NovelToon NovelToon

Pelabuhan Cinta Sang Sersan Buluk (Bujang Lapuk)

Bab 1 Siapa Dokter Itu?

     "Aku tunggu di Kafe Hordeng, jam lima sore."

     Isi pesan WA itu terasa datar dan tidak biasanya. Tidak ada kehangatan. Jangankan berbasa-basi atau mengucapkan kata ampuh salam atau panggilan sayang, caption tanda love saja sama sekali tidak ada. Dingin.

    Itu yang dirasakan Aika, saat ia membaca pesan WA dari sang kekasih. Keningnya mengkerut dalam, matanya menerawang jauh, sementara Hp nya masih dalam genggaman.

     Bibir Aika bergerak-gerak, seperti sedang ingin mempertanyakan 'tumben?'.

     "Ya, Kak. Aku akan datang 🥰🥰." Aika membalas ditaburi caption cinta, seperti biasa dia lakukan.

     Jam lima kurang lima belas menit, Aika membereskan meja tempatnya bekerja. Meja sederhana, yang di sudut kanan atas terpajang bunga anggrek bulan yang indah.

     "Ai, kamu akan pulang? Kalau ke depan, tolong berikan kunci gudang ini pada Pak Lendra," sapa seseorang berseragam khas dengan tulisan di depannya Puri Bunga.

     "Ok, Mbak," ujarnya. Aika menyampirkan tasnya di pundak, lalu melangkah tergesa setelah mejanya rapi. Sebelum ke depan, ia bergegas menuju toilet. Membuang beban di kantung kemihnya, lalu berdandan sedikit, merapikan kerudung segi empatnya yang melekat sudah setengah tahun lalu. Wajahnya ia poles tipis bedak cushion yang saat ini sedang trending.

     Sejenak ia mengamati wajah ayunya di cermin. Gurat wajahnya terlihat lega, lalu ia segera meninggalkan toilet menuju gerbang depan.

     "Pak Lendra ini kunci gudang dari Mbak Moza." Aika memberikan kunci gudang pada Pak Lendra, Supir khusus Puri Bunga.

     "Baik Neng, terimakasih, ya," ucap Pak Lendra. Aika melambaikan tangan dan tersenyum membalas ucapan Pak Lendra. Aika segera menuju motornya. Ia sedikit ngebut melajukan motor itu, karena merasa diburu waktu. Aika harus tiba sebelum jam lima tiba.

     Tapi pastinya ia bakal telat, sebab Aika keluar dari Puri Bunga sekitar jam lima kurang lima. Belum lagi terjebak macet karena banyak kendaraan yang putar arah atau nyebrang.

     "Ya ampun, aduhhh, macet," keluhnya seraya menurunkan satu kakinya ke aspal. Aika menaikan kembali kaki kirinya, lalu memacu motornya lebih cepat agar segera tiba di Kafe Hordeng seperti yang dijanjikan sang kekasih.

     Tiba di kafe Hordeng, jam lima lebih sepuluh menit. Keringat mulai muncul di keningnya. Aika mengusap keringat itu oleh tangannya dengan cepat.

     Langkah kakinya berpacu, memasuki kafe dengan sedikit tergesa. Ia merasa ragu karena sudah terlambat lumayan lama, sepuluh menit.

     Sebuah sosok yang membelakangi arah kedatangannya sudah duduk di sebuah kursi, menempati meja favorit yang biasa mereka tempati.

     "Kak Yoda masih ingat saja kebiasaan kita," gumamnya dengan percaya diri. Langkahnya semakin pasti menuju meja yang ditempati sang kekasih.

     "Kak Yoda."

     Pria bernama Yoda itu menoleh, tatapnya dingin lalu mempersilahkan Aika duduk di hadapannya.

     "Duduklah." Tangannya mengayun mempersilahkan. Dada Aika sudah berdegup sangat kencang sejak tadi. Sikap dingin yang diperlihatkan Yoda yang jarang sekali terlihat, tidak mampu meruntuhkan kepercayaan diri Aika luntur. Ia percaya sang kekasih kali ini akan membicarakan obrolan serius perihal kelanjutan hubungan mereka.

