NovelToon NovelToon

Dinikahi CEO REDFLAG

1. Menangkap Basah.

"Mas Elias, kamu mau kemana?" Samantha yang baru selesai menyiapkan sarapan pagi menatap heran pada suaminya yang sedang menyeret koper hitam berukuran kecil menuruni tangga.

"Barusan ditelepon, ada dinas luar kota," Elias menjawab tenang, tersenyum lembut, sembari menghentikan langkah.

"Kok mendadak begitu? Kita 'kan sudah janjian hari ini ketemu dokter kandungan, Mas. Apa nggak bisa diganti sama pegawai yang lain?" Samantha nampak kecewa.

"Sudah enam tahun menikah, kita belum juga dikarunia anak, aku lelah dengan omelan mama yang bilang aku mandul."

"Nggak bisa, Sayang. Pak Robert sendiri yang menelpon langsung agar aku menggantikan pak Ganda," Elias mengusap lembut pipi mulus isterinya.

"Kita tunda aja dulu ya janji temu dokter kandungan hari ini? Mas janji, begitu pulang, kita akan buat janji baru. Mengenai ucapan mama, jangan diambil hati, mama memang begitu orangnya," hibur Elias.

"Senyum dong, jangan sedih gitu, nanti cantiknya hilang," Elias menoel pucuk hidung isterinya.

Samantha memaksakan senyumnya.

"Nah... 'kan tambah manis," Elias mengecup singkat pipi isterinya.

"Kalau gitu, kita sarapan dulu sebelum Mas berangkat."

"Aduh, maaf ya, Sayang. Pukul sepuluh pagi meeting-nya sudah dimulai. Mas harus buru-buru, takutnya terlambat."

Samantha mematung, memandangi suaminya yang terburu-buru menyeret kopernya menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumah.

Tin... Tin...

Samantha melambaikan tangan, kembali memaksakan senyumnya, melepaskan kepergian suaminya pagi itu.

Ia masuk ke rumah dengan gontai lalu menuju dapur. Akhir-akhir ini, suaminya sudah tidak pernah lagi sarapan bersamanya, apa lagi makan malam.

Kring... Kring... Kring...

📞"Halo, selamat pagi." Samantha buru-buru mengangkat telepon rumahnya yang terus berteriak.

📞"Selamat pagi, bu Samantha. Saya Alina, mengingatkan meeting pagi ini dimajukan pukul delapan tepat. Jangan lupa menyiapkan gambar eksterior renovasi kantor baru pak Kurniawan. Nanti malam, pak Andreas meminta bu Samantha yang bertemu langsung dengan pak Kurniawan." Peringat Alina, sekretaris Andreas, pemilik Big Properties, perusahaan properti ternama di kota mereka.

📞"Baik, bu Alina, terima kasih."

Samantha meletakan pesawat telepon rumahnya, lalu buru-buru menyelesaikan sarapan paginya.

...____...

Malam itu, sesuai janji temu di Mariana Hotel, Samantha sudah beberapa menit terlibat obrolan dengan Kurniawan, salah satu klien perusahaan Big Properties, tempat kerjanya.

"Isteri saya yang menginginkannya, bu Samantha. Dia lebih menyukai rumah dengan tipe tulip dibandingkan tipe kemuning. Saya harap tidak ada masalah mengenai perubahan ini," Kurniawan, pria paruh baya itu memandangi Samantha penuh harap.

"Kalau masalah perubahan pilihan tipe unit, pak Kurniawan langsung saja berurusan dengan pak Jusup, beliau marketingnya, saya tidak bisa mencampurinya, karena hanya beliau yang tahu tipe tulip yang isteri pak Kurniawan inginkan itu apakah masih ada atau sudah habis terjual. Maaf bukan tidak ingin membantu," Samantha menyahut sopan.

"Kita kembali ke topik awal saja, Pak. Saya sudah membuat beberapa pilihan eksterior kantor yang pak Kurniawan minta beberapa hari lalu," Samantha mengeluarkan gambar hasil auto-cad 2D dan 3D dari tas kerjanya.

Kurniawan segera mengarahkan pandangannya pada gambar-gambar eksterior yang dibentangkan oleh Samantha, salah seorang arsitek handal yang dipercayakan perusahaan untuk menemui dirinya.

