Jalanan yang begitu ramai tidak membuat seorang wanita yang tengah mengendarai sepeda motornya menyerah begitu saja.
Malah semakin nampak wanita itu begitu menikmati keseruan yang terjadi dalam perjalanannya yang tak mudah kali ini.
Ada senyuman ramah yang diberikan dan juga diterima, pagi yang selalu indah baginya di tengah keramaian jalanan yang super macet.
Bubur ayam yang sudah bertengger di motornya sesekali dilihat untuk memastikan tetap berada di tempatnya.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga"
"Pagi bulek!, sudah banyak pelanggan ni?" serunya, ramah menyapa.
"Alhamdulillah, kamu sudah makan Ki?"
"Nanti"
"Jangan suka menunda sarapan pagi, gak baik buat lambung kamu, lihat itu badan kamu, kurus begitu"
"Ini trend bulek, bukan kurus, tapi langsing, artis internasional saja pengen loh punya badan kayak aku ini"
"Halah, itu karena mereka gak normal"
Jawaban yang membuat Ambar Azkia Ardiansyah tertawa saat mendengarnya.
Perbincangan pagi yang lebih mirip adu argumen itu sungguh seru, si bulek yang masih ngotot akan kebenaran semua wejangan yang di berikan, sedangkan Azkia, atau yang biasa di panggil Kia juga tak mau kalah, Alhasil keseruan itu membuat para pelanggan justru menikmati sambil tertawa sendiri.
"Wah, akhirnya yang muda nih yang berjaya!" Teriak salah satu dari mereka.
"Halah, itu karena aku yang lebih tua ngalah!" Bulek Zizah gak mau kalah.
Kia makin tertawa, dan akhirnya melakukan Tos dengan salah satu langganan nasi pecel bulek nya.
Kia kini ikut sibuk melayani, walaupun hanya sekedar membantu, tapi dia melakukan hal itu dengan senang hati, kegiatan rutin yang akan dia lakoni jika mampir ke rumah bulek nya setiap minggu pagi.
"Ini bulek, tadi beli bubur ayam di perempatan pasar" ucapnya setelah selesai dengan aktifitas melayani para pelanggannya.
"Wah, ini memang kesukaan bulek Ki, tau aja kamu ini"
Kia tertawa kembali, melihat sang bulek antusias membuka bungkusan yang di berikan membuat hatinya semakin senang.
"Loh kok cuma satu, kamu tidak?"
"Sudah bulek" jawab nya, tapi sang bulek tak percaya begitu saja, menatap sambil memicingkan mata.
"Ada apa bulek, aku makin cantik?"
Plak
Satu pukulan didapatnya, pertanda bulek nya makin kesal dengan tingkah lakunya, namun yang terjadi justru hal itu begitu lucu di mata Kia, hingga membuatnya kembali tertawa.
"Ini terlalu banyak, ayo kita makan berdua, bulek gak mau makan kalau kamu juga gak makan" begitulah bulek Zizah menggunakan ancaman untuk memaksa keponakan yang keras kepala.
Kia akhirnya melakukan apa yang di minta, menyantap bubur ayam itu separo yang di berikan oleh bulek Zizah, kini Kia menyantap dengan semangat di dekatnya.
Setelah nya Kia segera pamit untuk kembali ke rumah kontrakan yang di tempati nya hampir lima tahun ini.
"Hati-hati!" Teriak sang bulek.
"Siap!" Jawaban Kia sambil melambai kan tangannya sebelum akhirnya pergi.
Kia menikmati kembali perjalanan pulangnya, enam tahun berada di kota dengan ikon ikan dan buaya itu membuatnya selalu senang, tepatnya berada di pinggiran kotanya, jadi kenyamanan dan ketenangan masih bisa di rasakan.
Soal keuangan, Kia selalu bersyukur akan kelebihan yang di berikan sang pencipta padanya, otak encer dan cerdas membuatnya bisa melakukan pekerjaan yang bisa di lakukan di rumahnya, dengan mengandalkan laptop canggih dan ponselnya dia bisa bekerja di rumah saja.
