NovelToon NovelToon

Jaksa Bercadar Menolak Tawaran 5 Miliar

Menolak Tawaran, diiringi kehancuran.

"Lima miliar rupiah, Nona Yumi. Jumlah tersebut akan mampu mengubah hidup Anda secara drastis, memberikan kemakmuran yang berlimpah," ujar bawahan Dominic, sembari menyerahkan sebuah amplop berisi cek. "Besarnya nominal tersebut membuat pembayaran tunai menjadi tidak praktis. Oleh karena itu, Tuan saya terpaksa memberikannya dalam bentuk cek," lanjut Axel."

Yumi mengamati cek itu dengan saksama, kemudian kembali menatap bawahan Dominic. Tatapannya datar, namun menyimpan kedalaman makna yang tersirat.

"Jadi, inilah alasan Tuan Anda mengundang saya kemari? Apakah hanya untuk menawarkan suap semudah ini?" Yumi menatap Axel dengan tajam, ketegasan terpancar dari sorot matanya yang tak berkedip. Dibalik cadar, sudut bibirnya terangkat sedikit, sebuah senyuman tipis yang menyimpan sinisme dalamnya. "Saya kira Tuan Anda lebih menghargai waktu saya daripada sekadar menawarkan uang dengan cara yang begitu... kasar."

Dari balik layar monitor CCTV di sebuah ruangan, Dominic menyaksikan Yumi dan bawahannya yang sedang bernegosiasi. Ia juga bukan hanya sekadar menonton, melainkan menganalisis. Setiap kata, setiap gerakan tangan, setiap helaan napas Yumi tertangkap mata tajamnya.

Dominic juga melihat nyala api perlawanan yang membara dalam mata Yumi, api yang mengancam akan membakar kerajaannya. Bukti-bukti yang dimiliki Yumi, bukan sekadar kertas dan dokumen, melainkan pedang yang siap menebas singgasananya. Dominic tersenyum tipis, senyum seorang predator yang tertantang menghadapi jaksa muda yang dikenal sebagai ibu tunggal dari kedua putra kembarnya.

"Ya, dan saya pikir, jika Anda masih menginginkan kehidupan yang tenang, lebih baik menerima tawaran ini. Jika tidak… kehidupan Anda akan berubah. Dan, untuk memastikan Anda pulang ke rumah malam ini dalam keadaan selamat," suara Axel terdengar seperti peringatan keras, diselingi ancaman terselubung.

Mendengar ucapan Axel, tekad Yumi untuk memenjarakan Dominic justru semakin membara. Api perlawanan berkobar dalam dirinya.

"Bagaimana kalau saya menolak?" Ucapan Yumi tegas, suaranya tenang namun mengandung kekuatan.

Yumi merasa tak ada lagi yang perlu dibicarakan, berdiri tegak. Tekadnya bulat, tak mungkin goyah.

"Saya tidak akan menerima suap apa pun dari Tuan Anda," ujarnya, suara tegas, menunjukkan keyakinan yang tak tergoyahkan. "Silakan sampaikan pesan ini: bersiaplah menghadapi hari esok!" ucap wanita bercadar itu berdiri dengan tatapan lurus, tak sedikit pun menunjukkan rasa takut berada di kediaman Dominic yang dijaga ketat oleh ratusan pengawal.

"Nona," ucap Axel, suaranya berat, tatapannya tetap tajam, "Saya melihat banyak orang di luar sana berusaha keras memperbaiki diri, menghindari bahaya. Namun, Nona… seakan sengaja mengundang bahaya itu masuk ke dalam rumah Anda sendiri. Anda menantang kekuatan yang jauh lebih besar daripada Anda, seakan-akan Anda tidak menyadari konsekuensi dari perbuatan, Nona."

"Membiarkan predator seperti Tuan Anda hidup berfoya-foya dalam kemewahan, meracuni anak bangsa… Anda masih menyebut jalan yang saya pilih rumit? Mau jadi apa bangsa ini jika predator seperti Tuan Anda dibiarkan berkuasa dan bermaharajalela?!" Suara Yumi tajam, kata-katanya menusuk seperti anak panah, menimpa Axel dengan sindiran yang tepat sasaran. Keberaniannya yang luar biasa terpancar dari suara dan tatapannya, membuat sindirannya lebih berdampak dan memiliki bobot yang berat.

