NovelToon NovelToon

OBSESSION

Geswa Ryan Beck

Senyum seringai yang menakutkan nampak tersungging singkat di bibirnya yang kemerahan, matanya yang setajam elang menatap lekat pada sebuah lembar foto di genggamannya, dialah Geswa Ryan Beck pria blasteran Australia-Indonesia itu tengah menatap selembar foto yang baru saja pria itu cetak.

Foto yang memotret seorang gadis cantik tengah berjalan memasuki gedung fakultasnya, foto ini hasil dari mata-mata yang ia pekerjakan untuk menjaga gadisnya sekaligus memberikan informasi apa pun yang gadisnya lakukan.

Endria Ayu Gemintang, seorang gadis yang saat ini menginjak 22 tahun, parasnya khas orang Indonesia dengan lesung pipi yang membuatnya berkali-kali lipat lebih cantik. Semua yang ada pada diri gadis itu sangat Geswa sukai, tiada hari tanpa melihat fotonya, sekalipun pria itu sedang sibuk, Geswa akan meluangkan waktunya hanya untuk mengetahui keadaan Endria.

Kembali, pria itu tersenyum tapi kali ini senyum hangat yang tersungging. Senyum yang hanya muncul di saat dia memikirkan masa lalunya dengan sang gadis.

Masa lalu yang sangat berkesan baginya, tapi berbahaya bagi Endria.

16 tahun yang lalu

Saat itu, Geswa remaja sudah pulang dari rutinitasnya yang sibuk seharian, jarum jam sudah menunjukkan angka 8. Laki-laki itu memasuki mansion dengan raut wajah yang seperti biasa, datar. Namun, kalau diperhatikan lebih, laki-laki itu kelelahan.

Bagaimana tidak? Di usianya yang masih 14 tahun sudah dituntut untuk menjadi sempurna, sebab dia harus siap menjadi pewaris kerajaan bisnis keluarganya yang menurutnya sangat memuakkan.

Dari pagi buta harus ke sekolah sampai jam lima sore, lalu mengikuti les matematika selama satu jam lebih, lalu menghadiri acara rapat dadakan yang dihadiri oleh sang ayah dan para petinggi perusahaan lainnya.

Kemudian setelah selesai makan malam, maka ada sesi lanjutan mengenai bisnis dan tetek bengeknya. Rasanya ia ingin kabur saja, ingin merasakan kehidupan biasa di luar sana atau setidaknya ia diperlakukan sama dengan Gatra. Sesederhana itu keinginannya.

Namun, apa boleh buat? Ia masih kecil dan tak bisa membantah ataupun memberontak. Apalagi sang papa adalah sosok yang begitu kerasmendidiknya dan otoriter.

Di ruang tamu ia tak menemukan siapapun di sini, dan setelah ia berjalan masuk beberapa langkah, terdengar suara cekikikan anak perempuan. Geswa sempat penasaran, dia ingin melihatnya. Namun, rasa lelahnya mendominasi membuatnya memilih untuk berjalan ke arah tangga.

Namun, niatnya tertahan sebab dari arah belakang ada tangan kecil yang menarik-narik pelan ujung kemejanya.

Perlahan, Geswa pun menoleh dan terlihatlah seorang gadis kecil yang hanya setinggi pahanya sedang tersenyum ke arahnya, nampak gigi depan gadis itu ompong tidak ada dua yang membuat Geswa tersenyum meskipun samar.

"Kak Gewa," panggil Endria dengan suaranya yang masih cadel, jangan lupakan senyumnya belum luntur dengan mata bulat yang berbinar, seakan-akan gadis itu sangat senang bertemu dengan Geswa.

Geswa menaikkan sebelah alisnya, tertarik. Jujur saja, ini untuk pertama kalinya ia melihat gadis kecil di rumah ini. Ataukah ia yang kurang memperhatikan?

Tanpa menunggu respon Geswa atas panggilannya, Endria merogoh saku celananya lalu dengan tangan kecilnya ia menyodorkan sesuatu ke arah Geswa.

"Apa ini?" Akhirnya, Geswa pun meladeni Endria, yang ia lihat adalah sesuatu berbentuk bola kecil dengan balutan kertas emas.

"Ini untuk Kak Gewa." Dengan hati-hati Endria mengamit tangan milik Geswa lalu memberikan sesuatu berupa cokelat tersebut kepadanya.

Respon Geswa bagaimana? Tentu saja ia tertegun, bagaimana pun ini pertama kalinya ada orang asing yang berani menyentuhnya bahkan Gatra pun tak berani menyentuh ataupun mengajaknya bicara.

