NovelToon NovelToon

Ikhlas Cinta Rayandra

Bab 1 : Di Balik Persahabatan

..."Sepintar apapun menyembunyikan perasaan, semua itu tidak akan mengubah kenyataan. Pada nyatanya hati tidak akan pernah berbohong kepada siapa ia akan mencintai, dan kepada siapa ia akan menaruh hati."...

...~~~...

Di sebuah taman terlihat seorang wanita nampak berulang kali mengubah pose berfotonya, dengan berbagai gaya yang kekinian dan juga trend di media sosial.

"Kayak yang aku bilang tadi ya, Rayan! Jangan salah! Awas saja kalau jelek, aku gak mau lagi pake jasa kamu!" tegas wanita itu dengan menatap tajam wajah laki-laki yang menjadi fotografernya.

"Iya-iya, ini juga baru di mulai videonya," balas Rayan dengan mengerahkan kamera kepada wanita cantik berpakaian muslimah itu.

Wanita itu langsung tersenyum manis, setelah mendengar jawaban dari Rayandra El-Fatih---anak Bunda Zahra dan Ayah Muhtaz, sekaligus saudara kembar Rayhan yakini calon suaminya.

Seperti pada biasanya, Rayan menuruti keinginan Alya Syafira, wanita cantik anak dari Ustaz Ilham yang sekarang mengambil profesi sebagai model papan atas yang kini tengah begitu di sorot di media sosial.

Top model Indonesia yang kini tengah naik daun dan banyak penggemar di mana-mana, membuat Alya begitu di pandang hormat oleh pendukungnya.

Senyumannya yang manis, matanya indah, dengan tubuh yang ideal, serta di baluti pakaian muslimah yang begitu menutupi tubuhnya, mampu membuat banyak kaum adam kagum. Dan tak banyak juga yang ingin mempersuntingnya, karena begitu sempurna, dan nyaris indah bak berlian yang tak bisa tersentuh oleh sembarangan orang.

Cekrek!

Sebuah foto berhasil di ambil lewat kamera digital yang begitu canggih, dengan memberikan foto yang jernih dan juga bagus.

"Ih yang bener aja? Kok cepat banget si, Rayan? Bagus enggak?" cetus Alya yang protes dengan cara Rayan memfotonya tanpa instruksi apa-apa.

"Ini bagus kok fotonya, kamu diem saja di situ Alya! Fotonya sekali lagi," ucap Rayan kembali mengarahkan kamera digitalnya di depan mata.

"Iya deh, tapi tunggu! Harus pake aba-aba loh! Jangan main jepret-jepret aja!" ujar Alya sedikit memperingati Rayan.

"Iya, kamu tinggal senyum saja!" balas Rayan yang tidak ingin berdebat dengan Alya terlalu lama.

Alya pun langsung mengambilnya dosen ternyaman dan membuatnya tampil begitu cantik, di tambah dengan senyumannya yang menawan.

"Cepat, aku udah siap! Pegal ni!" keluh Alya. Kali ini ia yang membuat Rayan terburu-buru.

"Satu, dua, ti ... ga!" ucap Rayan memberikan instruksi kepada Alya.

Cekrek!

Jepretan kedua berhasil dengan begitu mulus. Dan Rayan mengambil foto Alya sesuai dengan keinginan wanita itu.

"Ya, sip! Bagus," puji Rayan setelah melihat hasil fotonya itu.

Alya yang cukup penasaran dengan hasil jepretan sahabatnya itu, karena Rayan selalu membuatnya terkesan sekaligus penasaran, dengan apa yang di lakukannya. Termasuk hasil fotografi yang selalu membuat hatinya senang.

Wanita itu pun berjalan semakin mendekati Rayan, dengan niat untuk melihat hasil fotonya itu.

"Gimana bagus, enggak?" tanya Alya dengan sedikit menantang Rayan akan kemampuannya itu.

"Nih, coba kamu lihat sendiri hasilnya," seru Rayan dengan memberikan kamera digitalnya itu kepada Alya.

"Ya udah sini, aku cek sendiri. Awas saja kalau enggak bagus!" kata Alya dengan sedikit mengancam, tapi tetep menerima kamera digital milik Rayan itu.

Dan benar saja, baru melihat hasilnya, kedua mata Alya langsung berbinar, dengan senyuman indah yang menghiasi bibirnya.

