Di sebuah lorong klinik yang sepi terlihat seorang wanita cantik menawan, dia adalah Juliette Princess Flint. Juli nama panggilannya. Dia berusia dua puluh lima tahun. Wanita dengan wajah cantik yang memiliki senyuman yang manis, bentuk tubuh yang sempurna. Karena itu dia menjadi daya tarik jiwa setiap lelaki yang melihatnya. Selain mempunyai wajah yang cantik jelita, dia memiliki kepintaran. Dia salah satu lulusan kedokteran Universitas Harvard dengan nilai yang sangat memuaskan. Dia dilahirkan dari keluarga terpandang di negara Amerika Serikat.
Ayahnya salah satu pewaris dari keluarga terkaya dan merupakan seorang ilmuwan yang bergerak di bidang Informatika. Ibunya seorang dokter bedah yang terkenal di kota New York. Dia mengikuti jejak ibunya menjadi dokter bedah di sebuah klinik milik keluarganya. Tapi sejak remaja, Juliette tidak pernah melihat ayahnya lagi karena ayahnya meninggal dunia akibat sebuah tragedi kecelakaan. Juliette dibesarkan oleh ibunya dengan rasa kasih sayang yang melimpah sehingga dia menjadi seorang wanita yang cantik, memiliki kepribadian yang baik, penyemangat dan cerdas. Meski dia tidak pernah lagi merasakan kehadiran seorang ayah, dia tidak pernah merasa sedih bahkan putus asa dalam menjalankan kehidupannya.
Langkah kakinya menyusuri lorong dengan mantap menuju ke pintu ruang Instalasi Gawat Darurat. Membuka pintu belakang ruangan itu. Masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat ada dua orang pria yang sedang berbaring di atas brankar. Dia melanjutkan langkah kakinya menghampiri ke seorang pria yang memiliki luka di lengannya sehingga lengannya berlumuran darah. Menghentikan langkah kakinya di sebelah kanan tempat tidur pasien. Memakai sarung tangan yang sudah disiapkan.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Juliette lembut sambil menoleh ke salah satu perawat klinik.
"Dia memiliki luka tembak Dok, " ujar perawat itu.
"Bos saya tertembak. Lakukan apa pun yang diperlukan, tapi harus cepat!" samber pria yang satunya lagi tanpa basa - basi
"Anda harus tenang Tuan," celetuk Juliette tegas sambil mengambil beberapa alat medis yang sudah disterilkan.
Seketika pria yang sedang ditangani oleh Juliette menoleh ke Juliette. Tatapan mata mereka bertemu. Pandangan mereka membeku. Ada desiran lembut di relung hatinya Juliette ketika menatap wajah tampan milik pria itu. Baru pertama kali dia merasakan hal seperti itu. Secepat kilat dia mengalihkan perasaan itu karena dia ingin fokus bekerja. Juliette membungkukan badannya untuk mengambil sebuah peluru. Juliette merasakan hembusan nafas pria itu yang terengah-engah.
"Tahan sedikit, saya akan keluarkan pelurunya," ujar Juliette dengan suara yang tenang namun fokus.
Tangannya Juliette bekerja dengan hati-hati. Berusaha mengeluarkan sebuah peluru yang bersarang di lengan pria itu. Pria itu masih menatap Juliette dengan intens. Pria itu merasakan aura yang kuat dari Juliette. Matanya Juliette yang tajam mencerminkan pengalaman yang luar biasa. Memliki sepasang mata berwarna Hazel, alis yang tertata rapi dan bibir yang masih tersembunyi dibalik masker sehingga membuat dirinya merasa ada sesuatu yang misterius dalam diri Juliette.
Meskipun hanya sebagian wajahnya yang terlihat, ada kecantikan yang memikat. Juliette melakukan pekerjaannya dengan cekatan dan teliti sehingga beberapa menit kemudian peluru itu berhasil dikeluarkan dari lengan pria itu, membuang peluru itu ke tempat sampah, memberikan obat dan menutup luka itu dengan perban. Membuka sarung tangan, lalu membuang sarung tangan itu ke dalam tong sampah. Berjalan ke westafel untuk mencuci tangan.
