Hai apa kabar kalian semua, perkenalkan namaku Alisya. Biasa di panggil orang tuaku dan temen-temenku dengan sebutan Sasa. Lucu juga sih serasa masih kecil aja, padahal seminggu lagi hari kelulusan ku loh.
"Oh iya di sekolah ini aku mempunyai seorang teman, ya namanya Rida dia anaknya rame. Dan poin terakhir dari perkenalanku, aku itu jomblo abadi karena aku tidak pernah pacaran."
Seperti biasa hari itu Sasa pulang dari sekolah, langsung membereskan rumah. Karena sudah sebulan ini ibunya sakit-sakitan, sudah di bawa ke rumah sakit tapi tidak membuatnya lebih baik.
Semakin hari penyakitnya makin parah, oleh karena itulah Sasa sebagai anak perempuan Satu-satunya. Mengerjakan pekerjaan rumah sedangkan adiknya seorang laki-laki, dia masih duduk di bangku SMP.
Ayahnya, Pak Seno itu orangnya temperamen kerjanya serabutan. Kalau anak-anaknya atau istrinya, yaitu Bu Yuni melakukan kesalahan maka siap-siap aja mereka dapat pukulan.
Sasa sering mendapat pukulan, cubitan bahkan juga cambukan dari Bapaknya apalagi kalau dia itu sedang mabok. Semua orang menjadi sasaran, saat ini Ibu Yuni terbaring sakit di atas tempat tidur tubuhnya lemah dan kurus kering.
"Pak, kenapa Ibu ngga di bawa ke rumah sakit?" tanya Sasa di suari hari, bukan tanpa alasan dia berkata begitu karena sudah tidak tega melihat ibunya.
"Kamu pikir rumah sakit itu punya mbahmu? Di bawa ke rumah sakit itu kan butuh biaya!!" bentak Pak Seno, dengan kedua bola mata yang hampir keluar.
"Sasa tau Pak, rumah sakit itu butuh biaya. Tapi sampai kapan Bapak membiarkan Ibu seperti itu?" tanya Sasa, dengan air mata yang sudah berlinangan membasahi wajahnya.
Pak Seno terdiam, sejenak pria paruh baya itu nampak berpikir. Dia masih ingat ketika pertama kali bertemu istrinya, di minimarket perempuan itu memiliki paras yang ayu. Kulitnya bersih rambutnya panjang, matanya bening, tapi setelah Seno menikahinya hidupnya jadi berubah.
Kemiskinan yang menderanya membuat wajahnya, lebih tua dari usianya.
"Baiklah, kamu jaga Ibu kamu dulu, bapak akan mencari pinjaman." ucap Pak Seno, lalu ia pun keluar dari rumah dengan menaiki sepeda motornya.
Sepertinya Pak Seno menuju ke sebuah rumah yang cukup besar di situ, beliau itu orang terkaya di kampung itu yang tak lain adalah rumahnya Pak Yudi. Namun Pak Seno ini tidak tahu, bahwa Pak Yudi itu orangnya sangat keras dan kejam.
Tok
Tok
Tok
Ceklek pintu terbuka seorang pria, berbadan tegak sedang berdiri menatap tajam kearah Pak Seno.
"Siapa? ada perlu apa?" tanya laki-laki itu
"Assalamu alaikum maaf Pak, apakah Pak Yudi nya ada?" Pak Seno malah balik bertanya
"Hmm, dengan siapa ini?" tanya laki-laki itu lagi
"Seno." jawab Pak Seno singkat
"Tunggu sebentar."
"Makasih."
Tanpa menjawab apapun pria itu masuk ke dalam rumah, lalu memberitahukan tentang tamu yang ingin bertemu dengannya. Untungnya si pemilik rumah belum pergi ke luar kota, dan masih ada beberapa hari beliau sedang cuti. Karena kebetulan putranya si Yesaya menyuruhnya untuk, memenuhi panggilan dari dosen. Karena kelakuan putranya itu, menyebabkan anak orang masuk rumah sakit.