     "Telat, ya? Gimana bisa jaga komitmen kalau dijanjikan hal sepela saja telat?" protes Yoda pelan tapi terasa menancap. Aika menerima dia salah, tapi faktor alami di jalan adalah penyebabnya, bukan dia sengaja memperlambat kedatangannya.

     "Maaf, Kak. Tadi aku kena ...."

     "Macet karena banyak mobil lalu lalang dan nyebrang." Yoda memotong dengan cepat kalimat Aika. Aika menatap Yoda, keningnya mengkerut, ada perasaan malu tapi campur heran. Kenapa, kenapa?

     Seminggu yang lalu Yoda pernah mengatakan ingin serius menjalin sebuah hubungan. Aika berpikir, jangan-jangan hari ini apa yang menjadi niat Yoda akan disampaikan. Aika memasang wajah serius sekaligus senang. Hatinya bersorak, akhirnya dia bisa segera bersanding dengan pria pilihan hatinya yang dicintainya.

     Gadis berusia 23 tahun lebih itu, menatap Yoda penuh harap. Namun dasar hatinya, tiba-tiba diselipi perasaan canggung yang dalam, ketika tatapan pria di hadapannya belum berubah, masih dingin.

     Yoda terus menatap Aika seakan sedang mengabsen apa yang ada dalam diri perempuan muda itu. Kurang setahun dipacarinya, Yoda hampir tidak pernah menatap semenelisik ini. Tampilan Aika yang sederhana tapi menarik menurutnya, mampu membuat Yoda melontarkan kata-kata manis untuk gadis di depannya ini.

     "Aku ingin menyampaikan sesuatu, tentang hubungan kita," cetus Yoda memecah kecanggungan dalam diri Aika.

     "Oh!" Serunya. Aika mempersiapkan diri, duduk dengan benar serta mengatur nafasnya supaya tenang.

     "Aku ingin memperkenalkan seseorang. Dia seorang dokter," cetus Yoda. Matanya beralih pada sebuah tempat yang jaraknya beberapa meter darinya. Bola mata Aika ikut bergulir searah tatap mata Yoda.

     Aika sedikit tercengang, untuk mempersiapkan menuju hubungan serius saja, Yoda sudah memilih dokter untuk melakukan kesehatan pra nikah. Begitu pikirnya, sebab yang ada dalam otak Aika adalah cerita masa lalu tantenya yang sebelum menikah sempat menjalani tes kesehatan. Kemungkinan hanyalah pemeriksaan organ reproduksinya.

     Dan kini, pikiran Aika hanya mengarah ke sana. Tapi, di zaman kini, kalau tidak ada perintah langsung dari pemerintah setempat atau sebuah instansi, pemeriksaan seperti itu jarang dilakukan oleh pasangan calon pengantin. Mungkinkah Yoda melakukan ini semua untuk mengikuti aturan yang pernah ada?

     "Kenapa Kak Yoda sangat repot membawa dokter segala untuk sebuah pemeriksaan kesehatan reproduksi. Kan bisa aku sendiri pergi ke klinik kesehatan?" herannya penuh percaya diri.

     "Maksudnya?" Yoda sedikit tercengang dengan ucapan Aika.

     "Dokter yang Kak Yoda sebutkan tadi, untuk tujuan pemeriksaan kesehatan pra nikah, bukan?" jelasnya.

     "Tidak. Kamu akan tahu setelah dia datang."

     Aika termenung, kalau tidak, lalu untuk apa dokter itu dihadirkan. Aika berdebar dan bersiap menanti kehadiran dokter yang dikatakan Yoda tadi. Bayangannya adalah dokter berumur yang sudah punya pengalaman banyak.

     Mata Yoda mengarahkan tatapnya pada satu titik, di mana seseorang muncul. Seketika senyum di bibirnya terbit, ada sebuah kehangatan di sana.

     "Selamat sore."

     Sebuah sapaan lembut nan ramah terdengar, mengusik Aika dan Yoda. Yoda berbinar, menatap ke arahnya. Aika menoleh ke belakang lalu ke sampingnya. Karena orang yang menyapanya kini tepat berada di sampingnya.

