Bab 1. Pengantin Pengganti
Canggung, itu yang di rasakan Arumi ketika dirinya berada di dalam kamar hotel yang sama dengan Dimas, suami yang baru saja menikah dengannya 3 jam yang lalu.
Berbeda dengan Dimas yang tampak kesal dan marah, ia terlihat acuh terhadap Arumi dan mengabaikan wanita itu layaknya tidak merasakan keberadaannya.
Dimas beranjak menuju kamar mandi dan segera membersihkan dirinya setelah penat seharian tersenyum palsu kepada para tamu beserta kerabat yang menghadiri pernikahannya. Bagi Dimas yang menjunjung tinggi harkat dan martabat keluarga, ia terpaksa menerima Arumi sebagai pengantin wanitanya menggantikan Renata sang kekasih yang tadinya akan menikah dengannya.
Dimas tidak ingin keluarganya malu kepada para undangan karena dirinya ditinggal kabur oleh pengantin wanitanya. Oleh sebab itu, Dimas menerima Arumi, sepupu Renata agar keluarganya tidak menjadi bahan cemoohan.
Dinginnya air keran membasahi kepala dan tubuh Dimas. Memberikan sedikit ketenangan meski isi kepalanya hampir meledak. Tidak ada yang tahu isi hati Dimas karena lelaki itu tetap terlihat cool dan tampak tenang.
Masih tidak percaya Renata meninggalkan dirinya. Padahal seminggu sebelum di pingit, mereka masih bertemu dan terlihat bahagia menjelang hari pernikahan mereka. Wanita yang di pacari Dimas selama satu tahun itu, mengatakan Dimas adalah pria tampan dan sempurna di hidupnya. Tentunya Dimas merasa bangga dan yakin bahwa dirinya menikahi Renata adalah pilihan yang tepat.
Namun siapa sangka, menjelang 3 hari sebelum hari sakral itu terjadi, Dimas mendapat kabar Renata telah pergi meninggalkan rumah. Dimas pun segera mencari calon pengantinnya itu, namun keberadaan Renata lenyap bak di telan bumi.
Tidak ada satupun yang tahu kemana Renata pergi. Semua akses yang terhubung dengan Renata tidak ada yang bisa membantu karena Renata meninggalkan handphonenya, ATM, serta kartu kredit lainnya bahkan buku tabungannya.
"Haahh!"
Dimas menghempaskan amarahnya melalui hembusan napasnya yang berat dalam guyuran air keran yang mendinginkan kepalanya. Ia begitu kecewa dan sakit hati Renata meninggalkan dirinya tanpa sebab. Harga dirinya terluka, bahkan ia merasa seperti dikhianati sehingga Dimas pun tidak mau menerima Renata jika nanti wanita itu datang kembali padanya.
Aroma sabun dan sampo menyeruak keseluruhan ruangan ketika Dimas keluar dengan hanya berbalut handuk dipinggangnya.
Arumi yang tadinya sedikit tenang kini jantungnya berdebar kembali mana kala Dimas melintas di depannya tanpa ekspresi. Temaram lampu yang tidak terlalu menerangi ruangan berhias kamar pengantin itu menambah suasana mencekam bagi Arumi yang bingung, canggung, dan juga takut. Ia terlihat ragu-ragu mencari cara untuk membuka percakapan dan mencairkan suasana diantara mereka.
"Ah..."
Arumi hendak menyapa pria yang menjadi suaminya itu. Namun alih-alih berkata, suara desahan ragu yang malah keluar dan terdengar lirih seperti bisikan. Rasanya semua kata dan kalimat enggan keluar dan terasa sangkut di tenggorokan, dan membuatnya sulit untuk menelan salivanya.
Dimas yang menikahi Arumi di usianya yang ke 28 itu melirik tajam pada wanita yang seketika terlihat pucat ditatap olehnya. Bahkan mulut wanita itu terkatup rapat seolah-olah desahan ragu yang keluar tadi adalah sebuah kesalahan. Sampai-sampai Arumi bernapas secara pelan seolah-olah bernapas pun merupakan hal yang harus ia sembunyikan.