"Masyaallah, bagus banget ini Rayan fotonya! Selalu the beast deh kamu, aku selalu suka dengan hasil fotografer kamu ini," ucap Alya dengan begitu bahagia atas hasil jepretan Rayan.

"Alhamdulillah jika kamu suka, Alya. Setidaknya ocehan kamu itu tidak lagi berlaku oleh fotografer kesayanganmu ini, ya kan?" ujar Rayan dengan senyum tipis di bibirnya.

"Haha, kamu ini bisa saja Rayan. Iya dan aku suka banget sama hasil foto ku, selalu perfect dan tidak pernah gagal," puji Alya dengan terus melihat foto-fotonya sendiri dengan wajah gembira.

Rayan yang melihat itu hanya bisa tersenyum bisa membuat wanita itu bahagia. Bahkan, tersenyum manis tanpa di minta.

"Jika saja waktu berhenti di sini, aku ingin terus melihat senyuman dan wajah cantikmu itu, Alya. Dengan cara ini pula aku bisa melihatmu bahagia," ucap Rayan di dalam hatinya sembari menatap wajah Alya yang masih melihat-lihat fotonya di kamera digital miliknya itu.

Namun, tiba-tiba saja suara seorang laki-laki mengalihkan perhatian Alya, dan Rayan yang tengah asik melihat hasil jepretan foto Rayan.

"Alya," panggil laki-laki tampan berjas biru, dengan senyum yang mengembang di bibirnya, serta tangan yang di lambaikan kepada wanita cantik yang tengah di panggilnya itu.

Kedua iris mata Alya membulat sempurna, melihat sosok laki-laki yang datang tiba-tiba soraya memangil namanya.

"Rei, kamu sudah kembali?" Alya nampak tak percaya dengan yang di lihatnya itu, karena saking terkejutnya melihat pemuda tampan itu.

"Iya, sayang. Aku kembali untuk kamu," balas Raihan Al-Ghifari---saudara kembar Rayan yang meneruskan sekolahnya di Spanyol.

"Dan ini untuk kamu," lanjutnya dengan memberikan sebuah buket bunga besar yang di belinya sebelum datang menemui Alya.

"Ah, terimakasih banyak Rai," ucap Alya dengan begitu bahagia menerima buket bunga yang di berikan oleh calon suaminya itu dengan senyum lebar.

"Sama-sama sayang," balas Rayhan sembari membalas senyuman calon istrinya itu.

Rayan yang melihat keromantisan pasangan manusia yang baru kembali bertemu, setelah sekian lama tak berjumpa itu, membuat hatinya sedikit sesak. Ia pun menjauh dari Alya dan Raihan, dengan membalikan tubuhnya, dan sedikit mengambil jarak dengan melangkah pelan agar tidak menganggu keduanya, dan menimbulkan kecurigaan kepada Alya.

Sekuat mungkin Rayan menahan rasa sakit yang menguasai dirinya, karena melihat Alya bersama abangnya yang baru pulang dari Spanyol. Meskipun begitu, Rayan cukup sadar diri akan posisinya di sana, dengan tidak memaksakan kehendaknya untuk merusak momen bahagia abangnya itu.

"Loh Rayan, kamu mau ke mana?" Tiba-tiba Raihan memanggil nama adiknya dan membuat Rayan terkejut.

Deg.

Sejenak Rayan terdiam, dengan menghentikan langkah kakinya, karena mendengar panggilan dari saudara kembarnya itu.

Ia pun memutuskan untuk berbalik kembali menatap wajah pasangan yang selalu romantis itu, dengan senyum manis yang sedikit di paksakan.

"Aku mau ke sana dulu, Bang. Lanjutkan saja melepas rindunya oke?" jawab Rayan dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya itu.

"Lo memang Adik gue yang paling ngertiin gue. Thank ya Dek," balas Raihan dengan melempar senyum kepada sang adik.

Rayan hanya mengangguk saja sembari tersenyum simpul, sedangkan Alya yang mendengar interaksi antara keduanya hanya tersenyum tipis, dengan menatap dua laki-laki berwajah kembar yang selalu ada untuknya itu.

.

.

.

Bismillah. Dek Author hadir kembali dengan novel yang seru. Yuk dukung novel ke enam Dek Author! Jangan lupa tinggalkan like, komentar sama vote kalian ya.

