Seorang gadis desa yang tampak polos melangkahkan kaki masuk ke sekolah barunya. Sebuah SMA Elit bernama Alveroz Highschool.
Namanya Drasha.
Meski asalnya dari desa, tapi warna kulitnya yang putih bening dan rambut panjangnya yang halus membuat siswa-siswi menaruh perhatian pada gadis itu.
"Eh, itu katanya cewek kampung yang dapet beasiswa yah."
"Iya, tuh liat kayaknya baru kali ini masuk ke sekolah elit."
"Pertama kali ke kota nggak sih."
"Planga-plongo tapi cantik banget."
"Cantiknya beda lagi, gak ngebosenin gitu."
"Paling cakep mah kata gue."
"Langsung jadi ranking 1 tercantik ini mah, tinggal poles dikit."
"Eittt… jangan asal ngomong, entar lo kena sasaran anak-anak The Velvets."
Drasha tidak peduli dengan bisik-bisik itu, karena bola mata honey ambernya sibuk berbinar memandangi setiap sudut sekolah barunya. Mewah dan eksklusif.
Ya, tak pernah Drasha sangka kalau dia akan bersekolah di sini, memakai seragam sekokah elit dengan desain serta potongan yang unik. Pokoknya beda jauhlah dengan seragam sekolah Drasha ketika di desa.
Dan, semua itu berawal dari pertemuan tak terduganya dengan seorang wanita tua satu minggu yang lalu.
Nenek bernama Althea kehilangan kucingnya dan kebetulan Drasha yang menemukan kucing nenek tersebut. Nyonya Althea yang berkenalan dengan Drasha langsung tersedu-sedu dan memeluk gadis itu.
"Drasha, cucu oma… kamu akhirnya kembali."
Drasha tentu mendelik kaget. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba dia diklaim sebagai cucu wanita tua asing.
"Maaf, Nyonya, saya cuma gadis desa yang baru pindah ke kota ini."
"Ya, tidak apa-apa, tapi nama kamu Drasha. Cucu oma yang hilang 15 tahun lalu namanya Drasha." Oma Althea memegang pundak Drasha dengan tatapan harunya.
Drasha cuma bisa celingukan menatap para pengawal Oma Althea yang hanya diam dengan pose profesional mereka. Gadis itu lalu menatap wanita tua tersebut.
"Tapi, Nyonya, nama Drasha bisa dipakai perempuan lain juga, bukan cuma saya, Nyonya," kata Drasha mencoba mengelak.
"Umur kamu berapa?"
"17 tahun."
Oma Althea kembali memeluk Drasha, kali ini lebih erat. "Cucu oma hilang 15 tahun lalu saat dia berusia 2 tahun, oma tidak salah orang, kamu pasti cucu oma, Drasha."
"Tapi, Nyonya… saya Drasha Melanie."
"Tidak… kamu adalah Drasha Ravery Alveroz."
Mendengar nama Alveroz disebut, Drasha akhirnya ikut pulang bersama Oma Althea.
"Kamu jangan panggil nyonya, bilang oma, Drasha."
Drasha hanya tersenyum.
Ketika tiba di mansion yang megah, Drasha menganga bukan main. Kediaman itu bahkan berkali-kali lipat luasnya ketimbang rumah Drasha di kampung.
Selanjutnya, kedatangan Drasha pada saat itu membuat hampir seluruh penghuni mansion keluarga Alveroz gempar. Apalagi saat Drasha diumumkan sebagai putri tunggal Riovandra dan Tamara yang hilang 15 tahun lalu kini telah kembali.
Tapi, Riovandra dan Tamara yang katanya orang tua biologis Drasha justru terlihat biasa saja dengan kedatangan gadis desa itu. Mereka tahu, Nyonya Althea mengidap penyakit Alzheimer dan bukan sekali dua kali Nyonya Althea mengatakan kalau telah menemukan Drasha yang hilang.