     "Boleh aku duduk?" tanya orang itu. Aika masih menatap penuh selidik pada perempuan yang kini hadir diantara dirinya dan Yoda.

     Perempuan tinggi semampai, tingginya kurang lebih 170 senti meter, kulit putih mulus, dengan rambut hitam tergerai, memakai sebuah jas yang tidak asing bagi Aika. Jas kedokteran, wangi khasnya pun tercium. Tapi tentu saja harum parfumnya lebih mendominasi, sangat lembut dan mahal.

     "Duduklah, Sayang," suruh Yoda, pelan dan lembut penuh kehangatan. Hati Aika berdesir, sebuah kalimat yang sering diucapkan untuknya, kini justru ditujukan untuk orang lain. Aika terbakar cemburu, tubuhnya mendadak seakan lunglai, padahal belum tahu pasti siapakah perempuan di sampingnya itu?

     Perempuan yang dilihat dari usia lebih tua darinya itu, duduk lalu memberikan senyuman yang hangat dan bahagia. Wajahnya cantik dengan gigi rapi dan putih.

     "Siapakah dokter ini, kenapa Kak Yoda memanggilnya sayang?" batin Aika mendadak sangat sedih, rasa percaya dirinya perlahan luntur.

NB: Ini awalan, ya. Mohon dukungannya. Sekalian mau tanya, menurut kalian judulnya pas gak ya? "Dicampakkan Letnan, dapat Sersan Brutal" atau "Penantian Sersan Brutal Sang Bujang Lapuk"

Mana yang lebih srek buat kalian. Kalau dari judul (menurut saya lebih menarik yang pertama). Itu hanya menurut saya, sebab kisah ini memang kisahnya sesuai judul itu.

Bab 2 Rasa Kecewa, Gelap Mata, Sampai Mau Bunuh Diri

     "Halo, perkenalkan aku Serelia, atau lebih dikenal dokter Sereli." Perempuan berjas dokter itu memperkenalkan diri dengan santai, lalu mengulurkan tangan ke arah Aika. Aika menerima uluran tangan itu dan menggenggamnya. Dengan cepat tangan itu terlepas kembali.

     "Kak Yoda, dokter ini mau apa dan apa hubungannya dengan kita?" tanya Aika memberanikan diri, penuh kehati-hatian. Dia bertanya setelah menyimpan rasa penasaran di dadanya yang sejak tadi sudah sesak.

     Yoda tersenyum sesaat, pria berusia 30 tahun itu menoleh ke arah Aika, lalu kembali ke arah dokter Serelia.

     "Ini dia yang aku maksud. Aku ingin membicarakan tentang hubungan kita," ujar Yoda dengan senyum di bibirnya yang mengembang. Sepertinya sejak kedatangan dokter itu, bibir Yoda tidak berhenti mengembang.

     "Hubungan kita, lalu apa hubungannya dengan dokter Sereli?" ulang Aika lirih. Nadanya penuh rasa penasaran.

     "Begini, Aika. Aku ... dan dokter Sereli akan bertunangan. Minggu depan acaranya. Kami dipertemukan dalam sebuah perjodohan." Meskipun terdengar lembut dan sedikit ragu, akan tetapi kalimat yang diucapkan Yoda, begitu menyentak hati Aika.

     "A~apa? Tu~tunangan, perjo dohan," gagap Aika menatap Yoda dan dokter Serelia bergantian. Matanya buram karena sudah terhalang oleh kaca-kaca bening yang siap jatuh.

     Baru saja seakan dilambungkan ke udara, tapi tiba-tiba harus terjatuh ke dasar jurang. Bagimana Aika tidak shock? Mulutnya sedikit menganga dengan air mata yang mulai menetes dan berjatuhan.

     "Maaf, Mbak. Kami memang sudah lama dijodohkan. Dan keluarga kami sudah saling kenal satu sama lain, sejak lama. Karena kami tidak ingin melawan kedua orang tua kami, untuk itu kami menerima perjodohan itu." Dokter Sereli meraih bahu Aika, dengan lembut ia mengusapnya supaya Aika tenang. Jangankan tenang, mental Aika justru makin terguncang dan menepis dengan cepat sentuhan tangan dokter itu.

