Sepeninggal Mama orang Tua terakhir Tuhan titipkan buat kami di dunia telah di ambil kembali,aku ditinggal mati ayah usai usia ku genap 1 bulan adanya karena ayah seorang kontraktor perumahan menjadi korban kecelakaan kerja pada waktu itu,mama seorang bidan desa putar setir membawa kami kehidupan kota Jakarta supaya layak lah kehidupan kami seperti sekarang.Aku Sudah bekerja setahun lamanya di Bank swasta terbiasa bekerja untuk kebutuhan ku sendiri tidak menjadi alasan aku ikut debat diantara kakak ku dan Abang ku ini, sumpah dari kepergian ibu mereka tak habis-habisnya membahas soal warisan.
"Kamu enak Dri gak mikirin hidup, rumah ini udah atas nama kamu,kamu kerja kamu udah punya mobil bahkan mama udah nyerahin wasiat buat kamu cari Tanah pertanian warisan Papa kan!" Kak Tere iri dengan kasih sayang Mama terlalu berlebihan untuk ku itu kan tanggapan dia dan Abang Jonas nyatanya tidak begitu.
"Enak Mata mu ! Emang kemarin Mama sakit-sakitan aku ada minta biaya dari kalian? Terus kuliah aku ada keluarin biaya sampai 12 semester karena hamil di luar nikah dan harus biayai pernikahan sendiri terus aku ada kuliah hanya untuk dibiayai dan ngehamilin anak orang? Ada? Enggak kan ya udah gak usah protes banyak kerja aja terus itu urus tu suami Lo dah mulai genit sama ipar nya!" Memang aku gak ada sukanya melihat ke 2 saudaraku ini sorry to say lah ya mereka kek gak ada otak nya di dunia ini.Mikir semua hidup orang enak jika mencapai pencapaian sesuai hasil kerja mereka.
Mereka meredam emosi nya bahkan ipar gak ada ahlak itu memilih menjauh dari kami.
"Sedih banget kata-kata itu keluar dari mulut seorang Adriana Levita, sungguh Dri."
"please Tere Afriska you live tanggung jawab Lo jangan seolah-olah jadi korban disini! "
Malam itu juga akhirnya masalah selesai dengan ucapan tegas namun mematikan dari aku.Aku memang begitu orang nya sekali bicara namun langsung tepat menusuk ke hati terdalam.
Sendiri lagi, perumahan berlantai dua terlalu besar untuk ku namun itu bukan sesuatu penyesalan malah suatu syukur Mama bisa sediakan disisa usianya aku tidak ingin susah lagi seperti masa kecil ku ketika di kampung.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Inilah rutinitas ku, bangun pagi dengan 2 Bibi sudah berkemas se dari pagi.Aku tau dibalik perhatian mereka kerjakan ada rasa benci pada ku, mereka sudah ikut dengan kami mungkin ada 10/11 Tahunan jadi sudah paham dengan watak ku,tegas lugas dan kalau gak suka langsung on the point.
"Nanti gak usah tunggu kemungkinan saya tidur dirumah teman hari ini,dan iya baju putih saya kemarin tolong donk dicuci ulang dan kamar mandi saya itu bau banget." Kata ku meninggalkan mereka tanpa basa-basi mereka bersiap melakukan tugas yang aku berikan.
Sedari kecil didikan Mama terlalu amat manja buat ku lihat lah hasil didikan itu hancur semuanya,dan satu hal yang tak pernah Mama ceritakan kenapa kedua kakak itu seolah jadi karma 1 menghamili dan 1 lagi dihamili iss sumpah jangan sampai garis karma itu datang pada ku.