Tanpa rasa takut sedikit pun, Yumi melangkah keluar dari kediaman megah itu. Barisan pengawal Dominic membiarkannya pergi, tak berani menghalangi. Ketiadaan perintah dari sang penguasa membuat mereka hanya bisa menyaksikan kepergian wanita pemberani itu.

Axel melihat Tuannya keluar dari ruangan setelah kepergian Yumi, lalu segera menunduk.

"Anda dengar sendiri, bukan? Wanita itu jelas menolaknya, Tuan." kata Axel, tak berani mengangkat wajahnya.

Dominic melirik amplop berisi cek miliaran rupiah yang tergeletak di atas meja; tak tersentuh oleh Yumi.

"Jadikan malam ini malam di mana dia bermandikan air mata," perintah Dominic dengan wajah kejam.

"B-baik, Tuan."

**

Deg!

Jantung Yumi berdebar hebat, seakan ingin copot dari tempatnya. Kejadian di hadapannya bagai palu raksasa yang menghancurkannya hingga berkeping-keping.

😉

Mafia kejam vs. Jaksa bercadar. Keadilan vs. Kekejaman. Cinta vs. Benci. Siapakah yang akan menang? Temukan jawabannya dalam novel yang akan membuat Anda terpaku hingga akhir. Selamat membaca!

Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘

Air mata kepedihan

Dengan mata tak percaya, Yumi menyaksikan rumah ternyaman_nya—rumah yang selama ini menjadi benteng perlindungannya—kini menjadi lautan api yang mengerikan. Api menari-nari dengan ganas, menjilat dinding dan atap, menghanguskan segalanya dengan cepat. Rasa putus asa membanjir, menenggelamkannya dalam kepiluan yang amat sangat. Putra kembarnya, ibunya… bayangan mereka terlintas dalam benaknya, mengocok jiwanya hingga remuk redam. Ia berlari, ingin menerjang lautan api itu, ingin menyelamatkan keluarganya, namun tangan-tangan kuat menahannya.

"Lepaskan! Lepaskan! Putra-putra dan ibuku masih di dalam!" jerit Yumi, suaranya terputus-putus, dipenuhi kepanikan dan putus asa. Tubuhnya bergetar hebat, menolak untuk menyerah.

"Jangan ke sana, Mbak! Mbak bisa mati terbakar! Kalau pun mereka di dalam, mereka… mereka tak mungkin selamat lagi. Lihatlah, kebakaran ini hampir menghanguskan semua rumah!" Suara orang-orang yang mencoba menenangkannya terdengar samar, bagai bisikan angin di tengah badai yang mengamuk dalam hatinya.

"Tidak!" Raungan putus asa itu menggema, menunjukkan hancurnya Yumi. Dunianya runtuh seketika. Rumah, keluarga… semuanya lenyap ditelan api yang membakar tak hanya rumahnya, tapi juga harapan dan masa depannya. Air mata bercampur debu dan jelaga membasahi pipinya, mencerminkan kepedihan yang tak terperi. Yumi hancur, jiwanya remuk, terhempas ke jurang keputusasaan yang gelap gulita. Semua yang ia perjuangkan, semua yang ia lindungi, kini menjadi abu.

Emosi yang menghantamnya begitu kuat hingga Yumi kehilangan kesadaran. Dunia menjadi gelap, menelan dirinya dalam kegelapan yang pekat.

**

Perlahan, seakan-akan dari kedalaman mimpi buruk, Yumi mulai tersadar. Cahaya redup menembus kegelapan, dan ia membuka matanya. Pandangannya masih kabur, namun ia menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit, dikelilingi oleh aroma desinfektan yang tajam.

"Yumi, kamu sudah sadar?" Suara lembut, namun dipenuhi kekhawatiran, membuatnya tersentak. Ia melihat pamannya, saudara dari almarhum ayahnya, duduk di samping tempat tidurnya, ditemani oleh istri pamannya. Wajah mereka menunjukkan campuran khawatir dan sedih, mencerminkan kesedihan yang sama yang menyelimuti Yumi.

Bayangan mengerikan yang sempat terlupakan kembali menyergap Yumi, menari-nari di benaknya dengan kejam. Peristiwa kebakaran itu kembali menghantuinya, setiap detailnya begitu nyata, seolah baru saja terjadi. Rumahnya yang terbakar, api yang menari-nari dengan ganas, dan wajah panik orang-orang yang berusaha memadamkan api… semuanya kembali menghantui pikirannya. Rasa sakit yang amat sangat kembali menusuk hatinya.