Tidak ada kata santai walaupun dia tak pernah berangkat dan pulang dari sebuah kantor atau perusahaan seperti orang-orang yang bekerja pada umumnya, namun kesibukannya melebihi mereka semua.
Bisa di bilang, Kia bekerja untuk beberapa perusahaan besar, memberikan jasanya dengan serius seperti yang diminta oleh perusahaan, untuk itu, terkadang Kia sampai kehabisan waktu, tidak sempat keluar rumah dan bahkan makan hanya dengan membeli makanan jadi dari sekitar rumah kontrakannya.
Dari hasil jerih payahnya, Kia tak pernah kekurangan yang namanya uang, bahkan dirinya semakin gemar berbagi kala uang di rekening semakin menumpuk.
Jiwa bisnis dalam dirinya pun tak hilang begitu saja walaupun dengan kehidupan yang begitu sederhana, beberapa aset pun telah berhasil dia miliki, tentu dia memilih aset pasif yang menghasilkan namun tak begitu merepotkan, Rumah kontrakan dan kos-kosan di sekitar tempat-tempat perkuliahan menjadi pilihan.
Seperti yang selalu di ajarkan, semakin kamu banyak memberi maka akan semakin banyak dan berlipat-lipat kamu mendapatkan kembali, begitulah yang terjadi saat ini dengan Kia, hingga semua tetangga dan kerabat begitu menyukainya.
Hidup memang penuh dengan lika likunya, tak selalu hal baik yang diterima, namun kepahitan juga di rasakan, hingga akhirnya Kia memutuskan berada jauh dari keluarga besarnya, itu semua karena kerumitan masalah yang dihadapinya.
Sejenak Kia melihat jam tangannya, rupanya sudah jam sebelas siang, pantas saja perutnya mulai meronta-ronta, separo bubur ayam jelas tak bisa mengganjal lambungnya, akhirnya Kia melipir ke sebuah warung nasi langganannya.
"Wah, siang mbak Kia" sapa pemilik warung ramah.
"Siang mbok Nah, seperti biasanya" Kia tersenyum ramah, dan menunggu bungkusan nasi yang masih di racik dengan segera.
Maklum, Kia memang orang yang tidak suka menyantap makanan di tempatnya, dia lebih suka di bungkus dan di bawa pulang untuk dinikmati di kediamannya sendiri.
"Ngomong-ngomong tempat mbak Kia itu mau di jual lho, apa mbak Kia sudah tau?" Mbok nah memulai perbincangannya.
"Sudah mbok"
"Terus, gak mbak Kia beli?"
Kia tersenyum kembali sebelum menjawabnya, "Rencana sih begitu, tapi urusannya masih ruwet"
"Ha, kok ruwet mbak?"
"Iya mbok, anak-anaknya masih berebut hak warisan rumah itu, aku hanya menunggu saja akhirnya nanti bagaimana"
"Owalah, iya-iya, mbok juga dengar kalau masalah itu, memang ya, kadang warisan itu malah membawa petaka kalau yang di kasih masih kurang saja"
Kia tersenyum sambil mengangguk, fenomena harta warisan dimana saja hampir sama, selalu membawa masalah jika tidak di bagi sebelum yang punya meninggal dunia, sifat manusia memang selalu kurang, walaupun itu sudah di takdir kan.
"Ini mbak, lengkap sama lauk kesukaan mbak Kia, hari ini masakan warung mbok semuanya ada"
"Alhamdulillah, makasih mbok" Kia menyerahkan uang seratus ribuan.
"Eh, ini kebanyakan mbak Kia, tunggu kembaliannya!" Teriak mbok nah tergopoh-gopoh mengejar Kia yang sudah bertengger di jok sepeda motor maticnya.
"Kembaliannya buat mbok nah saja, semoga rezekinya lancar!" Teriak Kia yang sudah menarik gas dan melaju begitu saja.
"Eh mbak Kia!, tunggu!, Aminn!!" Teriaknya yang jelas tak bisa mengejar orang yang akan di berikan kembalian nya.
