NovelToon NovelToon

When The Webtoon Comes Alive

bab 1. Aku menjadi Olivia.

'Kapan kamarku seterang ini?, dan bau apa yang menusuk ini aromanya seperti susu? 'Pikirku.

Sinar matahari siang itu menusuk tajam, membuat mataku silau saat perlahan terbuka. Aku menahan sinar matahari dengan tanganku dan angin lembut menyapu wajahku, membawa aroma semen panas dan... susu tercium kuat?

Tubuhku menggigil. Aku berdiri di atas atap sekolah sendirian.

'Aku ada dimana?, bagaimana bisa...? ', pikirku.

Mataku melihat jelas kearah bawah,di bawah sana, kerumunan siswa mulai berteriak panik.

"Turun, Olivia!"

"Kamu gila ya?!"

"Panggil guru, cepat!"

Olivia?

"Aku!! " Ucapku yang binggung.

Aku menoleh, bingung. Siapa Olivia?

Aku menatap ke bawah. Puluhan wajah mendongak ke arahku, sebagian menjerit, sebagian merekamku dengan ponsel.

Aku gemetar, mundur setapak demi setapak dan saat itulah aku melihat pantulan diriku di kaca jendela lantai samping aku berdiri.

Tubuh itu... bukan aku.

Gadis dengan perut besar, wajah bulat penuh bintik kecil, dan kacamata bulat seperti tutup botol itu...

Sepertinya aku familiar dengan penampilan ini?

Benar ini Olivia, karakter webtoon-ku.

Karakter yang kusebut sebagai pemeran pendukung, yang kuciptakan hanya untuk ditertawakan.

Darahku berdesir. Aku menunduk ke tubuhku sendiri. Tangan gempal, kaki besar, seragam asing dengan lambang "Red High" di dada kiri sekolah fiksi yang selama ini hanya ada dalam pikiranku.

"Ini... tidak mungkin…" bisikku, napas tercekat.

"Bukankah aku berada dikamar bagaimana bisa berada disini? " Ucapku.

Aku adalah Evelyn carter, penulis penyendiri yang hidup di apartemen sempit yang baru saja menyelesaikan naskah bab 47 Kesatria Cinta.

Aku duduk di kamar, dikelilingi bungkus mie instan dan laptop rusak yang selalu kubentak karena nge-lag. Tapi sekarang...

Aku ada di dunia yang kutulis.

Lebih buruk lagi,aku terperangkap dalam tubuh Olivia morgan.

Gadis yang selalu jadi bahan olok-olok, dan juga sahabat satu nasib dari pemeran wanita bernama Luna.

"Jika aku benar didalam webtoon ku, dan sekarang aku berdiri diatas atap gedung sekolah itu berarti. Sekarang aku ada di bab 4,dimana Olivia yang bermaksud mengakhiri hidupnya karena tidak tahan dengan sikap teman-temannya yang membullynya dan setelah itu Luna datang kemari untuk menghentikan niat sahabatnya itu.. "Ucap Olivia yang berusaha untuk mengingat bab yang ia tulis.

Sebelum Olivia menyelesaikan ucapan nya, tiba-tiba, suara berderit keras terdengar dari belakangku.

Pintu atap terbuka.

Seorang gadis berlari masuk, rambut hitam kecokelatannya menari tertiup angin. Nafasnya terengah, wajahnya panik, matanya basah.

"Olivia!" teriaknya. “Jangan lakukan ini, tolong...”

Aku mematung.

Luna julia.

Pemeran utama perempuanku. Sahabat Olivia. Gadis beasiswa dari keluarga miskin yang tinggal di gang belakang terminal. Wajahnya cantik tanpa riasan, kulitnya bersih meski bajunya selalu lusuh. Dan meskipun ia lahir dari kekurangan, hati Luna selalu penuh kehangatan. Ia lembut, penyayang… dan satu-satunya orang yang tidak pernah membenci Olivia.

Justru karena itu mereka dibenci.

Luna dibenci karena terlalu cantik untuk gadis miskin.

Olivia dibenci karena terlalu jelek untuk jadi kaya.

Olivia pun syok hanya termenung melihat tokoh yang ia ciptakan berdiri didepannya sekarang, wajah sempurna dan sikap setia kawan tergambar dalam karakter nya.