     "Kenapa Kak Yoda tiba-tiba menyuruhku datang dan melakukan ini? Apakah Kak Yoda tidak ingat dengan janji yang pernah Kakak katakan tempo hari?" tanyanya dengan suara lemah dan bergetar, disertai air mata yang tidak henti berjatuhan.

     Dokter Serelia berdiri, lalu bergegas meninggalkan Yoda dan Aika di meja, setelah Yoda memberi kode supaya dokter itu pergi.

     Kini hanya ada Aika dan Yoda, suara isak yang ditahan, mulai terdengar. Gadis berhijab itu meraih tisu, lalu menyeka air mata yang tidak kunjung berhenti. Dadanya sesak, tubuhnya lemas, kepalanya sakit dan telinganya tiba-tiba berdenging bagaikan terkena sengatan petir di siang bolong.

     "Ai, aku minta maaf. Dari sebulan yang lalu aku sebenarnya ingin bicara masalah ini dengan kamu. Tapi, kamu selalu menganggap bahwa aku akan membahas hubungan kita. Sebetulnya berat, tapi ...."

     "Tapi, dia lebih segalanya dari aku maksud Kak Yoda?" potong Aika, menahan tangis.

     "Ai ...."

     "Pergi, jangan coba-coba sentuh tangan aku. Pergilah pengkhianat ...." potong Aika lalu menghempas tangan Yoda. Dia bangkit lalu memukul tubuh Yoda bertubi-tubi melampiaskan kecewanya yang dalam tanpa rasa malu.

     "Ai, tenang Ai." Yoda berusaha menenangkan Aika, tapi Aika melawan dan menghalau tangan Yoda dengan sisa tenaganya. Yoda terhempas, perempuan yang dulu dicintainya itu, kini sangat terpukul dan kecewa. Satu kalimat telah dia lontarkan beberapa detik saja, dengan cepat mampu merubah Aika sangat terluka.

     Aika terkulai di atas kursi, beberapa pengunjung kafe melihat seakan iba. Tapi, mereka tidak berani mendekat.

     "Pergi, tidak ada gunanya kamu berdiri di situ kalau baru saja berhasil membuat aku terhempas ke jurang. Pergi ....!" pekiknya. Yoda terpaksa pergi. Sorot mata Aika merah menyala menyimpan kekecewaan yang dalam.

     Aika terisak, tangisnya pecah, tapi berusaha ia tahan. Air matanya kian deras membasahi pipinya. Untuk saja di atas meja ada tisu, sehingga ia berulang kali meraih tisu itu untuk menyekanya, sampai tisu di meja hampir habis.

     Aika masih terisak, tatap matanya nanar ke depan. Ia masih tidak percaya bahwa barusan ia sudah diputuskan oleh sang kekasih, yang sebulan lalu pernah menjanjikan untuk mengajaknya bertunangan.

     "Bulan depan kita akan tunangan."

     Kita? Bahkan Aika menduga kita adalah mereka, dirinya dan Yoda. Sehingga kabar ini sudah disampaikan dengan cepat pada kedua orang tuanya dan kakak perempuannya. Tapi, nyatanya, yang dimaksud kita di sini bagi Yoda bukanlah dirinya, melainkan dokter Serelia.

     "Kalian mengundang aku ke sini, dengan sengaja hanya untuk menyakiti hatiku. Kenapa kamu tega, Kak?" lirihnya pelan nyaris seperti bisikan dalam wajah yang tenggelam diantara lipatan tangan yang bertumpu di atas meja.

     "Mereka sungguh tidak berhati," gumamnya lagi seraya meremas tisu di tangannya sampai tidak berbentuk.

     Aika berjalan lunglai menuju parkiran motor. Tapi dia harus tiba di sana dan pulang ke sana. Hatinya hancur berkeping-keping seperti tidak berbentuk.

***

     "Ya ampun Aika, apa-apaan? Kamu semalaman menangis? Kenapa?" tanya curiga dari kakak perempuannya, sangat penasaran. Sang adik terlihat patah hati, tapi dia tidak mau bicara apapun.

