"Darimana kamu Rere?? " . Ucap Pak Rauf, ayah Rere
Dia tak menghiraukan wajah sang anak yang lelah sehabis bekerja karena tuntutan keluarga.
Bahkan makanan yang sempat Rere beli belum dia buka, karena harus melepas sepatunya terlebih dahulu
"Lembur ayah, kan biasanya gitu, aku disuruh lembur terus untuk memenuhi kebutuhan rumah padahal dirumah ini banyak orang yang bisa bekerja". Ucap Gadis berusia 22 tahun itu dengan masam.
"Apa maksud kamu bicara seperti itu pada ayah Rere??, kamu tidak ikhlas jika uang kamu dipakai untuk kebutuhan rumah, begitu?? ". Bu Lastri menatap tajam sang anak karena perkataannya yang menurutnya sok.
"Benar tuh, baru begitu saja, kamu sudah banyak protes, tidak boleh pelit dengan orangtua, nanti kamu sulit dapat jodoh". Ucap Marsya yang kini berada di sebelah sang ibu.
Marsya adalah anak orang lain yang tertukar dengan dirinya saat mereka dilahirkan bersama dirumah sakit.
"Apa kamu Bilang Marsya??, harusnya aku yang berkata seperti itu, apa gunanya kamu dirumah kami?, kau sudah disekolahkan dengan baik oleh orangtuaku, sekarang malah jadi pengangguran yang biasanya hanya menengadahkan tangan pada kami, kau tidak malu ?? ". Rere menatap tajam perempuan yang dibesarkan oleh orangtuanya itu tanpa kehadirannya.
"Cukup Re, ayah tidak suka kau mengungkit semua kejadian masalalu, Marsya juga anak ayah dan ibu, jangan keterlaluan kamu!! ". Hardik Pak Rauf tidak terima dengan perkataan anaknya itu.
"Terus saja ayah, terus saja bela dia, aku ini anak kandung, tapi kalian memperlakukanku dengan tidak adil, suruh dia kerja, jangan bisa jadi benalu tidak guna disini!! ". Rere menyambar nasi bungkus yang dia beli tadi lalu langsung masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras.
"Dasar anak kurang ajar, orangtua masih bicara malah pergi". Sungut Bu Lastri dengan kesal.
Marsya kini memainkan perannya dengan baik, dia pura-pura duduk dan memasang wajah bersedih agar kedua orangtua angkatnya itu mengasihaninya, dia tidak mau keluar dari rumah ini karena hidupnya disini telah terjamin tanpa harus susah payah.
"Jangan sedih nak, kamu pasti bisa dapat pekerjaan yang lebih baik dari Rere, kamu kan pintar". Bujuk Bu Lastri.
Dia menatap suami nya itu dengan memberi kode agar membujuk anak kesayangan mereka.
"Ibumu benar, tidak usah pikirkan perkataan Rere tadi, dia hanya iri karena kamu bisa sekolah tinggi, sedangkan dia hanya tamatan SMA". Bujuk Pak Rauf agar Marsya tidak sedih.
Sedangkan didalam kamar, Rere hanya bisa meremas dadanya yang terasa sakit, semua orang didalam rumahnya sangat menyayangi Marsya padahal dia yang anak kandung, tapi perlakukan mereka seperti dirinya lah anak pungut.
Dia teringat 10 tahun lalu, bagaimana akhirnya dia ditemukan oleh keluarga aslinya karena sang ibu angkat berpulang.
"Maaf pak, ini adalah putri anda, 12 tahun lalu, saya menukar putri saya dengan putri anda kehidupan saya yang memprihatinkan". Ucap Rana, ibu angkat Rere ibu kandung Marsya.
"Itu tidak mungkin mana mungkin dia putri saya, kau mengada-ada kan?? ". Pak Rauf menatap murka pada Rana karena mempermainkan nya.
"Tidak pak, saya tidak berbohong, ini putri anda, ini hasil Tes DNA agar kalian bisa percaya apa yang saya katakan". Rana memegang dadanya yang kini terasa sesak.
Hidupnya tidak akan lama lagi, dia tidak mau pergi dalam keadaan lebih banyak menanggung dosa karena melakukan hal ini pada anak yang baik seperti Rere
"Apa maksud kamu membawa dan mengatakannya sekarang??, kau mau uang?? ". Bu Lastri menatap tajam perempuan yang seumuran dengannya itu.