"Maaf Pak ada yang mencari Bapak." ucap Anto
"Ada perlu apa." sahut Pak Yudi tanpa menoleh
"Katanya sih ada perlu Pak, sepertinya dia orang miskin." ucap Anto, yang di angguki oleh Pak Yudi.
Akhirnya Pak Yudi melangkah keluar untuk menemui Pak Seno.
"Ehemm." Pak Yudi berdehem, setelah sampai di hadapan Pak Seno.
"Assalamualaikum Pak, maaf kalau saya mengganggu istirahat Bapak." ucap Pak Seno, dengan wajah tertunduk namun dengan sebuah harapan.
"Katakan saja langsung ada keperluan apa, kamu datang kerumahku. Oya nama kamu siapa?" tanya Pak Yudi angkuh
"Saya datang kesini bermaksud mau pinjam uang Pak, nama saya Seno." jawab Pak Seno, dengan kepala yang tetap tertunduk.
"Hemm mau pinjam berapa? kamu punya jaminan apa?" tanya Pak Yudi
"Saya hanya punya rumah kecil dan sepeda motor."
"Kamu punya anak gadis?" tanya Pak Yudi lagi, dan Pak Seno langsung mengangguk. Seketika Pak Yudi tersenyum menyeringai, dan mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian ia melangkah pergi ke belakang, menuju ke kamarnya.
Tak berapa lama beliau keluar lagi, sambil membawa segepok uang berwarna merah. Sesaat lalu uang itu dia lempar ke atas meja, dan Pak Yudi memanggil seorang laki-laki lain lagi dan menyuruhnya mengeluarkan selembar kertas.
Kemudian Pak Yudi menulis beberapa kalimat, di bagian paling bawah ada namanya yang sudah di tanda tangani olehnya. Dan nama Pak Seno berikut kolom buat tanda tangannya, lalu Pak Yudi menyodorkan surat itu ke hadapan Pak Seno.
"Silahkan di baca, kalau sudah mengerti bubuhkan tanda tangan di kolom yang tersedia." ucap Pak Yudi sambil tersenyum menyeringai
Karena Pak Yudi yakin sekali, kalau orang yang ada di hadapan nya ini tidak bisa membaca.
"Sebelumnya maaf Pak saya tidak bisa tanda tangan." ucap Pak Seno sambil tersipu, Pak Yudi tersenyum miring.
"Yaudah gapapa kalau begitu cap jempol aja Pak." sahut Pak Yudi, kemudian menyuruh orang suruhannya untuk mengambilkan tinta. Setelah semuanya beres, dengan senyum sumringah Pak seno segera meninggalkan rumah besar itu.
Dalam hati ia sudah berkhayal yang bukan-bukan, selain untuk berobat istrinya tentu saja dia ingin berjudi dan ber mabuk-mabukan lagi.
"Hemm daripada uang ini untuk mengobati Yuni yang belum tentu akan sembuh, mending uangnya aku pakai buat cari cewek cantik dan minum." gumamnya dengan suara lirih
Sesampainya di rumah ia mendapati putrinya masih betah menonton tv, sebetulnya hatinya kesel berarti malam ini dirinya tidak bisa bersenang-senang.
"Kamu belum tidur Sa?" tanya Pak Seno dengan tatapan yang tidak suka
"Walaikumsalam.. gimana Pak, dapat uangnya? Bapak pinjam sama siapa?" bukannya menjawab, Sasa malah memberondongnya dengan pertanyaan.
"Kamu itu kebiasaan banget ya, kalau di tanya malah nanya balik." jawab Pak Seno
"Hehe.. iya maaf Pak, tapi Bapak dapat kan uangnya?" Sasa mengulangi pertanyaan nya, yang tadi belum di jawab oleh Bapaknya.
"Iya nih besok bawa Ibu kamu berobat ya, tapi maaf Bapak tidak bisa antar. Bapak ada kerja." sahut Pak Seno, sambil menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah.
