Wiu-wiu-wiu-wiu wiu-wiu-wiu-wiu-wiu-wiu.
Suara Ambulance yang memasuki pekarangan rumah sakit, beberapa suster langsung lari dengan mendorong berankar pasien. Ketika mobil Ambulance itu berhenti perawat yang keluar dari mobil tersebut langsung buru-buru memindahkan pasien tersebut ke atas tempat tidur pasien.
Salah satu perawat langsung memasangkan alat infus kepada pria yang tidak sadarkan diri itu dan satu pasien juga melakukan pertolongan pertama dengan memompa dadanya.
Pasien berusia 70 tahunan itu dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami serangan jantung secara mendadak.
"Bagaimana dengan pasien!" tiba-tiba Dokter cantik memakai hijab terlihat panik menghampiri pasien yang masih didorong tersebut.
"Kondisinya memburuk Dokter Tavisha," jawab Suster.
"Kamu pasang alat pernapasannya!" titah Tavisha yang juga memberikan pertolongan pertama pada pasien tersebut.
Mereka tidak mendorong tempat tidur itu untuk sementara karena harus memasang alat pernapasan dan Dokter yang menyuntikkan sesuatu.
"Mana Dokter di rumah sakit ini!" ditengah ketegangan menyelamatkan nyawa pasien tersebut yang tiba-tiba saja terdengar suara ribut-ribut dan bahkan suara bentakan.
Terlihat berapa orang pria yang membawa senjata dengan mendorong kursi roda yang terlihat seorang pria yang terluka parah di bagian kepala dan dada.
"Aaaaaa!" penghuni rumah sakit berteriak saat pistol itu ditodongkan kepada mereka, dengan ketakutan yang mencoba untuk mencari tempat persembunyian.
"Siapa mereka?" tanya Suster yang juga terlihat takut melihat kejadian itu sekitar beberapa meter dari tempat mereka.
"Perhatikan pekerjaan kamu!" titah Tavisha yang memang sejak tadi fokus dan tidak menoleh ke arah kejadian tersebut yang mana orang-orang tersebut membuat onar di rumah sakit.
Dorrrr
"Aaaaaa!" semua orang berteriak dan begitu juga dengan Tavisha kaget mendengar suara tembakan itu yang ternyata salah satu Suster ingin menghubungi pihak keamanan tetapi baru saja tangannya ingin mengambil telepon yang tiba-tiba saja sudah ditembakkan pada telepon tersebut.
"Jangan ada yang berani macam-macam di sini. Kerahkan semua Dokter di rumah sakit ini!" tegas pria itu memberi ancaman yang membuat suasana semakin tegang.
Mata pria itu tiba melihat ke arah pasien yang sedang di tangani Tavisha yang membuatnya langsung menghampiri.
"Kau Dokter!" Tavisha membalikkan tubuh salah satu dari orang-orang yang membuat kekacauan itu sudah berdiri di depannya.
Pria tampan sekitar berusia 30 tahunan yang menodongkan pistol kepada Tavisha, wajah pria itu memerah yang penuh dengan amarah, sangat menyeramkan seolah ingin menerkam semua orang yang ada di rumah sakit itu, dengan tatapan mata yang begitu sangat dingin.
"Jawab!" bentaknya membuat Tavisha kaget.
"Pelankan suara Anda. Apa Anda tidak melihat saya memakai jubah putih saya juga sedang menangani pasien," jawab Tavisha dengan sangat lembut.
"Tinggalkan dan urus ini!" tegas pria itu dengan mengarahkan kepalanya pada pasien yang semakin parah yang sudah berada di belakangnya. Mata Tavisha juga melihat hal itu.
"Kau tidak bergerak juga?" tanya pria itu.
"Maaf saya harus menangani pasien ini," sahut Tavisha memang harus menolong pertama pasien yang juga membutuhkan pertolongan.