"Ini tampilan eksterior kantor dengan material kaca. Bahan ini bisa tembus cahaya dan memberi efek pantulan, sehingga memberi kesan modern. Selain itu, kaca juga tahan cuaca dan anti rayap. Sayangnya relatif berisiko pecah. Apalagi jika kantor pak Kurniawan berada di daerah rawan gempa," jelas Samantha, memperlihatkan eksterior kantor yang megah hasil gambar 3D-nya.

"Dan, ini..." Samantha memperlihatkan gambar eksterior lainnya.

"Eksterior kantor berbahan batu alam, salah satu yang populer adalah sandstone, seperti ini."

"Menarik, terlihat kuat, kokoh, dan tetap terlihat megah," Kurniawan memperlihatkan ketertarikannya.

"Rumah tua keluarga kami turun-temurun itu sepertinya sangat cocok direnovasi menggunakan material batu alam seperti--, bu Samantha, anda mau kemana? Kita belum selesai!"

"Sebentar pak, saya pasti segera kembali!" Samantha pergi terburu-buru, setengah berlari, takut kehilangan jejak.

Kurniawan ternganga, bagaimana mungkin perusahaan sekelas Big Properties yang ternama itu memiliki pegawai tidak profesional seperti wanita itu, batinnya.

Di lantai enam, tepat di depan kamar nomor 615 hotel itu, Samantha mengatur nafasnya yang memburu. Ia yakin, pria yang masuk bersama seorang wanita ke dalam sana adalah suaminya.

📞"Halo, selamat malam. Dengan Yulia, resepsionis Mariana Hotel, ada yang bisa saya bantu?" suara lembut nan ramah seorang wanita terdengar dari sound ponsel milik Samantha yang tengah menempel di daun telinganya.

📞"Halo, selamat malam. Saya Samantha Asia. Nona Yulia, apa benar kamar nomor 615 telah di booking an Elias Handoyo? Beliau suami saya."

📞"Mohon maaf bu Samantha, kami tidak boleh membocorkan data tamu hotel."

📞"Baiklah, sekarang juga saya akan menelpon kantor polisi dan mengundang para wartawan untuk menggerebek dan menyebarkan berita pasangan selingkuh itu. Setelah itu, nona Yulia pasti tahu hotel ini akan bernasib seperti apa?!" ancam Samantha tak main-main.

📞"Ba-baik Bu... Memang benar, ka-mar no-mor 615 adalah pak Elias Handoyo," gugup resepsionis itu panik.

📞"Sekarang juga, bawa kunci cadangannya kemari!"

📞"Ta-tapi, Bu--"

📞"Sekarang, atau saya telepon--"

📞"Ba-baik, Bu..."

Samantha mematikan ponselnya. Wajahnya memerah dengan nafas semakin memburu, otaknya sudah tidak bisa berkerja dengan baik kala suara-suara laknat di dalam sana kian jelas terdengar.

"Dengan ibu Samantha? Saya Erik, manager operasional Mariana hotel--"

"Cepat buka pintunya, suami saya ada di dalam sana dengan wanita lain!" potong Samantha, sudah tidak mampu menahan gejolak emosinya yang sudah sampai ke ubun-ubun.

"Ba-baik, bu Samantha..." Erik, manager hotel itu tidak punya pilihan, selain menuruti perintah Samantha yang terlihat tidak sabar bercampur marah.

"Pegang ini, saya harus mendapat videonya, mengerti?!"

"I-iya, Bu," Yulia, resepsionis hotel itu cepat-cepat menerima ponsel milik Samantha yang sudah dalam mode on.

Klek.

Samantha mendorong pintu, pelan, dan masuk dengan berhati-hati.

Gejolak rasa dalam dadanya sudah carut-marut, kala dirinya hampir saja tersandung bra yang terlilit pada tumit runcing sepatu highheels-nya.

Ditambah suara bising desisan-desisan aneh yang kian jelas itu semakin menggoncangkan jiwanya sebagai seorang isteri.

"Ouhh... Lebih cepat lagi, pak Elias... Ughhh!"

"Anda sangat luar biasa, Pak... Ssss... perdalam lagi... Ugh..."

"Olin... Ouhh... kepalaku rasanya mau copot... sss..."

