia tidak melakukan itu entah mengapa hatinya tergerak.

entah mengapa dia tanpa sadar ingin melindungi Anya padahal sebenarnya dia sama sekali tidak punya urusan dengan Anya harusnya jadi biaya sama saja hanya dia bawa mereka.

kalau mereka membawa hanya itu malah akan membuat dia menjadi lebih tenang karena tidak ada lagi hantu yang mengganggunya tapi entah mengapa hati itu tergerak sendiri sudahlah kalau dipikirkan terus-menerus ini akan membuat kepalaku menjadi sakit oh jadi-jadi dalam hatinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!