"Anda bisa melakukan pendaftaran dan Suster akan membawa pasien ke ruangan Icu lalu akan segera ditangani Dokter," ucap Tavisha dengan tegas yang kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Apa peluru ini harus sampai ke dadanya agar kau berhenti!" Tavisha kembali menghentikan pekerjaannya saat mendengarkan ancaman itu dan sementara suster yang berada di sekelilingnya sudah semakin takut melihat orang-orang tersebut.
Tavisha kembali menoleh ke arah belakang pria tersebut dan sekarang pistol itu sudah pada dahinya.
"Kau tangani secepatnya atau aku juga mengirimmu ke neraka sekalian!" titah pria itu.
"Dokter kami akan membawa pasien keruang UGD dan akan ditangani Dokter lain," ucap Suster memberi saran yang sejak tadi sudah sangat gemetar.
"Baiklah!" sahut Tavisha yang akhirnya setuju.
Beberapa Suster langsung mendorong pasien yang mengalami serangan jantung itu dan sebagian lagi langsung mengambil alih untuk mengurus pasien yang terluka parah di atas kursi roda itu.
Tavisha tidak punya pilihan lain yang akhirnya menuruti permintaan pria yang penuh dengan amarah itu.
"Untuk kalian semua yang ada di sini berani macam-macam kalian akan menjadi mayat di rumah sakit ini!" ucap pria memberikan ancaman yang pasti tidak ada yang berani melakukan hal itu karena juga takut menjadi sasaran.
Akhirnya pasien yang terluka parah itu dibawa ke ruang UGD. Tavisha menjalankan tugasnya sebagai Dokter secara profesional yang memang harus menangani pasien.
"Maaf silahkan menunggu di luar!" Suster mencoba menghalangi pria tersebut saat ingin masuk.
"Siapa kau berani membuat peraturan," jawabnya dengan suara berat.
Tavisha mendengar pembicaraan itu yang membuatnya meninggalkan pasien sebentar dan langsung menghampiri pintu ruang UGD yang terlihat ada beberapa pria yang bagian dari mereka ingin masuk ke dalam ruangan itu.
"Maaf tolong ikuti peraturan yang ada di rumah sakit ini," ucap Tavisha memberikan pernyataan.
"Aku tidak menyuruhmu untuk berbicara kau hanya bertugas untuk menyelamatkan dia!" tegas pria itu.
"Tapi tidak boleh ada yang masuk dan apalagi seramai ini," ucap Tavisha yang sangat berharap pria itu mendengarkannya.
"Aku harus tahu apakah kau benar-benar menangani pasien dengan baik apa tidak. Aku tidak bisa mempercayai siapapun!" tegas pria itu.
"Masuk dan kembali tangani pasien!" pria itu lagi-lagi memberikan ancaman dengan menodongkan senjata.
"Hanya 1 orang saja. Aku tidak akan bisa konsentrasi jika dilihat banyak orang seperti ini," ucap Tavisha memberikan syarat.
Pria itu tidak mengatakan apapun dan Tavisha kembali memasuki ruang UGD dan pria itu juga mengikuti yang ternyata pria itu mau mendengarkan hanya dia yang masuk ke dalam ruang UGD tersebut dan sementara yang lain menunggu.
Suster yang ikut menemani Tavisha sudah takut yang pasti kali ini baru terjadi seumur hidupnya bagaimana dia menangani pasien dan mendapatkan ancaman dari beberapa orang secara bersamaan.
"Pasang semua alat medisnya!" titah Tavisha berikan perintah kepada suster yang mana mereka semua berusaha untuk profesional dan menghilangkan rasa ketakutan saat ditonton.
Pria tersebut terus saja melihat bagaimana pria yang sepertinya sebaya dengannya itu ditangani.
"Apa yang kau berikan!" tiba-tiba saja Tavisha mengerutkan dahi saat pria itu bertanya kepadanya di mana dirinya hendak menyuntikkan bagian lengan pasien tersebut.
"Aku mengatakannya juga tidak ada gunanya, ini cairan berupa obat, jangan khawatir aku tidak akan membunuh pasien," jawab Tavisha.