Bab 2 : Pernikahan Menyesakkan

..."Berpura-pura tak terluka, tapi nyatanya menderita sampai tak bisa lupa. Itu sangatlah menyakitkan daripada harus bicara, tapi tetap tak bisa bersamanya."...

...~~~...

Halaman Pesantren Darussalam.

Setelah memutuskan untuk saling bersama selamanya dan tak terpisahkan lagi oleh jarak yang membuat keduanya nyaris tak bertemu dan terhalang oleh rindu. Cukup sudah di sini, Alya menahan dirinya untuk bersabar menunggu Raihan menyelesaikan perguruan tingginya di Spanyol.

Sekarang pemuda tampan yang berselisih lima tahun lebih muda darinya itu, telah memutuskan untuk mempersuntingnya di hari ini. Pukul sembilan pagi, di aula lapangan Pesantren Darussalam, dengan di saksikan oleh seluruh santri Abi Ilham yang menunggu ikrar suci itu terucap oleh laki-laki yang begitu di cintainya.

Perjodohan yang awalnya tidak di rencanakan, tapi dengan keputusan kedua belah pihak, dengan kedua calon yang saling menerima, membuat perjodohan itu bisa sampai ke jenjang pernikahan. Tingkatan paling suci di bandingkan dengan hubungan tanpa kepastian.

Di hadapan semua santri dan juga kerabat dekat, serta keluarga dari kedua mempelai pengantin. Kini Raihan menjabat tangan Abi Ilham dengan penuh kesungguhan, serta tatapan tajam yang menandakan kesiapannya itu.

"Nak Raihan, apa sudah siap?" tanya Pak Penghulu di saat-saat menegangkan itu.

"Saya siap, Pak!" balas Raihan dengan cepat tanpa ragu sedikitpun.

Dengan begitu, Pak Penghulu langsung memberikan instruksi kepada Ustaz Ilham yang sudah menjabat tangan mempelai pria untuk segera melangsungkan akad pernikahan.

Dengan menatap wajah Raihan tajam, Ustaz Ilham pun segera menikahkan putrinya dengan pilihannya itu.

"Sudara Raihan Al-Ghifari, saya nikahan dan kawinkan engkau kepada putri saya yang bernama Alya Syafira binti Muhammad Ilham Rasyidi, dengan mas kawin seberat seratus gram, serta seperangkat alat salat di bayar tunai!" Ustaz Ilham menghentakkan jabatan tangannya kepada Raihan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Alya Syafira binti Muhammad Ilham Rasyidi dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" Dengan sekali tarikan nafas, Raihan mengucapkan kata ijab kabul itu dengan benar.

"Gimana para saksi?" tanya Pak Penghulu langsung menatap kedua saksi yang ada di sana. Dan keduanya bukan orang biasa, melainkan kyai yang di kenal oleh Ustaz Ilham---yakni abi dari Alya.

"SAH!" jawab kedua saksi dan pernikahan itu terbukti sah di mata hukum dan negara.

"Alhamdulillah," ucap banyak orang di sana yang menyaksikan momen sakral tersebut. Bahkan, serempak para santri mengucapkan hamdalah, setelah seorang anak pemilik pondok pesantren itu resmi menyandang status sebagai istri orang itu.

"Selamat, kalian berdua telah resmi menjadi pasangan suami istri secara hukum dan agama," ucap Pak penghulu kepada Raihan dan Alya yang tengah berbahagia.

"Alhamdulillah, terimakasih Pak," ucap Raihan dan Alya dengan begitu bahagia.

Di mana, setelah bakar pernikahan selesai, torai putih transparan yang menghalangi keduanya untuk saling bersitatap itu terbuka, dengan memperlihatkan Alya yang begitu cantik dalam balutan busana pengantin, dan riasan wajah yang begitu cantik.

Tanpa ragu, Alya di minta duduk di samping Raihan yang telah resmi menjadi istrinya itu, dengan full senyum manis yang terlihat di wajahnya yang cantik.

Sejenak keduanya saling menatap, dengan tatapan kagum dan juga penuh cinta yang membuat keduanya semakin bahagia pada haru spesial ini.

"Di cium dulu Alya, tangan suami kamu itu," ucap Ustaz Ilham kepada putri semata wayangnya itu.

Alya hanya mengangguk saja, dengan sedikit takut dan gugup, ia meraih tangan Raihan dan menciumnya dengan begitu mesra dan cukup lama.