Dia seperti tidak peduli jika dihadapannya itu adalah anak kandungnya, dia lebih menyayangi Marsya sekalipun dia bukan anak kandungnya.
"Hidup saya tidak akan lama lagi, saya tidak mau pergi sebelum memberikan hak yang seharunya didapat oleh Rere sebagai anak kandung kalian, maafkan saya tolong rawat Rere, dia anak kalian". Nafas Rana tersenggal, pandangannya mulai kabur.
Dia sudah melakukan hal yang harusnya dia lakukan sejak dulu, tapi karena rasa kasih sayangnya pada anak kandungnya sendiri, dia membuat Rere merasakan pahitnya hidup susah bersamanya.
"Bu.. bu". Rere menggoyangkan tubuh Rana yang melihatnya dengan senyum sendu dan penuh penyesalan.
"Maafin ibu Re, karena ibu kamu terpisah dari keluarga kandungmu dan menderita hidup bersama ibu, maafin ibu". Rana menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rere.
Sedangkan Marsya menatap dingin kepergian ibu kandungnya itu, dia tidak peduli, toh dia sendiri yang menukar dirinya untuk kehidupan lebih baik.
Sedangkan kedua parubayah itu saling melempar pandangan, mereka seakan berkomunikasi lewat tatapan mereka.
Pemakaman Rana telah selesai, dengan dingin Bu Lastri menatap Rere.
"Kau pulang bersama kami, tapi kami akan tetap mengurus Marsya, biar bagaimanapun dia besar dengan kami, ayo!! ". Bu Lastri langsung berbalik meninggalkan Rere yang mematung di pusara sang ibu angkat.
Air mata nya menetes mengingat kejadian itu, dia pikir kehidupannya akan lebih baik setelah dia bersama keluarganya tetapi hidupnya bahkan lebih parah dari sebelumnya. Hidupnya penuh dengan pilih kasih terutama dengan Marsya.
Orangtua kandung bahkan para abang yang seharusnya menyayanginya bahkan tampak tidak peduli sama sekali tentang kehadiran nya, Marsya begitu disanjung dan di sayang oleh mereka sedangkan dirinya, selalu mendapat nomor sekian hingga saat ini.
"Apa salahku Tuhan??, kenapa kamu memberikan aku cobaan berat seperti ini??, aku hanya ingin disayangi keluargaku, aku bukan anak angkat tapi rasanya bahkan aku seperti orang lain".
Rere memeluk lututnya dan menangis dalam diam, hal yang selalu dilakukannya tanpa ada yang peduli padanya.
Sedangkan diluar kamar Rere, ketiga kakak lelaki Rere telah pulang dari bekerja, mereka menatap ayah dan adik kesayangan mereka yang tampak sedih.
"Ada apa ayah??, kenapa wajah Marsya sedih seperti itu?? ". Tanya Aska menatap sang ayah meminta penjelasan.
Kedua saudara lelaki Rere lainnya bernama Rafa dan Adam ikut menatap mereka meminta penjelasan
"Rere menghina Marsya dengan kata benalu karena hanya dia yang tidak bekerja dirumah kita". Aduh Bu Lastri dengan kesal.
Mendengar perkataan ibunya ketiga anak muda itu mengepalkan tangannya, mereka tidak terima jika adik kesayangan mereka di hina sekalipun dengan adik kandung mereka.
"Kurang ajar Rere, tidak akan kubiarkan dia menghina Marsya seperti itu". Aska mengepalkan tangannya dengan kesal.
Marsya yang dibela kini menyeringai sinis tanpa ada yang tahu, dia harus tetap menjadi kesayangan dirumah ini.
"Tidak apa-apa bang Aska, aku memang anak angkat, Rere benar, aku hanya benalu menumpang disini". Ucapnya berpura-pura sedih padahal dalam hatinya bersorak riang.
"Tidak bisa begitu dong Sya, kamu itu sudah ada disini sejak bayi, kami menyayangi kamu walau kamu bukan adik kandung kami". Aska menatap tajam sang adik angkat, dia tidak suka jika adik kesayangannya itu berkata seperti itu.
