Rafan menyiapkan alat-alat lukis nya dan menyimpannya ke dalam tas ransel besar. Seperti pensil warna khusus dan cat pilok dengan berbagai jenis warna.
Juga kertas khusus untuk melukis yang biasa ia gunakan. Rafan tersenyum dan menutup resleting tas ransel nya.
"Oke siap, sekarang tinggal berangkat. Kebetulan hari Minggu ini cuacanya sangat mendukung," ucap Rafan berbicara sendiri.
Rafan Nashif adalah seorang pelukis yang memiliki bakat seperti sang mama, yaitu Seruni.
Namun ia lebih memilih menjadi pelukis jalanan untuk mengisi waktu luangnya. Terutama di hari Minggu ini.
Rafan memiliki pacar yang bernama Renata, hubungan mereka sudah berjalan setengah tahun lamanya.
Namun Renata belum tahu latarbelakang Rafan sebagai seorang CEO di perusahaan. Bukan tanpa alasan Rafan menyembunyikan identitasnya sebagai CEO.
Karena ia ingat pesan Jovan dan Seruni, untuk menguji ketulusan seseorang, perlihatkan saat kamu tidak memiliki apa-apa.
Dan kata-kata itulah yang di terapkan oleh Rafan, sehingga ia menyembunyikan identitasnya sebagai seorang CEO.
"Pergi dulu Ma, Pa, Oma, Opa," ucap Rafan berpamitan kepada mereka semua.
Rafan mencium tangan Saskia, Farhan dan Jovan. Tapi dengan sang mama, Rafan mencium pipi mamanya.
"Kapan kamu akan berhenti menjadi pelukis jalanan? Lebih baik bekerja di galeri mama," ujar Seruni.
"Aku tidak akan berhenti Ma, karena ini memang hobiku. Menjadi seniman jalanan adalah hal yang menyenangkan bagiku," jawab Rafan.
Seruni tidak bisa berkata apa-apa lagi, Saskia, Farhan dan Jovan juga tidak bisa apa-apa. Walau pun Rafan taat dengan ajaran agama, namun ia juga keras kepala.
Apa yang menjadi keinginannya tidak bisa terbantahkan. Apalagi kalau menyangkut tentang menjadi pelukis jalanan.
Rafan tidak lupa membawa meja kecil yang bisa di lipat. Juga kursi kecil yang bisa di lipat juga.
Dengan mengendarai motornya Rafan keluar untuk mencari tempat yang menurutnya bagus.
Sepanjang perjalanan Rafan memperhatikan tempat-tempat yang akan di buatkan nya lukisan. Bahkan tembok pun kadang di lukis nya.
"Ha ini sepertinya cocok," gumamnya. Rafan melihat sebatang pohon besar yang akan di jadikan objek lukisannya.
Rafan berhenti di dekat sebuah taman yang banyak orang. Ada beberapa pohon yang cukup besar di tepi taman itu tempat orang-orang berteduh.
"Assalamualaikum Pak, permisi. Bolehkah saya melukis di sini?" tanya Rafan dengan sopan.
"Mas nya pelukis? Oh iya Mas silakan," ujar pria itu.
Rafan mengeluarkan alat-alat yang di perlukan, termasuk plastik untuk membungkus batang pohon itu.
Orang-orang yang ada di situ pun berkumpul karena penasaran dengan apa yang akan di lakukan oleh Rafan.
Rafan mulai melilit batang pohon tersebut dengan menggunakan plastik putih transparan.
Setelah mereka cukup, Rafan pun mulai melukis menyesuaikan dengan yang ia inginkan.
Dalam sekejap, pohon tersebut berubah seperti tidak saling terhubung. Orang-orang pun merasa takjub dengan keahlian Rafan.
"Kok bisa ya Mas?" tanya pria tadi. Rafan hanya tersenyum tanpa menjawab. Kemudian ia pergi lagi mencari tempat lain.
Orang-orang yang ada di situ masih di buat kagum. Jika di lihat seperti tidak ada batang kayu, namun jika di sentuh baru terasa ada.
"Benar-benar suatu mahakarya yang luar biasa," ucap salah satu dari mereka.
Sementara Rafan mampir di sebuah gerobak penjual es cendol. Ia ingin minum es cendol terlebih dahulu.
"Satu ya Pak," kata Rafan.
"Iya Mas," ujar penjual es cendol itu.