Cup.

Dan tiba-tiba sebuah ciuman di kening Alya pun mendarat darurat laki-laki yang kuku telah resmi menjadi suaminya itu, sekaligus pendamping hidupnya.

Rayan yang melihat momen bahagia dan mengharukan itu, seketika memegang dadanya, dengan segera berbalik dan menjadi dari pasangan pengantin itu, dan sedikit berlari menghindari kerumunan orang yang menyaksikan momen istimewa dalam pernikahan itu.

Dengan menahan sesak yang amat dahsyat, Rayan sekuat tenaga berlari menjauh dari aula pesantren yang di penuhi oleh tamu undangan, serta para santri yang jumlahnya itu tidak sedikit. Meskipun begitu, Rayan nampak kesusahan untuk keluar dari kerumunan tamu undangan itu, tapi karena rasa sakitnya itu tak tertahan lagi, ia pun bisa melewati orang-orang itu, dengan pergi ke tempat yang lebih sepi dan jauh dari para tamu serta kelurganya.

Tes!

Sebuah air mata menetes membahasi pipinya yang begitu putih bersih tanpa noda. Dengan cepat pula, Rayan menghapus air mata itu menggunakan tangan kanannya, dan tangan kirinya memegang dadanya yang terasa begitu sakit.

"Mengapa rasanya sesakit ini, Ya Allah? Melihat wanita yang aku cintai menikah dengan Abangku sendiri, sedangkan aku tak berdaya di sini, melihat Bang Raihan menikahi wanita yang aku cintai selama dua puluh tahun ini. Sakit sekali rasanya hati ini," ucap Rayan di dalam hatinya sembari terus mengusap air matanya yang terus keluar itu.

Selama dua puluh tahun, semenjak usianya lima tahun sampai dua puluh lima tahun, Rayan tidak pernah menangis, walupun terjatuh dan terluka. Namun, kali ini air mata laki-laki itu pecah seketika tak tertahan lagi, setelah melihat wanita yang di cintainya itu di nikahi oleh abangnya sendiri, tepat di depan mata kepalanya sendiri.

Dengan segela cara, Rayan lakukan untuk menghentikan rasa sakit di dalam hatinya itu, dan juga air matanya yang tak kunjung berhenti. Akan tetapi, semua usahanya itu nihil, ia tidak bisa menghindari rasa sakit dan sesak itu, karena kali ini Rayan begitu rapuh. Bahkan, jika di gambarkan bagaimana perasaannya sekarang, sudah pasti begitu hancur berkeping-keping, sampai tak ada lagi cara untuk menyembuhkan luka yang menganga di dalam hatinya itu.

"Kali ini aku kalah, Alya. Aku tidak bisa menahan rasa sakit dan hancurnya hatiku ini. Aku tidak kuasa melihatmu bersanding dengan Bang Raihan---Abangku sendiri. Rasa sakit ini tak bisa aku tahan lagi. Dan ini sungguh sangat menyiksa diriku," ucap Rayan sembari meremas dadanya yang terasa sesak dan behjh8 menyakitkan.

Bahkan, tidak ada yang tahu bagaimana rasa sakit yang tengah laki-laki itu rasakan, setelah pernikahan abangnya dengan anak dari pemilik pondok pesantren itu. Dan nyaris tak ada yang tahu, bagaimana perasaan Rayan saat ini.

Entah itu hatinya yang hancur, hidupnya, cintanya, jati dirinya, dan kekuatan tubuhnya yang begitu kuat, sekarang rapuh hanya dengan melihat abangnya sendiri menikahi wanita yang di cintanya. Sampai-sampai, tubuh Rayan bisa ambruk saat itu juga. Namun, dengan sekuat tenaga Rayan menahan diri, walupun ia sendiri tahu bahwa dirinya sudah tak berdaya lagi untuk sekedar menghadapi abangnya dan juga Alya nantinya.

.

.

.

Bab 3 : Ikhlas Cinta Rayandra

..."Bukan waktu yang menentukan keadaan, tapi takdir yang mengatur kehidupan. Dan jika sudah tidak ada peluang untuk tetep bersamanya, maka hanya ada ikhlas yang menjadi jalan pertama."...

...~~~...

Satu Minggu Kemudian.