Tadinya Dimas sangat kesal kepada Arumi. Tapi melihat wajah Arumi yang ketakutan, sedikit rasa iba menelusup di dalam hatinya. Tentunya, Arumi pun memiliki kondisi yang kurang lebih sama seperti dirinya, yaitu terpaksa menerima pernikahan ini, pikirnya. Namun alasan apa yang membuat Arumi menerima, masih belum di ketahui penyebabnya.
Sejujurnya, Dimas tidak menyukai Arumi yang setelah di cari informasinya, wanita yang menikah dengannya itu merupakan seorang janda di usianya yang ke 25 tahun ini.
Bagi Dimas, kesucian adalah hal yang mutlak harus ia dapatkan dari pasangan pengantinnya. Ia tidak bisa menerima, jika wanitanya sudah pernah di jamah oleh lelaki lain.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa ketulusan, kehangatan dan perhatian sudah cukup sebagai pondasi dalam biduk rumah tangga. Namun, wanita yang sudah ternodai baginya adalah wanita yang tidak setia menjaga kesucian dirinya sendiri. Meski kasus Arumi berbeda, namun status pernah menjadi milik orang lain lebih dulu menjadi hal yang sensitif bagi seorang Dimas Prasetya.
"Aku tahu kita sudah menjadi suami istri. Namun jujur saja, kau masih terasa orang asing bagiku. Bisakah kau keluar dulu? Aku mau berpakaian." Ucap Dimas untuk yang pertama kalinya setelah mereka memiliki ikatan sebagai suami- istri.
Arumi terdiam sejenak. Kata-kata yang di ucapkan oleh Dimas walaupun terasa menyakitkan namun semua itu berdasarkan kenyataan. Bahkan dirinya pun merasa demikian. Namun yang menjadi masalahnya, kemana Arumi harus keluar? Sedangkan kamar hotel itu hanya memiliki dua pintu, yaitu pintu kamar mandi dan pintu keluar kamar hotel tersebut.
"Atau kau mau melihatku berganti pakaian?" Ucap Dimas kembali.
"A... Aku akan menutup mata!" Jawab Arumi sembari membalikkan tubuhnya, memunggungi Dimas dan memejamkan matanya dengan erat. Bahkan telinganya pun ia tutup dengan kedua telapak tangannya, padahal tidak di minta.
Ini memang bukan kali pertama ia menikah. Namun tetap saja, Arumi merasa canggung di pernikahan ke-2 nya ini. Meski dikatakan pernikahan ke-2, pengalamannya dalam hubungan pernikahan sangatnya minim. Karena itu, wajah Arumi sangat terlihat polos dan memerah ketika tanpa sengaja ia melihat Dimas keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk di pinggang tadi, sebelum dirinya menundukkan pandangannya.
Dimas tetap cuek dan melepas handuknya tanpa malu dan sungkan. Setelah memakai pakaian dalam dan piyama, ia merebahkan dirinya di tempat tidur empuk dimana Arumi sedang duduk sambil memejamkan matanya.
Mata Arumi terbuka begitu merasakan seseorang berada di sampingnya. Ia merasa semakin canggung dan tidak nyaman, terlebih lagi Dimas menunggu dirinya tanpa berniat untuk berbagi tempat tidur yang sama.
"Aku tidak akan tergoda oleh mu. Kalau mau mandi, mandi saja. Setelah itu kau bisa tidur di sofa." Kata Dimas tanpa menoleh sedikit pun ke arah Arumi.
Arumi tidak menjawab. Namun tubuhnya bergerak sesuai apa yang Dimas katakan. Meski saat ini Dimas acuh tak acuh padanya, namun ia adalah istri dari pria yang mengabaikan dirinya tersebut. Dan walau pun kesal, Arumi tetap menurut kepada Dimas.
Dimas melirik sekilas Arumi yang membawa pakaian ganti ke dalam kamar mandi. Lalu beberapa saat kemudian, air keran pun terdengar mengalir dan aroma sabun pun mulai tercium. Dimas pun memejamkan matanya dengan hati dan tubuh yang begitu lelah.
