NovelToon NovelToon

TUJUH PEDANG PELINDUNG : THE VELARI

Lux Sanctum Dan Perasaan

Ksatria Cahaya Pelindung telah kembali. Kini mereka berenam resmi menjadi para Ksatria Cahaya, yang akan menjalankan perintah langsung dari Raja Cahaya, Yuto, untuk menjaga kedamaian dunia.

Atas usulan Raja Cahaya, Ziaz Blue ditunjuk sebagai kapten bagi kelima Ksatria Cahaya Pelindung lainnya. Meskipun begitu, Raja Jingga dan Raja Sakura terpaksa menyetujui keputusan tersebut karena kalah dalam voting.

Hal itu membuat Ziaz merasa bahwa takdir yang diembannya lebih berat dibandingkan teman-temannya. Ia kembali teringat pada pesan ibunya yang pernah berkata agar ia berhati-hati saat menjalankan misi suatu hari nanti.

Ziaz berdiri terdiam di depan pintu ruangan pesta pernikahan Kapten Gareth dan Putri Mika.

"Kali ini, mungkin akan berbeda," gumamnya pelan.

Satu per satu, teman-temannya mulai masuk ke dalam ruangan. Namun, Sano secara tak sengaja melihat ke arah Ziaz yang masih termenung di ambang pintu.

Sano pun berjalan mendekat dan menepuk bahu Ziaz, membuatnya sedikit terkejut.

"Heh, ada apa denganmu?" tanya Sano sambil menatap matanya.

Ziaz memandang Sano yang tersenyum kepadanya. Dengan nada dingin, ia menjawab,

"Tidak ada."

Mereka pun berjalan bersama memasuki ruangan yang dipenuhi tamu-tamu yang antusias merayakan pernikahan Gareth Zerendale dan Putri Mika Lee.

Sano segera melangkah ke arah Raja Sakura yang sedang berbincang dengan Sara. Sementara itu, Ziaz masih berdiri di tengah keramaian, menatap sekeliling dengan mata yang tajam dan penuh waspada.

Namun, tiba-tiba matanya membelalak. Ia terpaku saat melihat Helena, yang duduk sendirian sambil menikmati minumannya.

"Helena?" ucapnya.

Secara tidak sengaja, Helena menoleh dan matanya langsung bertemu dengan sosok Ziaz yang sedang berdiri, menatap ke arahnya. Ia tertegun. Matanya membelalak, sulit percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Ziaz..." bisiknya pelan, sambil menggenggam gelas minumannya erat.

Ziaz yang menyadari tatapan Helena segera berpaling dan bergegas pergi. Dalam kepanikan, ia menabrak beberapa tamu yang baru saja masuk ke ruangan.

Melihat hal itu, Helena sontak bangkit dan mengejar Ziaz tanpa ragu. Aksinya itu pun secara tidak sengaja terlihat oleh Putri Kimberly, yang saat itu tengah berdiri di dekat Owen.

Helena terus mengejar Ziaz, yang melangkah cepat tanpa menoleh sedikit pun. Mereka akhirnya keluar dari gedung, menyusuri lorong hingga tiba di area luar yang dihiasi cahaya malam.

"Ziaz!" teriak Helena, suaranya menggema di udara malam.

Namun, Ziaz tetap mengabaikan teriakan itu dan terus berjalan dengan cepat. Langkahnya baru melambat ketika mereka tiba di dekat sebuah air mancur yang memantulkan cahaya pesta dari kejauhan.

Helena yang mulai kehabisan kesabaran, menatap punggung Ziaz dengan geram.

"Apa kau takut bertemu denganku lagi?!" teriaknya dengan nada kesal dan terluka.

Langkah Ziaz langsung terhenti. Perlahan, ia berbalik menatap Helena. Mata gadis itu terlihat berkaca-kaca, seakan menahan tangis yang tak sanggup lagi ditahan.

"Maafkan aku... Helena..." ucap Ziaz pelan, nyaris seperti bisikan yang terbawa angin malam.