"Ibu! Anak-anakku!" Jeritan pilu itu lolos dari bibirnya, suaranya bergetar hebat. Yumi berusaha bangkit dari ranjang, ingin segera mencari ibunya dan kedua putranya. Keinginan untuk bertemu mereka begitu kuat, mengatasi rasa sakit dan kelemahan yang masih ia rasakan.

"Yumi, tenang dulu, sayang. Kamu mau ke mana?" Tante dan Pamannya sigap menahannya, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran. Mereka tahu betapa hancurnya Yumi, betapa besar kehilangan yang baru saja ia alami. Mereka berusaha menenangkannya, menahan keinginan Yumi untuk pergi, mengingatkannya bahwa ia masih lemah dan membutuhkan istirahat.

"Mereka… mereka masih di dalam… aku harus mencari mereka…" Yumi menangis tersedu-sedu, suaranya terisak-isak. Tangannya gemetar hebat, menunjukkan betapa besar keputusasaannya. Ia masih belum bisa menerima kenyataan pahit yang baru saja terjadi. Kehilangan ibunya dan anak-anaknya adalah pukulan yang terlalu berat untuk ditanggungnya.

Pamannya mengelus rambut Yumi dengan lembut, mencoba menenangkannya. "Yumi, sayang… tenanglah dulu. Kita sudah mencari mereka, tapi… tapi belum ada kabar. Kita harus kuat, ya? Kita harus menghadapi ini bersama-sama." Suaranya bergetar, menunjukkan betapa ia juga merasakan kesedihan yang amat sangat.

Istri pamannya memberikan segelas air, mencoba menenangkan Yumi dengan sentuhan lembut. Mereka tahu, jalan menuju kesembuhan akan panjang dan berat, namun mereka akan selalu ada untuk Yumi, menemaninya melewati masa-masa sulit ini. Mereka akan selalu berada di sisinya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkannya untuk melewati cobaan berat ini.

"Maksud Tante apa? Putra-putra dan ibu saya… tidak ditemukan dalam rumah yang terbakar itu? Atau… atau mungkin… mereka… mereka sudah tewas?" Bibir Yumi bergetar hebat, suaranya nyaris tak terdengar. Bayangan mengerikan itu menghantui pikirannya, menghancurkan sisa-sisa harapan yang masih ada. Ia tak mampu membayangkan kenyataan pahit yang mungkin akan segera ia terima. Tubuhnya gemetar hebat, menunjukkan betapa rapuhnya ia saat ini.

Paman dan Tantenya hanya bisa saling berpandangan, wajah mereka dipenuhi kesedihan dan kepiluan. Mereka tak mampu berkata-kata, tak mampu memberikan jawaban yang Yumi harapkan. Mereka tahu, kata-kata tak akan mampu meringankan beban yang tengah dipikul Yumi. Kehilangan yang dialami Yumi terlalu besar, terlalu berat untuk diungkapkan dengan kata-kata.

"Yumi!"

Kecurigaan para jaksa

"Yumi, bagaimana denganmu, Yumi?" tanya Miranda, sahabat baik Yumi, yang baru saja mendapat kabar tentang musibah yang menimpa temannya. Suaranya dipenuhi kekhawatiran dan simpati. Ia melihat Yumi yang terduduk lesu, air mata membasahi pipinya tanpa henti. Yumi hanya mampu terisak, tak mampu menjawab pertanyaan Miranda. Tangisnya menjadi satu-satunya jawaban, mengungkapkan kesedihan mendalam yang tengah ia rasakan.

"Maafkan aku yang baru datang, aku tidak tahu kalau kau sedang tertimpa musibah," Miranda berusaha menenangkan Yumi, mengambil tempat duduk di sampingnya. Ia memeluk sahabatnya itu, memberikan sedikit ketenangan di tengah kepiluan yang mendalam.

Meskipun ia tahu, kata-kata tak akan mampu meringankan beban yang tengah dipikul Yumi. Kenyataan pahit ini terlalu berat untuk ditanggung seorang diri. Miranda hanya bisa memberikan dukungan dan kekuatan, menemani Yumi melewati masa-masa sulit ini.

**

Kantor Kejaksaan.

Di kantor Kejaksaan, tempat Yumi bekerja, suasana ramai dan penuh dengan bisikan. Beberapa rekan kerja Yumi berkumpul, membicarakan musibah yang menimpa sahabat mereka semalam. Wajah-wajah mereka dipenuhi kekhawatiran dan kesedihan.