Siapa juga yang mau menggoda! Aku juga tidak berharap pada pernikahan ini. Aku hanya ingin kesulitan orang tua ku teratasi. Dan mereka bisa menikmati hidup seperti sedia kala lagi. Kalau saja aku punya cara lain melunasi hutang orang tua ku, aku juga tidak mau menjadi pengganti pengantin wanita dan mendapat perlakuan buruk seperti ini.
Arumi meluapkan keluh kesahnya dalam hati sambil membasahi tubuhnya dengan air keran yang mengalirkan air hangat malam itu. Percikan air seakan-akan memijat tubuhnya dan rasa lelah pun berangsur-angsur hilang dengan sendirinya.
Arumi tahu pria yang di nikahinya adalah pacar sepupunya dari cerita antar saudara-saudara dan sepupunya yang lain. Namun arumi tidak tahu pasti, alasan Renata kabur dan meninggalkan calon suaminya yang sempat sepupunya
bangga-banggakan dulu.
Arumi keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidurnya. Perlahan ia mengambil satu bantal dan menuju sofa dimana itu merupakan satu-satunya tempat teraman baginya untuk memejamkan mata.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
Bab 2. Berhenti Bekerja
Arumi terkejut saat membuka matanya. Kedapnya kamar hotel membuatnya tidak dapat mendengar apa-apa di luar sana selain kesunyian yang ada dalam ruangan itu.
Arumi melihat jam di handphonenya. Ia pun bernapas lega, karena waktu subuh masih belum terlewat olehnya.
Wanita yang selalu di ajarkan untuk tidak melupakan dan meninggalkan sholat 5 waktu itu bergegas mandi dan membersihkan dirinya. Kemudian menunaikan kewajibannya, dan melantunkan beberapa ayat Al-Qur'an sebelum memulai rutinitas paginya.
Arumi berdandan ala kadarnya. Sederhana, namun tetap terkesan rapi dan manis dengan riasan tipis yang masih menampilkan wajah alaminya. Mengenakan pakaian untuk kerja dengan merek lokal yang bisa lenyap kapan saja. Ia pun sudah siap untuk berangkat kerja.
Arumi melihat jam di handphonenya. Masih terlalu pagi untuk berangkat bekerja. Ia pun teringat dirinya tak lagi menjanda ketika tanpa sengaja matanya melihat ke arah tempat tidur dimana Dimas masih terlelap disana.
Arumi selalu ingat ajaran sang Ibu untuk selalu melayani dan memenuhi kebutuhan suami. Dan dalam pikirannya, ia harus menyiapkan setidaknya sarapan serta pakaian bersih yang akan di gunakan suaminya nanti.
Namun dalam kamar hotel itu yang ada hanya sofa, balkon, kamar tidur, juga kamar mandi. Arumi bingung bagaimana ia harus menyiapkan sarapan. Apakah ia harus memesan makanan di hotel saja? Dan bagaimana ia berani untuk membuka koper Dimas dan menyiapkan pakaian bersih untuk lelaki itu? Jangankan menyentuh untuk meminta ijin, menatapnya saja sudah membuat tubuh Arumi menciut.
"Haaah..."
Arumi mendesah. Pada akhirnya yang bisa ia lakukan hanya sedikit menunggu suaminya itu bangun, lalu pamit untuk pergi bekerja.
Pastinya tidak masuk akal bagi seseorang yang baru sehari duduk di pelaminan, tetapi sudah akan pergi bekerja keesokan harinya. Namun tidak bagi Arumi yang harus menghidupi keluarganya dengan kondisi sang Ayah yang masih sakit-sakitan begitu pula sang Ibu yang kesulitan berjualan sambil merawat sang Ayah.