" Aku akan memberi pelajaran pada Rere!! ". Rafa berjalan menuju kamar sang adik kandung
"Tidak perlu kak, biarkan Rere istirahat, mungkin dia capek karena bekerja seharian dan lembur". Ucap Marsya dengan lembut.
Dia harus tetap pura-pura menjadi yang terbaik dan tersakiti oleh Rere agar keluarga angkatnya ini semakin membenci anak kandungnya sendiri sehingga Rere sendiri memutuskan pergi tanpa harus dirinya susah payah
"Tidak bisa begitu dong Sya, kamu ini dari bayi disini, kami menganggap kamu adik kami sendiri dan menyayangi kamu, dia tidak bisa seenaknya begitu ngatain kamu". Geram Rafa memandang adik angkatnya itu.
"Sudah bang, tidak apa-apa, kalian semua kan baru pulang, lebih baik kalian bersih-bersih dan istirahat!! ". Ucapnya dengan manja dan perhatian.
Mereka semua tersenyum senang, bagi mereka Marsya memang anak yang baik dan selalu perhatian dan bisa membuat mereka senang sangat berbeda dengan Rere yang kaku dan dingin saat berinteraksi dengan mereka.
Mereka seakan lupa jika Rere seperti itu karena siapa, mereka sendiri yang membedakannya dengan Marsya selama ini.
"Ya sudah, kami bersih-bersih dan istirahat, kamu tidak usah pikirkan perkataan Rere itu". Adam mengelus kepala Marsya dengan sayang.
Didalam kamar, Rere dengan jelas mendengar semua perbincangan mereka, karena hanya dirinyalah yang tidur dikamar bawah sedangkan yang lainnya berada dikamar atas, kamar luas dan memiliki AC sedangkan dirinya hanya kamar sedang dan Alakadarnya.
Dia sendiri yang membeli perlengkapan kamarnya semenjak dia bekerja beberapa tahun lalu karena dia bekerja setelah lulus SMA sedangkan Marsya bisa berkuliah.
"Aku harus bisa tahan untuk diri ku sendiri, mulai saat ini, aku akan mengurus hidupku sendiri, merekalah yang membuatku seperti ini". Monolog nya dalam hati.
Keesokan harinya Rere yang mendapatkan Shift jam 8 pun, bangun terlambat, dia bekerja sebagai penulis Novel jika malam hari dan tadi malem dia sengaja merampungkan beberapa tulisannya agar tidak mengganggu pekerjaan utamanya.
"Mau ngapain kamu?? ". Bu Lastri menatap kesal pada anaknya itu.
"Mau makan bu, kebetulan aku sudah lapar dan ingin sarapan". Ucap Rere membuka tudung saji tapi hatinya miris karena melihat tidak adanya apapun tersedia di meja makan.
"Tidak ada, makanannya sudah habis, siapa suruh telat bangun". Bu Lastri menjawab dengan tatapan merasa bersalah sedikitpun.
"Tapi aku lapar bu, kenapa ibu tidak masak lebih??, bukankah aku memberikan gajiku setengah untuk ibu agar bisa memenuhi rumah ini, terus kenapa aku selalu tidak kebagian sarapan?? ". Rere memandang ibunya dengan tatapan kecewa.
Ini bukan pertama kali dirinya mendapatkan perlakuan seperti ini dari ibunya, dia selalu beralasan hal yang sama setiap dirinya tidak kebagian sarapan.
"Jangan kurang ajar sama ibu kamu yah, uang sedikit seperti itu saja kamu ungkit, bagaimana dengan biaya yang kami keluarkan selama kamu disini, ha". Bu Lastri berkacak pinggang menatap berang sang anak.
"Terus saja bu, terus saja, katakan itu padaku!!, kenapa tidak ibu lakukan juga pada Marsya??, dia itu cuma benalu yang seenaknya numpang hidup disini, dia kuliah dan besar karena ibu juga tapi jangankan bekerja dan membantu ibu seperti ku, dia bahkan duduk enteng seperti ratu sedangkan aku, aku yang anak kandung harus bekerja keras untuk hidupku sendiri, ibu hanya membiayai aku selama 5 tahun bu". Teriak Rere dengan penuh emosi.
Rere kehilangan kendali atas dirinya, rasa lapar semakin menguatkan emosinya sejak kemaren dia tahan.
"Kurang ajar kamu, apa ini yang diajarkan Rana padamu sehingga kamu sangat kurang ajar pada ibu??". Bu Lastri menatap tajam sang anak.