"Alhamdulillah, makasih mbak Kia, makasih ya Allah" gumam mbok nah yang masih melihat sepeda motor langganannya itu terus melaju hingga hilang dalam pandangan.
"Mbak Kia kabur lagi mbok?" Tanya seorang anak kecil sambil tertawa.
Mbok Nah berbalik sambil mengangguk, ada senyuman yang membuat anak kecil itupun membalasnya.
Bersambung.
Tiba di rumahnya, Kia segera membuka pintu setelah memarkir sepeda motornya di halaman depan begitu saja, sudah biasa dilakukan, jadi sepeda akan tetap aman di tempatnya, palingan Kia akan memasukkan rumah jika malam telah larut dan menjelang tidur.
"Akhirnya" gumamnya sambil membawa piring sebagai alas nasi bungkus yang akan di nikmati nya.
Dan pada akhirnya, kini nasi bungkus itu perlahan tapi pasti masuk ke dalam kunyahan nikmat pemiliknya, saat semuanya begitu sempurna di rasakan, Kia melihat ada sebuah pesan masuk di email pribadinya.
"Ambarawa Company?" Gumam Kia dengan alis hampir terpaut karena nampak jelas ada pesan masuk dari perusahaan besar yang sekarang sedang di jadikan banyak perbincangan karena kekuasaan bisnisnya.
*
*
Seorang laki-laki tengah menahan rasa sakit di kepalanya, dengan sekuat tenaga kesadarannya berusaha di pulihkan bagaimanapun caranya.
"Sial, apa yang terjadi denganku" gumamnya berusaha untuk terus berdiri dan melangkah pergi dari hiruk pikuk pesta.
Namun tiba-tiba sebuah jari jemari lentik menyentuh lengannya, perlahan masuk di sela lipatan lengan dan kini berusaha untuk memapahnya.
"Bapak harus segera istirahat, sudah saya pesankan tempat" begitulah kata-kata yang tertangkap telinganya.
"Antar aku pulang, jangan macam-macam!" Perintahnya.
"Tidak bisa pak, kali ini turuti saja perkataan saya" wanita itu pun membawa laki-laki itu memasuki sebuah kamar Eksklusif yang ada di gedung itu.
"Keluar!" Teriaknya.
"Kenapa bapak mengusir saya, harusnya bapak berterima kasih" wanita itu tidak terima.
Masih berusaha untuk menyadarkan dirinya, tiba-tiba saja pemandangan tak sopan kini terpampang di depan matanya
"A-apa yang kamu lakukan?" Ucap gugup laki-laki itu dan berusaha mundur karena hawa panas di tubuhnya seolah memerintahkan hal lain.
"Saya tau apa yang bapak inginkan saat ini, jangan menyiksa diri pak, saya siap memberikan apapun yang anda minta"
"Kau gila!" Teriaknya.
"Iya, saya gila, karena bapak, saya gila karena jatuh cinta sendirian, saya gila karena di pikiran saya hanya ada kamu bapak Galang!"
"Jangan mendekat!" Laki-laki itu pun terus mundur sambil melangkahkan kakinya yang semakin goyah karena pengaruh obat yang sudah masuk dalam tubuhnya.
Bayangkan, disaat tubuhnya begitu menginginkan pelepasan, disambut dengan tubuh wanita yang kini sudah tanpa busana, dengan sekuat tenaga dan peluh yang bercucuran sang Bos laki-laki itu pun menahan.
Wanita itu tak membiarkan, baginya ini adalah kesempatan yang tak bisa di biarkan begitu saja, terlalu sulit untuk menggapai laki-laki impiannya, dan jalan menjebaknya adalah pilihan terakhir baginya, setidaknya dia akan hamil anaknya dan masalah akan beres, begitu pikirnya.
"Akh!, lepaskan!" Teriaknya saat tangan wanita itu kini menguasai tubuhnya, berusaha melucuti pakaiannya dan bahkan dengan berani menyentuh miliknya yang menegang sempurna.