Bermula dari orang tua arumi yang mendapat musibah setahun yang lalu. Mereka di tipu habis-habisan dan menyebabkan usaha kecil mereka hancur bahkan rumah pun tergadaikan dan nyaris di sita. Lalu untuk untuk melunasi hutang-hutang itu arumi menerima tawaran sang paman yang pelit untuk bekerja padanya. Dan beberapa hari yang lalu, tiba-tiba ia diminta untuk menjadi pengantin pengganti anak mereka yang kabur dan tidak ingin menikahi calon suaminya.
Arumi terpaksa menerima tawaran itu meski ia tidak suka dengan adik dari ayahnya. Ia masih mengingat bagaimana mereka menolak ketika ia meminta bantuan terkait hutang orang tuanya.
Namun ketika sang paman itu menghadapi masalah besar terkait dengan hubungan kerja sama perusahaan mereka yang bisa runtuh oleh karena putri mereka yang kabur, Arumi pun menjadi pengganti pengantin wanita yang akan menikah dengan anak dari relasi bisnis yang sangat mereka inginkan. Ya, demi keuntungan bisnis mereka, mereka tidak ingin melepas kesempatan dan menjodohkan Arumi, keponakan mereka sebagai pengganti putri mereka.
Jika saja ada pilihan lain dan tidak memikirkan kehidupan ia dan orang tuanya yang kini sakit-sakitan, Arumi ingin menolak bekerja disana. Tetapi karena sang paman meminta Arumi untuk membalas budinya yang telah melunasi hutang yang begitu besar, Arumi pun tidak memiliki pilihan untuk menolaknya.
"Mau kemana?"
Suara barito yang berat terdengar menggelegar bagi Arumi yang tidak sadar akan kehadiran Dimas yang berjalan mendekat padanya dan tidak menyangka lelaki itu akan bertanya padanya yang sedang melamun.
Bahu Arumi pun sempat naik sedikit karena terkejut dan jantungnya kembali berdebar-debar setelah refleks menoleh dan mendapati mata Dimas menatap dingin padanya.
"Be... Bekerja. Paman meminta ku untuk langsung masuk kerja." Jawab Arumi ragu-ragu lalu tertunduk, takut.
Dimas mengusap wajahnya dan membuang napas kasar. Ia tidak habis pikir, mantan calon ayah mertuanya itu memerintahkan wanita yang sudah menjadi istrinya untuk pergi bekerja di hari kedua, Arumi menyandang status sebagai istrinya.
Dimas marah dan kesal, kepada ayah dari mantan kekasihnya itu yang tidak tahu malu. Setelah menggantikan putri mereka dengan anak dari saudaranya, kini memerintahkan Arumi untuk langsung berkerja tanpa ada rasa menyesal dan bersalah karena putri mereka yang kabur.
Dimas merasa ia tidak dihargai dan dipandang sebelah mata oleh ayah mantan kekasihnya itu. Bagi seorang Dimas yang menjunjung tinggi harkat dan martabatnya, sikap ayah dari mantan kekasihnya itu tidak dapat di benarkan.
Dimas berjalan menuju nakas dan mengambil handphonenya yang terletak di sana. Dalam hitungan detik ia melakukan panggilan kepada seseorang.
Arumi tidak dapat mendengarkan dengan jelas apa yang di ucapan Dimas kepada orang yang di hubungi oleh lelaki itu karena jarak di antara mereka. Namun Arumi bisa melihat kekesalan di wajah Dimas yang datar dan berjalan kembali mendekati dirinya.
"Berapa gaji yang kau terima di tempat itu?"
"Eh, emm ... itu..."
"Berhenti dari sana! Aku akan membayar mu tiga kali lipat."
Arumi terdiam sejenak, dan berpikir. Apa yang di tawarkan Dimas memang begitu menggiurkan karena sejujurnya ia pun tidak ingin bekerja di tempat sang paman. Namun Arumi juga tidak mau hanya duduk diam dan menerima uang dari seorang suami dingin dan tidak pernah menginginkannya itu.
"Tapi..., aku tidak mau menerima uang mu begitu saja." Ucap Arumi tertunduk sambil memainkan jari-jarinya di pangkuannya.