     "Ai, kamu kenapa?" Aiko sang kakak masih bertanya. Aika bangkit lalu berjalan gontai menuju kamar mandi. Setelah mandi, dia menuju lemari meraih bajunya dan berdandan seperti biasa.

     "Ai, kamu kerja?" Aika yang ditanya menggeleng. "Lalu mau ke mana? Menemui pacarmu itu yang kamu bilang mau ngajak kamu tunangan?" cecar Aiko. Tapi Aika masih menggeleng. Lalu dia pergi tanpa pamit mengundang rasa penasaran sang kakak.

     "Ke mana adikmu?" Perempuan tua menghampiri Aiko di muka pintu.

     "Entahlah, Bu. Sepertinya Aika ada acara dengan teman-temannya," jawab Aiko sambil berlalu dari muka pintu. Sang ibu tidak sempat memanggil Aika, karena Aika sudah berlalu.

***

     Motor Aika sudah berjalan sangat jauh dari kota Bandung. Goncangan hati dan rasa kecewa membawa Aika ke tempat sejauh ini, jauh dari keramaian kota Bandung.

     Aika meminggirkan motornya di pinggir jembatan yang sepi. Lalu ia berjalan mendekati batas jembatan yang di bawahnya mengalir arus sungai yang cukup deras. Aika menatap arus sungai itu dengan wajah yang sudah basah air mata.

     "Kenapa kamu lakukan ini Kak? Tega kamu. Kalian tega. Di mana hati kalian? Kalian sangat jahat," umpatnya berulang kali melepaskan kecewa yang menyiksa diri. "Akhhhhhhh," jeritnya seraya memukul pagar pembatas jembatan. Rasa sakit di tangannya sama sekali tidak dirasakannya. Aika seperti hilang arah. Dadanya semakin sakit dan sesak.

     "Kak Yodaaaa, kamu tegaaa," teriak Aika sekuat tenaga melaungkan rasa perih di dadanya pada hamparan sungai yang dalam di depannya.

     Rasa sakit hati, kecewa dan tentu saja malu sudah membungkus pikiran Aika. Dia sudah gelap mata, sehingga dalam kepalanya hanyalah mengakhiri hidupnya saat ini juga.

     "Maafkan Aika Bu, Pak, Mbak Aiko. Aika malu sudah pernah bilang bahwa sebentar lagi Aika akan dilamar pria itu," lirihnya berbisik. "Tapi kini? Akkhhhhhh ...."

     Aika sudah benar-benar gelap mata. Tubuhnya melayang, matanya terpejam. Rasa kecewa dan sakit hatinya membuat dia benar-benar hilang arah dan gelap mata.

     "Ya ampunnnn."

     Tubuh Aika melayang dan terjatuh bertumpu pada suatu benda. Entah apa yang terjadi selanjutnya, yang jelas Aika sudah tidak sadarkan diri.

Bab 3 Terselamatkan

     "Akhhhhhh." Seseorang menahan tubuh Aika yang ikut terhempas bersamanya ke atas trotoar. Perlahan ia bangkit, dengan tangan sebelah kanan menahan tubuh Aika. Lalu meminta bantuan pada pengendara motor yang kebetulan lewat.

     "Tolong, Pak. Bantu saya, gotong tubuh gadis ini, lalu masukkan ke dalam mobil," teriak seorang pria berbadan tinggi sedikit kurus tapi kekar, meminta bantuan pada dua orang bapak-bapak yang kebetulan lewat di jembatan yang sepi itu, tanpa membuka masker di mulutnya.

     "Motornya tolong amankan di pom bensin depan. Nanti saya ambil setelah ini. Ini buat kalian sebagai uang rokok," ujar pria itu yang ternyata Maslahat seraya memberikan dua lembar uang merah pada dua bapak-bapak itu.

     "Tidak apa-apa, Pak. Jangan kasih kami duit, kami hanya nolong."

     "Tidak apa-apa, ambil saja." Lahat tidak menunggu dua pria berumur itu protes, dia memasukkan uang itu ke dalam saku celana salah satunya, lalu bergegas menuju mobilnya. Kemudian mobil melaju meninggalkan jembatan yang menjadi saksi bisu seorang gadis berniat mengakhiri hidupnya dengan meloncati pagar jembatan itu.