"Mas Elias! Tega kamu, Mas!" Samantha berteriak histeris, menyaksikan pemandangan yang sangat menyakitkan dihadapannya. Elias suaminya, sedang berbagi peluh dengan wanita lain.

"Sa-Samantha? Ka-kamu ada di sini?" Pria yang sedang memompa dengan doggy style itu mendadak kaku, begitu pula dengan wanita yang berlutut didepannya.

"Keterlaluan kamu, Mas! Izin dinas luar kota, ternyata kamu main kuda-kudaan dengan Olin! Kita cerai!" Samantha yang telah naik pitam gegas berbalik, merampas ponsel miliknya dari tangan Yulia yang masih mem-video.

"Sa-Samantha, tunggu!" Elias panik, tanpa sadar turun dari ranjang, mengejar isterinya.

Sedangkan Olin, wanita itu segera menyembunyikan dirinya dalam selimut tebal dengan rasa malu bercampur was-was, sama sekali tidak menduga bila dirinya dan Elias tertangkap basah oleh isteri pacar gelapnya beserta karyawan hotel dengan cara memalukan seperti ini.

"Samantha! Aku tidak mau cerai, aku dan Olin, kami hanya--"

"Sadar pak Elias," Manager Erik segera menghadang di depan pintu.

"Anda tidak pakai celana, bagaimana kalau para pengunjung hotel lainnya melihat anda seperti ini?" Manager Erik panas dingin melihat selangkangan tamu hotelnya itu, sedangkan Yulia, resepsionis cantik itu sedari tadi sudah membenamkan wajahnya dipunggung sang manajernya itu.

✍️Bersambung...

2. One Night Stand

"Mas... Tidak aku sangka, kamu begitu tega mengkhianati pernikahan kita yang sudah berusia enam tahun ini..." Pandangan Samantha berkabut oleh karena sembab matanya yang meratapi nasibnya.

Samantha berjalan lunglai menyusuri lorong hotel dengan tatapan kosong. Matanya sembab, kepalanya semakin berdenyut hebat, mengingat apa yang telah dilakukan suaminya bersama rekan kerja sekantor suaminya itu.

Enam tahun membina pernikahan, serasa sia-sia saja.

Brugh.

Samantha oleng. Tidak sengaja melanggar tubuh seseorang yang melintas dihadapannya. Tangannya refleks bergelayut dileher pria yang menarik pinggangnya agar tidak jatuh mengenaskan ke lantai.

Untuk sesaat, pandangan keduanya saling bertemu.

"Akupun... Bisa membalasmu, mas Elias!" Samantha menarik paksa tengkuk pria asing itu dengan sisa-sisa tenaganya.

Cup.

Dengan perasaan penuh dendam, Samantha dengan beringasnya melumat bibir pria tidak dikenalnya itu.

Bahkan sempat beberapa kali ia sengaja menggigit lidah dan bibir pria itu saat adegan panas Elias memompa Olin terlintas di dalam kepalanya.

Namun anehnya, pria asing itu tidak menghentikannya, apa lagi memarahinya.

"Hmph..." Samantha terhenyak, tangannya gegas turun dari leher pria itu, meraba sekitarnya begitu dirasanya punggung, bahkan seluruh tubuhnya mendarat di kasur empuk.

"Kenapa berhenti?" suara itu terdengar berat dan dalam, tapi Samantha tidak terlalu memperhatikannya. Ia lebih fokus pada sekelilingnya.

"Kita... Dimana?" tanya Samantha pelan, menatap pria yang sedang mengungkung tubuhnya.

"Di kamarku. Tunggu sebentar, aku ambil pengaman dulu."

"Tidak perlu, aku tidak bisa hamil," untuk kedua kalinya Samantha menarik paksa tengkuk pria asing itu, melumat bibirnya dengan kasar tanpa rasa sungkan sedikitpun.

Saat ini, yang ada dalam benaknya hanyalah melampiaskan rasa sakit hatinya tanpa memikirkan akibatnya.

Tidak ada perlawanan berarti, pria asing itu hanya menerima, terkesan pasrah saat Samantha mempermain-mainkan dirinya, membawanya berguling-guling kesana kemari sampai mengambil alih berada di atas tubuhnya.