"Siapa bilang itu gratis?! Sebagai gantinya, kau harus berkerja sebagai pengurusku. Membersihkan rumah, memasak dan menyiapkan pakaian bersih untukku."
Arumi mendongakkan wajahnya menatap Dimas yang sejak tadi berbicara padanya tanpa ekspresi.
"Tapi, bukannya tugas istri memang selayaknya begitu?"
"Ya, hanya sampai disitu. Dan jangan pernah berharap yang lainnya. Karena hubungan kita hanya sebatas di atas kertas. Dan aku tidak sudi menyentuh orang yang tidak aku cintai!"
Begitulah kata-kata Dinas yang menusuk hati Arumi dengan tatapan merendahkan. Arumi sadar ia hanya seorang janda sebelum di nikahi oleh pria dingin di hadapannya.
"Cih, siapa juga yang mau dia!" Guman arumi yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri.
"Apa?"
"Ah, tidak."
"Jadi, kau akan memilih masih tetap bekerja disana?" Tanya Dimas dengan ekspresi datar sambil melipat tangan di depan dada.
Tawaran Dimas tentu lebih baik dari pada harus bekerja dengan pamannya. Dan Arumi pun tak menolak tawaran dari suaminya itu.
"Iya, aku akan berhenti."
"Bagus. Tunggu aku, kita sarapan sebelum kembali ke rumah." Ujar Dimas sambil berlalu menuju kamar mandi.
Mendengar kata 'kembali ke rumah' , Arumi berpikir mereka akan segera meninggalkan hotel tersebut. Ia pun membereskan barang-barangnya ke dalam koper mini dan duduk menunggu Dimas setelahnya.
Pagi itu, Dimas dan Arumi meninggalkan hotel setelah mereka menikmati sarapan hening tanpa percakapan. Suasana yang di rasakan mirip dengan makan antara atasan dan bawahan ketimbang hubungan suami istri. Namun walau demikian, Arumi tidak kecewa karena Dimas tidak membatasi dirinya dalam memilih makanan yang ingin ia makan.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
Bab 3. Baju Mantan
Arumi tertegun saat melihat rumah megah di hadapannya. Rumah 2 lantai bergaya klasik dengan pilar besar dengan pagar tinggi menjulang membuat Arumi terkesima.
Namun itu hanya sesaat ketika ia teringat kesepakatan yang belum lama ia buat dengan Dimas bahwa sebagai ganti ia berhenti bekerja dari perusahaan pamannya, ia akan mengurus suami dan rumah tempat tinggal mereka.
Mati aku, rumah sebesar ini!
"Kau tidak masuk?" Tanya Dimas menghentikan langkahnya di depan pintu utama ketika menyadari Arumi tidak ada di dekatnya.
"Ah, maaf..." Jawab Arumi, lalu buru-buru melangkah menyusul Dimas.
Ketika masuk ke dalam rumah, Arumi semakin kagum di buatnya. Interior di dalam rumah begitu berkelas, selaras dengan funitur-funitur mewah yang mungkin bisa menghabiskan satu tahun gajinya atau lebih.
Lantai bawah terdapat ruang tamu dan ruang keluarga yang terpisah. Di dekat ruang keluarga ada ruang makan dengan meja bulat panjang yang berbuat dari batu alam yang begitu mewah. Tidak jauh dari ruang makan ada dapur dengan desain mewah dan elegan. Dan ada mini bar serta tempat bersantai mirip dengan kafe dengan yang disertai live musik.
Namun tujuan mereka bukan di lantai bawah. Dimas terus melangkah menuju lantai dua dimana terdapat ruang bersantai dengan sofa panjang yang menghadap ke balkon yang berdindingkan kaca. Suasana disini kurang lebih mirip degan kamar suit room hotel yang tadi malam mereka tempati.
Lalu Arumi melihat ada tiga kamar di lantai atas. Kamar di dekat balkon terlihat lebih besar dari dua kamar lainnya. Namun Arumi di giring ke kamar di sebelahnya.