Sasa yang tidak menaruh curiga pun, mengambil itu dengan wajah berbinar. "Alhamdulillah akhirnya Bunda bisa berobat." gumamnya, setelah itu ia berlalu menuju ke kamarnya karena kebetulan matanya juga sudah sangat mengantuk.
"Terimakasih ya Pak, kalau gitu Sasa mau tidur dulu. Besok Sasa akan bawa Bunda berobat, ngga papa kalau Bapak sibuk. Sasa bisa minta bantuan mang Sarno." ucap Sasa, sambil berlalu meninggalkan ruang tamu.
"Ada untungnya juga punya anak yang polos, hanya dikasih uang yang tidak ada seperempatnya pun dia sudah senang." gumam Pak Seno, setelah Sasa sudah masuk ke kamarnya.
Tapi tidak pernah memikirkan bagaimana cara mengembalikan uang itu, yang jumlahnya cukup banyak.
*Oke sampe disini dulu untuk part awal dari cerita ini, semoga saja kesana nya banyak plot twist nya terimakasih bye*
[ ncess ]
Keesokan harinya Sasa membawa ibunya ke rumah sakit, dengan di bantu tetangganya yang bernama Mang Sarno. Kebetulan Mang Sarno adalah tetangga yang terbilang paling dekat dari rumahnya, ia mempunya mobil box untuk mengangkut sayur warga situ yang ingin di jual ke pasar.
Mang Sarno ini tidak kaya tapi juga tidak terlalu miskin, beliau orangnya ramah dan suka menolong tetangga nya yang membutuhkan bantuan. Karena dari kampung ke kota jaraknya terlalu jauh, terkadang mereka yang mempunyai keperluan mendesak ikut menumpang di mobil box nya Mang Sarno.
Seperti yang di lakukan Sasa, terpaksa ia membawa ibunya menggunakan mobil box nya Mang Sarno. Karena takut uangnya tidak cukup untuk bayar rumah sakitnya, untungnya mereka mempunyai tetangga seperti Mang Sarno ini.
"Mang pagi ini mau ngantar sayur ke kota gak?" tanya Sasa kepada pria paruh baya itu
"Iya Sa, memangnya kenapa?" Mang Sarno balik bertanya
"Sekali lagi maaf Mang, apakah saya dan ibu saya boleh ikut?" tanya nya dengan ragu-ragu
"Memangnya kamu sama Ibu kamu mau kemana Sa?" tanya Mang Sarno lagi
"Ibu sedang sakit Mang, sudah seminggu. Sudah di beri obat warung tapi ngga ada perubahan, rencananya saya mau bawa ibu berobat ke Dokter." sahut Sasa dengan muka sendu
"Ooh jadi Ibu Yuni sedang sakit ya, pantesan aja gak pernah nanyain sayur. Yaudah ayok sekarang Mamang mau berangkat." ucap Mang Sarno yang ikut prihatin, dengan tetangganya itu.
Mang Sarno bukan tidak tahu seperti apa, perangai Pak Seno yang tidak pernah perduli sama keluarganya. Terkadang Mang Sarno malah berpikir, kok Ibu Yuni bisa sabar banget menghadapi Pak Seno yang temperamen itu.
Sasa pun segera berlari kerumahnya untuk mengambil tas dan juga memapah Ibunya, untungnya Ibu Yuni masih bisa berjalan meskipun harus di papah.
"Mari saya bantu Neng." ucap Mang Sarno yang langsung membuka pintu mobil, karena ngga mungkin juga kan mereka duduk di belakang.
Di tempat lain Pak Seno sedang bersenang-senang di sebuah cafe, dari semalam pria tua itu tidak pulang kerumahnya. Dia nginap di sebuah kamar yang ada di cafe tersebut, rupanya pria yang tidak tau diri itu sedang memuaskan nafsunya dengan wanita penghibur.
"Sungguh indah sekali hidup ini memang, kalau kita punya banyak uang." ucapnya dengan bibir tersenyum, setelah nafsunya terpuaskan dan bertempur semalaman dengan wanita yang disewanya.
