NovelToon NovelToon

Om Aslan Ini Ketiga Anakmu

Bab satu

"Om, aku hamil," ucap seorang gadis cantik bermata hazel itu.

  "Hamil? Kau gak ada kerjaan lain selain menceritakan kehamilanmu ini," sahut pria yang bernama Aslan itu dengan tatapan tajamnya.

  "Tapi Om, aku memang hamil dan janin yang ada di kandunganku ini adalah milik Om," ungkap Anika.

  "Dia memang milikku, tapi kamu tahu kan, kalau aku pria beristri, lagian kejadian malam itu, tidak di sengaja, itu sebuah kecelakaan, dan aku tidak pernah ada niatan untuk mengkhianati istriku, jadi aku mohon lebih baik kau gugurkan saja kandunganmu itu sebelum menjadi masalah besar," sahut Aslan yang benar-benar membuat hati Anika teriris.

  "Om, dia tidak pernah memilih untuk dilahirkan di rahim siapa? Dan siapa ayahnya, dia hanya seorang anak yang tidak berdosa, aku tidak sanggup jika harus membunuh darah dagingku sendiri Om," imbuh Anika dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

  "Kau ini seorang perempuan, bahkan aku bingung dengan cara pikirmu yang sepertinya hanya memikirkan dirimu sendiri saja, kau pikir dengan baik-baik, aku ini pria beristri, terus kalau aku menuruti permintaan kamu, bagaimana nasib istriku Anika! Apa kamu menginginkan aku mengakhiri pernikahanku lalu bertanggung jawab padamu, atau kau ingin aku membawa kehadapan istriku dan menceritakan yang sebenarnya tanpa kau peduli bagaimana sakit dan hancurnya hati istriku itu yang kau mau!" bentak Aslan.

  "Sudah stop ...! Aku tidak menginginkan hal itu, aku hanya menyampaikan kalau saat ini aku hamil anakmu, aku hanya ingin identitas anak ini saja, tidak lebih!" cetus Anika.

  "Kau menginginkan identitas anak ini, itu sama saja kau membuka aib kita berdua Anika! Mulai sekarang aku tidak mau menemui mu lagi, dan ini uang untuk menggugurkan kandunganmu itu, aku Aslan Dirgantara Mahendra, menolak ataupun tidak menginginkan janin yang saat ini tengah kau kandung!"

  Duar!!!!

 Hati Anika serasa hancur bagaikan kepingan puzzle yang sudah berantakan sulit untuk di pasang kembali, bagaimana mungkin dia bisa membawa kehamilannya ini, jika sang pemilik janin, sudah terang-terangan menolak keberadaan anak yang saat ini tengah dia kandung, sebagai seorang perempuan Anika benar-benar menyesali malam laknat itu, bukan berarti dia tidak menerima kehadiran calon buah hatinya itu.

  "Baiklah, kalau memang kau menolak janin ini, aku akan membawanya pergi jauh dari kehidupanmu, bahkan bayanganmu saja tidak aku ijinkan untuk hadir di dalam kehidupan kita kedepannya," ucap Anika sambil meninggalkan surat hasil pemeriksaan dari rumah sakit.

  Saat ini Aslan hanya bisa melihat punggung gadis yang pernah dia lecehkan beberapa Minggu lalu, di rumah kakaknya sendiri tepatnya gadis itu merupakan sahabat dari keponakannya sendiri.

  "Maafkan aku Anika, aku tidak bisa menyakiti hati istriku, meskipun itu janin merupakan anak pertamaku tapi tidak bisa aku bertanggung jawab, karena cintaku terlalu besar kepada istriku," gumam Aslan sambil memandang langkah Anika yang semakin jauh dari pandangannya.

  ********

Anika hanya bisa mengirim surat kepada sahabatnya yang bernama Nivea, kalau saat ini dia sudah berada jauh meninggalkan kota ini demi untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

  "Vea, makasih banyak ya, selama ini sudah menjadi sahabat yang baik, kita banyak melewati masa-masa itu, semoga setelah kepergianku kau bisa mandiri ya," gumam Anika sambil mengemasi baju-bajunya di dalam koper.