"Ini kamar tamu yang bisa kau gunakan sebagai kamar mu." Ucap Dimas sembari membuka pintu kamar.
Perlahan Arumi masuk ke dalam kamar itu dan melihat sekelilingnya. Meski hanya kamar tamu, tetapi kamar itu terasa mewah baginya yang sudah biasa hidup sederhana bersama kedua orang tuanya.
Kamar itu memiliki kamar mandi sendiri, lalu ada lemari pakaian dengan 4 pintu, meja rias, dan juga tempat tidur yang terlihat empuk dan begitu menggoda dirinya untuk berbaring disana. Juga ada kursi sofa dan meja kecil di dekat jendela kaca. Arumi dapat membayangkan, ia bisa bersantai sambil menikmati sepotong roti dan segelas kopi dengan membaca novel kesukaannya.
Melihat wajah Arumi yang tersenyum, Dimas dapat memperkirakan istrinya itu tidak keberatan tidur di kamar tamu tersebut. Ia cukup tenang Arumi tidak merepotkan dirinya karena wanita itu selalu menurut padanya.
"Apa cuma segitu pakaian yang kau bawa?" Tanya Dimas melirik koper kecil Arumi.
"Sebenarnya, pakaian ku cukup banyak di rumah. Tapi, aku hanya membawa beberapa saja, karena ku pikir aku bisa balik lagi ke rumah untuk mengambil beberapa lagi yang ku butuhkan."
"Kau tak perlu repot. Dalam lemari itu, sudah tersedia banyak pakaian wanita. Semua masih baru dan belum di pakai. Yang mana cocok buatmu, pakai saja. Kalau tidak suka, tinggal buang."
Mata Arumi mengerjap-ngerjap pelan mendengar ucapan Dimas yang begitu entengnya berkata demikian. Seolah-olah barang yang di suruh buang adalah sampah yang tidak berguna.
Orang kaya memang beda, batin Arumi.
"Lalu jangan pernah mengganggu ku bila bukan hal yang penting. Jangan masuk ke kamar ku, atau mengetuk pintu kamar. Jika kau ada perlu, cukup kirim pesan. Dan tak perlu menelpon jika bukan hal darurat. Kau mengerti?!"
"Baik. Tapi aku tidak memiliki nomor mu."
Dimas mengambil handphone Arumi yang sejak tadi di pegang oleh wanita itu. Lalu tanpa ijin yang punya, Dimas membuka handphone tersebut dan mengetikan sesuatu disana.
Awalnya Arumi sedikit terkejut. Namun ia langsung mengerti apa yang sedang di lakukan oleh Dimas.
"Ini. Sudah kan?"
Dimas mengembalikan handphone tersebut kepada Arumi.
"Oh, iya."
Setelah mengembalikan handphone milik Arumi, Dimas pun berlalu menuju kamarnya di dekat balkon. Arumi berpikir, itu adalah kamar utama yang akan di gunakan untuk Dimas sendiri.
Arumi lalu menutup pintu kamarnya dan langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur empuk yang sedari tadi seperti memanggil dirinya untuk dijamah. Matanya terpejam dan masih merasa ini mimpi, dirinya sudah menikah dan tinggal di rumah megah meski memiliki suami dingin mengalahkan kutub utara.
Arumi membuka matanya dan pandangannya tertuju pada sebuah lemari besar di depannya. Ia teringat pada ucapan Dimas yang mengatakan banyak pakaian wanita di dalam lemari itu. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Arumi memutuskan untuk bangun dan mendekati lemari tersebut. Tanpa ragu ia pun membuka pintu lemari yang kuncinya tergantung begitu saja disana.
Dan sekali lagi Arumi dibuat tertegun memandang pemandangan di depannya. Sederet baju baru mewah bergantung dengan lebel yang masih melekat disana. Arumi pun mencoba memegang satu persatu baju-baju tersebut.
Wanita itu nyaris tidak percaya dengan nama merek dan harga yang tercantum di baju-baju tersebut. Karena satu helai baju itu sudah hampir setara dengan gaji Arumi selama satu bulan bahkan ada yang lebih.