     Mobil Lahat keluar dari jalan kampung yang sepi itu, jalan yang memang selalu ia lewati sebagai alternatif apabila jalanan kota ramai. Mobilnya berpacu dengan cepat menuju sebuah klinik terdekat untuk memberikan pertolongan pertama pada gadis yang tadi mau lompat dari jembatan.

     Beberapa saat kemudian, mobil Lahat tiba di depan sebuah klinik. "Tolong Suster, selamatkan gadis ini. Dia tadi mau melompati jembatan." Lahat membuka masker di mulutnya sebelum berkata, terdengar was-was. Tubuh Aika disanggah sebuah brankar, lalu brankar itu didorong menuju sebuah ruangan di klinik itu.

     Lahat jalan mondar-mandir di ruang tunggu klinik, menunggu kabar mengenai gadis yang ditolongnya.

     Pintu pemeriksaan terbuka, seorang Suster muncul, lalu keluar.

     "Bapak, dengan keluarga pasien? Mohon maaf, dengan siapa nama pasiennya?" tanya Suster itu, padahal sudah Lahat katakan bahwa dia menolong gadis itu saat mau lompat dari jembatan.

     "Saya tidak tahu nama gadis itu, Suster. Gadis itu saya temukan saat mau melompati pagar jembatan," ujar Lahat.

     "Oh iya? Ada identitasnya? Soalnya gadis itu belum bisa kami tanya," tanya Suster itu lagi.

     "Saya tidak tahu, sebab dia tidak membawa tas. Coba tangani saja dulu, biar jadi tanggung jawab saya," ujar Lahat. Suster itu mengangguk, lalu berlalu memasuki ruang pemeriksaan.

     Kurang lebih 10 menit, seorang berpakaian dokter keluar dari ruangan itu. Lahat menghampiri dengan hati was-was.

     "Bagaimana dok, apakah gadis itu sudah sadar?" tanya Lahat penasaran.

     "Alhamdulillah. Dia sudah sadar. Untung tidak ada luka apa-apa pada tubuhnya. Dia hanya shock dan jiwanya sedikit terguncang. Sepertinya dia baru saja mendapat kabar yang tidak enak. Untuk sementara gadis itu saya kasih infus setengah labu untuk mengembalikan tenaganya. Dia tidak sadarkan diri, karena shock juga di dalam tubuhnya tidak ada asupan makanan sejak malam," terang dokter itu sejelas-jelasnya.

     "Tidak ada asupan makanan dari semalam?" gumam Lahat keheranan. Sementara dokter itu kembali masuk. Lahat lupa tidak bertanya apakah dia sudah boleh masuk atau tidak, dan bagaimana keadaan gadis itu apakah akan cepat pulih atau tidak?

     Lahat menunggu di kursi tunggu dengan gelisah. Dia meraih Hp nya lalu menghubungi seseorang.

     Lahat kembali duduk gelisah setelah tadi menghubungi seseorang, di kursi tunggu. Untuk membunuh rasa bosan karena menunggu gadis yang ditolongnya, yang dugaannya masih makan waktu untuk menghabiskan labu infus, Lahat memutuskan keluar dari klinik, lalu menghampiri warung kecil di depan klinik, tepat di pinggir jalan.

     "Kopi hitam satu, roti dua, sama jarcoknya setengah," ujarnya pada pemilik warung. Lahat menunggu beberapa saat sampai pemilik warung itu memberikan segelas kopi hitam dan setengah rokok jarcok, sementara rotinya sudah ada di tangan sejak tadi, bahkan sudah habis satu bungkus.

     Lahat segera membayar jajanannya, ia bergegas menuju emper klinik dan menikmati kopi, roti, serta rokok jarcoknya. Kebetulan tadi pagi setelah pulang dari sebuah tempat dalam rangka menyampaikan tugas dari kesatuannya, Lahat belum sarapan apa-apa. Dua roti isi kelapa, sedikit mengganjal perutnya yang kosong.

     "Ada keluarga pasien yang bernama Aika?" tanya seorang Suster seraya mendongakkan kepalanya keluar pintu klinik. Lahat tidak bergerak, dia masih santai menikmati rokoknya.