"Masa bodo dengan Yuni, kenapa gak mati saja perempuan tua itu." ucapnya lagi
Setelah beberapa menit akhirnya Sasa sampai juga di kota, Mang Sarno hanya mengantarkan mereka di tepi jalan saja. Karena kebetulan rumah sakitnya berada di pinggir jalan, Sasa turun dari mobil lalu memapah Ibunya menuju kerumah sakit. Sedangkan Mang Sarno, langsung melanjutkan tujuannya kearah pasar.
"Bun, kalau di tanya Dokter nanti Bunda bilang ya apa yang sakit." ucap Sasa kepada sang Bunda, disitu Ibunya hanya mengangguk saja.
Setelah mendaftar antrian, Sasa dan Ibunya duduk di ruang tunggu di depan sebuah ruangan. Dengan tulisan Dokter Umum, disana juga sudah banyak orang yang sedang menunggu giliran mereka di panggil.
Setelah menunggu kira-kira setengah jam, akhirnya nama Ibu Yuni pun di panggil.
"Ibu Yuni." panggil seorang perawat dari ruang Dokter itu, Sasa segera membantu Ibunya untuk berdiri. Kemudian mereka masuk kedalam, seorang Dokter laki-laki berwajah tampan sedang duduk di belakang meja.
"Assalamualaikum, selamat siang Dok." sapa Sasa basa basi
"Walaikumsalam, siang juga silahkan bantu Ibunya untuk berbaring." jawab Dokter Irwan sambil tersenyum
Tanpa menjawab, Sasa langsung membantu Bu Yuni untuk naik ke atas ranjang yang tersedia.
"Sudah berapa hari sakitnya Bu? dan apa yang Ibu rasakan." tanya Dokter Irwan lagi, dan Ibu Yuni menjawab semua pertanyaan Dokter Irwan dengan suara yang cukup pelan.
Setelah di periksa memakai stetoskop dan lain sebagainya, Ibu Yuni di perkirakan terkena tipes. Dokter Irwan menyarankan ke Sasa, agar Ibunya melakukan rawat inap supaya cepat sembuh.
Namun Sasa bingung darimana dia mendapat uang, untuk biaya rumah sakitnya nanti. Akhirnya Sasa memilih pulang saja dulu, nanti sampai di rumah dia akan membicarakan nya dengan Bapaknya.
Dengan terpaksa Dokter Irwan mengijinkan Bu Yuni berobat jalan saja, sebenarnya Sasa sedih melihat kondisi Ibunya yang semakin lemah. Tapi lagi-lagi dia tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak berani melangkahi Bapaknya.
Sesampainya di rumah Sasa membaringkan Bu yuni ke atas tempat tidur, Bapaknya pun sudah berada di rumah.
"Bagaimana sudah berobatnya?" tanya Bapaknya dengan suara datar
"Sudah Pak, sebenarnya tadi Dokternya menyuruh Bunda untuk rawat inap. Tapi Sasa tidak berani kalau belum dapat izin dari Bapak." sahut Sasa
"Alah ngapain sih di rawat-rawatan, paling Ibumu cuma kecapean doang. Suruh istirahat aja dan di minum obatnya." setelah berbicara seperti itu, Pak Seno pergi lagi entahlah mau kemana lagi.
Ternyata Pak Seno pergi kerumah selingkuhan nya, di desa sebelah dia menjalin hubungan dengan seorang janda yang baru saja bercerai.
"Bun, maaf ya Sasa ngga bisa berbuat apa-apa. Bunda istirahat ya." ucap Sasa setelah tadi dia memberinya obat, yang dari Dokter tadi.
Air matanya lolos gitu aja tanpa permisi, seperti hujan deras yang baru saja turun. Hatinya perih melihat kondisi Ibunya, padahal dulu Ibunya itu seorang perempuan yang cantik, montok dan berisi.
Tapi setelah sakit-sakitan berat badannya langsung menurun, matanya juga cekung ada guratan-guratan kesedihan disana.