Makanya Riovandra dan Tamara hanya menerima Drasha karena sekadar menuruti permintaan Nyonya Althea. Toh, mereka berdua sudah punya putri kesayangan yang diadopsi 12 tahun lalu, Cherryline Racquela Alveroz.
Dan gadis cantik yang dipanggil Cherryl itu dulunya tidak pernah merasa terancam ketika omanya bilang kalau menemukan Drasha. Tapi, kali ini, Cherryl merasa tidak tenang dengan kehadiran Drasha.
Malam itu, Drasha berkeliling menjelajahi mansion yang dianggap seperti kerajaan di dunia dongeng. Saat tiba di depan sebuah pintu yang dihias cantik, Drasha tercengang kagum.
Lalu, sebuah suara mengalihkan perhatian gadis itu.
"Ngapain lo berdiri depan kamar gue."
Drasha menoleh dan mendapati Cherryl yang menatapnya tajam.
"Oh, ini kamar kamu, ya, Cherryl."
"Iya, kamar gue," Cherryl mendekat dengan tangan yang bersimpul depan dada. "Kenapa? Lo merasa kalau ini sebenarnya kamar lo dan mau ngerebut balik karena lo adalah Drasha yang hilang, IYA?"
"Aku nggak mikir kayak gitu kok, Cherryl. Aku cuma lewat dan kagum sama desain pintu kamar kamu," kata Drasha santai.
"Lo harap gue percaya?" Cherryl menunjuk pundak Drasha. "Jangan sok polos deh lo, gue ngerti orang-orang kayak lo yang pura-pura polos."
Drasha diam lalu meneguk salivanya kuat-kuat.
"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa, aku cuma ngikutin kata oma dan gak mau dia kenapa-kenapa, aku gak ada niat merebut atau apapun yang kamu pikirin, Cherryl."
"Drama, lo cuma punya nama yang kebetulan sama dengan Drasha yang hilang, tapi lo belagak udah merasa jadi keturunan Alveroz."
"Aku nggak mikir kayak gitu, Cherryl."
"Oke, kalau lo gak mau ngaku, kita lihat kepolosan siapa yang bakalan menang."
Cherryl tiba-tiba menabrakkan punggungnya sendiri ke tembok dan berteriak keras. Sementara, Drasha memiringkan kepalanya sedikit dengan ekspresi bingung.
"AAAAAA!!!!" pekik Cherryl.
Gadis berambut kecokelatan itu kemudian mengeluarkan air mata dan memegangi pundaknya, seolah kesakitan.
"Aku salah apa sih sama kamu, Drasha… hiks hiks hiks…"
Drasha mengangkat alisnya dan hanya berdiri di tempat tanpa membantu Cherryl yang sengaja melukai dirinya sendiri itu.
Riovan dan Tamara yang mendengar teriakan tersebut segera menghampiri Cherryl.
"Ada apa ini?" tanya Riovan dengan nadanya yang dingin. Dia menatap Cherryl lalu Drasha. Sementara, Tamara sudah membantu Cherryl berdiri.
"Drasha marah karena kamar dia beda jauh sama kamar aku yang sekarang, mah, pah…, hiks hiks hiks," tuduh Cherryl.
"Saya tidak pernah mengatakan hal itu, Tuan Riovan, Nyonya Tamara," kata Drasha, Lagi-lagi terlihat santai meski Riovandra dan Tamara tampak mempercayai perkataan Cherryl.
"Aku tahu kamu Drasha yang hilang, tapi tanpa kamu marah-marah aku bisa ngasih kamar yang memang seharusnya punya kamu, hiks hiks hiks, lagipula aku memang cuma anak adopsi," sahut Cherryl lagi.
"Cherryl, sayang, jangan ngomong gitu, kamu anak mama sama papa," kata Tamara menenangkan putri kesayangannya.
Selain itu, Riovan melirik Drasha tajam. "Jangan besar kepala hanya karena mama saya menganggap kamu Drasha yang hilang."