Hingga akhirnya, Samantha yang lelah, terkulai lemah dan bosan.

"Hanya segitu kemampuanmu?" satu kali hentakan saja, pria asing itu berhasil membuat tubuh Samantha kembali berada di bawah kungkungannya.

Samantha tidak menjawab, saat ini kepalanya masih penuh dengan perasaannya yang campur marut akibat perselingkuhan suaminya.

"Ugh..." tanpa sadar, desa han itu lolos begitu saja dari mulut Samantha, merasakan sentuhan-sentuhan lembut pada area-area sensitifnya, bertolak belakang dari cara dirinya yang kasar memperlakukan pria itu.

Lama tidak disentuh Elias, karena suaminya itu selalu saja sibuk dengan segala pekerjaannya yang tidak kunjung habis, membuat Samantha kian terbuai atas perlakuan manis sang pria asing.

"Kamu siap?"

Seperti kerbau yang dicucuk lubang hidungnya, Samantha yang sudah terlena langsung mengangguk pasti.

"Akh! Sakit! Hmph..."

Bibir Samantha terbungkam, pria asing itu kembali melumat bibirnya, demi menyamarkan rasa sakit yang mendera.

Samantha tidak habis fikir bagamana bisa pria asing itu begitu sulit menembus pertahanannya, beberapa kali gagal, padahal ini bukan pertama kalinya bagi dirinya yang sudah bersuami.

Hingga akhirnya.

Jleb.

"Ugh," Samantha menahan nafas, matanya mendelik, merasakan sesuatu yang penuh memasuki tubuhnya.

"Am-ampuni aku. A-ku ka-pok," Samantha terbata-bata, nafasnya sudah megap-megap, sedikit pergerakan saja dari pria asing itu, rasa di bawah sana sudah tidak karu-karuan.

"Kamu terlambat," pria asing itu berucap acuh, tidak perduli, ia terus memompa pelan tanpa henti, Samantha di bawahnya mengeliat-geliat bagai cacing kepanasan.

"Ber-henti, saya sudah ti-dak sanggup lagi," Samantha memohon dengan nafasnya yang megap-megap.

"Kamu yang memulai, saya hanya menyelesaikan sisanya saja."

"Ka-mu... Gila!"

"Hmph..." pria asing itu tersenyum devil. Mulutnya tidak bersuara lagi, namun tubuhnya terus berkerja memompa balon udara agar bisa menggembung lalu menerbangkannya ke langit.

...____...

"Ugh... Tubuhku... Rasanya remuk semua..." rintih Samantha bergerak pelan. Rasa pegal membuat ia lamban bergerak, belum lagi dirinya harus menahan sensasi perih, pedih, diarea intinya.

"Mau kemana?" Tangan besar menahan Samantha yang ingin bangun dari berbaringnya.

"Biarkan aku pergi, aku harus berkerja hari ini."

"Dengan kondisimu yang seperti ini? Tidak boleh," suara dalam dan berat itu berkata tegas.

Samantha menatap wajah pria asing yang tengah menopang dagu disebelahnya.

"Siapa kamu? Kamu tidak punya hak melarangku pergi."

"Aku?" Pria itu mengangkat sedikit pundaknya dengan gerakan ringan.

"Aku berhak. Setelah apa yang kamu lakukan padaku, apa kamu mau lari dari tanggung jawab? Enak saja."

"Ka-kamu!" Samantha menahan geram.

"Akulah yang jadi korban. Lihat, aku bahkan hampir tidak bisa bangun, dan ituku.... masih sangat sakit." Samantha berucap pelan di akhir kalimatnya.

"Korban? Tidak salah? Lihat bibirku."

Samantha terperangah, ia baru memperhatikan wujud bibir pria asing itu, membengkak, bekas gigitan terlihat acak tidak beraturan di kedua belahannya.

"Ini semua karena ulahmu," lanjut pria asing itu lagi.

"Apa yang ingin kamu lakukan?!" Samantha memekik kaget, berusaha mendorong, begitu tubuh besar pria asing itu menghimpit tubuhnya.

"Dasar fikiran kotor," Pria asing itu menyundul pelan pelipis Samantha, setelah tangan panjangnya berhasil menyeberang dan meraih ponselnya yang terdampar di sebelah kepala wanita itu.