"Ohhh, ini besar sakali, aku suka, masuki aku sekarang juga sayang" suara mendayu seorang wanita yang tengah berbuat nekat.
"Akh!" Laki-laki itu berusaha melepaskan diri walaupun wanita itu kini sudah menungganginya.
Hampir saja, bagian terakhir dari kain yang membungkus area sensitifnya terbuka, tiba-tiba saja_
Brak!
Pintu kamar di dobrak hingga lepas dari tempatnya.
"Dasar wanita gila!"
"Ja-lang sialan!"
"Brengsek!"
Tiga orang mengucapkan makian yang berbeda, dengan sigap melemparkan tubuh wanita itu ke sembarang arah agar tidak menyentuh tubuh Bosnya.
"Kau tidak apa-apa Galang?!"
"Kepalaku zek!" Ucap Galang yang kini berusaha menutupi tubuhnya.
"Aku akan mengatasi wanita ini!" Teriak salah satu laki-laki tadi.
"Pecat dan jauhkan dia dari perusahaan ku Bram!" Perintah Galang.
"Siap Pak!" Jawab Bramana sang ketua kemanan tingkat tinggi.
Sementara satu orang lagi, menyimpan semua bukti-bukti gambar atau foto yang sudah berhasil dia ambil untuk bukti nanti jika wanita itu berulah kembali.
"Bagaimana keadaan pak Galang?" Tanya Indra kepala IT di perusahaan.
"Kita harus membawanya ke Rumah sakit, sebelum dia memper-kosa kita berdua" jawaban yang membuat Indra ingin tertawa, tapi berusaha di tahan karena sang Bos kini tengah menyorot dengan mata murkanya.
Akhirnya malam itu juga, seorang pemilik perusahaan Ambarawa Company yang bernama Pradana Galang Ambarawa harus dirawat di sebuah Rumah Sakit Besar dengan pengawalan ketat dari anak buahnya.
Kasus seperti ini sebenarnya bukan hal baru lagi, sebelumnya juga selalu berakhir dimana Personal Asistennya menyatakan cinta dan berbuat yang tidak-tidak untuk mendapatkan perhatiannya.
Maklum, pesona sang pemilik Ambarawa Company memang tidak diragukan lagi, membuat wanita yang di dekatnya langsung jatuh cinta dan ingin memiliknya.
Namun kasus terakhir ini adalah yang paling parah, hingga akhirnya orang kepercayaannya yang tak lain adalah Zaki Mubarak biasa dipanggil Zek memutuskan, akan mengambil Personal Asisten yang tak harus datang ke tempat kerja.
Pagi yang membuat sang pemilik Ambarawa Company sejenak kebingungan, perlahan berusaha mengingat apa yang telah terjadi dan hembusan nafas kasar pun terdengar.
"Wanita itu benar-benar gila" ucapnya saat tangan kanan di perusahaannya masuk.
Zaki hanya tersenyum, mengangkat kedua bahunya menandakan bahwa dirinya pun tak pernah menyangka.
"Meta Kumala, dia wanita yang telah melalui beberapa seleksi sebelum akhirnya lolos menjadi asisten pribadi mu, sayang sekali, bagaimana dia bisa berubah gila seperti itu"
Galang hanya menatap Zaki sesaat, lalu kemudian mengalihkan pandangan sebelum akhirnya mengucapkan perintah nya.
"Carikan Aku Asisten yang tidak perlu datang ke kantor sesuai saran mu, dan usahakan secepatnya, aku dengar kalian sudah punya kandidat nya"
"Hem, Sukma sebagai kepala HRD sudah berusaha menghubungi, ada tiga kandidat kuat, dan mereka harus menghadap langsung ke perusahaan setidaknya sekali sebelum nantinya mulai bekerja"
"Aku tau, lakukan saja prosedurnya, jangan sampai ada yang terlewat, apalagi kejadian seperti semalam, jangan sampai terulang lagi, cukup ini yang terakhir kali"
"Siap pak Galang"
"Sialan!, jangan bersikap resmi dan membosankan jika tidak di dalam perusahaan, kau menyebalkan!" Protes Galang ke Zaki yang tengah tertawa.