"Ibu salah, sekalipun dia ibu angkat ku dan hidup kami susah, dia tidak pernah memperlakukan aku seperti kalian memperlakukan ku disini, aku bekerja keras untuk diriku, bahkan aku merelakan impianku untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi seperti para abang dan juga Marsya, aku bekerja setelah lulus SMA bu, ingat aku kesini usia 12 tahun, jadi hanya 5 tahun yang kalian biayai bu". Suara Rere melemah.
Matanya berkaca-kaca memandang ibunya dengan tatapan penuh kebencian dan kekecewaan.
"Untuk apa kalian membawaku kesini??, untuk apa kalian membawaku jika hanya membuatku merasa seperti orang lain disini??". Rere terjatuh menunduk dalam dan akhirnya tangisnya pecah.
Bu Lastri menatap Rere dengan tatapan yang entah apa artinya itu, dia merasa seperti ribuan jarum menusuknya tapi dia berusaha menepisnya.
"Kami tidak pernah membedakannya Re, itu hanya perasaanmu saja". Bu Lastri membuang pandangannya agar tidak bertatapan dengan anaknya itu.
"Tidak dibedakan?? ". Rere terkekeh hambar.
"Tentu saja". Ucap Bu Lastri dengan wajah pongah.
"Lalu kenapa hanya aku yang tidak bisa kuliah? , kenapa hanya aku yang disuruh membantu ibu mengurus rumah??, kenapa hanya aku yang tidur dikamar bawah sedangkan diatas masih ada kamar satu??, kenapa hanya aku yang harus bekerja sedangkan Marsya yang sarjana dibiarkan bebas melakukan apapun yang dia inginkan??, kenapa bu??, kenapa?? ". Rere menatap nanar sang ibu yang memalingkan wajahnya tidak menatapnya.
"Jika kalian sejak awal tidak bisa adil, kenapa kalian membawaku kesini??, kalian semua sangat jahat padaku bu". Rere berdiri dan menatap ibunya lagi sambil menggelengkan kepalanya.
Air mata nya tak berhenti menetes , dia merasakan dadanya terhantam palu besar begitu mengingat bagaimana perlakuan keluarganya padanya.
"Jangan salahkan aku jika aku kurang ajar dan bersikap seperti ini bu!!, kalian lah mengajari aku seperti ini, aku ini manusia dan anak kandung mu, seharusnya sebagai seorang ibu setidaknya perhatikan aku dan lihat aku sekali saja bu, lihat sekali saja". Airmata nya semakin deras menatap ibunya.
"Kamu ini bicara sembarangan banget". Ucap Bu Lastri tergagap.
Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa, dia hanya bisa mengeluarkan kata yang kembali menyakiti hati anaknya.
"Iya bu, Aku memang lebay, aku anak tidak berguna, dan aku juga anak kurang ajar". Rere menganggukkan kepalanya dan terus menangis.
"Semoga ibu tidak menyesal karena memperlakukan anak kandung ibu seperti ini". Rere menghapus air matanya kasar kemudian berbalik menuju kamarnya.
Rasa laparnya tadi menguar entah kemana, lebih baik dia mandi dan berangkat bekerja, dia akan membereskan barangnya dan akan pergi dari rumah ini setelah dia pulang bekerja, dia akan mencari rumah kontrakan yang dekat dengan tempatnya bekerja, besok dia akan gajian dan yang gajinya akan utuh untuki drinya sendiri.
"Sudah mau berangkat kerja Re?? ". Tanya Marsya seperti mengejek.
Dia baru saja keluar dari kamar dan melihat Marsya yang kini tengah duduk santai di ruang tamu seperti tidak punya beban.
"Tentu saja, aku bukan benalu dan pengangguran tidak jelas seperti kamu". Sarkas Rere menatap Marsya dengan tatapan merendahkan.
"Terserah apa kata mu Re, yang jelas akulah Ratu dirumah ini".
Tampang malaikat yang sejak dulu dia tunjukkan pada keluarga Rere berubah ketika dia berhadapan langsung dengan Rere.
"Terserah apa katamu Sya, aku bosan berurusan dengan manusia tidak tahu diri seperti mu". Ejek Rere
Marsya mengepalkan tangannya dia menyenggol vas bunga dan menampar pipinya sendiri.