Setiap Senin,aku rutin meninjau laporan mingguan di ruang meeting lantai dua cabang tempat diriku menjadi pimpinan. Tapi di luar itu, harinya selalu dinamis: bertemu klien prioritas di café Senopati, rapat mendadak via Zoom di mobil, kadang juga inspeksi dadakan ke ATM center bagi ku bank bukan hanya bangunan — tapi jantung kepercayaan nasabah. Ia tahu persis: loyalitas tak dibangun di meja kerja saja, tapi dari cara seseorang mendengarkan dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan hati terbuka. Itulah kenapa dalam usia 33 tahun, semua orang memanggil ku dengan sebutan 'Bu Adri' dengan segan dan rasa kagum yang tak bisa disembunyikan...
Jangan kira beban ku sebagai pimpinan cabang tidak ada ya cuman aku malas aja banyak cerita cukup nikmatin yang enak-enak saja bukan begitu permisi eh maksudnya pemirsa.
Mobil putih bukti perjuangan di dukung sedikit oleh warisan sungguh dirimu tidak akan tergantikan oleh apa pun.
"Bu Adri, dapat pesanan dari nasabah." Satpam menyerahkan buket bunga dan sebanyak 1 totabag makanan biasalah oleh-oleh terimakasih dari nasabah prioritas.
Lelah dengan pergumulan sedemikian rupa ternyata ada hal baik ku terima dari teman yang mengerti aku selama ini."Nangis aja,aku tau kamu sayang banget sama Mima(mama) kamu kalau udah sayang ke orang rela banget kepala jadi kaki,kaki jadi kepala Dri.Cuman orang yang tepat mengerti itu."
"Capek Din,"senyuman ku meneteskan air mata,Dina Mariana tempat berpulang ketika lelah, sengaja tidak ku detail kan nanti kalian tanya lagi Diana tentang masa lalu ku."Mie kuah enggak?" Inilah enaknya punya teman ke ibu-an gak bakal lapar dirimu."Kurus banget Lo." Ejeknya membuka kulkas meracik makanan sederhana ala-ala anak Kos.
Mie sederhana tak menjamin itu tidak berharga dimata ku walaupun itu lebih dari apa yang bisa ku hasilkan."Dri Lo umur berapa sih?" Jari tanda 3 berulang dua kali."Sukses banget Lo umur segitu udah punya semuanya,gak kek gue tau masih di apartemen busuk ini muluk tahun-tahun ke tahun."
"Rada ni manusia nya gak ada rasa bersyukur sama sekali sumpah! kalau hidup bapak Lo nangis banget nih dengerin anak semata wayang ngomong beginian." wajah menjijikan seketika berekpresi."kepet!" Tawa kami pecah.
"Banyak-banyak bersyukur ah Din,entar engap baru tau.Jangan lihat atas mulu."
"Iya-iya ibu Negera."
Tawa ku selalu pecah jika bersama Dina, untung suami Dina sebagai nakhoda itu tidak menuntut Dina untuk selalu stay dirumah jadi kami bisa sesekali jalan-jalan.Ada sebenarnya teman suami Dina akan dijadikan calon gebetan diriku kalau amit-amit aku tidak laku hehehe duda anak 1 kalau di ingat bodoh amat aku ya harus besarin anak orang.
"Lo besok balik? Suami gue besok pagi minta jemput ni ke pelabuhan."
"Balik lah,gue gak mau ganggu Lo pada gancet."
Rese Lo," Hampir saja mie kuah tersedak oleh ku memang Dina tengleng bikin sebel tapi ngangenin.
Aku mau pulang pagi aja deh habis serapan diluar langsung ke kantor."Besok gw meeting nih sama sekolah ACC lumayan kan."
"Guru agamanya lumayan Tuh Dri."
"Ih si monyett berasa perawan Tua gw tiap bahas tentang ini Lo gabung-gabungin soal jodoh.Entar jodoh gw yang insinyur itu datang gw gak bisa lagi main sama Lo."
"Benar juga sih Dri,jangan buru-buru nikah ya."
Idih emang si monyet gak berakhlak banget.
Bukan hanya urusan saham yang dibahas dalam pertemuan itu. Diam-diam, pria paruh baya di hadapanku—salah satu pemegang kendali cabang pusat—tampaknya lebih tertarik pada sesuatu yang lain: aku. Bukan dalam arti pribadi semata, tapi sebagai bagian dari rencana yang lebih besar. Rencana perjodohan.