  Pesawat sudah membawa gadis itu di sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota, di desa pesisir ini Anika akan memulai kehidupan barunya bersama calon buah hatinya nanti.

"Anakku sekarang kita sudah sampai di kampung halaman nenek dan kakekmu, semoga saja kedepannya kita bisa merajut cinta kasih," ucapnya sambil mengelus perutnya yang masih rata.

  Di desa Suko Mulyo ini Anika akan memulai kehidupan barunya bersama dengan calon anaknya, dia tidak mau tahu meskipun di luaran sana banyak yang menganggap keberadaan bayinya ini sebagai aib, bahkan juga ada yang beranggapan kalau keberadaan janinnya merupakan petaka bagi sebuah keluarga, akan tetapi mereka lupa, kalau setiap anak tidak ada yang mau terlahir dari kesalahan.

Saat ini Anika mulai memasukkan baju-bajunya ke lemari, dan tak lupa dia membersihkan rumah yang sudah puluhan tahun tidak dihuni, beruntung rumah ini masih ada yang membersihkan setiap minggunya sehingga masih terjaga kebersihannya.

"Sepertinya aku harus melamar pekerjaan deh, gak apa-apa deh di mulai dari hal yang kecil dulu yang penting aku punya penghasilan, apalagi kata dokter ada tiga kantung janin di rahimku, semoga saja mereka selamat tiga-tiganya," ucap Anika.

*******

Malam harinya di sebuah apartemen mewah Aslan mulai di landa kegelisahan, setelah memutuskan untuk tidak bertanggung jawab terhadap seorang gadis yang saat ini tengah mengandung janinnya, kini Aslan mulai dihantui rasa bersalah, apalagi gadis tadi meninggalkan sebuah surat yang masih belum dia buka sama sekali.

"Oh ya tadi Anika meninggalkan surat ini kira-kira apa isinya," ucap Aslan sambil menggapai surat yang masih dilapisi amplop putih itu.

Perlahan Aslan mulai membuka dan membaca dengan teliti keterangan dari dokter tersebut, dan hal yang membuat Aslan terkejut dan membelalakkan matanya, dia membaca dengan jelas bahwasannya di situ tertulis, tiga kantung bayi, yang artinya saat ini yang dikandung Anika bukan hanya satu nyawa saja, tapi tiga nyawa.

"Astaga! Aku benar-benar ayah yang jahat aku menyuruh wanita yang sudah mengandung ketiga benihku sekaligus," ucapnya dengan penuh penyesalan.

Bersambung ....

Hai Kak ... Kembali lagi ya dengan karya baruku semoga kalian suka.🥰🥰🥰🥰🙏🙏🙏

Bab Dua

Tujuh tahun kemudian, ketiga anak kembar itu mulai berlarian, bermain bersama dengan saudara kembarnya, tidak terasa ibunya berjuang membesarkan mereka bertiga meskipun cemoohan dan cibiran tetangga begitu tajam menusuk hati.

  Hal itu tidak pernah mengurangi rasa semangat Anika, meskipun sampai saat ini dirinya harus berjuang demi memenuhi kehidupan anak-anaknya.

  "Kakak ... Abang dan Adik, jangan lari-lari ini baju kalian ayo mulai di pakai sendiri-sendiri," ucap Anika, yang baru selesai membuat kue donat untuk di titipkan di sekolah.

   Selain menjadi guru TK Anika juga membuat kue donat, untuk di titipkan di kantin-kantin sekolahnya yang kebetulan satu naungan dengan sekolah anaknya, mulai TK sampai SMA, dan sekarang anak-anak Anika sudah menduduki kelas satu SD.

  "Bunda, Adik dan Abang masih berlarian tuh, gak mau nurut," adu putri sulungnya yang bernama Aruna.