Helena yang mendengar jawaban Ziaz itu tak lagi mampu menahan tangisnya.

"Kau meninggalkanku selama dua tahun! Dan sekarang kau bahkan tak ingin menemuiku! Apa karena kau sudah menjadi seorang ksatria?!" serunya, suaranya pecah oleh emosi dan luka yang lama terpendam.

Ziaz terdiam. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya menunduk, tak sanggup membalas. Rasa bersalah menyelimuti dirinya—ia tahu luka Helena berasal dari keputusannya di masa lalu.

"Aku telah melakukan kesalahan, Helena..." ucap Ziaz akhirnya, suaranya pelan namun tulus.

"Seharusnya aku tidak meninggalkanmu... terutama saat kau menangis sendirian di lorong itu, saat kau gagal masuk ke final pertandingan anggar mu."

Helena membalas perkataan Ziaz dengan suara lantang, penuh emosi yang selama ini ia pendam.

"Aku merasa begitu kesepian setelah kau pergi! Tak ada yang menghiburku saat aku sedih! Tak ada lagi yang bisa membuatku bahagia! Bahkan... aku tak pernah mendengar kabar darimu sedikit pun!"

Ziaz yang melihat Helena menangis tak kuasa lagi diam. Ia melangkah perlahan mendekatinya, lalu memeluk Helena erat—seakan ingin menebus semua waktu yang telah hilang.

"Tenanglah... Aku di sini sekarang... Bersamamu lagi," bisiknya lembut sambil terus memeluknya.

Pelan-pelan, tangis Helena mereda. Ia mulai merasa tenang dalam pelukan itu, lalu menatap wajah Ziaz yang tampak begitu tampan di bawah cahaya bulan malam itu.

"Senang bisa bertemu denganmu lagi, Helena," ucap Ziaz dengan senyum hangat, di bawah sinar bulan yang bersinar terang.

Dari kejauhan, Kimberly melihat Ziaz dan Helena yang sedang berpelukan. Ekspresinya sedikit terkejut, namun kemudian tersenyum tipis.

"Seorang atlet anggar dan seorang ksatria terpilih, ya? Semoga saja zodiak kalian cocok," gumamnya pelan, setengah bercanda.

Ia pun berbalik dan berjalan kembali masuk ke dalam gedung, hendak bergabung lagi dengan para tamu. Namun, sesaat setelah kembali ke ruang pesta, tiba-tiba Owen muncul di hadapannya, membuat Kimberly terlonjak kecil karena kaget.

"Nona, ke mana saja kau? Apa kau terluka?" tanya Owen dengan nada panik.

Kimberly tampak sedikit bingung dengan reaksi itu.

"Tidak, aku hanya keluar sebentar... mencari udara segar," jawabnya cepat.

"Kau yakin?" tanya Owen lagi, menatapnya penuh khawatir.

Kimberly mengangguk mantap.

"Sangat yakin."

Tiba-tiba, ia meraih tangan Owen dan menariknya menuju meja minuman. Gerakan spontan itu tak luput dari pandangan Valiant dan Putri Zara, yang sedang duduk berdua tak jauh dari sana.

"Siapa itu? Kenapa Kimberly menarik-narik dia?" tanya Zara penasaran.

"Owen. Dia pemakai pedang pelindung berwarna jingga," jawab Valiant santai.

"Ahhh, begitu ya... sekarang semuanya masuk akal," ucap Zara sambil mengangguk pelan.

"Hmm?" Valiant menoleh dengan ekspresi bingung.

Zara menatapnya dengan senyum nakal.

"Kalian malam ini benar-benar terlihat tampan. Sepertinya kalian juga janjian pakai baju yang sama, ya?"

Valiant langsung memalingkan wajahnya, terlihat sedikit malu.

"Itu tidak benar. Kami berenam tidak ada yang tampan sedikit pun," bantahnya dingin.