"Awas saja jika keadaannya semakin parah kau akan berurusan denganku!" tegas pria itu memberikan ancaman yang menohok
Tavisha menghela nafas yang kembali melanjutkan pekerjaannya. Tavisha berusaha profesional yang mulai membuka pakaian pria tersebut karena juga terdapat luka tembakan di bagian dadanya.
Kondisi pasien yang benar-benar darurat membuat Tavisha harus mengoperasi pasien tersebut. Pria itu tetap saja menjadi penonton yang sedikit-sedikit sangat khawatir jika pasien tersebut sampai kenapa-napa dan dia selalu memperhatikan apapun yang dilakukan Dokter bersama suster.
Dari membedah bagian yang terdapat peluru dan sampai akhirnya berhasil mengeluarkan peluru tersebut. Kondisi pasien juga semakin parah yang mungkin terlalu lama tidak ditangani yang akhirnya pasien mengalami kekurangan darah yang cukup banyak.
"Dokter denyut jantungnya lemah!" ucap Suster mengingat.
"Apa yang sudah kalian lakukan?" tanya pria itu menekan suaranya yang malah menyalahkan Dokter dan Suster tersebut di saat temannya semakin kritis
Bersambung.....
Pria tersebut semakin panik yang sudah mendekati Tavisha. Bagaimana dia tidak panik ketika melihat temannya itu sudah mulai kejang-kejang.
"Kau sengaja membunuhnya?" tanya pria itu.
"Kondisi pasien memang memburuk. Pasien banyak kehilangan darah!" tegas Tavisha.
"Aku tidak mau tahu bagaimanapun dia tidak boleh mati kau harus berusaha!" tegas pria itu.
"Suster tolong cek stok darah rumah sakit!" ucap Tavisha memberi perintah.
Suster langsung buru-buru keluar dari ruang perawatan. Tavisha berusaha untuk menyelamatkan pasien, hari ini Tavisha benar-benar sangat kacau menangani pasien sembari diawasi seperti itu yang membuat konsentrasinya justru terbagi-bagi.
"Awas saja jika sampai dia mati. Kau akan berurusan denganku dan aku akan mengirim mu ke neraka!" lagi-lagi pria itu hanya bisa memberikan ancaman saja.
Tavisha berusaha untuk tidak mempedulikan yang tetap menangani pasien semampunya, mereka juga sudah melakukan penjahitan pada luka operasi tersebut. Kondisi pasien memang tidak stabil terkadang menurun dan terkadang juga ada peningkatan.
Pintu ruangan UGD kembali terbuka yang mana Suster telah kembali.
"Dokter kita kehabisan stok darah AB," ucap Suster tampak takut takut mengatakan hal itu yang pasti dia sudah mendapatkan tatapan tajam dari pria tersebut.
"Apa rumah sakit ini tidak bisa bekerja dengan baik? bagaimana mungkin rumah sakit sebesar ini dan tidak ada darah yang di butuhkan," pria itu kembali protes.
"Kami akan melakukan yang terbaik, tolong beri saya waktu dan jangan terus menekan saya yang adanya pasien akan semakin parah!" tegas Tavisha.
"Kau sejak tadi terlalu banyak bicara. Apa dengan kau bicara seperti ini, pasien akan sembuh?" tanya pria itu.
"Lalu apa Anda sejak tadi tidak berhenti memberikan ancaman menodongkan pistol dan membuat kekacauan di rumah sakit pasien juga akan sembuh!" Tavisha kembali membalikkan pertanyaan itu.
"Jika Anda sejak tadi meragukan saya kenapa bukan Anda saja yang mengobati pasien dan tidak perlu membawa ke rumah sakit ini!" lanjut Tavisha pasti sudah semakin kesal melihat pria itu sehingga terjadi perdebatan diantara mereka.
Pria itu baru terdiam.
Tavisha yang kembali fokus pada pasiennya yang mengabaikan pria itu yang sekarang sudah tidak bicara lagi.