Tidak terasa sudah satu minggu berlalu, setelah pernikahan Raihan dan Alya di Pondok Pesantren Darussalam. Dan sudah satu minggu pula, Alya tinggal dalam satu rumah bersama mertuanya, yakni Bunda Zahra dan Ayah Muhtaz, serta Rayan yang kini menjadi adik iparnya.

Tak di sangka sebelumnya, semua yang di harapan terjadi juga. Di maka, Alya dan Raihan bisa saling menerima menjadi suami istri yang saling mencintai, sehingga tidak ada celah untuk membuat keduanya terpisahkan.

Dan tak saring juga, Rayan melihat keromantisan pengantin baru itu, sampai membuat matanya perih hanya sekedar sekilas melihat kedekatan keduanya. Bukan satu atau dua kali Rayan melihat pemandangan itu, tapi sudah lima tahun ia melihat kedekatan abangnya dengan Alya, tapi ia tetep kuat hanya saja kali ini Rayan sudah begitu rapuh dari sebelumnya.

Selama satu minggu ini, Rayan pun memutuskan untuk tidak banyak berada di rumah, dengan menyibukkan dirinya di luar, memilih berkerja sebagai fotografer, serta menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan, dan sedikit menghindar dari yang membuat hatinya itu terluka.

Namun, tak memupuk kemungkinan untuk Rayan menghindar, karena pada nyatanya ia tetap pulang ke rumah orangtuanya, dan melihat pemandangan yang menyesakkan hatinya itu kembali.

Seperti saat ini, Rayan baru saja pulang kerja dari studio foto pukul tujuh malam, dan ia berjalan masuk ke dalam rumah besar itu. Akan tetapi, hal yang ia lihat pertama kali itu berhasil membuat hatinya sakit.

"Sabar Rayan, kamu pasti bisa lewati ini semua. Kamu harus ikhlas dan tabah menerima kenyataan ini. Dan ingat, sekarang Alya bukan hanya wanita yang aku cintai, tapi juga kakak iparku sendiri," batin' Rayan berucap sembari menguatkan hatinya yang sudah rapuh dan hancur.

Dengan tanpa banyak bicara, Rayan berlalu meninggalkan pasangan pengantin baru yang tengah duduk di sofa itu, dengan memilih pergi menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.

Namun, saat kakinya ingin menaiki anak tangga, tiba-tiba suara bariton yang begitu di kenalnya membuatnya seketika berhenti.

"Dek, jam segini baru pulang kerja?" tanya Raihan yang masih duduk di sofa bersama Alya.

Sontak saja Rayan menarik nafasnya pelan dan menghembuskannya perlahan guna menegangkan dirinya. Sampai ia pun berbalik untuk menatap saudara kembarnya itu.

"Iya Bang, aku baru pulang dari studio foto. Hari ini cukup banyak pelanggan makanya aku lembur. Dan sekarang aku mau bersih-bersih dulu," jawab Rayan dengan tidak banyak menjelaskan.

"Oh pantasan, duduk di sini saja dulu sama kita, kamu juga pasti masih capek itu Dek. Ngopi dulu saja di sini," ujar Raihan dengan satu tangan yang merangkul pundak sang istri. Di mana Alya juga tengah bersandar di pundak Raihan dengan begitu mesra.

Sejenak Rayan terdiam hanya dengan melihat pemandangan itu saja, tapi ia pun berusaha bersikap baik-baik saja.

"Terimakasih Bang, tapi nanti saja. Badanku sudah lengket, tidak enak. Aku bersih-bersih dulu di atas ya? Sekalian mau istirahat, Abang sama Alya. Eh maksudnya, Kak Alya lanjutkan menikmati saja waktu berduanya, oke?" ucap Rayan dengan tersenyum tipis, walaupun terkesan canggung pada saat mengucapkan panggilan yang tak biasa itu kepada Alya.

"Ya udah, kamu cepat bersih-bersih gih, Dek!" Raihan pun mengalah, dengan membiarkan adiknya itu melakukan apa yang di inginkannya.

Rayan hanya tersenyum mendengarnya, lalu kembali menaiki anak tangga yang tertunda itu. Akan tetapi, lagi-lagi suara seseorang menghentikan langkahnya, dan kali ini suaranya begitu lembut sampai menyentuh sanubari hatinya yang masih terluka.

"Rayan, tunggu!" pinta Alya dengan menatap punggung Rayan yang hendak pergi.