"Heh? Kalian berenam? Jadi... Kau, Ziaz, Lawkei, Owen... siapa dua lainnya?" tanya Zara antusias.

"Sano dan Vijan," jawab Valiant singkat.

"Heh!? Kenalkan padaku dong!" ucap Zara sambil mendekatkan wajahnya pada Valiant, penuh rasa ingin tahu.

Valiant menatap Zara dengan bingung.

"Kenapa Tuan Putri begitu bersemangat malam ini?" tanyanya pelan.

Sementara itu, Raja Sakura tampak gelisah. Ia menyadari bahwa Helena menghilang secara tiba-tiba. Wajahnya mulai menunjukkan kekhawatiran, lalu ia menoleh ke arah dua pengawalnya.

"Heh, di mana dia? Apa kalian membiarkan dia keluar dari pengawasan kita begitu saja?" tanyanya tajam.

"Kami tidak tahu, Yang Mulia. Nona Helena mungkin hanya pergi ke kamar mandi," jawab salah satu pengawal dengan gugup.

Namun jawaban itu justru membuat Raja Sakura semakin kesal. Ia melangkah cepat ke arah pengawal tersebut, tatapannya tajam dan penuh tekanan.

"Temukan dia. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya. Dia itu atlet kebanggaan kita, bodoh!" ujarnya.

"B—baik, Yang Mulia!" jawab pengawal tersebut dengan suara gemetar.

Tanpa membuang waktu, kedua pengawal itu segera berlari keluar dari ruangan untuk mencari keberadaan Helena.

( END CHAPTER 01 )

Perasaan Yang Telah Lama Ada

Di sisi lain, Sano dan Sara berjalan mendekati Soyu yang kebetulan sedang berada di ruangan tersebut. Soyu tengah berbincang dengan salah satu tamu, namun pandangannya langsung beralih ketika melihat adik kecilnya bersama Sara berdiri di hadapannya.

"Bagaimana kabarmu, Sano?" sapa Soyu sambil tersenyum hangat.

"Sangat baik," jawab Sano singkat.

Sara pun melangkah mendekat dan berdiri di samping Sano.

"Senang bisa bertemu dengan Kakak Soyu di sini," ucapnya ramah.

"Ternyata kau di sini juga, ya, Sara," balas Soyu sambil mengelus kepala gadis itu dengan lembut.

"Aku kira kakak tidak akan datang karena sibuk menjaga kawasan itu," ujar Sano.

Soyu tertawa kecil.

"Tidak mungkin aku tidak datang, lagian aku tidak ingin melewatkan pernikahan ini. Beruntung surat undangan darimu sampai tepat waktu, jadinya aku bisa hadir tepat waktu."

Tiba-tiba, Alaric muncul di samping Soyu sambil membawa segelas minuman.

"Hei, kalian. Apa kalian melihat Ziaz?" tanyanya.

"Loh? Bukannya tadi dia sudah bergabung dengan kalian?" jawab Sano dengan bingung.

Soyu terlihat heran.

"Ziaz? Siapa itu?" tanyanya.

"Dia kapten dari adikmu ini, benar begitu kan, Sano?" kata Alaric sambil memandangi sekitar.

"Ya, itu benar," jawab Sano singkat.

"Oh, begitu... Mungkin dia sedang bersama yang lain," ujar Soyu menebak.

Secara tidak sengaja, Alaric melirik ke arah Gareth dan Mika yang tengah bersalaman dengan Raja Daun sambil tersenyum. Sementara itu, Sara melihat sekeliling dan menyadari bahwa Helena sudah tidak ada di ruangan.

"Mungkin... dia sedang bersama dengannya," gumam Sara.

Ketiganya langsung menoleh ke arah Sara dengan ekspresi bingung.

"Bersama siapa?" tanya Alaric penasaran.

Sementara itu, Vijan tengah menemui Raja Api yang sedang duduk santai, menikmati suasana pesta dari sudut ruangan.

“Selamat malam, Yang Mulia,” sapa Vijan dengan hormat.