"Jika ada keluarga dengan golongan darah yang sama, sebaiknya langsung donorkan saja tanpa menunggu donor dari rumah sakit," ucap Tavisha memberikan saran tanpa melihat ke arah pria itu.
"Darahku, AB," jawabnya dengan datar.
"Suster bawa dia untuk melakukan transfusi darah!" titah Tavisha.
"Baik Dokter," sahut Suster yang menghampiri pria itu.
"Siapa nama tuan, saya harus daftarkan untuk memenuhi prosedur transfusi darah," ucap Suster yang terlihat takut-takut saat berbicara.
"Tuan!" Suster yang kembali menegur.
"Kastara!" jawabnya yang akhirnya menyebutkan nama itu.
"Kalau begitu! Mari tuan ikut saya!" ucap Suster.
"Aku hanya pergi sebentar dan jika kau sampai macam-macam kepadanya, aku tidak akan melepaskanmu!" tegas Kastara yang membuat Tavisha sejak tadi hanya diam saja dan terserah saja apapun yang dikatakan pria itu.
Akhirnya pria itu pergi juga yang membuat Tavisha menghela nafas.
"Terus marah-marah dan bukannya membantu malah membuat suasana semakin kacau. Huhhhhh," gumam Tavisha yang kembali melanjutkan pekerjaannya.
Akhirnya Setelah beberapa jam melakukan operasi pada pasien yang mengalami luka di bagian dada dan kepalanya itu akhirnya pasien berhasil melewati masa kritisnya dan juga sangat cepat mendapatkan donor darah yang tak lain dari Kastara.
Tavisha yang sekarang berada di ruangan pembersih setelah melakukan operasi yang terlihat mencuci tangannya dengan beberapa suster yang juga ikut bersamanya tadi.
"Baru kali ini mengoperasi pasien dengan jantung berdebar bukan karena pasien takut kenapa-napa tapi justru takut kita yang menjadi pasien," ucap salah satu Suster memang baru bisa bernafas lega ketika mereka sudah keluar dari ruang operasi dan pasien tersebut juga sudah dipindahkan ke ruang perawatan.
"Dokter Tavisha, bagaimana dengan pria itu apa masalah ini tidak akan diselesaikan dengan hukum. Karena bagaimanapun mereka sudah mengganggu ketentraman di rumah sakit ini dan terlebih lagi mengancam nyawa kita?" tanya Suster.
"Untuk masalah itu saya tidak tahu. Kita sekarang sudah berada di tempat yang aman, sudah tidak mendapatkan ancaman lagi dan pasien juga alhamdulillah sudah membaik, serahkan saja semua kepada tim rumah sakit tindakan apa yang akan mereka lakukan. Saya tidak ingin ikut campur terlalu jauh," ucap Tavisha yang memang hanya seorang Dokter pasti kekacauan yang terjadi di rumah sakit adalah urusan rumah sakit.
"Suster apa kamu sudah memberikan vitamin kepada pasien yang baru saja mendonorkan darahnya?" tanya Tavisha.
Suster tersebut menggelengkan kepala dengan samar yang membuat Tavisha mengerutkan dahi seolah bertanya kenapa.
"Saya sudah cukup Dokter menangani pasien itu, saya takut kembali untuk bertemu dengannya," jawabnya.
"Tetapi apapun itu Suster memiliki kewajiban untuk memastikan pasien dalam keadaan baik-baik saja dan apalagi baru saja selesai bukan transfusi darah yang artinya suster harus bertanggung jawab untuk memberikan vitamin agar kondisinya jauh lebih membaik," ucap Tavisha menyarankan.
"Tetapi yang saya lihat mau sebanyak apa darahnya didonorkan, kondisinya juga terlihat baik-baik saja dan tidak perlu diberikan vitamin," ucap Suster.
"Kamu tidak boleh mengatakan seperti itu. Apapun itu pasien harus tetap diberikan vitamin," sahut Tavisha.
"Dokter, Please jangan saya yang melakukannya," ucap Suster terlihat memang memiliki ketakutan untuk bertemu kembali dengan pasien yang Arogan itu.