Samantha hanya bisa mengerjapkan mata dengan pipi menggembung, mendengar pria itu mengatai dirinya.

"Telepon kantormu sekarang sebelum mereka mencarimu?" Pria asing itu menyerahkan ponselnya yang sudah tersambung dengan mode loudspeaker.

📞"Selamat pagi, dengan sekretaris Alina -- Big Properties -- kami siap membantu..."

Samantha dibuat terperangah lagi. Dari mana pria itu bisa tahu tempatnya berkerja, terlebih akses telepon khusus Alina, sekretaris pak Andreas sang pemilik perusahaan tempatnya berkerja.

📞"Halo... Apakah Anda yang ada di seberang sana masih bisa mendengarkan saya?" Alina kembali bersuara karena tidak mendengar respon dari orang yang menelponnya.

📞"Hm... Halo, selamat pagi sekretaris Alina. Saya... bu Samantha... Maaf, terlambat memberi tahu kalau saya izin hari ini karena kurang enak badan," Samantha berucap pelan sambil melirik pria asing yang sedang memperhatikannya.

📞"Oh, halo ibu Samantha, semoga kesehatan Anda segera membaik. Saya perlu menyampaikan tentang keluhan yang masuk ke saya, pak Kurniawan sekarang ada di kantor, beliau mengatakan semalam Anda pergi dan menghilang begitu saja sebelum pembicaraan mengenai proyek renovasi kantor barunya tuntas."

Samantha memegangi ubun-ubunnya yang kembali berdenyut, ia benar-benar lupa pada klien perusahaannya itu gara-gara masalah pribadinya semalam.

📞"Iya, itu benar. Tolong sampaikan permintaan maaf saya pada beliau, bu Alina. Semalam, setelah saya minta izin sebentar, mendadak saya sakit. Saya janji, besok saya akan menemui beliau di kantornya."

📞"Baiklah, akan saya sampaikan. Beristirahatlah, semoga cepat pulih bu Samantha."

📞"Terima kasih, bu Alina."

Samantha mengembalikan ponsel pria asing itu.

"Bagaimana kamu bisa tahu dimana aku berkerja, bahkan nomor khusus ke bu Alina?" Samantha akhirnya menanyakannya, hal yang membuatnya penasaran.

"Itu bukan perkara sulit bagiku," pria asing itu langsung menyibak selimut tebal yang membungkus tubuh Samantha.

"Kamu mau apa lagi?! Lepasin! Lepasin! Aku harus pulang dan kerja!" Samantha berontak, berusaha menutup tubuh polosnya yang terekspos.

"Tidak perlu ditutupi, aku bahkan sudah melihat semuanya," pria asing itu berucap acuh, membawa tubuh Samantha masuk ke kamar mandi.

"Lihat dirimu," Pria itu menurunkan Samantha tepat di depan cermin besar toilet.

"Oh!" Samantha membekap mulutnya, memandangi wajah kusutnya yang masih sembab dan kacau, di tambah cap bibir bertebaran disana-sini memenuhi tubuhnya hingga di batang lehernya.

"Silahkan saja pulang kalau kamu percaya diri dengan penampilanmu itu," pria itu keluar dan menutup pintu kamar mandi di belakangnya.

Wajahnya datar, menatap layar ponselnya, menggulir satu persatu semua kartu identitas milik Samantha yang sempat ia ambil gambarnya setelah penyatuan mereka semalam.

✍️ Bersambung...

3. Batang Leher

Samantha urung memasukan mobilnya ke garasi, begitu di lihatnya Elias dan mobil pria itu sudah nongkrong di depan teras rumahnya.

"Sayang, akhirnya kamu kembali. Sejak semalam aku disini menunggumu pulang, anak kuncinya tidak berfungsi," Elias meunjukan satu anak kunci miliknya yang biasa ia gunakan untuk membuka pintu bila ia pulang.

"Jangan menambah kebohongan lagi, Mas." Samantha memperlihatkan raut muaknya. "Aku memang sudah meminta tukang kunci mengganti semua kunci rumahku ini, Mas. Tapi bukan dari semalam."