  "Ayo Abang dan Adik kalau gak nurut mau di hukum sama Bunda," ujar Anika.

  "Tuh kan si cerewet mulai ngadu, ayo Adik kita pakai baju dulu, lagian kasihan Bunda dia sudah lelah," ucap Abang Arjuna.

 "Baiklah tapi nanti kita lanjut ya lari-larian lagi," sahut Arash, anak bungsu paling jail diantara kedua saudaranya.

  Saat ini ketiganya sudah memakai seragam sekolah dengan sendirinya, ketiga anak Anika tumbuh mandiri sejak dini, tidak ada pengasuh yang mendampingi mereka, semenjak kecil anak-anak itu sudah di latih mandiri, karena memang mereka tumbuh hanya bersama satu orang ibu saja.

  "Bunda lihat Kakak, sudah selesai memakai seragamnya," ucap Aruna.

  "Abang juga sudah," sahut Arjuna.

  "Adik juga," timpal Arash.

  "Wah, anak-anak Bunda memang pintar sekali, kalian tahu, Bunda tuh sangat bangga dengan kalian yang mau belajar mandiri seperti ini," ujar Anika yang mulai memberikan senyuman hangat, untuk ketiga anaknya.

  "Bunda, hari ini masak apa?" tanya si bungsu, yang sedikit rewel dengan makanannya.

  "Bunda hari ini masak tempe Sayang," sahut Anika dengan perasaan gelisah dia tahu kalau hari ini dia mulai membohongi anak-anaknya lagi.

  "Ya tempe lagi, tempe lagi," sahut Arash yang memang sejak satu Minggu kemarin menginginkan makan ayam.

Melihat ibunya yang menunduk si sulung Aruna langsung menegur sang adik, dengan cara baik-baik penuh dengan pengertian.

"Adik, tempe juga enak kok, yang penting kita makannya dengan rasa syukur pasti rasanya akan menjadi nikmat," ucap kakaknya itu.

  "Tapi Kak, Bunda kan sudah berjanji katanya mau masak ayam goreng untuk kita bertiga," sahut Arash dengan raut muka yang di tekuk.

  "Sudah Adik, besok-besok saja kita makan ayam gorengnya berdoa saja semoga besok Bunda dapat rejeki yang banyak," timpal Arjun meyakinkan hati adiknya.

  "Ya sudahlah, gak apa-apa jika menunya tempe tiap hari, yang penting ada yang di makan," ucap Arash yang akhirnya menerima menu makanannya itu.

  Lagi-lagi Anika harus menyaksikan ketiga anaknya mengalah demi keadaan yang setiap harinya butuh perjuangan, bahkan meskipun dirinya sudah banting tulang mencari nafkah tetap saja pas-pasan karena yang dia biayain bukan satu atau dua anak saja, tapi tiga sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

  "Sayang, maafkan Bunda ya, Bunda janji kalau susah gajian pasti Bunda akan masak ayam goreng banyak untuk kalian," ujar Anika sambil memeluk ketiga anaknya.

  Saat ini Anika dan anak-anaknya berangkat sekolah beriringan dengan berjalan kaki, tidak ada kata mengeluh dari wajah-wajah kecil itu, langkahnya bagaikan sepucuk harapan yang begitu berarti untuk ibunya, kadang mereka ikut boncengan dengan tetangga yang merasa iba terhadap wanita yang sudah berjasa banyak untuk desanya ini.

  "Kalian bertiga ayo ikut kami," ujar wanita bertubuh gempal itu.

"Bunda apa boleh kita ikut dengan Ibu Sari?" tanya si sulung meminta ijin.

"Boleh Sayang, kalian boleh ikut dengan Ibu Sari," sahut Anika yang diangguki oleh ketiga anaknya.

"Bu Sari tunggu kita," ucap Aruna.