"Bos tetap di sini, saya akan pergi sebentar karena terlalu beresiko jika mobil kita terparkir di depan klinik ini, " ucap pria yang satunya lagi sambil beranjak dari tempat tidur pasien.
Tak lama kemudian pria itu langsung bergegas melangkahkan kakinya keluar dari ruangan IGD melalui pintu depan ruangan itu. Pria yang ditangani Juliette memandang ke arah pintu depan ruangan IGD dengan tatapan mata yang kosong, seakan dia sedang memikirkan banyak hal. Tanpa pria itu sadari. Juliette memperhatikannya. Juliette terpesona dengan wajah tampan pria itu.
"Sudah selesai, apakah masih sakit?" ucap Juliette ramah sambil berjalan menuju pria itu.
"Tidak," jawab pria itu.
"Bagus, Anda harus tetap berada di sini, karena kondisi Anda sedang kami pantau. Kalau begitu saya keluar dulu. Kalau ada apa-apa, Anda bisa panggil perawat atau saya," ujar Juliette sambil berbalik, siap meninggalkan ruangan.
"Tutup klinik malam ini. Aku akan membayar kerugiannya," ucap pria itu dingin yang membuat Juliette menolehnya.
"Kenapa aku harus menutupnya?" tanya Juliette kaget.
"Karena aku sedang diburu," jawab pria itu dengan tegas.
Setelah mendengar jawaban pria itu, spontan Juliette membesarkan kedua matanya dan terdiam beberapa detik. Dia mencerna makna dari ucapan pria itu. Pria itu menatap Juliette dengan intens. Wajahnya Juliette yang hanya terlihat separuh karena masker nampak semakin serius. Tanpa berkata lagi, Juliette berbalik dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan lewat pintu belakang dengan langkah cepat. Setelah keluar dari ruangan itu, Juliette berjalan ke bagian administrasi dengan pikiran yang masih berputar karena pria itu.
Tadi ketika dia berada di ruang IGD, dia sempat merasakan keterangan. Ada sesuatu yang tidak biasa tentang pria itu, meskipun tampaknya dia berusaha menyembunyikan semuanya di balik sikap dinginnya. Juliette menghentikan langkah kakinya di depan meja resepsionis. Juliette menarik nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Juliette menatap seorang perawat yang tadi membantunya di ruang IGD.
"Bagaimana keadaan pria tadi, Dokter?" kata perawat itu.
"Aman. Sudah selesai diobati, tapi kita masih tetap melakukan observasi luka di lengannya," jawab Juliette tenang, tapi ada sedikit kelelahan di dirinya Juliette.
Perawat itu menganggukkan kepalanya, namun bertanya lagi, "Tapi mereka belum isi administrasi, Dok?"
"Biarkan dulu. Lagian, temannya masih pergi. Kita bisa urus administrasi nanti," ucap Juliette sambil melirik ke pintu utama klinik itu dengan khawatir, seakan merasakan sesuatu yang tak beres. "Oh ya, kalau ada yang mencurigakan yang datang dan ada beberapa orang yang menanyakan pria itu, dan dokter klinik ini, bilang pria itu tidak ke sini. Karena pria itu sedang diburu."
Perawat itu tampak bingung sebentar, lalu menganggukkan kepalanya sambil berucap, "Siap, Dokter Juliette."
Juliette memutar tubuhnya dan menatap sekelilingnya sejenak, perasaan gelisah mulai merayap. Ada banyak yang belum dia ketahui tentang pria itu dan siapa yang mungkin mengincarnya. Tapi satu hal yang dia tahu, dia harus tetap waspada. Membuka pintu belakang ruang IGD, lalu masuk ke dalam dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Menghentikan langkah kakinya di samping kanan pria itu.
"Maaf Tuan, klinik ini tidak bisa ditutup seenaknya, tapi aku pastikan Anda aman di sini. Nama Anda siapa Tuan?"
"Ronald, nama Anda siapa Bu Dokter?" ucap Ronald datar.