Teman sejajaran kerjaku sering kali menceritakan tentangku, membawaku masuk diam-diam ke lingkaran percakapan mereka di ruang-ruang perusahaan yang berkilau. Dan kini, pria itu memperjelas niatnya—ia ingin menjodohkanku dengan anak bungsunya. Namun, ada satu syarat yang menggantung: aku harus meninggalkan dunia kerjaku, masuk ke dalam bisnis keluarga mereka. Menjadi bagian dari lingkaran konglomerat, satu tangga di bawah “9 Naga”. Mimpi banyak orang.
Tapi tidak semua mimpi harus kukejar.
Sebagai wanita, aku merasakan sesuatu yang tak enak dari perjodohan ini. Perasaanku menolak, meski tak bisa langsung kuberi alasan logis.
“Nanti kalau memang ada jodohnya, pasti ketemu, Pak,” jawabku singkat, ingin segera mengakhiri topik.
Pria itu tidak tersenyum. Tangannya menggenggam erat sandaran kursiku, dan untuk pertama kalinya, aku merasa ditatap dengan tajam, penuh perintah—tapi juga penghinaan.
“Dan ingat, saya benci penolakan,” katanya dingin.
Aku membalas tatapannya, tetap tenang.
“Dan saya menyukai penolakan… jika itu menyelamatkan saya dari kerugian.”
“Terima kasih atas pertemuan ini. Dan maaf jika kesan pertama saya tidak cukup sopan.”
Dalam hati aku mencibir: Lo kira anak lo itu sumber kekayaan gue? Enggak, sayang. Berani banget sebagai calon mertua menatap menantu kayak gitu. Gak ada adab.
Langkah sepatuku yang runcing berdentam di lantai ruangan seperti menembus ego-ego besar itu. Aku, Adriana, bukan perempuan yang bisa diatur sembarangan.
Pagi berikutnya, kabar lain datang. Masih dari pria yang sama, kali ini bukan perjodohan—tapi proyek besar yang dipercayakan langsung padaku.
“Adri, saya percayakan proyek ini di tangan kamu.”
Ah, gampang banget lempar tanggung jawab ke saya ya? Anda belum pernah main-main dengan saya rupanya. Biar saya tunjukkan… asiknya di mana.
“Baik, Pak,” jawabku sambil tersenyum tipis.
Dan benar saja, proyek itu kuselesaikan dalam waktu 30 menit pertemuan. Pihak investasi menerima semua persyaratanku—satu di antaranya: saham boleh ditanam, tapi tanggung jawab penuh ada padaku. Bukan pada rekan sejajaranku, bukan pada siapa pun yang mereka pikir bisa mengatasku.
Terima kasih, Pak. Terima kasih untuk proyek nilai jualnya.
Karena hari ini, yang menjual bukan hanya proposal. Tapi nama Adriana—dan saya pastikan, nilainya tidak bisa ditawar.
Dan ya begitu laki-laki Tua itu mengetahui permainan ku tangan bertenaga itu menarik ku melakukan kekerasan hampir mencekik habis batang leherku dengan posisi yang tidak sopan sungguh menyakitkan."Papa," kata kerinduan itu sangat menjadi tahap terendah hidupku.
Pingsan tidak sadarkan diri,dua orang bergaji bulanan tinggal dirumah ku perduli dengan kondisi ku, kata suster mereka nangis dengan kondisi rujukan pertama dilakukan pada ku,ahh apa yang perlu ditangisi emang mereka perduli paling yang ditakutkan aku gak ada mereka enggak bekerja.
"Anu dri kamu mau makan bubur dari rumah sakit apa masakan Bibi." lamunan ku digoyahkan tangan Bibi,ia pertama kalinya berani naikkan suara pada ku."Jangan gitu Dri." Kasar banget sih
"Bebas." teriakku.