Saat ini Anika hanya bisa menatap ketiga anaknya yang sedang di bonceng oleh tetangganya itu, sebagai seorang ibu dia merasa bersyukur karena semenjak bayi, dia mendapatkan bantuan-bantuan kecil yang meringankan tenaganya, bahkan si kembar dulu ada yang ikutan mengasuhnya, hanya saja pengasuh si kembar sudah berpulang satu tahun yang lalu.

"Ya Allah, terima kasih banyak, Engkau selalu menghadirkan orang-orang baik di sekitar kita," ucap Anika.

******

Sesampainya di sekolah ketiga anak itu langsung turun dan tak lupa mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada ibu Sari yang sudah membawanya sampai ke sekolah.

"Bu Sari makasih banyak ya," ucap Aruna.

Sedangkan Edo anak dari Ibu Sari hanya menekuk wajahnya dengan kesal. "Ibu kenapa sih selalu ajak ketiga anak ini mereka kan gak punya ayah Bu," celetuk Edo yang membuat ketiga anak itu bersedih.

"Huuush kamu gak boleh bersikap seperti ini, ayah mereka bertiga masih bekerja jauh, lain kali gak boleh ya bicara seperti itu lagi, ayo minta maaf sama mereka bertiga," ucap Sari dengan nada sedikit tinggi.

"Gak mau ah, kata teman-teman mereka memang anak haram kok gak punya ayah," tolak Edo lalu mulai berlalu pergi meninggalkan ibu dan si kembar.

Selepas kepergian anaknya tadi Ibu Sari langsung meminta maaf kepada si kembar, karena dia tahu perubahan wajah sedih yang saat ini mereka rasakan.

"Arun, Arjun serta Arash, maafkan anak Ibu ya," ucap Sari.

"Iya Bu, oh ya bilang ya sama Edo, jangan pernah ngatain kita anak haram, karena kata guru ngajiku setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci," ucap Aruna yang begitu menyentuh hati Sari.

"Iya Nak, kau benar. Sekali lagi Ibu minta maaf ya," ucap Sari lalu mulai meninggalkan ketiga anak itu.

Wajah ceria tadi seketika hilang begitu saja, karena ucapan yang tidak mengenakkan hati mereka kembali terulang, Edo dari kesekian banyaknya anak yang menyebut kalau mereka ini anak haram, entah omongan seperti itu di dapat dari siapa.

"Kak, kenapa sih mereka selalu memanggil kami dengan sebutan anak haram," ujar si bungsu yang kali ini merasa sedih dengan ucapan itu.

"Adik, kita ini bukan anak haram, bahkan bunda sendiri loh yang bilang, jadi kita tidak usah dengerin kata mereka," sahut Aruna begitu pintar menenangkan hati kedua adiknya.

"Tapi Kak, nyatanya kita tidak pernah bertemu dengan ayah kita," timpal Arjun.

"Abang, meskipun kita tidak pernah bertemu, bukan berarti kita ini anak haram, siapa tahu saja ayah kita masih ngumpulin uang untuk bertemu kita bertiga kan kita dengar sendiri dari Bunda, kalau ayah kita sedang kerja jauh," tutur kakaknya itu sambil menasehati adiknya pelan-pelan.

Anak sekecil Aruna harus di tuntut dewasa oleh keadaan, bahkan anak itu sering mengabaikan hatinya sendiri yang sebenarnya sama-sama terluka, hanya saja dia merupakan anak pertama dan tugasnya begitu besar dalam menjaga kedua hati adik-adiknya.

Bersambung

Bab tiga

Jam istirahat sudah tiba, ketiga kembar itu mulai berada di kantin sambil membawa kotak makan mereka, suasana riuh kantin mulai terdengar, di sini anak-anak mulai memesan kesukaannya masing-masing, sedangkan ketiga kembar itu hanya memakan bekal bawaan dari rumah.

  "Kakak, adik pingin sekali makan mie kayak mereka," rengek si bungsu sedangkan sang Kakak hanya bisa menarik nafas panjangnya.

  "Sabar ya, nanti kalau kakak ada uang lebih pasti di belikan," sahut Aruna.