"Baiklah, biar saya yang mengecek pasien tersebut," ucap Tavisha.
Suster mengangguk dengan menghela nafas, dia seakan kembali diberikan kehidupan.
Setelah Tavisha sudah kembali mengganti pakaiannya dengan pakaian Dokter yang akhirnya Tavisha memasuki ruangan perawatan pasien yang baru saja mendonorkan darahnya.
"Anda mau kemana?" tanya Tavisha begitu membuka ruangan tersebut dan lihatlah bagaimana Kastara yang ingin mencopot infus di punggung tangannya.
"Untuk apa juga aku berada di sini!" pria itu kembali bertanya.
"Untuk pemulihan, kamu baru saja mendonorkan darah kamu yang artinya banyak tenaga yang terkuras, kenapa tidak memakan makanannya?" mata Tavisha melihat makanan yang berada di atas nakas yang memang disediakan untuk pasien.
"Aku tidak bisa makan secara sembarangan," jawabnya.
"Ini rumah sakit dan tidak mungkin meracuni kamu. Kamu harus memakan makanan itu agar mendapatkan pemulihan dan baru bisa meminum vitamin," ucap Tavisha.
"Siapa kau yang berani mengaturku," sahut Kastara.
"Jika sudah berada di rumah sakit dan juga berada di ruangan pasien. Maka mengikuti peraturan yang ada," jawab Tavisha.
Kastara mendengus kasar dan kemudian dengan sangat cepat dia benar-benar mencopot infus di punggung tangannya itu yang membuat Tavisha kaget.
"Hey..." Tavisha bahkan tidak punya kesempatan untuk mencegah.
"Jangan pernah samakan aku dengan pasien di rumah sakit ini dan dalam kamusku tidak pernah bisa diatur oleh orang lain," ucapnya yang berdiri.
"Kamu mau kemana?"
"Kamu makan dan minum vitamin agar kondisi kamu membaik,"
"Tanpa melakukan semua itu aku jauh lebih baik," jawab Kastara yang langsung berlalu dari hadapan Tavisha.
"Hey kamu mau kemana?"
"Kamu belum sepenuhnya pulih!"
Apapun yang di katakan Tavisha tidak didengarkan Kastara yang tetap pergi.
"Ya Allah baru pertama kali aku bertemu dengan orang seperti itu, kenapa dia begitu keras kepala," ucap Tavisha dengan geleng-geleng kepala yang harus banyak-banyak menghela nafas.
Bersambung....
Tavisha sekarang berada di ruangan pimpinan rumah sakit.
Pria berkacamata sekitar berusia 60 tahuanan itu melihat melihat rekaman CCTV bagaimana orang-orang tadi pagi yang telah membuat onar ada beberapa pria dan termasuk Kastara yang mengintimidasi Tavisha.
"Kamu mengenal mereka Tavisha?" tanya pria itu.
"Tidak Om. Saya juga kaget tiba-tiba saja mereka datang membawa pasien yang terluka parah," jawab Tavisha.
"Apa yang mereka lakukan merupakan ancaman yang besar. Apa pasien yang terluka itu masih berada di rumah sakit ini?" tanya pria itu.
Tavisha menganggukkan kepala.
"Ini sangat berbahaya, saya akan melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib. Kita tidak tahu siapa mereka sebenarnya tetapi dengan mereka membawa senjata itu sudah hal yang sangat besar," ucap pria itu.
"Om Laksmana yakin akan memperpanjang masalah ini?" tanya Tavisha membuat Laksmana melihat ke arahnya.
"Apa maksud kamu?"
"Apa kita akan membiarkan saja seperti ini?" pria itu kembali bertanya yang membuat Tavisha menggelengkan kepala.
"Bukan begitu Om. Jujur saja Tavisha juga awalnya ingin melakukan hal yang sama ketika melihat orang-orang itu membuat kekacauan di rumah sakit. Tetapi setelah Tavisha pikir-pikir sangat wajar karena mereka khawatir akan pasien yang mereka bawa yang mengalami luka parah. Jadi menurut Tavisha ini tidak perlu diperpanjang," ucap Tavisha memberi saran.