Terdengar langka kaki tergesa-gesa menghampiri mereka.
"Apa yang kamu lakukan Rere?? ". Teriakan dari belakang itu menggema
Rere yang berusaha mencerna perbuatan Marsya, kini terkejut mendengar perkataan ibunya, dia menatap Marsya yang kini mulai drama agar mendapatkan pembelaan dan perhatian. Kini dia tahu jika Marsya berusaha menjebaknya agar dia dijadikan penjahat disini.
"Apa yang kau lakukan?, kenapa kau menampar Marsya?". Bu Lastri segera menolong Marsya yang meringis kesakitan dengan pura-pura.
Rere hanya menatap mereka dengan tatapan datar dan tidak peduli, dia tersenyum sinis karena mulai menyadari taktik Marsya untuk membuat ibunya membencinya.
"Aku tidak melakukan apapun, dia cuma berakting". Ucapnya dengan tajam dan dingin.
Dia tidak peduli jika harus mendapatkan kemarahan dari sang ibu, baginya saat ini dia harus bisa membela dirinya dari siapapun termasuk ibunya sendiri, dia tidak peduli.
"Akting kau bilang??, dia terluka dan vas bunga pecah, kamu bilang akting? , kamu waras??". Bu Lastri kini mendudukkan Marsya di Sofa dan berbalik menatap Rere dengan wajah memerah karena amarah.
Tangannya mengepal dan siap menghajar sang anak karena berani melukai anak kesayangannya
"Terserah ibu mau percaya atau tidak, yang jelas aku tidak melakukannya, aku mau pergi bekerja, ibu urus saja anak ibu yang muka dua itu". Rere hendak meninggalkan sang ibu karena malas berdebat.
Sejak tadi dia berusaha mengontrol emosinya melihat wajah senyuman penuh kemenangan dari Marsya seolah mengejeknya.
Tapi saat dia ingin melangkah keluar, Tangannya dicekal oleh sang ibu, dia mengalihkan pandangan kepada ibunya.
Plak". Tamparan keras dia terima dari sang ibu.
Wajahnya menoleh ke samping mendapatkan tamparan itu sedangkan Marsya menatap nya dengan seringai puas.
"Dasar anak kurang ajar, menyesal saya membawa kamu kesini". Teriaknya dengan penuh emosi.
Dia bahkan menunjuk kasar wajah Rere, dia tidak perduli dengan perasaan Rere rasakan.
Rere memegang pipinya dan menatap ibunya dengan mata penuh kebencian dan kekecewaan, dia tidak menghiraukan sang ibu tapi melangkah mendekati Marsya yang pura-pura kesakitan. Matanya memancarkan kemarahan yang sangat membuat Marsya bergidik ngeri melihatnya.
Plak, plak". Dua tamparan nyaring terdengar yang diberikannya kepada Marsya dengan semua tenaga yang dia miliki.
Matanya menyala dengan penuh amarah bahkan tangannya kebas setelah memberikan tamparan keras kepada wajah Marsya sehingga sudut bibirnya berdarah dan dia terjatuh dari Sofa saking kerasnya tamparan itu.
Sedangkan Bu Lastri terpaku melihat tindakan Rere kepada Marsya barusan. Dia kini hanya berdiri bak patung menatap Rere dengan tidak percaya.
"Aku tidak bisa membalas perbuatan ibu padaku, tapi aku membalas pada orang yang tepat". Ucapnya dengan dingin kemudian berbalik meninggalkan keduanya.
Sebelum terlalu jauh dia berbalik dan memandang ibunya sekali lagi dengan dingin.
"Teruslah membela manusia bermuka dua itu bu, tapi ibu akan menyesal suatu saat nanti saat tahu siapa dia sebenarnya". Rere meninggalkan mereka dengan langkah yang tegas dan mantap.
Sedangkan Marsya mengepalkan tangannya dia tidak terima wajahnya ditampar oleh Rere, dia harus bisa membuat Rere pergi dari sini hari ini juga, dia akan membuat orang dirumah ini mengusirnya.
Dia mulai menangis kencang, Bu Lastri yang sejak tadi terpaku melihat kepergian Rere kini langsung mengalihkan pandangannya pada anak kesayangannya itu.