Bersama dengan itu juga, datang lah Sukma Maharani sang kepala HRD yang sempat di perbincangkan tadi.
"Syukurlah, sepertinya bos kita ini sudah membaik" ucapnya sambil meletakkan beberapa buah diatas meja.
"Dia trauma, kelihatannya saja baik-baik saja" jawab Zaki sambil melangkah mendekati Sukma.
"Oh ya?, memang se cerah itu wajah orang yang mengalami trauma?"
"Ck, jangan di bahas lagi, itu tidak penting, bagaimana tugasmu mencarikan ku Personal Asisten yang tidak perlu bertatap muka dengan ku, apa sudah berhasil?"
"Siap Bos, tentu saja, hanya tinggal selangkah lagi, dan tentu kita harus bertemu langsung untuk mengikat kontrak dan semua urusannya"
"Aku tau, kapan?" Tanya Galang nampak tak sabar, bukan karena apa, tapi jadwal padatnya yang akhirnya tak beraturan sudah cukup membuatnya pusing jika tidak segera diatur sedemikian rupa, jadi keberadaan asisten pribadi baginya sangat penting saat ini.
"Setelah Tuan Pradana Galang Ambarawa sehat secara mental dan keluar dari sini tentunya" jawab Sukma Maharani dengan senyuman, sambil menatap Zaki yang akhirnya tertawa kecil disana.
Sebenarnya Zaki masih bisa membantu, tapi kesibukan di perusahaan tak memungkinkannya untuk terus melakukan hal itu, takut membuat keadaan perusahaan makin tak kondusif karena pekerjaan yang tak seharusnya, dan Galang tentu tak mau menempuh resiko itu.
Bersambung.
Jangan lupa like, Vote dan Komennya.
Akhirnya di hari ke tiga, Galang diperbolehkan untuk pulang, melihat dokter sudah menyatakan bahwa bos besar Ambarawa Company sudah dinyatakan sehat secara fisik dan mental.
Hari keempat, Galang yang memang selalu serius dengan waktu sudah mulai memasuki perusahaan dengan segala macam urusannya.
Seperti yang di khawatirkan, dia kewalahan mengatur agenda tugasnya sendiri walaupun masih di bantu oleh Zaki.
Di hari yang begitu penat pun, akhirnya Galang keluar dari kantornya untuk merilekskan pikirannya sejenak, sungguh dirinya tak bisa berpikir baik jika semua tak beraturan dalam otaknya.
"Turunkan aku disini pak" ucap Galang ke sopir pribadinya yang hampir dua puluh menit hanya berputar-putar saja karena perintah sang majikan yang tidak jelas.
"Siap Tuan" serunya seolah begitu senang, akhirnya kaki dan tangannya yang tegang mengemudi bisa beristirahat kembali.
"Tunggu disini" hanya itu perintahnya, dan pak sopir pun hanya mengangguk patuh sambil melihat kemana langkah sang Bos yang akhirnya menghilang memasuki taman kota yang kebetulan agak sepi di siang hari.
Duduk di kursi kosong, dihadapkan dengan hamparan rumput hijau dimana banyak sekali pepohonan rindang dan bunga warna warni disana, pemandangan yang sangat elok dan menyejukkan.
Terdengar tarikan nafasnya beratnya, merasakan hidupnya yang begitu monoton setiap harinya, semenjak kepindahan seorang Galang untuk memimpin perusahaan enam tahun yang lalu, hanya bekerja dan memajukan perusahaan saja yang dia tau.
Kekasih?, dia bahkan tak memikirkan hal itu, walaupun banyak sekali wanita yang berusaha mendekati dan merayunya dengan berbagai gaya dan cara, mulai dari yang biasa hingga begitu ekstrim.
Sedingin itulah sosok Pradana Galang Ambarawa, hingga tak ada satu wanita pun yang bisa menarik atau hanya sekedar menyeret perhatiannya.