Elias menelan salivanya. Samantha benar, ia memang baru saja tiba di rumah isterinya sore ini. Hampir tembus pagi, ia baru diperbolehkan pulang oleh pihak hotel setelah membereskan kekacauan semalam dengan pihak hotel. Jadi, setelah cukup istirahat barulah ia menyambangi rumah isterinya itupun karena di paksa oleh ibunya.

"Untuk apa kamu pulang, Mas? Pulang saja ke rumah selingkuhanmu itu, aku tidak akan melarangmu lagi, lakukan sesukamu. Aku sudah mendaftarkan perceraian kita di kantor pengadilan negeri, tunggu saja panggilannya beberapa waktu kedepan."

Samantha berucap datar, walau hatinya masih teramat sakit, tapi ia sudah lebih bisa menguasai diri dibandingkan semalam.

"Samantha, kamu tidak serius 'kan?" Raut Elias menegang, tidak menduga isteri yang ia tahu sangat mencintainya mengambil tindakan itu.

"Maafkan aku, Samantha... aku, aku khilaf, aku sangat menyesal," berusaha meraih tangan isterinya, tapi langsung ditepis kasar.

"Hmph..." Samantha tersenyum pahit.

"Saat tertangkap basah, akan berkata khilaf sebagai perlindungan diri. Aku yakin Mas, kamu pasti sudah sering melakukannya dibelakangku, makanya sampai ketahuan. Iya, 'kan?"

"Samantha, kumohon... Beri aku kesempatan kedua, kamu tidak bisa semudah itu memutuskan untuk bercerai secara sepihak. Ingat, pernikahan kita sudah enam tahun, sudah banyak hal yang kita lalui bersama, Samantha."

Elias kembali mendekat dengan raut memelas penuh permohonan, berusaha meraih tangan Samantha, tapi Samantha yang sudah terlanjur sakit hati itu kembali menghempaskan tangan Elias dengan kasar.

"Kenapa baru sekarang Mas berfikir seperti itu? Sekarang sudah terlambat. Aku sudah tidak mau jadi isteri kamu lagi! Sebelum kejadian semalam, teman-temanku sudah banyak yang mengadu kalau mereka sering melihatmu bersama Olin, tapi aku tidak menanggapinya. Sampai akhirnya aku melihatnya sendiri," nafas Samantha memburu, emosinya cepat tersulut bila mengingat peristiwa semalam.

"Samantha, aku mohon--"

Sreeet.

Samantha yang mencoba menghindar, membuat tangan Elias tak sengaja menarik simpul syal yang menutupi leher jenjangnya.

"Apa ini, Samantha?" Raut memelas penuh permohonan Elias seketika berubah suram, melihat leher isterinya yang terlukis stempel bibir yang bukan miliknya.

"Bukan urusanmu."

"Ini urusanku, Samantha! Kamu masih isteriku!" berang Elias sambil mencengkram geram pundak Samantha.

"Kamu, kamu ternyata perempuan pela cur, Samantha!" makinya penuh amarah. Cemburu dalam dada Elias meledak, ia begitu geram, wajahnya merah padam, tangannya langsung terangkat ke udara, siap melayang.

"Tampar! Tampar kalau berani, Mas!" Samantha menatap tajam, emosinya semalam belum benar-benar mereda.

"Justru tamparanmu akan lebih memperkuat alasanku cerai darimu, Mas!"

Tubuh Elias gemetar, bukan hanya tangannya yang bergetar, tapi gigi-geliginya ikut bergemeletuk. Dengan gerakan kasar menghempas, pria itu menurunkan tangannya yang tidak jadi melayang ke wajah Samantha.

"Samantha, aku memang salah, aku akui itu. Tapi aku tidak bisa terima kalau ada pria lain yang berani-beraninya menyentuhmu," Elias merendahkan suaranya, berusaha mengatur emosi, biar bagaimanapun, ia masih sayang pada isterinya itu.

"Kamu laki-laki egois, Mas. Maunya menyakiti isteri, tapi tidak mau tersakiti."

"Aku sengaja membalasmu, Mas. Supaya kamu juga mengerti bagaimana rasa sakitnya aku dikhianati." Samantha menahan tangisnya yang ingin meledak, ia sudah bertekad tidak akan meratapi diri lagi.

"Tapi tidak dengan sembarangan pria, Samantha!"