"Saya tidak merasa seperti itu, Tuan, saya tahu diri dan saya ke sini karena menuruti permintaan oma," ujar Drasha.
"Kalau begitu jaga sikap kamu," kata Riovan, lalu menuntun Cherryl dan Tamara masuk ke dalam kamar luas itu. Sementara, Drasha hanya mengedikkan bahu lalu berjalan menuju kamarnya.
Dan begitulah hari-hari Drasha satu minggu belakangan ini di mansion keluarga Alveroz. Terjebak dalam kepolosan Cherryl yang selalu menuduhnya yang tidak-tidak. Sekeras apapun dia menjelaskan tidak ada yang percaya. Bergantung pada oma Althea pun tidak membuahkan hasil karena penyakit yang diderita nyonya besar Alveroz itu.
Meski tidak dianggap, Drasha tetap bertahan karena beasiswa yang didapatkan berasal dari keluarga Alveroz. Dia tidak mau beasiswanya dicabut.
Kembali ke sekolah, Drasha akhirnya menyusuri koridor menuju ruang guru berdasarkan petunjuk di map sekolah yang sudah diinstal di hapenya.
Lalu –, Bruk…
Drasha tidak sengaja menabrak seorang cowok tinggi.
"Auchh, maaf." Drasha mendongak.
Aura cowok itu sangat dingin, sampai membuat Drasha seolah membeku sampai tulang-tulangnya. Cowok itu menatapnya sinis, lalu berjalan melewati Drasha.
Drasha menoleh, menatap punggung cowok dingin itu. "Ganteng ganteng tapi sinis amat," kata Drasha dengan nada pelan.
Selanjutnya, gadis itu memasuki ruang guru dan bertemu wali kelasnya.
"Oh, kamu yang namanya Drasha, yah, perkenalkan saya Miss Cindy," sapa guru cantik itu, mengulurkan tangan yang diterima oleh Drasha sambil mengangguk pelan dengan senyum ramah.
Selanjutnya, Miss Cindy menjelaskan sedikit tentang sekolah itu.
"Di sekolah ini punya sistem kelas sosial, Drasha. Karena kamu masuk jalur beasiswa kamu ditempatkan di bronze class."
"Saya mengerti, Miss."
"Tapi, tidak menutup kemungkinan kamu bisa naik ke platinum class, tingkatan paling atas yang kebanyakan diisi oleh anak-anak konglomerat."
Drasha manggut-manggut, mendengarkan penjelasan Miss Cindy dengan seksama.
"Kamu bisa baca penjelasan lebih lanjut di website sekolah, kalau ada yang tidak kamu mengerti, kamu bisa tanyakan ke Miss, ya."
"Baik, Miss."
"Oke, ayo, Miss antarkan ke kelas kamu, kebetulan Miss juga memang mengisi kelas pertama."
Di kelasnya yang terdapat di bagian timur sekolah, Drasha berdiri di hadapan teman-teman sekelas yang menatapnya penuh rasa penasaran. Pasalnya kecantikan gadis itu sejak tadi trending di portal khusus siswa-siswi yang ada di Alveroz Highschool.
Gadis itu lalu memperkenalkan dirinya sebagai Drasha Melanie. Dia tidak mengatakan kalau dia berasal dari keluarga Alveroz. Ya, sebelum resmi masuk sekolah, Drasha sudah menandatangani perjanjian dengan Tuan Riovandra.
Isinya secara general menyangkut Drasha hanya akan dianggap sebagai Drasha Ravery Alveroz kalau di depan oma Althea. Selebihnya, dia hanyalah Drasha Melanie si gadis desa yang mendapatkan beasiswa dari keluarga Alveroz.
Drasha tidak keberatan sama sekali dengan perjanjian itu.
***
Saat jam istirahat tiba, Drasha melangkahkan kaki ke sebuah tangga menuju lantai mezzanine, matanya berbinar dengan serbuk-serbuk penasaran, namun tangannya ditahan seseorang.