Luna memandang Olivia dengan ketulusan. "Turun dulu, jangan seperti ini! " Sambil mengulurkan kedua tangannya kearah Olivia.

Olivia tidak percaya tokoh utama wanita tergambar jelas dan nyata didepannya, ia memandang tangan Luna seakan tidak percaya yang ia lihat.

Dengan ragu-ragu ia memegang uluran tangan Luna.

'Ya Tuhan, ini benar-benar bisa aku sentuh dan ini nyata', pikir Evelyn.

"Iya Oliv, ayo kita turun dan bicarakan semua ini. Jangan gegabah mengambil keputusan! " Ucap Luna dengan lembut.

Rasa hangat genggaman tangan Luna terasa, setelah Olivia turun dari atap Luna langsung memeluknya dengan erat.

"Terimakasih.. " Ucapnya berulang kali.

Olivia masih tidak percaya bisa memeluk karakter dalam webtoon nya, dan mereka berdua menangis dalam pelukan persahabatan.

Olivia dan Luna perlahan melangkah turun dari atap sekolah. Mereka berjalan berdampingan, diam namun saling menguatkan. Setiap langkah terasa berat bagi Olivia, seolah-olah dinding sekolah ini menyimpan bayangan kelam dari masa lalunya.

Matanya menyapu seluruh lorong wajah-wajah asing namun familiar. Tawa, bisikan, dan sorot mata yang menusuk seperti pantulan masa SMA-nya dulu. Luka-luka lama yang belum sembuh kembali menganga.

Seharusnya aku tidak membuat cerita seperti ini!, menyebalkan sekali!, pikir Evelyn.

"Gendut bikin ulah lagi."

"Dasar cari perhatian."

"Kalau aku jadi si gendut,lebih baik terjun dari atap dari pada masih hidup. "

"Benar, mungkin tidak akan langsung mati karena lemak tubuhnya yang melindunginya. "

Ha..

Bisikan-bisikan dan tawa itu menyelinap ke telinga Olivia, membuat langkahnya hampir goyah. Namun tangan Luna yang hangat menggenggamnya erat. Kehangatan yang nyata, bukan imajinasi.

Luna tak berkata apa-apa. Tapi genggamannya seolah berbisik, “Aku di sini.”

Saat Olivia menoleh, ia menemukan sepasang mata yang tak menghakimi. Mata yang membuatnya merasa tak lagi sendiri. Luna adalah sahabat yang dulu hanya bisa ia bayangkan yaitu teman yang tak lari saat dunia mulai menghujat.

Namun kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Seorang guru memanggil Olivia, ekspresinya penuh kemarahan.

"Ikut saya ke ruang guru sekarang."

Luna menatapnya khawatir. Olivia hanya mengangguk, memberi isyarat bahwa ia bisa mengatasinya. Tapi dalam hati, ia tak yakin.

Di ruang guru, Olivia dihujani amarah.

"Apa kamu pikir sekolah ini tempatmu bermain drama?"

"Perilaku kamu tadi sangat memalukan. Saya akan memanggil orang tuamu."

Olivia tersentak. "T-tolong jangan, Bu... Saya janji tidak akan mengulanginya lagi. Tolong jangan hubungi keluarga saya."

Lanjut Olivia, "Ibu tahu sendiri, betapa sibuknya orang tua saya. Mereka jika tahu akan membuat masalah mereka akan mengirim ku ke Afrika."

Sang guru menatapnya dalam. Ada jeda yang panjang sebelum akhirnya beliau berkata,

"Baik. Tapi kamu harus bertanggung jawab. Tulis surat permintaan maaf sebanyak seratus lembar. Kumpulkan besok."

"Baik bu. "

Dengan kepala tertunduk, Olivia keluar dari ruangan itu. Jantungnya masih berdebar. Tapi saat melihat Luna berdiri di luar, menunggunya tanpa pergi, hatinya terasa lebih ringan.

"Seratus surat?" Luna mengerutkan kening.

Olivia hanya mengangguk, berusaha tersenyum.

"Lebih baik daripada membuat orang tuaku tahu."

Lalu mereka kembali ke kelas, dan seperti yang sudah diduga Olivia dengan tatapan-tatapan menyakitkan kembali menyambutnya. Cibiran diam, ejekan terselubung, dan tawa kecil yang membuat kepalanya ingin ditundukkan selamanya.

Ia membencinya.