"Sa, jika ada laki-laki yang memiliki harta memintamu untuk menjadi istrinya. Jangan pernah kamu tolak, setidaknya kalau kamu tidak memiliki cinta. Tapi punya harta maka kamu bisa membahagiakan dirimu dan anak-anakmu." pesan sang Ibu, sebelum akhirnya terlelap dalam tidurnya.
Sasa hanya mengangguk meskipun ia tahu, Ibunya tidak melihatnya setitik air mata menggenang di pelupuk matanya.
*******
Tok
Tok
Tok
Waktu baru menunjukkan pukul 6 pagi, tapi di luar terdengar suara orang menggedor gedor pintu rumahnya. Tadi pagi setelah menunaikan ibadah sholat subuh, Sasa kembali tidur dan sekarang ia di kejutkan dengan suara gedoran di pintu.
"Siapa sih pagi-pagi buta begini bertamu." ucapnya sambil menguap, ia melirik kearah jam dinding yang ada di atas violet.
Tak berapa lama Sasa pun membuka pintu, untuk melihat siapa gerangan yang datang. Setelah pintu di buka nampak beberapa laki-laki dewasa, berbadan kekar sedang berdiri di depan pintu.
"Maaf anda-anda ini nyari siapa ya?" tanya Sasa sambil menautkan alisnya, pertanda ia merasa bingung.
"Hemm Bapak kamu ada? kami datang ingin bertemu dengan Pak Seno, kamu anaknya." jawab laki-laki itu
"Ooh Bapak saya ada masih tidur." ucap Sasa
"Cepat bangunkan." pinta para lelaki itu, lalu mereka masuk gitu aja tanpa di suruh oleh empunya rumah.
Melihat itu Sasa hanya geleng-geleng kepala saja.
Tok
Tok
Tok
"Pak, ada yang nyariin Bapak." ucap Sasa, setelah ia mengetuk pintu kamar Bapaknya.
Plaaakkk
Sasa yang masih berdiri di depan pintu, langsung terlonjak kaget setelah tangan Bapaknya mendarat sempurna di kepalanya. Orang-orang yang tadi mencarinya pun, tersenyum miring dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.
"Sudah berapa kali harus aku bilang, jangan pernah bangunkan aku dasar anak to**l!!" bentak Pak Seno dengan suara yang menggelegar, memenuhi seisi rumah itu.
"Kenapa kamu marah-marah sama anakmu, kami yang menyuruh nya untuk membangunkanmu." ucap salah satu pria, yang masih duduk santai di kursi ruang tamu.
"Kalian siapa?" tanya Seno
"Pertanyaan yang bagus, kami suruhannya Pak Yudi. Kamu lupa kalau kamu punya hutang sama beliau? sudah waktunya harus bayar!" ucap pria itu tegas
"I-iya nanti saya pasti bayar." sahut Seno ketakutan
BRRRRAAAKKKK
Pria berbadan gede itu menggebrak meja, hingga mengeluarkan suara yang cukup keras.
"Bos saya sudah memberimu masa tenggang, kalau kamu tidak bisa bayar maka silahkan kosongkan rumah ini!!" bentak nya
Ibu Yuni yang memang kesehatannya belum pulih, seketika terkejut dengar suara bentakan itu. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, detak jantungnya semakin cepat.
"Saaaa..." suaranya sangat lirih, tapi masih bisa di dengar oleh Sasa. Gadis yang sedari tadi bersembunyi di dapur, karena takut segera berlari ke kamar Ibunya.
"Bundaaaaaaa....." teriakan nya sangat keras seolah mengguncang alam fana ini, Sasa merengkuh tubuh Ibunya yang sudah terkulai lemah.
"Ada apa?" tanya Seno yang ikut berlari ke kamar, di ikuti para laki-laki tadi mereka semua tercengang.
Melihat situasi yang sudah tidak kondusif, pria-pria itu pun berlalu keluar begitu saja. Sambil memanggil warga yang mereka temui di luar, agar membantu keluarga Sasa yang sedang terkena musibah.
"Innalillahiwainnailaihirojiun....berita duka cita, telah berpulang ke rahmat Allah. Ibu Yuni istrinya Pak Seno." tak berapa lama terdengar suara di toa mushola, dan masjid kabar berita duka cita itu.