Masih penasaran dengan isi lemari Arumi membuka semua pintu dan laci lemari. Tidaknya hanya dress, ada juga baju atasan, bawahan rok dan celana dengan model dan warna berbeda-beda tertata rapi disana. Bahkan piyama dan dress tidur semua lengkap disana.
"Ini gila! Tapi apa pakaian dalam juga ada?" Gumam Arumi penasaran.
Wanita itu pun memeriksa laci dan kembali terkejut di buatnya. Bahkan pakaian dalam bagian atas dan bawah pun tersedia disana.
Arumi berpikir sejenak. Tidak mungkin pakaian-pakaian itu memang disediakan untuknya. Arumi yakin pakaian-pakaian itu pasti di peruntukan kepada Renata, sepupunya. Namun karena Renata kabur, pakaian-pakaian itu kini menjadi miliknya.
Untungnya ukuran tubuh Renata dan Arumi hampir sama. Hanya saja, Renata sedikit lebih kurus dari Arumi. Dan tentunya penampilannya pun lebih glowing dari Arumi.
Arumi memisahkan pakaian yang terlihat seksi dan tidak mungkin ia gunakan karena dirinya menggunakan hijab. Pakaian-pakaian itu tidak ia buang seperti yang di perintahkan oleh Dimas. Namun, pakaian-pakaian itu ia kumpulkan dan di simpan terpisah di salah satu ruang pintu lemari tersebut.
Lalu Arumi memilih pakaian santai yang bisa ia gunakan untuk beraktivitas di dalam rumah tersebut. Beberapa saat memilih, Arumi tidak kunjung menjatuhkan pilihan karena baju tersebut terlalu bagus untuk di pakai sehari-hari. Pada akhirnya, Arumi mengambil bajunya di dalam koper. Baju tunik dan celana panjang kain menjadi pilihannya dibandingkan pakaian mewah yang ada dalam lemari.
Merasa nyaman setelah mengganti pakaian kerjanya, Arumi pun mulai hendak berkeliling rumah dan mencari senjata perang untuk membersikan rumah.
"Aduh! Maaf.."
Arumi tanpa sengaja bertabrakan dengan Dimas di depan pintu kamarnya. Ia yang tidak mengira Dimas akan mendatanginya itu, tanpa ragu membuka pintu kamar dan langsung melangkah ke depan begitu saja.
Dimas tak bergeming di tabrak oleh Arumi. Sorot matanya yang dingin hanya menatap Arumi dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan kedua tangannya yang bersembunyi di dalam saku celana panjangnya.
"Baju apa itu?" Tanya Dimas dengan tatapan merendahkan.
Sedikit kesal dengan tatapan Dimas padanya, Arumi pun membalas tatapan itu dengan berani.
"Tentu saja ini bajuku. Ini salah satu baju terbaik ku." Jawab Arumi apa adanya.
"Jelek!" Ucap Dimas menohok hati Arumi.
"Haah?"
Arumi tertegun dan melongo.
"Apa baju di dalam lemari itu tidak ada yang cocok untuk mu?!" Tanya Dimas lagi dan langsung melangkah ke dalam dan membuka semua pintu lemari untuk melihat isinya.
Bibir Arumi mengerucut mendengar ucapan pria kulkas 4 pintu itu. Arumi pun mengekori Dimas tanpa berani berbicara dan mengamati apa yang pria itu lakukan dengan pakaian-pakaian di dalam lemari itu.
Celana kain panjang putih model jubrai berbahan lembut dan nyaman, serta sebuah kemeja berbahan sutra berwarna pastel ia keluarkan dari lemari dan diberikan kepada Arumi. Awalnya Arumi ragu untuk menerima dan memakainya. Namun sorot mata Dimas yang sedalam laut tanpa batas dan seakan-akan hendak menelan dirinya itu meruntuhkan kekuatan Arumi untuk menolak.
"Aku tunggu di bawah." Ucap Dimas dan meninggalkan Arumi untuk berganti pakaian yang ia pilihkan.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!