Tapi tiba-tiba, suasana kelas berubah. Langkah seseorang terdengar mendekat. Semua mata menoleh saat seorang siswa berdiri dari mejanya dan menghampiri mereka.

Leo Hart.

Pewaris keluarga Hart, yang merupakan keluarga kekayaannya urutan nomer satu. Memiliki EQ diatas rata-rata, bisa berbicara dalam empat bahasa asing.

Ketua kelas yang karismatik. Tokoh utama pria dalam webtoon “Kesatria Cinta.” Tinggi, tampan, dan selalu tampak sempurna. Ia bukan hanya ketua kelas,tapi ia juga pasangan sempurna dari tokoh utama wanita Luna.

Leo berjalan mantap ke arah mereka. Olivia merasa tubuhnya menegang, pikirannya dipenuhi kemungkinan terburuk. Tapi suara Leo terdengar tenang.

"Apa kalian baik-baik saja?" tanyanya, menatap mereka berdua.

Namun Olivia tahu,tatapan itu bukan untuknya. Leo hanya meliriknya sekilas, lalu pandangannya beralih pada Luna. Hangat, khawatir... dan perhatian.

Luna menjawab sopan, "Kami baik-baik saja. Terima kasih, Leo."

Leo mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya.

Namun bisikan kembali mengalir di kelas.

"Kenapa Leo bicara sama Olivia?"

"Dia cuma numpang deket sama Luna."

"Oliv itu bawahan nya Luna!. "

Mereka pun menertawakan Olivia, yang membuatnya mengepalkan tangan mereka.

Sambil menatap tajam kearah mereka, ini sudah tidak bisa dibiarkan, aku yang pencipta kalian tapi kalian malah menghinaku habis-habisan!, pikir Evelyn.

Amarah Evelyn pun memucat, dengan hinaan dari tokoh yang ia buat.Apa yang akan dilakukan Evelyn selanjutnya?

bab 2.Masa lalu Evelyn.

Saat itu langit mendung, seperti mencerminkan suasana hati Evelyn yang sedang muram. Ia masih duduk di bangku SMA, seorang gadis biasa yang lebih suka menyendiri, tenggelam dalam dunia buku dan coretan-coretan sketsanya. Hidupnya berjalan tenang, sampai satu kejadian mengubah segalanya.

Hari itu, Evelyn secara tak sengaja berpapasan dengan Milles west dia adalah pria paling populer di sekolah, kapten tim basket, dan idola para siswi.

Mereka hanya berbicara sebentar, sekadar saling sapa karena Evelyn membantu mengambilkan bukunya yang jatuh. Tak ada yang istimewa. Hanya percakapan singkat di koridor sepi.

Namun, siapa sangka, percakapan sesederhana itu justru menjadi awal mimpi buruknya.

Keesokan harinya, bisik-bisik mulai terdengar. Tatapan sinis mulai terasa. Dan tak lama, para gadis yang tergabung dalam "lingkaran sosial elit" sekolah mulai memperlakukannya dengan sangat kejam.

“Apa kamu pikir kamu pantas bicara dengan Milles?”

“Cermin dulu deh, Evelyn.”

“Gadis cupu kayak kamu, sok banget!”

Mereka mulai menyebarkan gosip, mengubah kisah sederhana itu menjadi bahan ejekan. Di media sosial sekolah, wajah Evelyn dijadikan meme.

Di loker, ia menemukan coretan kasar. Bahkan makan siang pun tak pernah lagi terasa nyaman,selalu ada sesuatu yang dilempar ke arahnya, entah itu tisu basah, sisa makanan, atau tatapan tajam yang menusuk.

Evelyn tidak melawan. Ia hanya diam. Menyimpan semuanya dalam hati. Tapi luka itu tertinggal. Dalam-dalam.

Sejak kejadian itu, Evelyn mulai menarik diri. Ia berhenti menggambar, berhenti bersuara. Setelah lulus SMA, ia tidak pernah lagi mau keluar rumah.

Ia memilih dunia virtual, menciptakan dunia sendiri lewat webtoon, tempat di mana ia bisa mengendalikan siapa yang bahagia dan siapa yang tersakiti.

Hari-hari setelah itu, kamar Evelyn menjadi satu-satunya tempat di dunia yang terasa aman. Tirai jendela tertutup rapat, sinar matahari hanya menembus celah kecil.