Beruntung hidupnya masih bisa sedikit berwarna dengan hadirnya beberapa sahabat yang kini sudah bekerja di perusahaannya, contohnya Zaki, Sukma dan Indra.
Tiga orang penting dalam perusahaan yang sekaligus adalah sahabatnya semenjak kuliah di Belanda.
Galang tersentak saat merasakan ponselnya bergetar, dengan cepat meraihnya dan melihat ada pesan masuk dari kepala HRD, Galang segera menghubungi.
"Kau sudah memastikan dia wanita yang aman?" Tanya Galang.
"Tentu saja, dia sedikit aneh, tapi pengalaman kerja yang luar biasa dan memang dia mencari pekerjaan freelance, dan bisa dia kerjakan kapanpun dari jarak jauh, seperti keinginan Pak Galang, bagaimana?"
"Aku percaya padamu Sukma, kapan dia akan interview?"
"Belum saya putuskan pak"
"Ck, segerakan saja, dan aku percayakan padamu"
"Pak Galak tidak ikut serta?"
"Aku tidak perlu bertemu dengannya bukan?"
"Masih trauma?"
"Hanya berjaga-jaga" jawab Galang malas.
"Tapi itu tidak baik, saranku pak Galang harus profesional, sesuai aturan yang ada, kita bertemu dan melakukan interview terakhir sebelum kontrak kerja di tanda tangani, bagaimana?"
"Oh my God, baiklah, terserah kau saja"
"Baik Pak, saya pastikan kali ini sangat berbeda"
"Berbeda apanya?"
"Wanita ini pak, dia membuat saya begitu penasaran, mungkin pak Galang juga"
"Ck, gak usah aneh-aneh, aku gak ada penasaran sama yang namanya wanita, yang ada malah bikin stres saja, sudahlah, besok panggil kemari dan kita bertemu"
"Siap pak!"
"Kurangi volume suaramu jika bicara dengan ku Sukma, bisa-bisa kau merusak gendang telingaku"
Dan berakhir dengan suara tawa di sana, akhirnya Galang pun memutuskan sambungan ponsel sepihak sebelum telinganya bertambah sakit.
Galang segera beranjak dari tempatnya, melewati beberapa jalan kecil yang berbelok-belok dengan bunga warna warni di sampingnya, dan pada akhirnya sampai juga di parkiran mobil miliknya.
"Sudah pak?" Tanya sang sopir yang tengah menikmati jajanan pinggir jalan dan terkejut melihat kedatangan majikannya,
"Hem, masuk, dan kembali ke perusahaan" perintahnya.
Sang sopir dengan tergesa membuka pintu mobilnya, lalu meminta ijin untuk membayar semua makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya.
Galang menggeleng perlahan, pasalnya bukan hanya satu jajanan saja yang sudah di makan sang sopirnya, lebih dari tiga, bayangkan jika dirinya menyuruhnya menunggu lebih lama lagi, bisa-bisa semua jajanan pinggir jalan itu sudah masuk dalam perutnya.
Dalam perjalanan, Galang membuka tablet canggihnya dan membaca sebuah email yang dikirim oleh Sukma padanya, semua data wanita yang akan di interview besok sudah ada disana.
Satu persatu di baca, dan kali ini memang ada yang berbeda, wanita ini bahkan sudah memasukkan lamaran pekerjaan hampir empat kali, di awali dari enam tahun silam, dan itu artinya Galang baru saja menjabat Direktur tertinggi Ambarawa Company.
Sebuah pengalaman kerja yang tinggi, dan hanya satu kali dia bekerja langsung, selebihnya semua sejarah kerja yang dilakukan secara online.
Bukan hanya perusahaan di dalam negeri saja, bahkan beberapa kali dia mampu bekerja di perusahaan Asing dengan gaji yang sangat tinggi, jelas saja dia mengejar kerja di perusahaannya, karena seperti yang terlihat, sepertinya wanita ini juga sangatlah teliti dalam hal gaji yang akan diterimanya.