Raja Api menoleh dan tersenyum tipis.

“Ah, rupanya kau, Vijan. Kenapa tidak bergabung dengan rekan-rekanmu?”

Vijan menarik kursi dan duduk di hadapan sang raja.

“Mereka sedang berpencar ke tempatnya masing-masing. Lagipula, ada sesuatu yang harus kita bicarakan, Yang Mulia.”

Mendengar itu, Raja Api langsung menunjukkan sikap serius. Ia meletakkan gelas tehnya di atas meja dengan pelan.

“Baiklah. Apa yang ingin kau sampaikan?”

Vijan menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tak ada yang mendengar.

“Yang Mulia, para Raja dan rekan-rekanku mulai mempertanyakan insiden waktu itu—tentang alasan kenapa Anda menjadi sasaran Ksatria Kegelapan.”

Raja Api langsung mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Vijan berhenti bicara.

“Tidak seorang pun boleh tahu. Ini rahasia Kerajaan Api. Jika tersebar, mereka pasti akan menekan kita dari segala arah,” ucap Raja Api dengan nada tegas.

“Tapi, Yang Mulia…” Vijan tampak ragu, lalu melanjutkan, “Benda itu... akan sangat sulit dilindungi jika mereka tidak ikut membantu.”

Raja Api mencondongkan tubuhnya, mendekat ke arah Vijan, dan berbisik lirih.

“Kita tidak bisa membocorkan apa pun kepada mereka. Aku yakin... ada pengkhianat di antara mereka.”

Vijan membelalakkan mata.

“Hah? Apa maksud Anda, Yang Mulia? Apakah Anda tahu sesuatu tentang Para Raja?”

“Sssttt… kecilkan suaramu,” potong Raja Api cepat.

Vijan kembali menoleh ke sekitar, memastikan tak ada yang memperhatikan mereka.

“Jadi maksud Anda... ada pengkhianat di antara Enam Raja?”

Raja Api mengangguk pelan.

“Aku sudah lama menaruh curiga pada mereka. Tapi belakangan ini, kecurigaanku semakin kuat—karena Raja Cahaya pun mengatakan hal yang sama kepadaku. Dia juga mulai mencurigai adanya pengkhianat dalam pemerintahan.”

Wajah Vijan semakin tegang.

Pertemuan ini ternyata jauh lebih serius dari yang ia bayangkan.

"Aku ingin kau berhati-hati, Vijan. Seseorang bisa saja bermain sebagai agen ganda," ucap Raja Api dengan serius.

Di sisi lain, Helena memperlihatkan sebuah jimat keberuntungan kepada Ziaz. Melihat benda itu, Ziaz langsung tersenyum.

“Ternyata kau masih menyimpannya, ya,” ucap Ziaz lembut.

Helena hanya tersenyum tanpa mengatakan apa pun, lalu perlahan memasukkan kembali jimat itu ke dalam sakunya.

“Begitu, ya? Tidak ada komentar sama sekali?” goda Ziaz.

Mereka berdua sedang duduk berdampingan di sebuah kursi panjang dekat air mancur yang tidak jauh dari gedung pernikahan. Malam pun mulai terasa tenang pada saat itu.

Tiba-tiba, Helena menyentuh simbol cahaya yang berada di bahu kanan Ziaz. Sentuhan itu membuat Ziaz sedikit terkejut dan langsung melihat ke arah Helena.

“Apa arti simbol ini? Aku belum pernah melihatmu memakai ini dulu,” tanya Helena penasaran.

Ziaz menarik napas panjang, menatap air mancur di depannya yang memantulkan cahaya rembulan.

“Aku dipaksa menggunakannya saat pertama kali diangkat menjadi seorang ksatria. Itu semua karena aku adalah keturunan dari salah satu Ksatria Legendaris.”

Mata Helena membesar mendengar penjelasan itu.

“Tapi... kenapa kau tidak pernah memberitahukan hal ini kepada ku.”

Ziaz menunduk sedikit. 