"Iya ada apa, Kak Alya?" sahut Rayan dengan cepat berbalik dan menatap wajah cantik itu.

"Eemmm ... gimana foto album pernikahan aku dan Mas Raihan, sudah jadi belum?" tanya Alya dengan sedikit ragu untuk bertanya.

Deg.

Pernyataan itu sungguh menghancurkan hati Rayan, tepi dengan sekuat tenaga laki-laki itu menahan dirinya agar tidak larut dalam luka terlalu lama.

"Belum, Kak. Mungkin tiga hari lagi jadi, nanti aku kabari Kak Alya, jika sudah siap albumnya ya?" jawab Rayan dengan berusaha terlihat ramah seperti biasanya.

"Oh oke, terimakasih Rayan. Nanti jangan lupa kabari aku loh! Ingat, itu sangat penting untuk aku dan Mas Raihan!" ucap Alya dengan senyum di bibirnya, walupun tengah memperingati Rayan.

"Iya, aku ingat kok. Kamu tenang saja, nanti terima jadi!" balas Rayan dengan menahan sesak dalam kepura-puraan yang membuat hatinya semakin terluka perlahan.

"Oke, thank Rayan," ucap Alya dengan tersenyum manis, lalu kembali melanjutkan kemesraan yang tertunda itu bersama sang suami.

Rayan hanya mengangguk saja, dengan buru-buru pergi dari tempat itu, dan segara masuk ke dalam kamarnya untuk menangkan diri dari apa yang di lihatnya itu di bawah.

Tanpa di sadari boleh Alya pun, hati Rayan begitu terluka dengan ucapannya yang membuatnya tak berdaya. Jika saja bukan Rayan yang berada di posisi ini, mungkin ia akan bunuh diri untuk menghilangkan luka tak berdarah itu. Namun, Rayan cukup waras untuk melakukan hal konyol itu, walupun rasanya hidupnya sudah hancur.

***

Pukul sepuluh malam, Raihan tiba-tiba keluar dari dalam kamarnya, dengan wajah gelisah, sembari memegang ponsel yang terus berdering tak kunjung berhenti. Sampai Rayan pergi ke teman belakang rumah, dengan menerima panggilan telepon dari orang yang di kenalnya itu.

"Sudah aku bilang jangan telpon-telpon aku lagi, ngerti!" tegas Raihan yang tiba-tiba langsung marah pada saat menerima panggilan teleponnya itu.

"Cukup! Aku sudah menikah, jangan ganggu aku lagi! Dan berhenti menghubungi aku lagi, atau kamu tahu akibatnya nanti!" lanjut Raihan dengan wajah memerah dan emosi tak tertahan lagi.

Suara menggelegar itu, cukup membuat seorang laki-laki yang baru saja ingin pergi ke dapur untuk mengambil air minum, tiba-tiba terhenti karena suara Raihan yang terdengar cukup keras itu, terlihat berdiri di taman belakang rumah, dan tidak jauh dari dapur.

"Suara Bang Raihan, ada apa dengannya?" gumam Rayan yang tiba-tiba tertegun sembari melihat sekelilingnya untuk mencari keberadaan abangnya itu.

Sampai suatu ketika, matanya melihat kaca jendela dapur yang terbuka, dengan memperlihatkan Raihan yang tengah berdiri di taman tidak jauh dari sana, dengan terlihat tengah marah-marah dari caranya menerima panggilan telepon.

"Bang Raihan, sedang apa dia di taman malam-malam kayak gini? Dan kelihatanya dia terlihat sangat marah," ucap Rayan yang melihat dari kaca jendela dapur yang tembus ke taman belakang rumah. Di mena itu adalah tempat Raihan menerima panggilan telepon masuk ke ponselnya.

Sebisa mungkin Rayan mendengerkan percakapan abangnya itu, tapi sayang ia tak bisa mendenger apapun yang di bicarakan Raihan dengan seseorang di telpon itu.

"Aku tidak bisa mendengar pembicaraannya, tapi sepertinya Bang Raihan ada masalah makanya terlihat sangat marah. Sudahlah biarkan saja, aku tanyakan ini besok saja kepada Bang Raihan, karena percuma aku pun tidak bisa mendenger pembicaraannya itu di sini," ucap Rayan dengan berlalu dari kaca jendela menuju kulkas untuk membawa sebotol air di dalamnya, dan akan di bawa ke kamar nantinya.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!