"Bagaimana dengan kabar Yumi? Apa di antara kalian ada yang menjenguknya?" tanya salah seorang rekan kerja Yumi, suaranya terdengar penuh rasa prihatin.

"Bagaimana menjenguk, aku saja baru mendapat tahu kabar itu," jawab salah satu, rekan kerja Yumi yang lain. Ia terlihat gelisah, menunjukkan rasa khawatir yang mendalam.

"Apa kalian juga mencurigai sesuatu atas musibah yang menimpa Yumi?" seseorang bertanya, suaranya sedikit berbisik. Pertanyaan itu langsung disambut dengan anggukan dari beberapa rekan kerja Yumi yang lain.

"Apa ada kaitannya dengan kasus yang sedang diselidiki Yumi?" Pertanyaan lain muncul, menciptakan suasana tegang di antara mereka.

Semua mata saling beradu pandang, curiga dan kekhawatiran terpancar jelas dari raut wajah mereka. Nama Dominic terlintas dalam benak mereka—pria yang kasusnya sedang ditangani Yumi.

Mereka semua tahu, Dominic adalah sosok yang berpengaruh dan berbahaya. Kemungkinan keterlibatan Dominic dalam musibah yang menimpa Yumi menjadi kecurigaan utama mereka. Suasana menjadi semakin tegang, membuat mereka semakin yakin bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di balik musibah ini.

Insting para jaksa itu bekerja cepat. Mereka, yang terbiasa mencium aroma konspirasi dan kejahatan, yakin bahwa kebakaran yang menghanguskan rumah Yumi bukanlah kecelakaan biasa. Ledakan gas? Korsleting listrik? Semua penjelasan itu terdengar terlalu sederhana, terlalu mudah untuk diterima akal sehat mereka. Ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang disembunyikan di balik peristiwa tragis tersebut. Mereka yakin, pasti ada udang di balik batu.

"Bagaimana dengan semua bukti-bukti yang ada pada Yumi?" Pertanyaan itu menggantung di udara, menciptakan keheningan sesaat. Beberapa dari mereka baru tersadar.

Bukti-bukti kejahatan Dominic yang selama ini dikumpulkan Yumi… apakah ikut hangus terbakar? Kecemasan dan kepanikan mulai menjalar. Jika semua bukti itu hilang, kasus Dominic akan sulit untuk dituntaskan. Konsekuensinya bisa sangat fatal.

Suara sepatu terdengar dari koridor, menarik perhatian para jaksa yang sedang berkumpul. Mereka menoleh dan melihat Kepala Kejaksaan Agung, Pak Yoga, masuk ruangan.

"Selamat pagi, Pak Yoga," sapa mereka serempak.

"Pagi. Apa kalian sudah mendengar tentang Yumi?" tanya Pak Yoga, suaranya serius.

"Iya, Pak," jawab mereka.

"Apa Bapak sudah menjenguk Yumi?" salah seorang bertanya, penasaran dengan kondisi Yumi.

"Saya baru pulang dari sana," jawab Pak Yoga. "Dia baik-baik saja. Tapi… sepertinya, kasus Tuan Dominic terpaksa ditunda." Kalimat itu membuat suasana menjadi hening.

"Kenapa, Pak?" salah seorang bertanya dengan nada cemas.

"Karena semua bukti-bukti kasus itu terbakar bersama rumah Yumi," ujar Pak Yoga, suaranya berat. Informasi itu langsung disambut dengan seruan kaget dari para jaksa.

"Apa!" Mereka sontak heboh kembali, membicarakan implikasi dari hilangnya bukti-bukti tersebut. Kasus Dominic yang sudah hampir terungkap kini terancam kandas. Suasana di ruangan itu dipenuhi dengan kekesalan dan kecemasan.

"Kalian semua harus berhati-hati. Tidak menutup kemungkinan, kasus Tuan Dominic akan memakan korban lagi," peringatan Pak Yoga menggema di ruangan, menciptakan suasana tegang. Kata-katanya menyiratkan ancaman serius yang mengintai mereka.

Para jaksa itu menyadari bahaya yang mengintai, bahwa mereka mungkin menjadi target selanjutnya. Mereka harus lebih waspada dan berhati-hati dalam menjalankan tugas, menjaga diri dari ancaman yang mungkin datang kapan saja. Peringatan Pak Yoga menjadi pengingat akan resiko pekerjaan mereka, dan betapa pentingnya kewaspadaan dalam menghadapi kasus yang melibatkan sosok berbahaya seperti Dominic.

**

Dor!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!