"Jangan pernah tinggikan suaramu lagi Mas. Aku sudah bu-kan isteri-mu!" Tangan Samantha menunjuk dengan gemetar.

"Asal kamu tahu saja, Mas. Laki-laki itu lebih tampan dari kamu, dia lebih perkasa, dan batangnya lebih besar!"

"Batang? Batang, a-apa?!" rahang Elias mengeras penuh curiga.

Samantha seketika gelagapan, baru sadar ia keceplosan saking emosinya.

"Batang leher! Batang lehernya lebih besar dari batang leher kamu, mas!"

BAM!!!

"Samantha! Buka Samantha! Kita harus bicara!" Elias menggedor-gedor pintu yang telah ditutup, tapi Samantha tidak mau membukanya, ia takut Elias nekat.

"Apa liat-liat?!" Elias melotot, amarahnya yang sudah mencapai ubun-ubun kian dibuat kesal melihat para tetangga sedang menonton dirinya di depan pagar rumah.

"Lumayan tontonan gratis, Mas!" ledek salah satu ibu berdaster yang terkenal sebagai biang gosip.

"Pergi, dasar ibu-ibu pengangguran, tidak punya kerjaan selain ngegosip orang!" Ketus Elias.

"Oh, Mas'e masih ngerasa jadi orang, saya fikir tadi kuda, yang hobinya main kuda-kuda'an sama perempuan yang bukan bininya. Dasar laki-laki tidak tahu malu!"

Derai tawa langsung riuh, menyambut ledekan ibu berdaster yang sarat cemooh.

"Oh, dasar manusia-manusia kurang ajar! Bisanya hanya menghakimi orang lain!" Emosi Elias sudah tidak terbendung, ia berlari ke pagar, ingin menabok mulut para ibu-ibu menggunakan sepatu kulitnya yang sudah ia lepas sedari tadi.

Bukannya takut, para ibu-ibu dengan kompak serentak maju, masuk pagar rumah, lalu mulai menjambak Elias beringas.

"Rasakan ini! The power para Emak!!!"

Bag! Big! Bag! Bug! Bag! Big! Bag! Bug!

"To-long! Dasar! Hobi keroyokan!" Elias berteriak.

Bag! Big! Bag! Bug! Bag! Big! Bag! Bug!

"To-long! To-long!" Elias terus berteriak, tubuhnya sudah tidak sanggup menahan sakit.

Bag! Big! Bag! Bug! Bag! Big! Bag! Bug!

"Stop! Stop! Hentikan! Hentikan!" Pak RT datang melerai, sangat panik.

"Jangan main hakim sendiri Ibu-Ibu!"

"Hahh! Hahh! Tolongin saya pak RT, mereka bisa membunuh saya pak RT. Hahh! Hahh!" Rintih Elias dengan nafas terengah-engah.

Pak RT menatap penuh rasa prihatin wajah Elias yang babak-belur dan membengkak.

"Aduh, Ibu-Ibu, seharusnya tidak boleh begini..." pak RT membantu Elias bangun dari tanah.

"Itu pelajaran yang pantas bagi laki-laki yang tidak bisa jaga burungnya, pak RT. Biar para suami di komplek ini tidak berani macam-macam! Kami bakal bersatu menghajar manusia laknat seperti itu!" Dona, si ibu berdaster dan bertubuh gemuk itu mewakili semua rekan-rekan sejawatnya.

"SETUJU!!! HIDUP Bu DONA!!! HIDUP Bu DONA!!!" Lantang para ibu-ibu itu berselebrasi.

"Kami para ibu-ibu komplek ini, tidak akan pernah segan-segan bertindak membela kaum kami yang teraniaya laki-laki bajingan macam pak Elias ini!"

"SETUJU!!! HIDUP Bu DONA!!! HIDUP Bu DONA!!!"

"Dari mana mereka tahu kalau mas Elias selingkuh?" Samantha yang mengintip dari balik gorden rumahnya nampak heran.

"Apa mungkin mereka menguping pembicaraanku dengan pak RT tadi siang ya?"Samantha kembali bertanya-tanya dan menduga-duga sendiri tanpa tahu jawaban yang pasti.

✍️ Bersambung... CEO Baru.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!