"Eitttss, kamu mau ke mana?"
Drasha menoleh dan mendapati gadis imut yang rambutnya diikat setengah dengan pita.
"Ummm, aku mau ke sana," Drasha menunjuk ke atas, area ekslusif yang menurutnya sangat menarik.
Gadis imut itu menatap seragam Drasha, pin bronze bersemayam di blazernya. Dia lalu menarik Drasha menjauh dan memasuki area kafetaria khusus para siswa bronze class.
Area yang sangat berbanding terbalik dengan yang menarik perhatian Drasha. Bayangkan saja, di lantai atas itu, para siswa tampak dilayani oleh pelayan. Mewah. Sangat Eksklusif. Sedangkan di tempat Drasha berjalan sekarang adalah area dengan desain sederhana dan sistem tray.
"Harusnya kamu ke sini, cantik," bisik gadis imut itu.
Drasha mengulum bibir, sedikit heran, tapi dia akhirnya mengikuti alur yang dituntunkan gadis imut itu. Dia lalu mengantre di belakang siswa lainnya.
"Kenalin, aku Rachelle."
Bola mata Drasha berbinar sembari dia berbalik, dia lalu menyunggingkan senyum manis dan menerima uluran tangan Rachelle. "Aku Drasha."
"I know… kamu jadi topik pembahasan hangat lho, di HouseLine."
"HouseLine?"
"Oh! kamu belum join ya."
Drasha menggeleng pelan.
Rachelle menyunggingkan senyum lalu mengoper sebuah food tray pada Drasha. "Ambil makanan dulu yuk, entar aku bantuin kamu join."
Drasha membalas senyuman itu lalu mengisi food tray dengan beragam menu makanan.
Sekarang dia gadis itu duduk berhadapan di salah satu sudut kafetaria.
"Makasih yah, Rachelle. Tapi kenapa tadi kita gak boleh naik ke area sana," kata Drasha, mengangkat pandangannya pada lantai teratas sana.
"Itu area anak-anak platinum, Drasha."
"Ohh, jadi… di kantin juga pakai sistem class itu, yah."
Rachelle mengangguk sambil menyuap makanannya.
Drasha kemudian memperhatikan pin yang ada di blazer Rachelle. "Ummm, kamu sendiri, anak gold class, tapi kok di sini."
Rachelle lagi-lagi tersenyum. "Karena anak-anak gold bisa datengin area anak-anak silver dan bronze. Pokoknya yah," dia mengangkat tangannya ke atas, "anak-anak dari platinum itu bebas masukin area apa aja dan make fasilitas untuk anak-anak gold, silver dan bronze. Nah, itu berlanjut, gold bisa ke area anak silver or bronze."
Drasha manggut-manggut dan melanjutkan, "aahh gitu… sedangkan anak-anak bronze gak bisa mengakses wilayah atau fasilitas class di atasnya, yah."
"Exactly… kamu cepet paham, Drasha." Rachelle lalu mengulurkan satu tangannya. "Mana handphone kamu, aku bantuin join HouseLine."
Dengan senang hati, Drasha mengoper smartphonenya pada Rachelle.
Tak berselang lama, Drasha kembali menerima smartphonenya.
"Kamu sekarang sign in sendiri," kata Rachelle. Gadis itu lanjut menyesap minumannya.
Sedangkan Drasha lanjut membuat password untuk akunnya di HouseLine.
"Aku udah join, nih, Rachelle," ucap Drasha takjub. Dia langsung bisa melihat pembahasan hot di portal itu. Dan, benar saja, Drasha sedang trending karena kecantikannya.
"Kamu juga bisa liat peringkat setiap siswa di portal itu," kata Rachelle.
"Peringkat?"