"Juliette."
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Terima kasih banyak para reader budiman yang telah sudah membaca cerita novel ini, jangan lupa
Di like ☺
Dikasih hadiah 😊
Komentar, kritik dan saran 😊
"Apakah Anda yakin dengan keamanan saya tanpa menutup klinik ini, Dokter Juliette?" ucap Ronald datar yang tidak percaya.
"Saya yakin, mari ikut saya, ada tempat aman yang bisa kita gunakan untuk bersembunyi," ucap Juliette yakin sambil membuka maskernya.
Ronald yang sejak tadi duduk bersandar dengan ekspresi datar langsung mengubah postur tubuhnya. Badannya yang santai kini tegap. Matanya sempat terpaku sejenak pada sosok Juliette. Kecantikan Juliette terlihat jelas. Wajah berbentuk diamond shape, bibir tebal yang membentuk garis tegas, dagu lancip dan mata tajam yang penuh determinasi. Tanpa membuang waktu, Juliette membimbing Ronald turun dari ranjang. Ronald masih menatapnya dengan intens, matanya menyelidik setiap gerakan Juliette.
Juliette begitu berani dan tampak percaya diri, sesuatu yang jarang Ronald temui, terutama dalam situasi seperti ini. Juliette melangkahkan kakinya menuju pintu belakang ruangan itu. Ronald mengikuti langkah kakinya Juliette. Juliette membuka pintu, lalu keluar dari ruangan itu dari pintu belakang. Mereka keluar dari ruangan itu tanpa menutup pintu itu, karena pintu itu tertutup secara otomatis. Mereka berjalan melewati ruang administrasi. Mereka masuk ke dalam ruang kerjanya Juliette.
Juliette menutup pintu ruang kerjanya. Juliette mengarahkan Ronald menuju sebuah pintu rahasia. Juliette menggeser sebuah pigura. Seketika sebuah pintu rahasia terbuka yang tersembunyi di belakang lemari logam. Ada sebuah tangga sempit yang mengarahkan ke ruang bawah tanah terbentang di hadapan mereka. Juliette merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dan bergejolaknya desiran lembut di hatinya, tetapi ia segera memutuskan untuk bertindak. Juliette mengambil nafas dalam-dalam. Juliette. Juliette melepaskan genggaman tangannya.
"Ikut saya," ujar Juliette tegas sambil melangkah lebih dulu, memastikan semuanya aman.
Ronald mengikuti di belakangnya dengan langkah hati-hati. pintu itu otomatis tertutup ketika mereka melangkah di atas beberapa anak tangga. Perhatian Ronald tertuju pada Juliette. Cahaya remang-remang di lorong bawah tanah membuat wajahnya Juliette terlihat semakin mempesona. Dia bisa melihat dengan jelas garis wajah Juliette yang tegas namun lembut. Juliette tidak hanya cantik, tapi juga memiliki keberanian yang membuat Ronald terkesan. Setibanya di bawah, Juliette mendorong pintu kecil menuju sebuh ruangan kecil sehingga pintu terbuka dan memperlihatkan sebuah ruangan yang tampaknya jarang digunakan.
"Di sini Anda akan aman untuk sementara waktu," ujar Juliette ramah sambil melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
Ronald mengikuti langkah kakinya Juliette. Ronald menyandarkan tubuhnya di dinding. Matanya tetap terpaku menatap Juliette yang kini berdiri di hadapannya. Walaupun memiliki tubuh yang kecil, ternyata mempunyai keberanian yang tak biasa orang lain lakukan. Tak sengaja tatapan mereka bertemu. Juliette merasakan desiran lembut di relung hatinya bergejolak lebih dahsyat dari sebelumnya. Rona merah menyeruak di pipinya Juliette tanpa sepengetahuan mereka berdua. Segera mungkin, dia tepis perasaan itu. Dia mengalihkan pandangan matanya.
"Kenapa kamu membantuku?" tanya Ronald dengan nada suara yang datar namun penuh rasa ingin tahu.