“Aku sengaja menyembunyikannya hal ini darimu, karena ibu mu tidak suka kalau kau dekat dengan anak dari keluarga ksatria.”

Ziaz mulai merasa bersalah lagi. Tatapannya kembali tertuju ke air mancur, seperti mencoba melarikan diri dari kenyataan. Namun, tiba-tiba Helena bersandar di bahu Ziaz, yang membuat Ziaz sedikit terkejut.

“Aku tidak peduli kalau ibuku melarangku dekat denganmu. Tapi yang jelas, kau selalu spesial di mataku,” ucap Helena lembut.

Ziaz menggeleng pelan, suara hatinya bergetar.

“Tidak... aku tidak pantas menjadi seseorang yang bisa menemanimu.”

Helena langsung mengangkat kepalanya dari bahu Ziaz, menatapnya kesal.

“Apa yang membuatmu berkata seperti itu, hah? Bagaimana kalau aku bilang... aku menyukaimu? Apa kau masih akan mengatakan kalau dirimu tidak pantas untuk menemaniku?”

Mendengar kata kata Helena itu. Ziaz hanya diam dan tidak berani untuk menjawabnya. Dia hanya seorang anak dari keluarga ksatria, sementara Helena adalah anak dari keluarga bangsawan di Kerajaan Sakura.

Tanpa berkata apa-apa, Ziaz membaringkan tubuhnya di kursi tersebut, lalu menempatkan kepalanya di atas paha Helena. Wajah Ziaz kini berhadapan langsung dengan wajah Helena.

Di bawah cahaya bulan yang terang, Helena menatap wajah Ziaz yang masih sangat tampan seperti saat dirinya berusia 14 tahun. Hal tersebut seketika membuat wajah Helena mulai memerah.

“Aku menyukaimu, Helena,” bisik Ziaz, menatap langsung ke matanya.

Helena yang mendengar perkataan Ziaz itu pun langsung terdiam. Jantungnya berdetak begitu kencang seolah ingin meloncat keluar. 

Helena menatap mata Ziaz yang sedang terbaring di pangkuannya itu, seakan dia sedang mencari kebohongan di balik kata-kata itu. Namun yang ia temukan hanyalah ketulusan dan perasaan yang telah lama dipendam.

Pelan-pelan, senyum tipis muncul di wajah Helena. Dan matanya mulai berkaca-kaca.

“Kau... menyukaiku?” ulangnya pelan, nyaris tak percaya.

Ziaz mengangguk kecil. “itu benar... Aku menyukai mu, Helena.." 

Air mata pun menetes dari sudut mata Helena, dia terasa terharu karena mendengar perkataan Ziaz itu. Lalu dia menyeka air matanya dengan cepat-cepat dan mulai tersenyum kembali.

“Bodoh,” ucapnya sambil mencubit pipi Ziaz. “Kenapa harus menunggu sampai seperti ini untuk mengatakan hal itu?"

( END CHAPTER 02 )

Para Penyusup

Sementara itu, dua pengawal dari Kerajaan Sakura masih terus menyusuri gedung pernikahan untuk mencari Helena. Namun hingga kini, mereka belum juga menemukan jejaknya.

“Sial, sepertinya dia memang tidak ada di dalam gedung ini,” ujar salah satu dari mereka dengan nada kesal.

Di sisi lain, Raja Yuto memberikan selamat kepada Gareth dan Mika. Gareth pun terkejut ketika melihat Raja Yuto yang tiba tiba muncul di sampingnya.

"Yang Mulia," ucapnya.

Gareth pun menundukkan kepalanya untuk memberi hormat kepada Raja Yuto.

"Senang bisa bertemu kembali dengan anda," ujar Gareth sambil tersenyum.

"Senang juga rasanya bisa bertemu kembali dengan mu, Gareth. Kau benar benar sangat mirip dengannya," ucap Raja Yuto.

Gareth yang mendengar perkataan Raja Yuto itu pun mulai terharu. Mika pun memberikan hormat juga kepada Raja Yuto.