"Yapps, di sekolah ini, nilai adalah segalanya Drasha. Mau sekaya atau sepower apapun orang tua kita, itu gak ngaruh sama nilai. Contohnya aku sendiri, ayah aku masuk top 5 sponsor di sekolah ini, tapi karena nilai aku gak tinggi-tinggi amat, yah mentok di gold class."
Drasha manggut-manggut.
Rachelle memajukan wajah dan menghalangi bibirnya dengan tangan dari samping. Dia lalu berbisik, "kamu bisa liat di daftar peringkat itu kalau aku juga peringkat 2 dari bawah di gold class tahun kedua."
Gadis imut itu kemudian mundur sambil tersenyum dan lanjut menyuap makanannya.
"Tapi, kamu keren bisa di gold class, Rachelle. Pasti banyak yang mau di posisi kamu, tapi mereka masih mentok di silver atau bronze."
"I know right…," Rachelle tersenyum lebar, "aku suka lho orang-orang yang punya pemikiran kayak kamu."
"Kamu mau temenan sama aku nggak, Drasha?"
Drasha mengulas senyum dan spontan mengangkat kedua tangannya menyentuh tangan Rachelle. "Mau banget dong."
Dua gadis itu tertawa pelan dan meresmikan pertemanan mereka dengan cheers.
Namun, beberapa detik berikutnya, kebahagiaan itu terbang hilang entah kemana.
Sluppp…
Sebuah sup kental mengalir dari rambut Drasha ke seragamnya.
Semua penghuni kafetaria dari bronze sampai platinum class tertuju pada kekacauan itu. Mereka tidak menolong, tapi cuma menonton.
Drasha menganga kaget.
Rachelle sontak berdiri dan menepis tangan gadis yang menyiram Drasha dengan sup kental itu.
PRANG!
Food tray itu jatuh ke lantai.
"Apa-apaan sih lo!" bentak Rachelle, membela teman barunya.
Si pelaku yang bernama Queena itu menurunkan tangannya lalu menatap sinis. "Lo gak usah ikut campur deh, Rachelle!"
Dua orang di belakang Queena – antek-anteknya yang bernama Felly dan Vinny ikut menyahut.
"Ini bukan urusan lo, Rachelle. Tapi, urusan kita sama cewek desa ini."
"Lagian lo kenapa gabung sama anak bronze sih."
"Itu urusan gue, bukan urusan kalian, suka-suka gue mau berteman sama siapa," kata Rachelle.
Sementara itu, Drasha mengusap rambutnya yang lengket dengan sisa-sisa sup, lalu wajah dan seragamnya.
Queena kemudian membalikkan badannya dengan centil lalu berkata dengan nada lantang. "Ini cewek cantik yang kalian omongin kan dari tadi pagi," gadis itu mengangkat kedua tangannya seolah mempersembahkan Drasha. "Nah, sekarang dia kayak monyet yang gak pernah mandi sama sekali, hahahhaahah…"
Sebagian besar siswa di kafetaria tertawa dengan kata-kata Queena, sebagian yang lainnya tampak iba dengan Drasha. Ada juga yang terpukau lho. Pasalnya, meski tampilannya kini berantakan, kecantikan gadis itu tetap terpancar.
Queena lalu menoleh pada Drasha yang masih sibuk menyela sisa-sisa sup di rambutnya. "Well, ini ajang penyambutan lo, jadi jangan tersinggung yah, c.e.w.e.k k.a.m.p.u.n.g."
HAHAHAHAHHAHH…
Lagi-lagi Queena dan antek-anteknya tertawa bersama suara-suara siswa dari latar belakang.
Selanjutnya, tanpa aba-aba –
Slurrrppp… Slurrrppp…
Drasha beranjak dari tempat duduknya sambil mengangkat food tray lalu menuangkan isinya ke kepala Queena. Persis yang dilakukan cewek girly itu padanya tadi.
Felly dan Vinny spontan menganga dan mundur beberapa langkah, menjauh dari Queena, takut kena juga. "Iuwwwwww… how gross…”
Sementara, mata Queena memelotot horor dengan wajahnya yang merah padam. "WHAT THE H3CKK!!!"