Satu lagi yang membuatnya nya begitu penasaran, dari semua data diri, jika Foto adalah salah satu hal penting pagi para pelamar kerja untuk menarik perhatian pembaca CV nya, justru ini berbeda, sama sekali tidak ada Foto terpampang di File yang dikirimnya.
"Hem, menarik" gumam Galang pelan tanpa disadari.
Segera Galang menghubungi kembali, namun kali ini bukan Sukma sang kepala HRD, tapi tangan kanannya yang tak lain adalah Zaki.
"Ada apa, aku sedang meeting penting dengan perusahaan asing, jangan menganggu"
"Sial, aku Bos mu jika kau lupa!" Sahut Galang agak kesal juga, dan Disambut tawa oleh Zaki disana.
"Baiklah Bos, katakan ada apa?, jangan buang waktuku untuk kemajuan perusahaan mu, mengerti?"
"Besok ikut aku"
"Kemana?"
"Interview, calon asisten pribadi ku"
"Kenapa harus aku?"
"Yang terakhir aku melakukannya hanya dengan Sukma, hasilnya kamu lihat sendiri"
"Oh my God, bukankah kau sendiri sudah cukup bisa membaca karakter seseorang?"
"Kali ini berbeda, wanita ini unik kata Sukma, aku bahkan tak bisa melihat foto wajahnya dari data yang dia kirim"
"Cari yang lain saja!"
"Ck, jam terbangnya tinggi, bahkan beberapa nama perusahaan besar yang berada di mancanegara"
"What?" Ucap Zaki terkejut.
"Besok cancel semua urusan di jam sembilan sampai sebelas siang, mengerti?"
"Baiklah, siap!"
Dan perbincangan pun berhenti, Galang kini menutup tabletnya dan berkutat dengan pikirannya sendiri, walaupun matanya melihat semua pemandangan jalanan yang terhampar di depan matanya.
Tak lama terdengar ponselnya kembali berbunyi, kali ini rupanya Sukma sedang menghubungi.
"Ada apa?"
"Penasaran kan?" Tanya Sukma.
"Tidak, hanya aku lebih berhati-hati kali ini, dan terpaksa melibatkan banyak orang"
"Halah, alasan"
"Sudahlah, persiapan tempat untuk interview besok, pakai proyektor, dan aku ingin semua divisi ikut serta disana, Katakan pada mereka setiap divisi wajib memberikan satu pertanyaan"
"Kau ini ingin interview apa interogasi?"
"Terserah mau dibilang apa, jika dia mau bekerja denganku harus mampu melewati ini semua" jawab Galang.
"Hehhh, Iya, baiklah, Pak Galang Bosnya, dan saya akan lakukan perintahnya" jawab Sukma yang sangat kelihatan sekali sebenarnya dia tidak terima.
"Lakukan dengan baik, jangan lupa besok semua kepala divisi harus hadir di jam sembilan sampai sebelas siang, jangan ada yang terlambat"
"Okey, aku akan sampaikan hal ini ke mereka, tapi apa ini tidak berlebihan?"
"Tidak, ini prosedur efektif yang harus aku lakukan, untuk menghindari kelakuan aneh asisten pribadi ku di kemudian hari"
"Tapi dia tidak bertemu dengan mu pak, dia bekerja online, apa pak Galang lupa?"
"Kejahatan dunia Maya bisa lebih kejam saat ini, jangan lupa itu Sukma"
"Okey-okey, aku akan tetap kalah juga"
"Hem, karena aku Bos dan kau anak buah"
"Tidak usah diingatkan, aku tau hal itu, dan kau yang memaksaku bekerja padamu dulu"
"Bukankah kau sahabatku?"
"Heleh, kalau sudah begini selalu mengeluarkan kata-kata itu, ya sudah aku akan persiapan untuk persidangan besok"
"Interview" sahut Galang.
"Bagiku mirip persidangan" jawab Sukma.
"Terserah"
Dan akhirnya sambungan ponsel itu di hentikan, Galang pun segera keluar dari mobil dan memasuki Ambarawa Company.
Bersambung
Mohon Komennya dong, Terimakasih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!