   "Sudah, kita makan saja lauk dari Bunda, yakin deh, masakan Bunda jauh lebih lezat ketimbang mie instan," ucap Abang Arjuna.

  Sedangkan saat ini Arash hanya terdiam sambil melihat teman-temannya yang sedang menikmati makanan yang ada di kantin ini.

  'Andai saja Bunda punya uang banyak, pasti kita bisa jajan sepuasnya seperti mereka,' gumam anak itu di dalam hatinya.

  "Adik, kenapa bengong ayo di makan nasinya," titah sang Kakak.

  Mereka bertiga kini mulai menikmati makanannya di pojokan, akan tetapi di sela-sela mereka makan kedua orang teman menghampiri entah apa yang akan diperbuat mereka berdua.

  "Kalian bertiga makan apaan?" tanya seorang teman yang bernama Mona.

  "Makan nasi, memangnya kenapa," sahut Arash dengan nada ketusnya, karena dia tahu kalau temannya ini suka ngatain dirinya.

  "Idiiih, ditanyain baik-baik jawabnya ketus banget, sudah miskin tapi sok banget," cetus Mona.

  "Mereka itu memang sok, makanya itu aku gak suka mereka, sudah gitu tiap hari suka numpang naik motor sama ibukku, kan geram sekali jadinya," timpal Edo anak dari Bu Sari.

 "Kan Ibu kamu yang nawari kita, kenapa kau selalu menyalahkan kita," bantah Aruna.

  "Tuh kan, makanya jangan miskin biar tidak dikasihani sama orang lain," cibir Edo sedangkan Mona hanya menatap sengit terhadap tiga kembar, yang menurutnya selalu menjadi perhatian para guru karena kepintaran dan kekompakan mereka.

  "Iya lain kali kita gak akan pernah ikut ibu kamu, ya sudah kalau begitu sana pergi jangan ganggu kita karena kita mau makan," usir Arjun dengan tegas.

  "Kau mengusir kita? Memangnya kau siapa berani-beraninya usir kita," cetus Mona.

  "Aku bukan siapa-siapa? Tapi aku akan melindungi adik dan kakakku jika ada yang mengganggunya, termasuk kalian," sahut Arjuna.

  "Iiiiih dasar sombong banget!" ketus Mona sambil melempar sebuah kotak nasi di depan wajah Arjuna sehingga nasi dari ibunya itu berceceran di lantai.

  Arjuna tidak mau diam begitu saja, amarahnya meluap, ketiga teman ceweknya itu mulai melemparnya dengan sebuah kotak nasi pemberian sang ibu.

  "Buuuugh ....!" bogeman mentah itu mengenai lengan wajah anak perempuan itu.

   "Abang .... Kau kenapa tidak boleh Bang kita membalas kejahatan mereka," ucap kakaknya itu memarahi sang adik sambil memegang kedua lengannya.

  "Maafkan aku Kak, aku tidak bisa jika kita harus ditindas terus menerus sama mereka," sahut Arjun sambil menatap tajam ke arah Mona.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ...," suara tangis Mona menggelegar sehingga membuat sepasang mata memperhatikan anak perempuan itu.

"Eeeh, itu kenapa?" tanya anak-anak lainnya penuh penasaran.

Saat ini semua anak mulai mengerumuni suara tangisan itu, lalu Edo pun dengan lantang menyuarakan kalau Arjun lah yang menjadi pelaku, sedangkan anak itu hanya terdiam bahkan dirinya sudah siap untuk di bawa ke kantor sekolahnya akibat kejadian ini.

"Eh, kamu kok tega banget sih nyakitin cewek, memangnya ayahmu tidak pernah ngasih tahu kamu," ucap seorang anak laki-laki yang usianya jauh diatas dirinya.

"Dia mana pernah dinasehati ayahnya orang dia saja anak haram tidak mempunyai ayah," celetuk Edo yang menambah keruh suasana.

"Stop ... Edo kami memang bersalah tapi kau jangan pernah ngatain kita anak haram, kita bukan anak haram," sahut Aruna, yang tidak terima.