Di sana, di balik dinding-dinding yang sunyi, Evelyn duduk di meja belajarnya yang penuh kertas dan pena, dengan laptop tua yang menjadi jendelanya ke dunia lain.

Ia tidak lagi ke sekolah. Tidak lagi membuka pesan dari siapapun. Bahkan suara orang tuanya pun hanya terdengar samar dari balik pintu.

Tapi di tengah sepi itu, ada satu hal yang tetap hidup yaitu gambar miliknya dunia yang ia ciptakan.

Evelyn mulai menuangkan semuanya ke atas kertas dengan perasaan terpendam, luka yang tak bisa ia ungkapkan, dan mimpi yang tak pernah bisa ia jalani di dunia nyata. Setiap garis, setiap goresan, adalah bagian dari dirinya yang tidak bisa bersuara.

Dari sana, lahirlah sebuah dunia. Dunia yang ia atur, ia warnai, ia hidupkan. Dunia yang tidak menghakimi. Dunia di mana kebaikan dihargai dan keadilan ditegakkan. Ia menyebutnya“Kesatria Cinta” kisah tentang para ksatria muda yang melindungi gadis yang bernama Luna yang disakiti,di akademi elite, tentang cinta, harga diri, dan perjuangan melawan penindasan yang dibalut dalam intrik kehidupan sekolah bangsawan.

Dalam dunia itu, ia menciptakan karakter-karakter idealis seperti.

Luna, sang tokoh utama, gadis miskin yang lembut namun kuat.

Yang di kelilingi oleh tiga pria tampan, kaya, terkenal, mempesona yang bersiap melindungi Luna.

Leo hart, ketua kelas tampan yang berhati adil sebagai tokoh utama pria.

Owen scott, preman sekolah dengan wajah tampan, mempesona tapi kelakuannya tidak disukai Luna, ia adalah saingan cinta Leo dalam merebut hati Luna.

Damian kensington, penengah mereka berdua yang memilih untuk netral tidak memihak pada kedua sahabatnya Leo dan Owen.

Dan satu lagi Olivia pemeran pendukung dan juga sahabat dari Luna, siswi yang sering dibully karena penampilan fisiknya, namun diam-diam memiliki peran besar di balik layar.

Lembar demi lembar, ia menggambar. Menghidupkan karakter. Menumpahkan seluruh luka, harapan, dan impian yang tak pernah bisa ia ucapkan. "Kesatria Cinta" ,adalah karya pertamanya yang terasa seperti pengakuan yang tak bisa ia berikan pada siapapun.

Tanpa ekspektasi apa pun, ia mengunggah webtoon itu di sebuah platform daring. Hanya iseng,hanya ingin tahu apakah ada orang di luar sana yang bisa memahami isi hatinya melalui cerita.

Dan ternyata... responnya luar biasa.

Komentar demi komentar masuk:

“Karakter Luna begitu kuat tapi menyentuh…”

“Aku menangis karena Olivia. Terima kasih sudah menggambarnya seperti itu.”

“Ini bukan cuma cerita biasa. Ini menyentuh.”

Evelyn tak menyangka. Ia yang dulu dibungkam, kini didengar oleh ribuan orang. Ia yang dulu dianggap tidak menarik, kini membuat karakter-karakter yang dicintai pembaca. Webtoon-nya bahkan mulai trending di kategori cerita sekolah dan drama.

Kesibukannya sebagai kreator menjadi pelarian sekaligus terapi. Setiap hari, ia memperbaiki gaya menggambarnya, memperkuat plot, dan memperdalam karakter-karakter dalam dunia ciptaannya. Ia bahkan mulai merancang webtoon berikutnya.

Karena bujukan orang tuanya ia mau kembali ke sekolah, hanya untuk ujian saja karena bagaimana pun juga ia sudah kelas tiga. Maka dia bertahan dengan tatapan teman-temannya, yang ia benci dan tidak nyaman untuk dirinya.

Setelah lulus dari SMA tanpa menghadiri wisuda dan tanpa teman untuk berpamitan, Evelyn melanjutkan hidupnya dengan pelan tapi pasti. Ia memilih jalan yang paling sesuai dengan dirinya yaitu kuliah di jurusan seni dan penulisan visual, dengan fokus pada dunia webtoon.