Entah siapa yang mengabari marbot masjid, sontak saja saat itu para tetangga berduyun-duyun. Mengucapkan bela sungkawa di kediaman rumah Sasa, mereka saling bergotong royong hendak memakamkan jenazah nya Ibu Yuni.
"Bunda, kenapa bunda pergi secepat ini. Sasa belum membalas jasa Bunda, bun jangan tinggalin Sasa... hiks." terdengar suara isak tangis, gadis remaja di dalam kamarnya yang sempit itu.
Padahal baru beberapa hari yang lalu, Sasa kelulusan dengan nilai yang bagus. Meskipun ia sendiri tidak tahu ijasah itu mau diapakan, tapi tetap Sasa bahagia tapi sekarang Ibunya malah pergi.
*Oke gimana guys ceritanya, komen ya*
[ ncess ]
Seminggu berlalu setelah kematian Ibunya Sasa, orang-orang suruhan Pak Yudi datang lagi. Dan menagih hutang yang pernah di pinjam Pak Seno dulu, namun Pak Seno kebingungan bagaimana cara membayar hutangnya yang jumlahnya begitu besar itu.
"Kapan mau bayar hutangnya!" ucap salah satu pria yang sedang duduk di sana
"Beri saya waktu mas, saya belum punya uang istri saya juga baru saja meninggal." ucap Seno
"Mohon maaf Pak, saya ini hanya pesuruh jadi kalau Bapak ingin minta tenggang waktu atau apapun. Silahkan datang kerumah dan ngomong langsung dengan bos kami." ucap nya lalu mereka pun keluar dari rumah Pak Seno
Setelah para laki-laki berotot itu keluar dari rumahnya, Sasa langsung mendekati Bapaknya.
"Emangnya berapa hutangnya yah? Kok mereka bilang banyak banget?" tanya Sasa penasaran
Pak Seno tidak bisa menjawab pertanyaan Sasa, ia gelagapan dan berpikir sejenak mencari jawaban yang tepat untuk mengelabui anaknya ini.
"Ayah ngga banyak kok memang dia nya aja, yang ngasih bunga terlalu tinggi. Sudah kamu jangan pikirin, fokus aja kerja cari uang buat biaya sekolah adikmu, urusan hutang biar jadi urusan Ayah." sahut Pak Seno, setelah berkata demikian ia pun beranjak pergi hendak menuju ke rumahnya Pak Yudi.
Sepeninggal Bapaknya Sasa bingung sendiri, namun ia mencoba tidak memikirkan hal itu. Sasa membereskan rumah dari mulai menyapu, cuci pakaian, sampai memasak menu seadanya untuk makan siang mereka bertiga.
"Kenapa perasaan ku jadi gak enak ya? Apakah Ayah telah berbohong kepadaku?" tanyanya pada diri sendiri
Setelah selesai memasak, Sasa mencuci perabotan kotor bekasnya memasak. Dan menyapu lantai, setelah itu ia bergegas mandi. Karena ia mencium aroma masakan di tubuhnya, pasalnya setelah itu ia harus berangkat bekerja.
Pak Seno sudah sampai di rumahnya Pak Yudi, dengan ragu ia pun memberanikan diri mengetuk pintu rumah besar itu. Pak Yudi yang baru saja kembali dari kota, nampak sedang duduk santai di meja makan sedang menikmati sarapan paginya.
Tok
Tok
Tok
Setelah menunggu beberapa saat pintu terbuka, seperti biasa yang membuka pintu tentu saja para pekerja dirumah itu.
"Silahkan Pak, sudah di tunggu oleh Bapak di meja makan." ucap orang itu
"Baiklah terimakasih." sahut Seno lalu dengan sedikit membungkukkan badannya, ia pun langsung masuk kedalam rumah itu.
"Selamat pagi Pak." ucap Seno, sesampainya di ruang makan yang dimana disitu sudah ada Pak Yudi sedang meminum kopi.