"Bagaimana jika kejadian ini terulang kembali?" tanya Laksamana.
"Tavisha rasa kejadian ini tidak akan terulang, jika bersikap baik kepada mereka," jawab Tavisha dengan yakin.
"Baiklah! Saya mengikuti saran dari kamu, semoga saja benar bahwa kejadian ini tidak akan terulang lagi," ucap Laksamana yang membuat Tavisha menganggukkan kepala.
Dia hanya tidak ingin mendapatkan masalah dari pria tersebut yang pasti sudah mendapatkan ancaman terlebih dahulu jika masalah ini dibesarkan maka Tavisha akan menjadi sasarannya.
****
Tavisha yang terlihat berjalan begitu sangat buru-buru di koridor rumah sakit dengan Suster yang berada disebelahnya mengimbangi langkah tersebut.
"Saya sudah berusaha mencegah mereka tetapi tetap saja mereka nekat membawa pasien Dokter," ucap Suster itu yang berbicara begitu terburu-buru.
"Kita akan lihat ke kamarnya dan semoga saya mereka belum melakukan itu," ucap Tavisha yang semakin mempercepat langkahnya.
Akhirnya mereka sudah tiba di depan ruang perawatan dan yang benar saja pasien yang dimaksud Suster adalah pasien yang kemarin mengalami luka parah yang sekarang kembali didudukkan di atas kursi roda dan siapa lagi jika bukan Kastara yang mendorong kursi roda tersebut dengan dua orang yang berada di sisinya.
"Apa yang Anda lakukan?" tanya Tavisha.
"Kami harus membawanya pulang," bukan Kastara yang menjawab melainkan temannya.
"Tidak bisa kondisi pasien masih belum stabil dan tidak bisa dibawa begitu saja," tegas Tavisha.
"Bukan kau yang menentukan segalanya. Ini akan menjadi urusan kami selanjutnya! Biaya rumah sakit pasien juga sudah di bayar!" tegas Kastara.
"Kenapa Anda begitu keras kepala sekali dan bagaimana jika terjadi sesuatu pada pasien. Anda kembali menyalahkan saya dan rumah sakit ini dan padahal Anda sendiri yang sejak awal sudah membuat masalah sehingga kondisi pasien seperti ini!" tegas Tavisha.
"Aku tidak harus mendengarkan semua ocehanmu. Apapun yang terjadi pada pasien ini adalah urusanku. Kau sudah cukup ikut campur," tegas Kastara.
"Bawa dia!" titah Kastara pada dua anak buahnya itu yang langsung mendorong kursi roda dengan cepat.
"Tolong jangan membuat peraturan sendiri!" tegas Tavisha mencegah kepergian orang-orang tersebut.
"Minggir!" tegas Kastara.
"Aku bisa melaporkan kamu kepada pihak berwajib jika kamu terus membuat keonaran di rumah sakit ini!" tegas Tavisha memberi ancaman.
Kastara mendengarnya justru tertawa sinis yang mengejek perkataan Tavisha.
"Kalau begitu silakan dan aku akan menunggu mereka," Kastara yang ternyata tidak takut justru menantang Tavisha.
"Jadi sekarang kau minggir sebelum aku bertindak kasar kepadamu!" tegas Kastara.
"Baiklah! Terserah jika Anda ingin membawa pasien, maka silakan membawanya dalam keadaan seperti ini. Tetapi jika seandainya terjadi sesuatu pada pasien. Maka jangan salahkan aku dan rumah sakit ini. Ketika pasien sudah keluar dari rumah sakit ini yang artinya sudah tidak menjadi tanggung jawab Kami lagi!" tegas Tavisha memberikan pernyataan.
Kastara yang ternyata tidak peduli dengan semua apa yang dikatakan Tavisha. Dia bersama anak buahnya tetap membawa pasien tersebut yang tidak sadarkan diri di kursi roda.