Juliette menoleh, lalu berucap, "Karena aku dokter. Dan Anda pasienku, tugas dokter adalah menyelamatkan nyawa, siapa pun itu.
Ronald tersenyum kecil, senyum yang jarang muncul di wajahnya, lalu berujar, "Kami tidak tahu apa yang sedang kami hadapi, apalagi kamu."
Juliette menghela nafas, lalu berkata, "Mungkin tidak. Tapi yang jelas, aku tahu kamu dalam bahaya. Dan aku tidak bisa diam saja."
Seketika suasana hening, hanya terdengar suara hembusan nafas mereka. Juliette merasakan hembusan nafas Ronald yang hangat menerpa wajahnya sehingga membuat dirinya salah tingkah. Juliette mengalihkan pandangannya untuk meredakan semua rasa di relung hatinya. Tiba-tiba mereka mendengar suara samar langkah kaki beberapa orang dari atas.
Menciptakan suasana yang semakin tegang dan membuat desiran di relung hatinya lenyap begitu saja. Diganti dengan rasa ketakutan. Juliette mundur beberapa langkah dengan ekstra hati-hati, lalu duduk di salah satu sudut ruangan dengan tangan terlipat dipangkuannya dengan pandangan mata yang lurus ke depan untuk mencoba menenangkan pikiran.
Di sisi lain, Ronald yang masih duduk bersandar di dinding. Sepasang matanya terpaku pada Juliette. Mengamati setiap gerakan kecil yang Juliette lakukan. Pencahayaan redup di ruangan itu justru menyoroti wajah Juliette dengan lembut, membuat kecantikannya terlihat lebih memikat. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Ronald merasa dirinya benar-benar terganggu oleh keberadaan seorang wanita.
"Ada berapa Dokter di klinik ini?" tanya Ronald santai.
Sontak Juliette menoleh ke Ronald, lalu berucap, "Ada lima dokter. Tapi kalau malam ini, hanya satu dokter yang berjaga, ditemani sepuluh perawat."
Gubrakkk
Suara benda yang jatuh di atas mereka sehingga membuat rasa takut Juliette bertambah. Spontan Juliette menekukan kedua lututnya, menenggelamkan kepalanya dan memeluk lututnya dengan erat. Juliette takut jika persembunyian mereka ketahuan atau telah terjadi sesuatu yang mengerikan di atas sana. Ronald melebarkan matanya karena terkejut melihat Juliette yang ketakutan. Dia tidak menyangka keberanian yang dimiliki oleh Juliette lenyap begitu saja.
Terenyuh melihat kondisi Juliette. Rasa itu telah menyelimuti jiwanya Ronald. Baru pertama kali dia merasakan itu terhadap seorang wanita kecuali ibu dan tantenya. Biasanya dia tidak merasakan itu terhadap siapa pun Perlahan Ronald mendekati Juliette. Lalu mendekap tubuh mungilnya Juliette untuk memberikan ketenangan kepada Juliette. Juliette kaget merasakan hembusan nafasnya Ronald di puncak kepalanya sehingga membuat detak jantungnya tak beraturan.
"Kamu tenang aja, kita aman bersembunyi di sini," ucap Ronald penuh dengan kelembutan untuk memenangkan Juliette.
Ronald merasakan tubuhnya Juliette bergetar. Ronald mengernyitkan keningnya karena bingung melihat Juliette menangis.Dia merasa ada sesuatu yang telah membuat Juliette trauma sehingga dia ketakutan. Ronald mendengar suara isakan Juliette sehingga hatinya Ronald tersentuh dan melembut terhadap seorang wanita. Biasanya yang bisa menyentuh hatinya Ronald itu adalah ibu dan adik ibunya. Ronald selalu bersikap lembut terhadap ibu dan tantenya. Dia tidak ingin melihat Juliette menangis. Namun, dia tidak tahu kenapa tiba-tiba hatinya tersentuh dan melembut ketika berdekatan dengan sosoknya Juliette.