"Hemm gimana? kamu tidak bisa bayar hutang ya?" tanya Pak Yudi dengan nada yang santai, Seno yang awalnya merasa ketakutan mengernyit heran.
"Kok dia ngga marah ya?" pikirnya
"I-iya Pak, istri saya baru saja meninggal. Sehingga saya telah menghabiskan banyak uang, untuk biaya pemakaman dan sebagainya." ucap Seno dengan suara parau
"Hemm, tidak papa saya mengerti dengan kehidupan kamu. Duduklah saya ingin berbicara denganmu, mau makan atau minum kopi?" tanya Pak Yudi tanpa menatap wajah Seno
"Kopi boleh Pak." jawab Seno, dengan malu-malu lalu ia pun ikut duduk.
"Yu tolong buatkan kopi untuk Pak Seno." ucapnya kepada Art nya
"Baik Pak." sahut si orang yang di panggil mbakyu tadi
Tak berapa lama kopi pun terhidang di hadapan Seno.
"Silahkan di minum dulu, aku tahu pasti kamu belum minum kopi pagi ini." ucap Pak Yudi dengan senyum menyeringai
"Iya Pak, Sasa belum sempet beli kopi dan gula." sahut Seno yang langsung menyeruput kopi nya
"Jadi nama anak gadismu Sasa? Nama lengkapnya siapa?" tanya Pak Yudi lagi
"Alisha cahaya." jawab Seno
"Kamu tidak perlu membayar hutangmu, karena percuma rumahmu juga belum bisa menutupi hutangmu itu." ucap Pak Yudi
Ucapan Pak Yudi barusan, tentu saja membuat laki-laki paruh baya itu berbinar bahagia.
"Benarkah Pak? jadi saya tidak perlu membayar hutang?" tanya Pak seno tidak percaya, yang mendapat anggukan dari Pak Yudi.
"Tapi ada imbalannya." ucap Pak Yadi singkat
Senyum yang tadi merekah di wajah Seno, seketika menghilang entah kemana.
"Aku ingin menikahi putrimu, untuk menjadi istri keempat ku. Sebagai imbalannya kamu boleh minta apa saja, tapi kamu jangan biarkan anakmu masuk kerumahmu lagi paham kan!!" ucap Pak Yudi dengan suara yang tegas
"Paham Pak." sahut Seno
"Oke kalau sudah paham, pulanglah besok aku akan datang kerumahmu untuk melamar. Pastikan anakmu mau menikah denganku, kalau tidak maka akan aku pastikan kamu mendekam di penjara." sambung Pak Yudi
Lalu Seno pun keluar dari rumah itu, ia berjalan dengan sangat gontai pikirannya bercabang. Di satu sisi ia seneng anaknya di nikahi orang kaya, persetan tentang jadi istri keempat. Di sisi lain ia khawatir Sasa menolak, maka ia harus mendekam di balik jeruji besi sana.
Sesampainya di rumah Seno masih uring-uringan, sejenak ia mengitari sekeliling rumahnya mencari keberadaan putrinya.
"Sasa!!" panggilnya dengan setengah berteriak
Seno dengan tidak sabar mengulangnya hingga beberapa kali, memanggil nama anak gadisnya.
Hingga beberapa menit kemudian, Sasa keluar dari arah dapur mendekati Bapaknya sambil membawa secangkir teh manis hangat.
"Ada apa Pak, ini diminum dulu teh hangat." ucap Alya, sambil meletakkan secangkir teh itu diatas meja.
"Duduk!" ucap Seno dengan suara tegas
"Baik Pak." sahut Sasa yang hanya menurut saja
"Besok kamu jangan kemana-mana, beli beberapa cemilan beli kopi dan gula." ucap Seno, sambil menyodorkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah.
Melihat uang itu Sasa hanya mengangguk saja, meskipun ia ingin sekali bertanya siapa tamu yang akan datang. Karena Sasa paham betul kalau Bapaknya, menyuruhnya membeli cemilan dan lain-lain itu artinya mereka akan kedatangan tamu.