"Oh iya Pak, jangan pakai es ya," pinta Rafan. Pria itu mengangguk mengiyakan.
Rafan melihat tulisan di gerobak bapak itu kurang menarik, kemudian Rafan pun iseng-iseng membuat tulisan itu agar lebih menarik.
"Eh Mas, apa yang kamu lakukan?" tanya pria itu.
"Aku lihat tulisannya kurang jelas dan kurang menarik, jadi aku hanya ingin membetulkan nya agar lebih cantik," jawab Rafan.
Dan benar saja, saat tulisan itu siap, pria itu terkesima dengan tulisan yang di buat oleh Rafan.
"Berapa Mas?" tanya pria itu menanyakan harga tulisan yang di buat oleh Rafan.
"Tidak bayar kok Pak, aku hanya ingin membantu agar jualan bapak tambah laris," jawab Rafan.
Pria itu tersenyum, ia juga belum banyak dapat duit. Harga segelas cendol hanya lima ribu rupiah.
Rafan pun membayar, namun pria itu menolak. Rafan tetap memaksa hingga meletakkan uang 50 ribu di tangan pria itu.
Kemudian ia pergi untuk mencari tempat yang nyaman untuk ia melukis. Baru saja Rafan pergi, orang-orang pun berdatangan untuk membeli.
"Alhamdulillah, ternyata Mas itu membawa rezeki," batin pria itu.
Rafan merasa ponselnya bergetar, ia pun meminggirkan motornya di pinggir jalan. Rafan segera menjawab panggilan telepon.
"Bro, kamu di mana?"
"Waalaikumsalam."
"Eh iya maaf, assalamualaikum. Kamu di mana?"
"Aku di jalan Jenderal Sudirman, kenapa?"
"Pasti melukis, kan? Hobi banget sih?"
"Kalau tidak penting aku tutup, assalamualaikum."
Rafan segera menutup teleponnya tanpa memberi peluang untuk Farrel menjawab salamnya.
Rafan dan Farrel berteman, namun Farrel tidak memiliki bakat seperti Dian sang mama. Farrel lebih suka berbisnis ketimbang melukis.
Rafan menghela nafas, kemudian menyimpan ponselnya. Dan melanjutkan perjalanan menuju tempat ramai.
Rafan pun akhirnya sampai ke tempat yang ia inginkan. Ia mulai mempersiapkan semuanya untuk bahan lukisannya, termasuk meja lipat dan kursi lipat yang di ikat nya di motornya.
Entahlah, kenapa dia lebih memilih menggunakan motor daripada mobil? Padahal untuk membawa barang-barang seperti itu lebih gampang pakai mobil.
"Eh, itu seperti Renata," gumam Rafan saat melihat seorang gadis berjalan dengan seorang pemuda.
Rafan tidak berpikir negatif, ia pikir Renata hanya berjalan dengan saudaranya atau keluarga nya yang lain.
Sementara Renata tidak menyadari jika dia sedang di perhatikan oleh Rafan. Hingga keduanya masuk ke sebuah pusat perbelanjaan.
Rafan mengambil ponselnya, kemudian menghubungi nomor Renata. Deringan pertama tidak terjawab, deringan kedua juga sama. Hingga deringan ketiga barulah di jawab.
"Ya halo, ada apa?"
"Assalamualaikum."
"Sudah langsung saja ada apa?"
"Kamu di mana?"
"Di rumah, kenapa? Kamu curiga aku keluar dengan pria lain?"
"Tidak juga, hanya ingin memastikan saja kamu ada di mana?"
"Sudah ya aku sibuk. Kamu juga sibuk dengan lukisan kamu yang tidak jelas itu, kan?"
Rafan terdiam, hingga panggilan telepon terputus secara sepihak oleh Renata. Rafan dapat mendengar suara kesal dari Renata.
Rafan akhirnya tahu jika Renata itu berbohong. Buktinya ia tadi melihat Renata jalan dengan cowok lain.
Rafan tidak kecewa, justru ia bersyukur karena Allah sudah menunjukkan sebelum hubungan mereka lebih jauh.
"Benar kata mama dan papa, untuk menguji ketulusan cinta seorang wanita adalah dengan tidak memiliki apa-apa," gumam Rafan.