"Kamu ini ya Dri,bapak udah enggak ada.Ibu udah enggak ada saudara semua dimusuhin teman kerja semuanya dimusuhin,kasihan kamu hidup terus-menerus sok kuat begini."
Kepulangan ku disambut para saudara sekandung ku mereka berupaya melupakan masalah yang ada,kak Tere dengan sikap barunya membuat kan ku soup seperti masakan Mama.
Ada rasa syukur tapi ada mengganjal dihati pasti ada sesuatu yang gak beres terjadi kedepannya,jangan salahkan aku kalau misalnya naluri berkata demikian."Dri dari pengakuan pengacara katanya rumah kita yang di karang kobar dan ladang Teh Mama-papa itu belum dijual malah terbengkalai semuanya.'Oh karena itu mereka datang hah balik lagi ke warisan ternyata." batin ku mulai terluka lagi ternyata memang dunia ini tidak ada tempatnya orang tulus.
Adriana:Kalau begitu kakak aja yang urus, lumayan tuh buat biaya sekolah angel.Atau enggak bang Jonas kan Alva tahun ini mau masuk SMP ya,Zila juga.
Tatapan Jonas ke Tere mencurigakan, Tere menggumam kecil terlihat seperti marah tapi menahan nya.
Tere: Masalah nya 100% warisan mama bagian untuk kami dan bang Jonas itu cuman 30% jadi you now lah ya Dri maksud tujuan kita ngobrol begitu.
Anggukkan pembisnis ku langsung paham arah tujuan obrolan mereka layaknya manusia rakus kedua wajah itu menatapku seolah menjadi penghalang keberhasilan mereka.
Adriana: Ya udah aku punya usul supaya kalian anggap aku adik kembali bukan perebut harta warisan sambil cari harta warisan itu gimana kalau kita nginap disana kan dekat dengan Dieng tuh, anak-anak juga libur kan.
Senyuman mereka kembali seperti kedua kakak menatap ku tak lagi sinis, mereka setuju langsung ditempat menghubungi pasangan masing-masing untuk ambil jadwal 5 hari di Dieng.Ya Kalau enggak begitu bagaimana cara ku memperbaiki yang telah rusak.
bang Jonas:Kamu sudah yakin bakal pulih diwaktu itu.
Adriana: Tenang aku bukan wanita lemah seperti istri mu.
Bang Jonas: Butuhnya sih pembuktian ya gak usah banyak bicara.
Itu bukan persitegaan kami melainkan cara kami bicara tanpa ucapan basa-basi.
kak Tere:Jangan lupa bawa bibi masing-masing supaya enggak terlalu repot.
Kami setuju dengan itu walau bisa dikatakan rumah kampung rumah terbengkalai itu lumayan luas ada 5 kamar seingat ku disana jadi untuk membawa rombongan tidak terlalu sulit lah.
Adriana: water heater dari aku aja disana kan dingin.
Mereka tersenyum mengangguk jujur moment-moment seperti ini ku rindukan dikala kesepian di hati.
Tere:suami ku bisa ambil cuti 3 hari mungkin nanti dia pulang setelah 2 hari atau gak usah Ikut aja ya?
Adriana:ya Lo bahas ke lakik lo lah jadi wanita kok independent banget.
Tere:idih emang gue kayak Lo,gue cuman mikir aja tau.
Penyelesaian sangketa mereka lakukan untungnya mereka tanggap dengan tanah itu karena menurut pengakuan pengacara Mama tanah itu sudah masuk gugat sangketa mafia tanah caranya kami cukup membawa aparat desa serta keamanan dan surat asli perkebunan kopi dan Teh itu.Ya lagi-lagi bang Jonas sibuk mencari-cari tempat keberadaan surat berharga itu,ia mendapatkan nya.
buku wish Mama,hahh tidak ada yang perduli tentang buku temuan itu.hhhh tidak ada yang perduli tentang impian Mama ternyata,eh benar adanya harus aku yang buka ternyata impian Mama tentang kak Tere dan bang Jonas sudah tercapai impian Mama tentang ku belum tercapai yaitu melihat Adriana menikah menggunakan kebaya merah hati dihari pemberkatan nya.Huuh ketawa kecill ku berlinang air mata, gimana enggak sederhana tapi sulit ku lakukan.