"Tidak usah menangis Dokter Juliette. Maafkan aku yang membawa kamu masuk ke dalam masalahku. Aku juga tidak tahu kenapa orang-orang itu menginginkan diriku. Di tengah perjalanan kami menuju kota New York, ada sebuah komplotan menghadang kami. Mereka menyerang kami dengan rentetan senjata api. Menurutku mereka adalah perampok. Tapi, setelah aku dan assistenku berlari mejauhi mereka, mengejar kami. Kami tidak tahu kenapa mereka mengejar kami. Sekali lagi aku minta maaf. Aku sangat bangga padamu karena berani mengambil sikap untuk menolong diriku dan juga assistenku. Aku yakin kamu wanita pemberani. Tunjukkan keberanian dirimu lagi," ucap Ronald lembut sambil mengusap punggungnya Juliette.
Seketika suasana kembali sunyi dan hening hanya terdengar suara isakan Juliette. Ronald spontan membelai kepalanya Juliette dengan lembut yang membuat Juliette sedikit meremang. Lambat laun rasa takut yang hinggap di jiwanya Juliette menghilang sehingga tubuhnya Juliette sudah tidak bergetar lagi dan isakan tangisnya Juliette berhenti. Desiran lembut di relung hatinya muncul lagi sehingga membuat rona merah terkuak di pipinya Juliette. Ronald tetap setia memeluk Juliette dengan penuh kelembutan.
"Apa kamu sudah tidak ketakutan lagi?" tanya Ronald lembut.
"Iya, aku ketakutan karena takut telah terjadi sesuatu yang mengerikan di atas sana dan mereka tahu tempat persembunyian kita."
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Terima kasih banyak para reader budiman yang telah sudah membaca cerita novel ini, jangan lupa
Di like ☺
Dikasih hadiah 😊
Komentar, kritik dan saran 😊
Setengah jam berlalu dengan suasana hening dan cahaya redup yang menyelimuti Ronald dan Juliette. Ronald masih memeluk tubuhnya Juliette yang sudah tidak ketakutan lagi. Juliette menjadi tenang dan nyaman setelah dipeluk oleh Ronald yang memiliki aroma tubuh yang maskulin. Kenyamanan yang dirasakan oleh Ronald ketika dia memeluk tubuhnya Juliette yang harum dan beraroma manis namun menyegarkan.
Gelayar lembut menelusuri setiap aliran darahnya Juliette, desiran lembut di relung hatinya Juliette dan detak jantung yang tak beraturan menyelimuti Juliette selama Ronald memeluk tubuhnya. Tiba-tiba ada bunyi keroncongan yang membuat Juliette tersentak dan malu. Itu suara keras itu berasal dari perutnya. Wajahnya Juliette memerah karena suara itu memecah kesunyian di antara mereka.
"Kamu lapar?" tanya Ronald santai.
Juliette tersenyum kikuk, lalu berucap malu, "Ah iya. Aku belum sempat makan malam."
Ronald melepaskan dekapannya. Menatap Juliette dalam diam selama beberapa detik, karena dia juga tidak harus berkata apa. Juliette mendongakkan kepalanya sehingga tatapan mata mereka bertemu. Desiran lembut masih bergejolak di relung hatinya. Juliette mengalihkan pandangannya, lalu Ronald dan Juliette beranjak berdiri. Tanpa sengaja Juliette terpeleset, lalu tanpa sengaja dia menarik kemejanya Ronald sehingga mereka terjatuh dengan posisi tidur dan Ronald berada di atas tubuhnya Juliette.
Tanpa sengaja bibirnya Ronald menyentuh bibirnya Juliette. Mereka saling merasakan nafas mereka yang terengah-engah. Spontan Juliette memejamkan kedua matanya untuk meredam suasana hatinya. Tapi, tanpa diduga oleh Juliette, Ronald mencium bibirnya dengan lembut. Namun ciuman itu terasa kaku karena Juliette baru pertama kali merasakan sebuah ciuman sehingga dia bingung. Tanpa mereka sadari, pintu rahasia itu terbuka sehingga cahaya lampu yang terang masuk ke dalam dan memperlihatkan sosok seorang pria dan wanita.