Semua anak yang ada di sini semakin menghakimi ketiga kembar bersaudara itu tanpa peduli apa yang menjadi penyebabnya.

"Sudah diam jangan nangis lebih baik kita lapor saja sama Bu guru biar mereka bertiga mendapatkan hukuman," ujar seorang kakak kelas.

Sedangkan saat ini Mona masih tetap menangis, anak itu seperti tidak terima, apalagi wajahnya sampai memar seperti itu, bahkan dirinya mengancam akan memberi tahu kejadian ini kepada papanya.

"Awas kalian bertiga pokoknya akan ku adukan sama papaku, biar kalian bertiga tahu rasa sudah berani menonjok ku," cetus Mona lalu mulai pergi meninggalkan tempat kerumunan ini.

Ketiga kembar itu saling menguatkan, tubuh sang kakak berdiri di tengah-tengah kedua adiknya tangannya mulai menggenggam keduanya seolah dunia sedang baik-baik saja, meskipun saat ini posisi mereka sedang berada di ujung tanduk.

"Kak, bagaimana ini," ucap si bungsu yang merasa ketakutan dengan kejadian ini.

"Kita hadapi bertiga ya Dek, Kakak yakin kita bisa menghadapi semua," sahut Aruna.

Tidak lama kemudian mereka mendapatkan panggilan di ruang kepala sekolah, tiga anak ini hanya terdiam dan mengikuti peraturan sekolah yang saat ini tengah memanggilnya, untuk di interogasi mengenai kejadian ini yang mengakibatkan teman sekelasnya mengalami luka memar di wajahnya.

"Aruna, Arjun dan Arash, kenapa kalian melakukan tindak kekerasan terhadap teman kalian, kalian tahu gak, kalau itu perbuatan yang tidak baik," ucap kepala sekolah itu dengan tegas.

"Kami tahu Pak, tapi kami tidak akan menyerang jika mereka tidak mengganggu duluan, semenjak TK mereka selalu mengolok kami, dan hal itu berlanjut sampai kami SD, dan sampai sekarang kita masih mendapatkan olokan itu padahal kita tidak ngapa-ngapain Pak," sahut Aruna dengan bijak.

"Memangnya kalian di apakan?" tanya kepala sekolah itu yang memang tahu kalau ketiga anak ini pintar dan selalu kompak.

"Kami selalu di bully dan kejadian tadi siang, kami sedang makan bertiga, tiba-tiba si Edo dan Mona datang, mereka yang mulai duluan Pak," sahut Aruna.

"Iya Bapak tahu mereka yang mulai duluan tapi lain tidak boleh ya, memukul teman sampai luka-luka seperti itu, nanti kalau orang tuanya gak terima kalian bertiga bisa di tuntut," nasehat kepala sekolah itu.

"Kami tahu Pak, tapi dia membanting kotak makanku dan mengenai wajahku, sedangkan aku tahu sendiri bagaimana ibukku mencari nafkah untuk kami bertiga," sahut Arjun tiba-tiba.

"Bohong itu Pak, anak itu memang suka bohong, dasar kalian bertiga itu memang anak-anak tidak tahu di untung," cegah Edo tiba-tiba.

"Tidak Pak kami tidak berbohong, kalau tidak percaya tanya saja sama adikku," potong Arjun.

"Iya Pak, ini bukan kebohongan saya dan kakak saya yang melihat kalau Mona sedang melempar kotak kue itu ke arah Abang saya," timpal Arash.

"Hallah jangan percaya Pak," cetus Edo.

"Sudah stop, di sini Bapak mau bertanya dengan Mona, dan kamu Edo Bapak harap kamu diam dulu," ucap Pak Kapsek.

"Mona apa kamu melempar duluan kotak makan itu?" tanya Pak Kapsek.

"Enggak Pak mereka bohong," sahut Mona sambil melirik ke arah ketiganya.

Bersambung .....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!