Rafan menunggu orang yang ingin minta di lukis. Orang yang ingin di lukis akan bayar, namun uangnya akan Rafan sumbangkan ke panti asuhan dan ke orang-orang yang membutuhkan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Assalamualaikum semuanya, aku menerbitkan cerita baru. Cerita Rafan Nashif anak dari Seruni dan Jovan.
Semoga kalian suka ya.
Rafan memulai melukis pemandangan alam untuk menarik perhatian orang-orang yang ada di situ.
Dengan keahlian yang ia miliki, tidak sulit untuknya menghasilkan karya yang begitu indah.
Awalnya satu orang mulai tertarik dan mendekat untuk melihat. Orang itu begitu takjub saat melihat lukisan yang di buat oleh Rafan dengan hanya menggunakan pensil berwarna khusus.
"Wah hebat, sungguh mahakarya yang luar biasa," ucap orang itu.
Yang lain juga ikut penasaran lalu mereka berkumpul untuk melihatnya. Tidak berapa lama lukisan yang di buat oleh Rafan pun siap.
"Mas, saya bayar seratus juta. Bagaimana?" Tiba-tiba salah seorang dengan pakaian formal menawarkan lukisan yang baru di buat oleh Rafan dengan harga tinggi.
"Bapak berminat? Kalau begitu silakan Pak," jawab Rafan dengan senang hati.
Pria itu langsung mengeluarkan ponsel dan mentransfer sejumlah uang kepada Rafan. Rafan pun tersenyum setelah menerima notifikasi uang masuk.
"Mas, bisa orang? Kalau bisa saya bayar lagi dua kali lipat, tapi harus sama seperti ini ya Mas," ujar pria itu mengeluarkan selembar foto dan memperlihatkan nya kepada Rafan.
"Bapak mau sekarang, atau ...."
"Kalau bisa sekarang ya Mas, soalnya saya datang ke sini untuk perjalanan bisnis," potong pria itu.
Rafan pun mengangguk, kemudian iapun mulai melukis. Awalnya terlihat asal-asalan dengan beberapa coretan yang terlihat berantakan dan tidak menarik.
Namun setelah beberapa detik berlalu, gambar atau lukisan tersebut mulai terbentuk seperti di foto.
Bahkan terlihat nyata seperti di foto, bukan seperti lukisan pada umumnya. Pria itu geleng-geleng kepala karena takjub.
"Mas ini pandai melukis, tapi sayangnya hanya pelukis jalanan," batin pria itu.
Hanya hitungan menit lukisan itu pun siap. Rafan menyerahkan lukisan tersebut untuk di nilai oleh pria itu. Apakah benar-benar mirip, atau tidak?
Pria itu cukup berpuas hati melihat hasilnya. Kemudian ia mentransfer kembali uang yang sudah di janjikan.
"Oh iya Mas, ini kartu nama saya. Jika Mas nya berminat, saya bisa rekomendasi Mas kepada teman saya. Mas bisa berpeluang menjadi pelukis terkenal," ucap pria itu.
"Terima kasih Pak, tapi saya lebih suka seperti ini. Menjadi seniman jalanan adalah keinginan saya," ujar Rafan.
Pria itu mengangguk, lalu pamit dan akan segera kembali ke kota nya. Rafan pun senang karena ia sudah mendapatkan uang ratusan juta.
Nanti uang itu akan di cairkan untuk di donasikan ke panti asuhan dan orang-orang kurang mampu.
"Alhamdulillah," ucap Rafan.
Tanpa terasa waktu Zuhur pun tiba. Rafan yang tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu pun segera bersiap-siap untuk pergi ke masjid terdekat.
Sesibuk apapun Rafan akan selalu menyempatkan diri untuk melaksanakan kewajiban.
Sejak kecil dia di ajarkan ilmu agama, hingga ia dewasa ia menjadi terbiasa. Pernah Kosim menawarkan dirinya untuk mondok, namun Rafan tidak mau.
Karena Rafan lebih suka kebebasan. Kebebasan yang di maksud bukan tentang pergaulan bebas dan semacamnya.
Rafan masuk ke dalam masjid setelah mengambil air wudhu. Orang-orang yang ada di situ menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
Setelah selesai sholat, Rafan kembali ke tempat semula. Sekali lagi ia melihat Renata bersama seorang pemuda.
Rafan pun berlari menghampiri mereka sebelum mereka masuk ke dalam mobil.
"Renata!" panggil Rafan. Renata dan pemuda itu menoleh.
"Rafan? Kamu?" Terlihat jelas jika wajah Renata berubah.