"Bos," ujar asistennya Ronald yang menatap langsung ke arah mereka. "Apa Tuan baik-baik saja?"
Ronald melepaskan ciumannya, mendongakkan kepalanya. Menatap tajam ke arah asistennya. Juliette membuka kedua matanya. Beranjak berdiri dari tubuhnya Juliette. Juliette beranjak berdiri dari lantai bawah tanah. Asistennya Ronald berjalan mendekat ke Ronald dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Menghentikan langkah kakinya ketika berhadapan dengan Ronald. Asisten Ronald memeriksa luka di lengannya Ronald.
"Kamu tenang saja Ed, sudah ada yang merawatku," ucap Ronald sambil melirik Juliette sekilas.
"Kalian bisa tetap di sini sampai semuanya benar-benar aman," kata Juliette ramah.
Ronald menganggukkan kepalanya, lalu berujar, "Terima kasih Dokter Juliette. Kamu sudah menyelamatkanku. Aku akan memastikan ini tidak akan membahayakan dirimu lebih jauh."
"Aku periksa dulu ke atas," ujar Juliette.
Juliette melangkahkan kakinya, menaiki beberapa anak tangga menuju pintu ruang bawah tanah. Menekan tombol yang berada di sisi kanan pintu sehingga pintu terbuka secara otomatis. Juliette keluar dari ruangan itu. Seketika pintu itu ketutup secara otomatis. Juliette melihat semua perawat, para petugas apotik dan para petugas keamanan dengan wajah yang khawatir dan panik. Juliette mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang kerjanya yang sangat berantakan.
"Siapa yang melakukan ini semua?" tanya Juliette sedih sambil menatap suram ke salah satu perawat.
"Sebuah komplotan preman yang mencari dia pria yang tadi kita selamatkan Dokter," jawab perawat itu.
"Dengar, jangan bicara pada siapa pun soal kejadian malam ini. Tidak pada keluarga, tidak pada teman, bahkan tidak pada siapapun yang terlihat baik. Mengerti?" ucap Juliette tegas tanpa meninggikan suara sambil menatap ke para perawat satu persatu.
Semua perawat menganggukkan kepalanya, lalu Juliette berujar, "Bagus, tolong rapikan semuanya. Kalau ada yang aneh, langsung kabari aku."
Setelah menyelesaikan pesannya, Juliette menduduki kursinya. lalu menariknya ke depan. Semua karyawan klinik itu membereskan semua yang berantakan. Juliette menghela nafas panjang ketika mengingat kejadian Ronald yang telah mencuri ciuman pertamanya. Juliette menggeleng-gelengkan kepalanya untuk melupakan kejadian itu karena bagi dia peristiwa itu telah membuat dirinya malu dan bingung. Sebuah ciuman yang baru pertama kali Juliette rasakan.
Juliette mengaktifkan layar komputernya. Memencet beberapa tombol di keyboard sehingga muncul beberapa hasil rekaman dari CCTV. Juliette memperhatikan hasil rekaman itu. Dia melihat semua orang yang menyerang ke kliniknya sudah pergi jauh. Juliette sudah mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kekacauan ini. Mengutak-ngatik tombol keyboardnya untuk menghilangkan rekaman yang bersangkutan dengan kekacauan malam ini.
"Mereka menjadi incaran para penjahat itu sehingga para penjahat itu ingin membunuh mereka. Sebenarnya siapa mereka? Sepertinya mereka orang penting. Aku harus antarkan mereka pulang," gumam Juliette bermonolog.
Juliette beranjak berdiri dari kursinya. Dia berjalan menuju pintu ruang bawah tanah. Menggeser sebuah pigura sehingga pintu itu terbuka. Saat dia membuka pintu ruang bawah tanah, Ronald dan Ed yang duduk di dalam langsung siaga. Mereka berdua serentak berdiri, mata mereka memandang tajam ke arah pintu dengan kewaspadaan tinggi. Namun, ketika melihat Juliette masuk ke dalam ruang bawah tanah, mereka perlahan menghela nafas.