Seluruh penghuni kafetaria tentu terkejut level maksimal dengan aksi Drasha itu. Seorang gadis desa yang baru masuk sekolah elit ini bisa-bisanya menantang ketua The Velvets.
Rachelle menggeleng bangga sambil tepuk tangan dengan lembut.
Drasha mengulas senyum manis. Dia lalu mengedarkan pandangan pada semua yang menatapnya. Termasuk pada anak-anak platinum di atas sana.
"Makasih yah, penyambutannya, ternyata seseru ini, apa kita semua bakalan saling siram makanan?" Drasha kini tersenyum dengan memamerkan jejeran gigi putihnya yang rapi.
Queena menggertak gigi dengan tatapannya yang semakin horor. Dia mengangkat tangannya cepat, berniat menjambak rambut Drasha, tapi sayang lengannya lebih dulu ditahan oleh Cherryl.
"Stop, Queena!" kata Cherryl tegas. Gadis dengan pin gold itu berdiri di antara Drasha dan Queena.
Para siswa yang berkumpul di sana jadi terpukau dengan aksi heroik Cherryl.
"Tingkah kalian berdua konyol, kita bukan anak-anak TK yang suka main lumpur-lumpuran."
"Kita memang nggak main lumpur-lumpuran kok," sahut Drasha.
Cherryl ingin sekali menyumpal bibir Drasha dengan tomat supaya gadis desa yang memang sangat cantik itu diam. Tapi, dia menjaga wibawanya sebagai gadis elegan dan tentu sebagai bagian dari keluarga Alveroz.
"Itu cuma perumpamaan kok, Drasha." Cherryl lalu manatap Queena dan teman-temannya. "Jangan bikin tambah gaduh."
Ketiga cewek yang tergabung dalam geng The Velvets itu segera meninggalkan kafetaria dengan wajah masam.
Sementara itu, Cherryl menarik Drasha pergi dengan anggun. Tentu aksinya itu membuat namanya jadi pembahasan hangat di portal. Dan, memang itu tujuan terselubung Cherryl.
Di saat yang sama, Drasha mendongak, menatap salah satu anak platinum yang sejak tadi sepertinya memperhatikannya.
"Dia kan cowok ganteng yang gak sengaja aku tabrak tadi," batin Drasha.
Beberapa saat, kemudian, dua gadis itu tiba di toilet luas yang sepi, terletak di lantai dua gedung utama sekolah. Cherryl memberikan seragam baru dan handuk kecil pada Drasha.
"Pake ini, sekalian bersihin rambut sama muka lo yang jorok itu."
"Kenapa kamu nolongin aku, Cherryl. Bukannya kamu benci sama aku."
"Gue nggak nolongin lo, tapi gue manfaatin lo demi reputasi gue… oh, gue juga gak mau lo mencoreng nama baik Alveroz karena ngasih beasiswa ke pembuat onar."
"Atau lo sengaja, supaya lo bisa dapetin momen ngasih tau ke semua orang kalau lo anak kandung Riovandra dan Tamara Alveroz?" Cherryl menatap curiga.
"Jangan mimpi ketinggian Drasha."
"Aku udah bilang ke kamu kalau aku cuma nurut kata oma, aku juga udah menandatangani perjanjian dengan papa kamu. Kalau aku mau, aku daritadi sudah ngaku aja jadi Drasha Ravery Alveroz. Tapi nggak kan?" Drasha membela dirinya sendiri.
"Nggak untuk sekarang, gue yakin lo punya niat terselubung, mentang-mentang nama lo Drasha. Gue malah curiga, sebenarnya lo punya nama lain. Tapi karena lo pengen masuk ke keluarga Alveroz, makanya lo sengaja memperkenalkan diri lo sebagai Drasha ke oma."