Tavisha tidak bisa berkata apa-apa dan bahkan tidak bisa menghentikan yang melihat kepergian Kastara bersama orang-orangnya.
"Dokter biarkan saja mereka pergi. Mungkin memang ada baiknya mereka itu meninggalkan rumah sakit agar tidak membuat kekacauan," ucap Suster yang pasti jauh merasa lebih lega jika orang-orang tersebut tidak berada di rumah sakit.
"Saya hanya kasihan saja kepada pasien itu, bagaimanapun kondisinya belum membaik dan sudah dioper sana-sini. Mereka enak karena tidak merasakannya, kalau ada apa-apa pasti rumah sakit ini yang disalahkan," ucap Tavisha.
"Yang terpenting Dokter sudah memberitahu kepada mereka konsekuensi apa yang akan didapatkan mereka dan jika sampai mereka datang lagi menyalahkan rumah sakit ini maka kita harus menempuh jalur hukum," ucap Suster memberi saran dengan wajahnya yang sekarang terlihat tampak berani dibandingkan sebelumnya saat masih ada Kastara.
"Ya, sudahlah, semoga saja pasien itu tidak kenapa-napa," ucap Tavisha yang memang tidak bisa melakukan apapun yang sudah berusaha sebaik mungkin.
****
"Asalamualaikum!" Tavisha memasuki rumah yang terlihat begitu lesu.
"Walaikum salam, kamu baru pulang. Nak!" seorang wanita berbicara lembut yang memakai busana muslim dengan hijab syar'i yang panjang menghampiri putrinya itu dan Tavisha langsung mencium lembut punggung tangan wanita tersebut.
"Hmmm, lumayan banyak pasien darurat tadi dan juga banyak Dokter yang berhalangan datang, jadi Tavisha pulang lumayan
"Ya sudah tidak apa-apa yang terpenting sekarang kamu sudah pulang. Terkadang kita memang tidak bisa memprediksi bagaimana pekerjaan di rumah sakit," ucap Widiya yang membuat Tavisha menganggukkan kepala.
"Umi sudah menyiapkan makan malam untuk kamu, sebaiknya kamu makan dulu dan setelah itu baru bersih-bersih," ucap Widiya.
"Tavisha sepertinya akan bersih-bersih terlebih dahulu dan kemudian akan kembali turun untuk menikmati masakan Umi," jawabnya.
"Ya sudah kalau begitu terserah kamu saja mau melakukan yang mana terlebih dahulu yang terpenting kamu harus makan," ucap Umi. Tavisha menganggukkan kepala dan langsung berlalu dari hadapan uminya.
Setelah bersih-bersih yang akhirnya Tavisha sudah berada di meja makan yang ditemani Widya menikmati makan malam tersebut.
"Umi melihat kamu tampak murung apa ada yang kamu pikirkan?" tanya Widya.
"Dalam dua hari ini ada hal yang terjadi di rumah sakit yang sangat aneh. Ada beberapa orang yang datang ke rumah sakit membuat kekacauan dengan memaksa untuk menangani pasien yang mereka bawa dan Umi tahu tidak bahwa tadi orang tersebut kembali membuat kekacauan dengan membawa pasien yang masih belum sadar," jawab Tavisha yang merasa lempang jika harus menceritakan apa yang terjadi.
"Kenapa sampai melakukan hal seperti itu?" tanya Widya.
"Entahlah Umi, padahal Tavisha sudah mengingatkannya terlebih dahulu jika kondisi pasien sangat tidak memungkinkan untuk dibawa pulang dan beliau tetap saja keras kepala sama seperti sebelum-sebelumnya yang tidak pernah mendengarkan saran dari Tavisha," jawabnya.
"Sudahlah biarkan saja dia melakukan hal itu yang terpenting kamu sudah memberi ingat dan dia memiliki hak untuk mendengarkan atau tidak," sahut Umi yang membuat Tavisha menganggukkan kepala
Bersambung.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!