"Ya ampun nak, kita kerumah sakit yah, kita obati luka kamu". Panik Bu Lastri melihat wajah Marsya yang lebam dan berdarah.
" Aku takut bu, aku takut kalau Rere kembali menyerang aku, didepan ibu saja dia melakukan ini padaku, bagaimana kalau aku sendirian". Tangis pura-pura itupun pecah agar ibunya semakin ibah.
Bu Lastri segera menenangkan Marsya yang menangis, dia baru tahu jika Rere bisa melakukan hal seperti ini pada anak kesayangannya.
"Kamu tidak perlu khawatir nak, ibu akan memberikan dia pelajaran, lihat saja saat dia pulang, dia akan meminta maaf padamu, bahkan dia akan bersujud jika perlu". Ucapnya dengan penuh emosi.
Sikapnya yang hangat sangat berbeda ketika dia bersama Rere, dia tidak menyadari jika anaknya itu jauh dan bersikap seperti itu karena dirinya sendiri.
Sejatinya seorang ibu adalah tempat pelindung utama bagi seorang anak tapi itu hanya berlaku untuk Marsya dan ketiga abang lelaki mereka tapi tidak dengan Rere.
"Bagaimana dengan para abang bu??, mereka pasti akan mengamuk melihat apa yang dilakukan Rere padaku". Ucapnya pura-pura menangis.
"Biarkan saja nak, dia harus diberi pelajaran karena berbuat seenaknya padamu". Bu Lastri menatap anaknya ini dengan sendu.
"Lihat saja Kau Rere, akan ku buat kau menyingkir dari rumah ini selamanya". Ucapnya dalam hati.
Bu Lastri segera mencari handphone nya dan menghubungi suami dan anak-anaknya, dia mengabarkan apa yang terjadi, seperti yang dia duga, anak dan suaminya sangat marah.
"Akan ku buat perhitungan dengan anak itu, bisa-bisanya dia memperlakukan Marsya seperti itu". Adam segera meminta izin kepada atasannya untuk hari ini karena dia akan pergi ke kantor Rere.
Sedangkan Pak Rauf dan kedua saudaranya meminta izin cepat pulang untuk melihat keadaan Marsya dirumah, sungguh jika dilihat dari sikap mereka, orang pasti berpikir Marsya lah yang merupakan anak kandung sedangkan Rere adalah anak angkat.
Rere kini berada dikontrakan yang dia lihat tadi, dan dia langsung setuju, melihat sikap ibunya tadi, dia langsung menghubungi kantornya untuk meminta cuti hari ini dan meminta tolong bagian Finance di kantornya mengirimkan gajinya setengah karena ingin membayar kontrakan dan membeli beberapa perlengkapan rumahnya seperti perabotan rumah tangga karena dia akan membawa perlengkapan kamarnya.
Setelah semuanya selesai, dia pulang ke rumahnya dengan menyewa mobil pick up dan beberapa orang untuk mengangkat barang dari kamarnya.
Tanpa berkata apapun, dia masuk kedalam rumah, dia bisa melihat disana ada keluarganya berkumpul
"Darimana kamu Rere??, kenapa bohong pada kami?". Ucap Bu Lastri penuh emosi.
"Ayo pak, ikut saya". Ucapnya tanpa peduli tatapan mereka dan juga perkataan sang ibu
Orang-orang suruhan Rere langsung masuk kedalam kamar yang telah dirapikan oleh Rere, barang-barang seperti pakaian dan lainnya sudah dia bungkus dalam dos hanya tinggal di angkat.
"Apa maksud kamu ini Rere??". Ucap Rauf dengan dingin dan tajam.
" Aku akan pergi dari sini". Rere menatap mereka semua dengan tak kalah dinginnya.
Sedangkan ketiga saudara lelaki Rere kini tersentak kaget begitu juga dengan sang ibu sedangkan Marsya kini tersenyum puas dalam hati.
"Apa kau manusia tidak punya aturan sampai pergi seenaknya seperti ini??". Ucap Pak Rauf dengan wajah memerah karena amarah.
"Kenapa aku harus mendengar dan mengikuti aturan orang-orang yang tidak pernah menganggap diriku ada??". Rere menatap sang ayah dengan tatapan menantang.
"Kau ini anak keluarga ini, kau harus pakai aturan disini, kau dengar". Teriak Pak Rauf menggelegar di ruang tamu ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!