"Tenang aja, aku nggak bakalan bilang kalau aku dianggap Drasha Alveroz." Drasha lalu melepaskan blazer dan mulai membersihkan rambutnya terlebih dahulu dari air mengalir di wastafel.
"Kamu nungguin aku yah? Kamu kayak asisten aku aja, Cherryl," ujar Drasha dengan nada santainya.
"Gak sama sekali!" bentak Cherryl. Gadis itu lalu berbalik, keluar dari toilet itu, meninggalkan Drasha dengan emosi yang ditahan sekuat tenaga. Dia tidak mau terlihat seperti cewek devil di hadapan siswa-siswi lain, terutama di depan Kayrell. Dia harus anggun, lemah lembut dan penuh perhatian.
***
Drasha sudah berganti seragam dan membersihkan rambutnya dari sisa-sisa sup. Untungnya ada pengering rambut, jadi dia bisa mengeringkan rambutnya sebelum masuk ke kelas.
Di tempat lain, di sudut sekolah yang sepi, Cherryl mengeluarkan hapenya dan memasuki sebuah website misterius.
Dimulai dengan memasukkan username kemudian passwordnya. Lalu, gadis itu memasang sebuah postingan sebuah permintaan misi dengan nilai yang fantastis.
Setelah ada pengguna lain yang bersedia menjalankan permintaan Cherryl, gadis itu tersenyum devil. Dia lalu mengetik sambil mengangkat satu alisnya.
Lyrre:
Misinya cari tahu tentang Drasha anak beasiswa baru di Alveroz Highschool
SEMUANYA
All about her
Mr. D:
Sure
Saya akan langsung bergerak kalau uangnya sudah ditransfer
Bukan hal yang sulit bagi Cherryl. Gadis itu segera mentransfer uang sejumlah 100jt sesuai yang ia janjikan pada pemilik username Mr. D itu.
Di momen yang sama, Drasha melangkah masuk ke dalam kelasnya. Tatapan jijik menyambut gadis itu. Semua teman sekelas Drasha menutup hidung kala dia berjalan menuju kursinya. Seakan-akan Drasha itu adalah rongsokan sampah yang busuknya membandel.
"Uwwwwww bau apa nih."
"Kayak bau selokan gak sih."
"Hahahahah." Sebagian besar tertawa terbahak-bahak.
Apa iya Drasha sebau itu?
Padahal dia sudah membersihkan semua sisa-sisa sup tadi sampai hilang.
Atau mungkin teman-teman sekelasnya itu yang terlalu lebay.
Ketika duduk, Drasha melihat sekelompok cewek yang tertawa kecil ke arahnya sambil memegang hape.
Drasha penasaran. Dia meraih hapenya dan membuka HouseLine. Tepat di halaman awal aplikasi itu, terdapat foto Drasha yang sangat berantakan dengan sup lalu fotonya yang memakai seragam olahraga Cherryl.
Dalam sekejab, headline tentang kecantikan si anak beasiswa baru tenggelam diganti dengan Drasha si cewek desa yang bau.
Apa Drasha peduli?
Tentu tidak.
Gadis itu mengedikkan baju lalu menyiapkan buku untuk belajar. Tujuannya ingin masuk kelas platinum. Jadi, dia biarkan saja dirinya jadi bahan tertawaan, yang penting belajarnya lancar.
"Tapi kalau diliat dari polanya, aku jadi bahan candaan gini karena berurusan dengan cewek-cewek di kantin tadi," pikir Drasha dalam hati.
BRAK!
Meja Drasha didorong oleh dua cowok sampai buku-buku dan alat tulisnya berserakan di lantai. Sebagian lainnya tetap duduk di kursi mereka masing-masing sambil fokus menunggu guru datang, sementara yang lain ikutan menonton sbil menertawakan Drasha.
"Harusnya lo gak usah ikut kelas ini."
"Lo bau, kita gak konsen belajar."
"Keluar aja sana!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!