******
Ditempat lain Pak Yudi yang sedang memandangi pantulan dirinya di depan cermin, sambil senyum-senyum sedang membayangkan ia akan mempersunting Sasa. Gadis belia yang baru lulus SMA, bahkan anaknya lebih tua dari gadis yang akan di pinangnya.
Lalu pria tua itu keluar dari dalam kamarnya, menuju ke ruang tamu. Kemudian duduk di sofa empuk miliknya, kemudian ia memanggil putranya.
"Bibi..." panggilnya dengan suara keras, ia memanggil Art nya. Tak berapa lama seorang perempuan paruh baya, tergopoh-gopoh mendekati tuannya.
"Saya Pak." sahut Bibi dengan suara pelan
"Tolong panggilkan Sandy Bi, suruh menghadap ke saya." ucap Pak Yudi
"Baik Pak." sahut Bibi lalu ia berlalu, naik keatas menuju ke kamar putra majikannya.
Tok
Tok
Tok
Ceklek
Pintu terbuka menampakkan sosok pemuda yang memiliki wajah sangat tampan, tidak memperlihatkan kalau dia tinggal di kampung. Ya dialah Sandy anak satu-satunya, Pak Yudi dari istri pertamanya yang telah tiada. Dan dia lebih suka tinggal di kampungnya Sasa, karena ingin menjaga rumah yang memiliki kenangan bersama ibu tercintanya.
"Ada apa Bi?" tanya Sandy yang seperti baru bangun tidur
"Mas di panggil Bapak, dan sudah ditunggu dibawah." ucap Bibi yang di angguki oleh Sandy
"Iya Bi bentar lagi saya turun." jawab Sandy
Setelah itu Bibi pun pergi meninggalkan kamar Sandy, kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan nya.
"Ada apa Yah?" tanya Sandy, yang langsung duduk didepan Bapaknya.
"Sandy, besok ikut Ayah." ucap Pak Yudi datar
"Kemana?" tanya Sandy mengernyitkan dahinya
"Ke rumah Pak Seno, Ayah ingin melamar anaknya." sahut Pak Yudi lagi, tapi tetap tanpa ekspresi.
"Hah, ngelamar Yah? jadi Ayah mau nikah lagi?" tanya Sandy dengan suara tinggi
"Terpaksa, karena Bapaknya ngga bisa bayar hutangnya ke Ayah. Ya daripada uang Ayah hilang begitu saja, mending di tuker saja sama anak gadisnya." jawab Pak Yudi enteng
"Yah, yang bener aja anak orang masa di tuker dengan hutang." ucap Sandy
"Kamu tenang saja, Ayah tidak akan jatuh cinta sama gadis kecil itu. Ayah tidak akan punya anak darinya, jadi kamu tetap akan menjadi pewaris tunggal." sahut Pak Yudi
Ya kenapa Pak Yudi berkata begitu, karena ketiga istrinya. Tidak satupun yang mempunyai anak, jadi tidak ada pewaris lain selain Sandy.
"Baiklah kalau begitu, tapi gimana kalau kali ini dia bisa mengandung? Apakah Ayah bisa jamin? kalau gadis itu tidak bisa hamil?" tanya Sandy dengan wajah yang serius
"Baiklah kalau kamu takut, besok setelah Ayah memberi lamaran. Ayah pergi ke notaris untuk memindah nama, seluruh aset Ayah atas nama kamu." ucap Pak Yudi lalu beliau pergi keluar rumah, tapi Sandy tidak berniat untuk bertanya.
Sandy masih terus kepikiran apakah benar, Ayahnya tidak akan membagi hartanya? mungkin kedengarannya dia serakah, tapi dia melakukan itu demi mempertahankan harta yang sudah di bangun Almarhumah Ibunya dari nol.
Dan itu semua sudah di tulis di surat wasiat Almarhumah Ibunya, semuanya di wariskan untuk Sandy putra satu-satunya.
"Aku jadi penasaran seperti apa sih gadis yang akan di peristri Ayah." ucap Sandy pelan
[ ncess ]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!