"Malam, Yang Mulia Cahaya." kata Mika.

"Malam juga, Putri Mika. Bagaimana dengan Paman mu? Apa dia masih menjadi seorang ksatria?" tanya Raja Yuto.

"Tentu, dia sekarang sedang menjalankan misi rahasia ke dataran Rusia." jawab Mika.

Raja Yuto yang mendengar perkataan Mika itu pun, mulai kebingungan. "Dataran Rusia? Apa dia sedang menyelidiki tentang Kota yang lenyap dalam satu malam itu?" 

"Mungkin," ucap Mika.

Gareth yang mendengar itu pun, mulai penasaran. "Kota yang lenyap dalam satu malam? Apa maksudnya?" 

"Loh, kau tidak tau? Beberapa hari yang lalu ada salah satu Kota di dataran Rusia yang lenyap dalam satu malam," kata Mika.

Gareth pun terkejut ketika mendengar hal tersebut. Dia tidak tau tentang hal itu, padahal istrinya yang bukan seorang ksatria saja tau tentang hal tersebut.

"Sial, seharusnya aku pergi menyelidikinya." ucap Gareth.

"Jangan! Itu berbahaya!" ujar Mika yang panik.

Raja Yuto yang mendengar itu pun, ikut melarang Gareth. "Ya, dia benar. Coba kau bayangkan seberapa kuat orang yang bisa menghilangkan satu kota dalam satu malam?" 

"Lalu, apa Para Raja tidak menggubris tentang kota itu?" tanya Gareth.

"Sudah, awalnya Para Raja ingin mengirimkan Alaric dan Keenam anak itu untuk menyelidikinya. Tapi aku melarang dengan tegas hal tersebut karena kalian baru saja menjalankan misi menyelamatkan Raja Api," jawab Raja Yuto.

Namun belum sempat habis di jelaskan. Tiba tiba Raja Jingga datang yang membuat keadaan mulai tidak bagus lagi.

"Malam, Yang Mulia." ucap Raja Jingga sambil mengulurkan tangannya.

"Sial, dia merusak suasana saja." gumam Raja Yuto sambil memasang ekspresi tersenyum.

Sementara itu, Ziaz dan Helena sedang saling bertatapan, namun tiba-tiba sekelompok ksatria berpakaian ungu muncul dan mengelilingi mereka dari segala arah.

Ziaz yang terkejut pun segera bangkit dari kursi dan berdiri di depan Helena, bersiap melindunginya.

“Apa-apaan ini…?” gumam Ziaz bingung.

Salah satu ksatria maju dan mulai berbicara. “Seperti yang sudah kuduga, malam ini mereka pasti akan lengah.”

Seketika, satu ksatria melancarkan serangan ke arah Ziaz, tapi dengan sigap Ziaz menahan pukulan itu dan membalas dengan tendangan keras ke arah belakang punggung yang membuat lawannya kesakitan dan menabrak tiang di dekat mereka.

“Siapa kalian, hah?!” teriak Ziaz yang geram.

“Itu bukan urusanmu,” jawab salah satu dari mereka dengan dingin.

Tiba-tiba, dari sisi lain, seorang ksatria melompat ke arah Ziaz sambil menghunuskan pisau. Namun Helena langsung melompat dan menendang ksatria itu hingga tak sadarkan diri dan jatuh ke tanah.

“Sepertinya kita bisa melakukan ini bersama-sama,” ucap Helena sambil berdiri di samping Ziaz.

“Wah-wah, kalian romantis juga ya. Bagaimana kalau kami tambahkan sedikit cerita horor pada malam yang indah ini?” sindir pemimpin para ksatria itu.

Semua ksatria itu lalu menghunuskan pedang mereka. Ziaz hanya menatap mereka dengan tenang, sorot matanya mulai dingin.

“Apa mereka dari Kerajaan Sakura?” tanya Ziaz tanpa mengalihkan pandangannya.