Ia mulai membuka diri sedikit demi sedikit,bukan pada orang, tapi pada mimpi-mimpinya yang selama ini terpendam.

Kampus bukan tempat yang menyenangkan baginya, tapi setidaknya, tak ada yang mengenalnya sebagai “gadis aneh yang dibully saat SMA.” Di sana, ia hanya dikenal sebagai Evelyn mahasiswa pendiam dengan karya yang menakjubkan.

Di sela-sela kuliah dan tugas, ia terus mengembangkan “Kesatria Cinta”. Kini serial itu telah mencapai 100 episode lebih, dengan jutaan pembaca setia. Tapi meski sukses, Evelyn tetap hidup dalam kesunyian. Karyanya dikenal, tapi dirinya tetap tak terlihat. Dan ia nyaman seperti itu.

Namun, malam itu segalanya berubah.

Panggilan yang Mengubah Segalanya

Ponsel Evelyn berdering keras di tengah malam.

Layar menampilkan nomor tak dikenal.

Awalnya ia ragu menjawab. Pukul satu lewat dini hari bukan waktu normal untuk menerima telepon, apalagi dari nomor asing. Tapi rasa penasaran lebih kuat dari ketakutan.

Klik.

"Halo?"

Tak ada suara selama beberapa detik.

Lalu, terdengar suara pria paruh baya yang tenang, formal, dan agak berat.

“Selamat malam, apakah ini dengan Eve kreator ksatria cinta?”

Evelyn menegakkan duduknya. “Iya, saya Eve.”

“Maaf mengganggu larut malam. Saya Reynard, produser dari Blue Beam Studio. Kami sudah mengikuti karya Anda, Kesatria Cinta, sejak beberapa bulan lalu.”

Evelyn terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat.

“Kami tertarik untuk mengangkat Kesatria Cinta menjadi drama TV berskala nasional. Tapi sebelum kami lanjut ke tahap kontrak dan produksi, kami ingin mengusulkan beberapa penyesuaian… khususnya dari sisi cerita.”

“Penyesuaian…?” Evelyn bertanya hati-hati.

“Secara visual, cerita Anda luar biasa. Karakter kuat, latar unik. Tapi menurut riset kami, pasar penonton drama lebih menyukai sentuhan romansa yang lebih dalam. Saat ini cerita Anda masih berat di sisi konflik sosial dan bullying.”

Evelyn menggigit bibir. Ia tahu itu benar. Tapi… semua yang ia tulis berasal dari luka hatinya sendiri. Membuatnya terlalu ‘manis’ akan terasa seperti mengkhianati dirinya sendiri.

“Tentu, ini hanya masukan. Jika Anda bersedia melakukan revisi yang khususnya memperkuat chemistry antara Leo dan Luna, serta menjadikan Olivia sebagai second lead yang punya alur cinta tragis kami percaya ini bisa jadi drama yang viral.”

Suara Reynard terdengar yakin, tapi tidak memaksa.

“Kami ingin Anda berpikir dulu. Tapi perlu dicatat, ini kesempatan langka.”

Setelah panggilan ditutup, Evelyn terduduk di ranjang. Pandangannya kosong. Ini seperti mimpi. Kesatria Cinta… akan jadi drama?

Namun malam itu, saat ia membuka kembali laptopnya dan menatap naskah…

Ia ragu.

Apa ia harus mengubah cerita yang menyembuhkan dirinya… demi selera pasar?

Dalam kegalauan itu, ia mulai menulis ulang satu adegan…

bab 3.Perubahan sikap Olivia.

Setelah menutup telepon dengan produser drama itu, Evelyn terduduk lama di depan laptopnya. Tangannya masih gemetar, dan pikirannya kacau. Tawaran adaptasi drama adalah impian banyak kreator, tapi syaratnya… membuat cerita lebih romantis.

Ia membuka draft Kesatria Cinta, menatap halaman demi halaman yang selama ini ditulis dari luka dan kejujuran hatinya. Cerita itu bukan hanya kisah fiksi,itu adalah serpihan dirinya yang paling dalam.

Namun... ia tahu.

Dunia nyata menuntut lebih dari sekadar idealisme.

“Baiklah,” gumamnya. “Kalau memang harus lebih romantis... aku akan coba.”