"Ya, aku melihat kamu di sini, jadi aku samperin kamu," jawab Rafan.
"Ayo sayang," ajak pemuda itu yang bernama Jeremy.
"Dia siapa mu?" tanya Rafan pura-pura tidak tahu.
Padahal Rafan sudah kenal betul dengan Jeremy, yaitu putra angkat Agung Nugroho. Sekarang Jeremy menggantikan posisi Agung sebagai CEO di perusahaan miliknya.
"Aku kekasihnya. Kenapa?" tanya Jeremy.
"Renata, apa benar? Lalu aku ini siapa?" tanya Rafan.
"Rafan, berhubung kamu sudah tahu, biar aku perjelas. Sebenarnya aku dan Jeremy sudah lama berhubungan," jawab Renata.
"Lalu?" Rafan terlihat tenang menghadapi semuanya. Baginya, tidak perlu emosi. Apalagi cewek seperti Renata menurutnya tidak perlu di pertahankan.
"Semua salah kamu. Siapa suruh kamu miskin! Kamu hanya seorang pelukis jalanan yang tidak punya masa depan. Aku juga ingin harta, aku ingin gaya hidup. Jadi mulai sekarang kita putus saja," kata Renata.
Rafan tersenyum manis, ia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak cemburu, tidak emosi, dan ingin berkelahi hanya gara-gara cewek seperti itu.
Rafan di setiap malam selalu sholat tahajud. Memohon petunjuk dan jodoh yang terbaik untuknya.
Rafan tidak pernah mencurigai Renata. Namun Allah Maha Kuasa menunjukkan semuanya. Allah telah menyelamatkan dirinya dari orang-orang seperti Renata.
"Ya, aku memang pelukis jalanan, tapi aku memiliki cinta yang tulus untukmu. Namun sekarang tidak lagi karena Allah sudah membuka mataku untuk melihat ketidaksetiaan mu," kata Rafan.
"Ah sudahlah, kalau miskin ya miskin saja. Cinta saja tidak cukup, hidup juga ingin bergaya. Kau lihat, apa yang aku belikan untuknya?" Jeremy memamerkan tas seharga puluhan juta.
"Oh ya Rafan, ini aku kembalikan tas replika yang kamu berikan sebulan yang lalu," kata Renata sambil mengosongkan tas dan memindahkan barang-barang milik ke tas yang di belikan oleh Jeremy.
Renata tidak tahu, kalau tas yang di bilangnya KW itu adalah asli. Rafan membelinya di negara P. Jika di rupiah kan harganya mencapai 500 juta.
Rafan segera menangkap tas tersebut yang di lemparkan oleh Renata kepadanya. Kemudian Renata dan Jeremy pun masuk ke dalam mobil.
Rafan masih berdiri mematung saat mobil Jeremy meninggalkan tempat itu. Rafan menghela nafas panjang.
Ia kembali teringat pesan kedua orang tuanya. Ternyata apa yang di katakan oleh kedua orang tuanya ada benarnya.
"Ya sudahlah, lagipula aku juga tidak terlalu cinta kepadanya. Aku lebih mencintai Allah SWT," gumam Rafan.
Rafan pun kembali ke tempat ia melukis tadi. Ia berkemas dan akan segera pulang. Mood nya sudah tidak ada lagi untuk melanjutkan melukis.
Sementara di tempat lain ...
Seorang gadis sedang kebingungan. Ia melihat isi dompetnya hanya ada uang 150 ribu.
Sementara dirinya baru saja di pecat dari pekerjaan karena sudah memelintir jari tangan seorang pria mesum.
Flashback ...
"Tari, layani pengunjung nomor 7," kata bosnya.
Gadis yang bernama Lestari itupun mau-mau saja, karena dia pelayan di cafe ini, jadi sudah tugasnya untuk melayani pengunjung.
"Siap Pak," ujar Lestari.
Dengan santainya Lestari mendekati meja nomor 7. Lestari pun menanyakan ingin pesan apa kepada pria itu.
"Silakan Pak, mau pesan apa?"
"Mau pesan kamu," jawab pria sambil mengedipkan sebelah matanya.
Lestari masih terlihat tenang, namun saat pria itu mulai berani mengelus pinggang Lestari, Lestari pun akhirnya kehilangan kesabaran.
"Aaakh...!" jerit pria itu. Semua mata tertuju kepada jeritan dari meja nomor 7.