     "Mohon maaf, Pak. Bapak yang tadi mengantar gadis yang mau melompat dari pagar jembatan?" ulang Suster itu lebih spesifik. Lahat mengangkat kepalanya, dia merasa terpanggil, lalu berdiri menghampiri Suster itu.

     "Bagaimana Suster, gadis itu sudah mulai baikan?" Tanya Lahat tidak sabar.

     "Alhamdulillah sudah, Pak. Tadi dia merengek ingin pulang. Kebetulan keadaannya sudah membaik. Sebelum dibawa pulang, silahkan Bapak selesaikan administrasinya," ujar Suster itu seraya memberikan selembar kertas pada Lahat.

     Dengan cepat Lahat bergegas dan menyelesaikan administrasi. Setelah selesai dia segera memasuki ruangan yang dihuni Aika. Gadis itu terkejut saat melihat Lahat masuk. Dia tidak bicara, tapi hanya bengong melihat ke arah Lahat.

     "Syukurlah kamu masih hidup. Ayolah, ikut aku. Akan aku antar kamu pulang sampai rumah," ajak Lahat. Tapi Aika seperti kebingungan.

     "Kenapa bingung? Aku yang sudah membantu kamu supaya tidak jadi mayat di sungai itu. Ayolah, aku akan berbaik hati mengantarmu pada keluargamu." Lahat meraih lengan Aika tanpa segan, karena kesal melihat wajah Aika yang bengong dan terlihat takut.

     Tadinya Aika ingin menghindar, tapi seorang Suster segera datang. "Mbak Aika, keadaan Mbak sudah membaik. Dan sudah boleh pulang. Jangan lupa makan sayuran dan banyak minum air putih maksimal sehari delapan gelas, supaya tubuhnya ada asupan nutrisi yang baik," peringat Suster itu tanpa memberi obat apapun.

     "Terimakasih Suster," ucapnya seraya mengikuti Maslahat yang menariknya pelan keluar klinik.

     Mereka sudah berada di dalam mobil. Lahat segera memacu mobilnya keluar dari klinik, pelan.

     "Maaf, Dik. Sebenarnya alamat rumah kamu di mana, kamu punya rumah atau tidak? Sebelum mobil ini jauh, tolong katakan di mana rumahmu? Motormu juga masih di sekitar wilayah ini, aku sudah titipkan ke orang. Untuk sementara motormu aman," ujar Lahat tidak sabar menunggu jawaban gadis di sampingnya, di mana alamat gadis itu.

     "Lagian, ngapain juga kamu cantik-cantik bunuh diri? Kamu dapat masalah berat apa? Diselingkuhi cowok lalu dihamilinya dan dia kabur? Berat banget hidupmu, Dik." Lahat terus berceloteh tanpa memikirkan perasaan Aika di sampingnya.

     Aika tercengang dengan celotehan pria di sampingnya itu. Sungguh ia malu sudah ketahuan orang lain mau bunuh diri. Tapi ada kalimat yang membuatnya tidak terima. Dipikirnya dia nekad mau bunuh diri, karena sedang hamil.

     "Rumah, a~aku di Bandung." Aika menjawab pelan.

     "Apa, di Bandung. Astaga naga, kamu jauh-jauh ke tempat tadi hanya untuk bunuh diri? Kenapa tidak naik tower saja lalu loncat di sana?" Lahat geleng-geleng kepala dengan kelakuan Aika yang mau bunuh diri sampai di kota kecil Lembang.

     "Gila kamu, Dik. Kamu mau bunuh diri? Patah hati karena lelaki. Lelaki mana yang telah menghamilimu, biar aku kejar supaya menikahimu?" ujar Lahat masih belum tahu sebenarnya apa yang membuat Aika mau bunuh diri. Lahat menduga Aika ditinggalkan kekasihnya lalu hamil dan berniat bunuh diri.

NB: Kalian tahu tidak rokok jarcok? Apa hayo? Kalau daerah saya manggilnya jarcok. Daerah kalian apa namanya, sebutkan tempat dan penyebutan nama rokoknya ya. Selamat membaca.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!