“Sepertinya...” jawab Helena yang ragu.

Ksatria-ksatria itu mulai menyerbu serentak. Namun, Ziaz segera mengaktifkan kekuatan pedang pelindungnya. Sebuah perisai berwarna biru terang tercipta dan menghalangi para ksatria mendekati mereka.

“Huh? Apa ini?!” salah satu ksatria tampak bingung saat pedangnya tak bisa menembus pelindung tersebut.

"Sugoi..." ucap Helena yang kagum melihat kekuatan Ziaz.

Tiba-tiba, kilatan cahaya berwarna ungu muncul dan langsung menyerang para ksatria, membuat mereka semua terkejut. Ziaz langsung tersenyum, karena dia tau siapa yang datang menolong mereka.

"Ada apa ini?!" seru pemimpin para ksatria.

Dengan cepat, Sano muncul dan langsung mencekik sang pemimpin. Dia mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi di hadapan para ksatria lain yang masih terdiam karena serangan mengejutkan itu.

"Sial, kau benar-benar keren, Sano," ujar Ziaz kagum.

Ziaz segera menonaktifkan pelindungnya dan ikut menyerang para ksatria yang masih mampu bertarung. Helena yang melihat hal itu pun, segera bergabung untuk membantu Ziaz melawan mereka.

"Beritahu aku! Apakah kau berasal dari Kerajaan Sakura?!" teriak Sano sambil mengancam sang pemimpin.

"Itu... bu... bukan... u-ru-san... mu!" jawab pemimpin para ksatria dengan susah payah.

Amarah Sano memuncak. Ia melepaskan cengkeramannya lalu menendang pria itu hingga tubuhnya terpental dan menghantam pohon dengan keras.

Sano menarik kerah baju pria itu dan kembali mengancamnya. "Siapa yang memerintahkan kalian?! Cepat katakan!"

Namun pemimpin itu hanya menatapnya dengan senyum sinis. "Sampai jumpa, ksatria payah," ucapnya dingin.

Tiba-tiba, ia melemparkan sebuah kristal ke udara. Kristal itu memancarkan cahaya sangat terang, menyilaukan mata semua orang. Sano pun tidak bisa melihat apa-apa selama beberapa detik.

Begitu matanya kembali bisa melihat, Sano terkejut. Semua ksatria telah menghilang. Ia melihat ke arah Ziaz dan Helena yang juga tampak kebingungan.

"Kemana mereka semua pergi?" tanya Helena.

Ziaz menoleh ke arah Sano yang tampak sangat kesal. "Kau mengenali mereka? Siapa mereka? Kenapa kau sangat ingin mengintrogasi mereka?" tanyanya.

Sano menatap Ziaz dengan mata yang dipenuhi amarah, dia berusaha menahan emosinya. "Mereka adalah para ksatria buronan bintang lima, aku dan para pasukan ku telah lama mengincar mereka." jawab Sano.

Helena perlahan mundur dan berdiri di belakang Ziaz, dia masih belum mengenali Sano. Sano melihat ke arah Helena dan mulai tersenyum tipis kepadanya.

"Sudah kuduga, kau pasti akan menjaganya dengan baik," kata Sano.

Ziaz pun mengangguk pelan."itu sudah tugasku,"

Helena terkejut saat melihat lencana Ksatria Sakura di dada kanan Sano.

"Kau... apa kau berasal dari Kerajaan Sakura?" tanyanya dengan ragu.

Sano pun menjawab pertanyaan itu sambil tersenyum. "Kau benar. Aku adalah Ksatria Pedang Pelindung, sama seperti Ziaz."

"Jadi... apa kau juga keturunan ksatria legendaris itu?" tanya Helena lagi.

"Tentu," jawab Sano dengan cepat.

Ia lalu memperlihatkan simbol cahaya di bahu kanannya. "Senang rasanya bisa berbicara langsung denganmu, Nona Helena," katanya dengan hormat.

( END CHAPTER 03 )

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!