"Aaaah sakit, sakit...!" jeritnya lagi.
"Lain kali jangan macam-macam Pak," ucap Lestari melepaskan jari pria itu.
Bos cafe pun menghampiri mereka. Tanpa bertanya apa sebabnya, ia langsung memecat Lestari tanpa di bayar gaji.
Lestari bisa apa? Dia cuma pelayan di cafe ini, tapi dia juga punya harga diri dan akan membela diri saat di lecehkan.
Flashback end ...
Lestari kebingungan, sementara beberapa hari lagi pemilik kontrakan pasti menagih uang kontrakan.
Sementara dia baru saja di pecat dari pekerjaan. Dalam kebimbangan nya, Lestari duduk di bawah pohon yang cukup rindang di pinggir jalan.
"Ya Allah Ya Tuhan ku, berilah kemudahan untukku," batin Lestari.
"Apa aku jual ponsel ini saja? Tapi laku berapa?" gumamnya sambil mengeluarkan ponselnya.
Lestari menghela nafas panjang, dia terus berkhayal ketiban segepok uang dari langit. Namun dia sadar karena itu tidak mungkin.
"Aku harus mencari pekerjaan, apapun pekerjaannya yang penting halal," gumam Lestari.
Lestari hendak bangkit dari duduknya, tiba-tiba ada sebuah benda menghantam kepalanya.
"Woy, kalau buang sampah kira-kira dong!" pekiknya. Namun pekikan nya tentu saja tidak di dengar oleh pengendara motor yang sudah melaju jauh.
Ya, Rafan lewat di jalan itu dan membuang tas mahalnya. Tanpa Rafan sadari jika tas itu tepat mengenai kepala Lestari yang sedang duduk.
Rafan juga tidak melihat ke sisi jalan, ia langsung saja melemparkan tas tersebut ke pinggir jalan.
Lestari melihat barang tersebut yang ternyata adalah tas wanita. Lestari yang penasaran pun membuka tas tersebut dan berharap ada uang di dalamnya.
Lestari kecewa karena ternyata tas itu kosong. "Ya, kirain ada uangnya," ucapnya bicara sendiri.
Lestari hendak membuang tas itu, namun tidak jadi. Dia teringat pada Koh Ah Hong yang membeli dan menjual barang-barang bekas.
Lestari pun berinisiatif untuk menjual. Berapa pun harganya, dia pasrah saja yang penting dapat duit.
Lestari memanggil tukang ojek agar secepatnya sampai ke tempat penjual barang-barang bekas.
Tidak berapa lama, tukang ojek pun tiba di tempat Lestari berada. Lestari pun meminta di antar ke tempat Koh Ah Hong. Kebetulan tukang ojek itu adalah langganan nya yang selalu mengantarkan nya ke tempat kerja.
Setibanya di toko Koh Ah Hong, Lestari pun langsung turun dari motor. Tidak lupa dia berpesan agar tukang ojek itu menunggunya.
"Koh Ah Hong nya ada?" tanya Lestari pada pegawai toko.
"Ada di dalam, tunggu sebentar biar aku panggilkan," jawabnya. Lestari pun duduk di kursi, tidak berapa lama Koh Ah Hong pun keluar menemui Lestari.
"Koh, aku mau jual tas ini, kira-kira berapa ya?" tanya Lestari. Lestari juga tidak pandai menilai harga barang. Itu sebabnya dia bertanya.
Koh Ah Hong pun meneliti tas tersebut, ia tahu membedakan barang asli dan barang palsu. Jadi dia pun bertanya terlebih dahulu dari mana mendapatkan tas ini?
Koh Ah Hong tidak ingin mendapatkan masalah sekiranya ini barang curian. Lestari pun menceritakan semuanya tanpa di tambah dan di kurangi.
"Berapa Koh?" tanya Lestari memastikan.
"Saya hanya berani beli seratus juta," jawab Koh Ah Hong.
"Apa!? Se~seratus juta?" Lestari kaget bukan main. Ia berpikir, siapa yang begitu bodoh membuang barang berharga seperti itu?
"Terlalu murah ya? Saya tambah 50 juta lagi," ujarnya.
Lestari sampai lupa menutup mulutnya. Dalam pikirannya, berapa banyak uang segitu? 150 juta, dia bisa beli apa saja.