"Tenang, hanya aku," kata Juliette sambil berjalan.
"Bagaimana situasinya Bu Dokter?" tanya Ed sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding.
"Situasinya sudah aman," ucap Juliette sambil berjalan masuk lebih dalam.
"Apakah kami sudah bisa keluar dari sini Dokter?" tanya Ronald santai sambil menatap Juliette dengan hangat.
"Boleh," jawab Juliette mantap.
"Apakah yang tadi datang ke sini adalah komplotan yang sedang mencari kami?" tanya Ronald tenang.
"Iya, tapi sekarang mereka sudah pergi jauh dari sini."
"Apa yang telah mereka lakukan? Apakah mereka membuat keributan?" tanya Ronald sedikit khawatir.
"Saya akan mengganti rugi atas kekacauan yang telah mereka perbuat," ucap Ronald mantap.
"Tidak perlu Tuan, sebaiknya nanti kalian saya antar pulang," ujar Juliette.
"Terima kasih Bu Dokter atas tawarannya, tapi kami bisa pulang sendiri," ucap Ed yakin.
"Kalian yakin mau pulang sendiri?"
"Iya Bu Bu Dokter," jawab Ronald mantap.
"Apakah kami sudah bisa keluar?" tanya Ed.
"Sudah, tapi setelah Tuan Ronald diperiksa lagi lukanya," ucap Juliette sambil membalikkan badannya.
"Ok," ucap Ronald senang sambil menegakkan badannya . "Ed, tolong urus administrasinya," lanjut Ronald.
"Nanti aja urus administrasinya setelah Tuan Ronald diperiksa lagi," samber Juliette.
Tak lama kemudian mereka keluar dari ruang bawah tanah setelah Juliette membuka pintu rahasia. Pintu rahasia itu ketutup secara otomatis setelah mereka menjauh dari pintu itu. Ed, keluar dari ruang kerjanya Juliette. Sedangkan Ronald berjalan ke brankar, diikuti oleh Juliette. Ronald menduduki tubuhnya di pinggiran brankar sebelah kanan. Juliette memeriksa lukamya Ronald dengan seksama.
"Apakah luka kamu masih sakit Tuan Ronald?"
"Sudah tidak Dokter."
"Baik, aku akan meresepkan obat," ucap Juliette sambil membalikkan tubuhnya.
Sedetik kemudian Ronald menegakkan tubuhnya. Berjalan mengikuti Juliette yang sedang menuju ke meja kerjanya. Juliette menduduki kursi mejanya, lalu mengambil buku resep dan pulpen. Ronald memperhatikan Juliette yang sedang menulis resep. Detak jantungnya Ronald tak beraturan ketika memandang Juliette, namun dia tidak menyadarinya. Ronald tersenyum miring ketika teringat kejadian saat mereka berciuman di ruang rahasia. Juliette menoleh ke Ronald, tatapan mata mereka bertemu dan memaku. Desiran lembut di relung hatinya Juliette muncul lagi, namun segera dia tepis.
"Ini resep obat kamu," ucap Juliette sambil memberikan resep ke Ronald.
"Terima kasih Dokter. Kapan luka saya diperiksa dan jahitan luka saya dilepas Dokter?"
"Untuk memeriksa luka hari Kamis minggu depan. Sedangkan untuk melepaskan jahitan lukamu, nanti saya kabari setelah saya periksa ulang lukamu."
"Berapa nomor handphone kamu Dokter?" tanya Ronald yang ingin mengenal Juliette lebih jauh lagi.
"Untuk apa?" tanya Juliette bingung.
"Untuk berjaga-jaga jika luka jahitanku bermasalah sebelum diperiksa lagi," basa-basi Ronald.
"Kalau mau memeriksa lukamu, kamu datang aja langsung ke klinik."
"Sekali lagi, aku minta maaf atas kekacauan malam ini," ucap Ronald lembut.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Terima kasih banyak para reader budiman yang telah sudah membaca cerita novel ini, jangan lupa
Di like ☺
Dikasih hadiah 😊
Komentar, kritik dan saran 😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!