Bang Jonas: untung kita tanggap dri tentang harta bokap nyokap coba kalau enggak,habis kan di garap mafia tanah.
Bang Jonas-bang Jonas laki-laki seperti mu memang sulit ditemukan di antara derai air mata ku tidak ada keperdulian sekilas berkata_kenapa kau dek haduh gimana sih perasaan istri mu wanita yang 5 Tahun mengabdikan dirinya untuk mu,ya ku harap itu berlaku untuk ku saja ya .
Adriana:"Hemm,kak ambil remot AC dong hidupin aku mau istirahat.Kalian kalau mau makan beli atau enggak tanya Bibi masak atau enggak."
Muak banget dengan obrolan yang itu-itu mulu kek gak ada kehidupan lain mending turu kalau gini mah.
Aku gak tau mereka pulang atau stay disini yang terpenting habis aku minum obat terkalap tidur sampai hari berganti, rutinitas pagi diulang terus menerus.
Bibi 1: "Dri gak pulang kan ya."
Adriana:"Yoi baby"
POV batin Bibi:"Dia udah mulai mencair,enak banget punya anak asuh begini sebenarnya cuman itu judesnya gak ketolongan.Enaknya Adri itu diam-diam perduli gak pelit duit."
Makan bersama-sama dengan teman-teman sejawat berhasil meraih keberhasilan kecil yaitu para bawahan ku lancar jaya melakukan tugas yang ku embang kan kepada mereka.
ketawa-ketawa kecil kembali ke laptop begitulah hari membosankan ini berlarut-larut.Bulsit banget,macet.Capek pengen dapat yang bisa nafkahin tapi sulit yang bisa kasih kebebasan plus sanggup kasih uang jajan.
Jangan terlena dengan keadaan Dri lihat Ebel teman Lo nikah udah tua giliran mau punya anak udah sulit,lah elo kan 2 Tahun diatas dia apakabar.Ih stress kan ngomong-ngomong sendiri capek banget ya Tuhan.
Bukannya tersendiri malah ribut isi kepala aing.
Berbaikan dengan waktu tenang sampai pulang adalah cara terbaik sebelum tidur.Akhirnya bisa juga merebahkan badan bersiap untuk tidur dan kenapa ya seperti ada felling akan ada pernikahan di tahun ini,ah laki-laki mana yang bisa menyanggupi dan bersanding dengan ku.
Bibi 2:Non Adriana sudah pulang?
Bibi ku yang satu ini memang lebih sopan dan segan terhadap ku terkesan menjaga jarak karena perbandingan ke pribadian.
Adriana: Hemmm
gumam ku berteriak membuat langkah nya kembali ke alam ketenangan yaitu bad room.Besok pagi harus kembali ke rutinitas pagi.
Bibi 1: loh Dri gak ke kantor?
Adriana: enggak,home work ntar meeting jam 4 sore.
Bibi1: "Teh/kopi?"
Adriana:"No, sudah."
Mereka lanjut berbenah begitu juga dengan ku, ternyata kerja sama mereka baik ya apa jadinya rumah ini tanpa mereka.
kak Tere melakukan panggilan telepon:_"Dri kakak sama bang Jonas udah sepakat nih mulai hari Jumat go to Dieng nya gimana? Kan lumayan 8 jam perjalanan jadi sampai weekend kita berangkat habis pulang kerja supaya Abang mu terhitung 5 hari disana.
Adriana:
Bisa,aku ikut aja mah sesuai jadwal kalian."
Kak Tere: Oke-oke gitu aja ya
Panggilan telepon usai akhirnya jadwal ku berubah juga,artinya 5 hari ini kedepan no rutinitas yang membosankan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!