Evelyn menyalakan lampu kamar, menyeduh kopi instan, dan mulai menulis ulang adegan-adegan penting. Ia mencoba menambahkan momen-momen manis antara Leo dan Luna,tatapan diam-diam, dialog canggung yang berujung senyum malu, hingga pelukan tidak sengaja saat hujan turun.

Tapi saat menulis...

Ia berhenti.

Tangannya menggantung di atas keyboard.

Kepalanya kosong.

Ia tidak tahu bagaimana rasanya mencintai.

Ia tidak tahu bagaimana rasanya deg-degan karena seseorang.

Ia bahkan tak tahu bagaimana rasanya dipandang istimewa oleh siapa pun.

“Aku gak pernah pacaran… aku gak tahu bagaimana cara menulis ini.”

Evelyn memejamkan mata, menekan emosinya.

Yang ia tahu hanyalah ditatap jijik. Dihakimi. Ditinggalkan.

Romantis hanyalah sesuatu yang ia lihat dari drama, bukan yang pernah ia rasakan sendiri.

Tapi ia tidak menyerah.

Cinta… bukan hal yang ia pahami, tapi ia berusaha untuk belajar.

Walaupun ia tak pernah tahu rasanya jatuh cinta. Bahkan saat teman-temannya dulu sibuk membicarakan gebetan atau menyembunyikan surat cinta, Evelyn hanya duduk di sudut perpustakaan, menggambar.

Jadi ia belajar.

Ia membaca novel-novel cinta.

Menonton drama TV Korea, Jepang, hingga Barat.

Membaca ulang fanfic dan forum diskusi.

Mencatat, menghafal pola, bahkan meniru dialog.

Tiga hari penuh ia mengurung diri. Ia tidak keluar kamar, bahkan tidak menyentuh ponsel. Semua waktunya habis untuk satu hal untuk belajar tentang romatis.

Lalu ia menyusun adegan yang dia pelajari, dan menjadikan cerita saat Leo dan Luna bersentuhan tangan. Menulis ulang momen cemburu, pelukan di balik payung, dan pernyataan cinta saat senja. Ia menambahkan latar romantis dengan taman bunga, pesta dansa sekolah, dan momen menatap bintang bersama.

Akhirnya, dengan mata lelah dan harapan besar, ia mengirim revisi naskahnya ke pihak produser.

Namun...

Dua hari kemudian, balasan itu datang.

“Secara teknis bagus, tapi... sayangnya tidak terasa alami. Hubungan Leo dan Luna masih terasa datar dan dipaksakan. Tidak ada emosi nyata di antaranya. Maaf, kami butuh sesuatu yang lebih hidup.”

Komentar itu menghantam Evelyn seperti petir.

Ia terdiam. Lalu memeluk lutut di depan laptopnya yang menyala bisu.

“Aku sudah berusaha… Tapi bagaimana aku bisa menulis cinta... kalau aku bahkan tak pernah tahu rasanya dicintai?”

Tangisnya pecah dengan pelan tapi dalam.

Rasa gagal, kecewa, dan kesepian menyatu dalam dada.

Namun...

di balik rasa hancurnya, muncul satu pikiran:

“Kalau aku tak bisa menulis cinta di dunia nyata… mungkinkah aku harus merasakannya langsung di dunia ciptaanku sendiri?”

Evelyn duduk di lantai kamarnya. Laptop masih menyala, menampilkan naskah revisi yang ditolak. Kalimat terakhir dari email produser masih menggantung di layar:

"...tidak terasa alami. Tidak ada emosi nyata di antaranya."

Kata itu yang ditelan dalam pikiran Evelyn, ia menarik napas berat, lalu menepis kertas-kertas yang berserakan di sekelilingnya. Semua catatan romansa yang ia pelajari selama tiga hari terakhir terasa sia-sia.

“Semua orang bisa nulis cinta... kecuali aku,” gumamnya pelan.

"Ah.., seperti apa itu dicintai dan mencintai!! " Serunya dengan lantang.

Lalu, emosinya meledak.

“Aku gak bisa!” teriaknya, menghentakkan kaki.

“Aku udah nyoba! Aku udah begadang! Aku nonton ratusan drama, baca ratusan cerita! Tapi tetap aja... mereka bilang gak ada perasaan?! Gimana bisa ada perasaan kalau aku bahkan gak tahu rasanya?!”