"Baik Koh, aku setuju 150 juta," jawab Lestari cepat. Sungguh. Dia tidak pernah menduga akan mendapatkan rezeki sebesar itu.
Dengan uang itu dia bisa pergunakan sebaik mungkin. Dia bahkan berencana untuk buka usaha kecil-kecilan.
Lestari pun di ajak ke dalam untuk menerima uangnya. Koh Ah Hong pun segera membungkus uang tersebut dengan kantong plastik hitam agar tidak di curigai.
Lestari berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Pria keturunan Tionghoa itu. Padahal Lestari tidak berharap banyak, laku beberapa ratus ribu saja sudah membuatnya senang.
Koh Ah Hong tersenyum, karena ia tahu jika itu tas luar negeri. Jika di jual 300 juta, ia bisa untung banyak.
Lestari pun langsung kembali ke kontrakan nya. Dia ingin membayar kontrakan untuk beberapa bulan ke depan.
Juga akan membeli motor untuk memudahkan dirinya bepergian. Dan memberikan sedikit untuk adik-adik nya di panti asuhan.
Ya, Lestari dulunya hidup di panti asuhan. Karena dia tidak memiliki orang tua. Namun setelah dewasa, ia pun keluar dari panti asuhan dan hidup sendiri.
Namun sesekali jika ada uang lebih, dia akan datang memberikan uang kepada ibu panti yang sudah merawatnya.
Lestari membayar dua ratus ribu untuk tukang ojek, tukang ojek kebanyakan. Namun Lestari mengatakan jika dia baru saja gajian.
"Alhamdulillah ya Allah atas nikmat yang Engkau memberikan kepada Hamba," ucap Lestari saat sudah berada di dalam rumah kontrakannya.
Lestari membuka kembali kantong plastik yang berisi uang, berkali-kali dia mencubit dirinya sendiri untuk memastikan bahwa dia tidak bermimpi.
"Harga bekas saja 150 juta, bagaimana kalau harga barunya?" gumam Lestari.
Pintu rumahnya di ketuk. Lestari bisa menebak jika itu adalah Bu Rita menagih uang kontrakan.
Dengan cepat Lestari menyimpan uangnya, lalu membawa sedikit untuk membayar kontrakan.
"Ujang bilang kamu sudah gajian, sini bayar sewa kontrakan," pinta Rita.
"Bukannya besok ya Bu, tapi kok ibu datang hari ini?" tanya Lestari.
"Bayar saja, kalau besok entah apa lagi alasanmu?" jawab Rita.
Lestari pun membayar untuk beberapa bulan kedepan. Rita pun dengan cepat mengambil uang dari tangan Lestari.
"Nah gitu dong, jadi aku 'kan tidak perlu lagi teriak-teriak," kata Rita. Kemudian tanpa permisi segera pergi dari situ.
Lestari segera menutup pintu rumah, besok dia ingin ke showroom motor untuk membeli motor baru. Setelah itu baru ke panti asuhan. Dan sisanya akan di buat modal usaha kecil-kecilan serta di simpan di bank.
Sementara Rafan juga baru tiba di rumah. Tadi ia keliling-keliling terlebih dahulu tanpa arah dan tujuan yang pasti.
"Ada apa sayang?" tanya Seruni. Tanpa menjawab, Rafan langsung memeluk mamanya.
Seruni mengerti jika saat ini putranya sedang tidak baik-baik saja. Namun Seruni tidak ingin menebak-nebak yang tidak pasti.
"Terima kasih Ma," ucapnya setelah beberapa saat terdiam.
Rafan meleraikan pelukannya dan duduk di sofa. Seruni tidak bertanya, namun dia menunggu putranya bercerita.
"Pacarku selingkuh dan kami putus. Ternyata doa-doa ku terjawab sudah," kata Rafan.
"Lalu?" tanya Jovan yang tiba-tiba datang dan langsung menyela.
"Ya sudah berakhir, Allah sudah menunjukkan jika dia bukan orang yang tepat untukku," jawab Rafan.
Walau pun Rafan tidak terlalu mencintai Renata, namun rasa kecewa tetap saja ada. Yang pastinya merasa tertipu dengan cewek yang awalnya tampak polos.
"Itu artinya Allah akan menggantikan nya dengan yang lebih baik," ujar Seruni.
Rafan juga berharap begitu. Sekarang ia kecewa, mungkin suatu saat nanti akan bertemu dengan gadis yang menerima dirinya apa adanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!