Evelyn meremas rambutnya, napasnya memburu. Ia berjalan mondar-mandir di kamar, lalu akhirnya meraih handuk dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Ia butuh menenangkan diri.

Tapi malam itu… takdir lain menunggunya.

Saat masuk kamar mandi kecilnya, lantainya licin karena air tumpah dari gayung yang tertinggal di lantai.

Kakinya terpeleset.

Tubuhnya oleng.

Kepalanya terbentur dinding.

Bra..ak!

Gelap.

Hening.

Tak ada suara.

Tubuh Evelyn tergeletak tak sadarkan diri, dan waktu seperti berhenti untuk sesaat.

Dan sesuatu tiba-tiba yang ia rasakan, ia sudah menjadi Olivia teman Luna gadis gemuk, fisik yang tidak cantik tapi ia termasuk putri dari keluarga kaya.

Sekarang mereka berdua duduk dalam satu bangku, dikelas yang sama dan sama-sama di benci satu sekolah.

Olivia yang masih bergelut dengan amarahnya, tak sanggup lagi menahan emosi yang menggelegak dalam dada.

Kata-kata bisik-bisik yang menusuk telinga itu terus menggema di kepalanya tawa mengejek, kalimat penuh hinaan, dan lirikan merendahkan yang selalu mengiringi langkahnya di lorong sekolah.

Tangan Olivia mengepal erat, rahangnya mengeras. Di atas meja, sebuah buku catatan tebal tergeletak. Ia tak berpikir panjang. Dengan gerakan cepat, ia meraih buku itu dan melemparkannya ke arah gadis yang sedang bergunjing di depannya.

Bra..ak!

Buku itu menghantam meja tepat di depan si gadis, membuat semua orang terdiam. Ruangan yang sebelumnya riuh langsung hening. Mata semua murid tertuju pada Olivia, yang kini berdiri dari kursinya dengan napas tersengal dan mata yang memerah karena menahan air mata dan kemarahan.

"Memangnya kalian siapa berani menghakimiku!, aku melakukan itu karena muak dengan sikap kalian yang menghinaku" Ucapan lantang Olivia.

Ia lalu memundurkan kursinya, dan berjalan kearah gadis yang barusan menghinanya tadi.

Luna yang berusaha menghentikan Olivia untuk tenang, Olivia yang sudah terbakar amarah tanpa memperdulikan larangan Luna.

Suasana kelas menjadi tegang, saat Olivia sudah didepan gadis yang menghinanya.

"Kalau kalian punya sesuatu untuk dikatakan, katakan langsung ke aku, bukan di belakang!"serunya dengan suara lantang, penuh luka, tapi juga keberanian yang selama ini terkubur dalam diamnya.

" Siapa yang membicarakan mu?, jangan ge-er! "Bantah salah satu dari mereka.

Olivia lalu mengacak-acak meja mereka dengan brutal. " Kau pikir telingaku tuli?, kau, kau dan kau apa keluarga mu lebih kaya dari keluarga ku?. "

Tak ada yang menjawab. Hanya tatapan kaget dan rasa bersalah yang memenuhi ruangan. Tapi bagi Olivia, keheningan itu lebih baik daripada tawa palsu yang biasa ia dengar.

Benar sekolah ini yang aku ciptakan dengan strata sosial dan aku lebih tinggi dari mereka, beraninya melawan penciptamu!, pikir Evelyn.

"Kenapa?.tidak bisa menjawab!, jangan sekali-kali remehkan Olivia morgan atau kalau tidak aku jadikan keluarga mu miskin dalam satu hari" Bentak Olivia dengan tatapan tajam.

Mereka tadi langsung tertunduk, sambil mengangguk pelan. "Maafkan kami Oliv".

" Jangan hanya minta maaf sama aku, sana minta maaf dengan Luna juga! "Perintah Olivia tegas.

Mereka berempat satu demi satu meminta maaf dengan Luna, Luna pun dibuat terkejut dengan sikap Olivia sahabatnya.

Bukan hanya Luna, Leo, Damian bahkan Owen yang dari tadi tertidur di kelas melihat sikap Olivia yang tidak seperti biasanya.

"Sejak kapan sih gendut galak seperti itu? " Gumam Owen sambil tersenyum.

Olivia pun kembali duduk di bangku sebelah Luna, Luna memberikan dua jempol pada sahabatnya itu sambil tersenyum.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!