Ya, sekaku itu hubungan mereka, tidak ada yang salah ataupun saling membenci hanya saja Geswa tak punya waktu untuk Gatra, dan Gatra tak memiliki keberanian untuk mengganggu Geswa yang kalau pulang selalu menampakkan wajah datarnya.

"Ini cokelat, aku kasih Kak Gewa biar bisa semangat ...!" jawabnya riang. Geswa pun tersenyum tipis, entah kenapa aura baik yang dibawa gadis kecil di hadapannya ini membuat rasa lelahnya hilang digantikan dengan rasa senang membuncah.

Tak tahan, Geswa berjongkok lalu tanpa aba-aba dan sangat jahil mengusap-usap rambut panjang Endria yang tertata rapi sampai kusut, tak lupa laki-laki itu juga mencubit dengan gemas pipi tembem Endria yang membuat sang empu mengerucutkan bibir ke depan.

Endria marah, tetapi terlihat lucu di mata Geswa sampai-sampai membuat laki-laki itu tertawa senang untuk pertama kalinya.

Takjub, kedua mata bulat Endria berbinar senang, ia beralih tersenyum sesaat setelah melihat Geswa yang menurutnya terlihat tampan saat ini, tidak seperti tadi waktu laki-laki itu hanya memasang wajah datarnya.

Setelah puas tertawa Geswa terdiam kemudian menatap lama ke arah Endria lalu berdehem. "Nama kamu siapa?" tanyanya sedikit penasaran.

Endria pun mengulurkan tangan kanannya ke arah Geswa. "Endria, eh, eh, panjangnya Endria Ayu Gemintang, cantik, kan?" tanyanya dengan nada centil, maksud gadis itu namanya yang cantik, tetapi Geswa malah salah paham.

Geswa kembali tertawa, menertawakan tingkah lucu dari Endria yang berhasil menghiburnya. Entah siapa yang mengajari Endria bertingkah seperti itu.

Lagi-lagi Endria melihat tawa dari Geswa, tapi kali ini ia bukan terpana malahan gadis kecil itu mengernyitkan dahi karena marah sebab ia merasa Geswa sedang mengejeknya.

"Ih! Kak Gewa aneh! Aku nggak suka!" katanya marah, lalu Endria pun lari dari hadapan Geswa yang tertegun karena mendengar perkataan Endria.

Walaupun masih berumur tujuh tahun, Endria memiliki kemampuan yaitu sangat peka pada orang di sekitarnya. Tadi saat ia tengah asik bermain dengan Gatra, ia tak sengaja menoleh ke arah Geswa yang baru datang.

Sekedar informasi, setiap dua kali dalam seminggu Endria akan berkunjung ke mansion Beck untuk sekedar bermain dengan Gatra, bagaimana bisa? Karena sang nyonya besar yaitu Ni Nyoman Sri Utami, sahabat dekat dengan ibu Endria.

Dan malam ini sudah kesekian kalinya Endria memperhatikan Geswa, tetap saja tidak ada yang berubah, Geswa selalu pulang dengan raut datar dan lelahnya.

Dan malam ini juga Endria memberanikan diri untuk menemui Geswa dengan niat ingin menghibur kakak dari Gatra, sahabatnya. Tanpa tahu kalau tingkahnya selalu terekam jelas dalam pikiran seorang Geswa Ryan Beck.

Dan saat itulah, seperti menemukan mainan baru, Geswa melupakan keluhannya. Setelah mengetahui jadwal kedatangan Endria, Geswa selalu mencari cara untuk lolos dari kewajibannya, Geswa terobsesi pada Endria.

Sampai satu tahun kemudian, sang ayah mengetahui keinginannya, mengetahui bahwa Geswa telah melenceng dari radarnya, maka Antonello pun terpaksa mengirim Geswa ke Australia.

Lamunan Geswa terhenti sesaat setelah ia mendengar handphone-nya yang berada di atas meja bergetar, menandakan satu pesan masuk.

Sebuah foto, yang berhasil membuatnya emosi tak karuan.

Bunga Gardenia

"Argghhh ...!" teriak Endria frustrasi, lalu ia mengacak-acak rambut panjangnya setelah itu Endria dengan keras menjatuhkan kepalanya ke meja.

Orang-orang yang mendengarnya berteriak berbondong-bondong menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam, tapi Endria tak peduli.

Seseorang memukul lengan Endria sedikit keras. "Hei, jangan teriak, ini perpus bego," tegurnya pelan lalu dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tanpa suara ia meminta maaf kepada mereka semua.

Ya, saat ini mereka berdua sedang berada di perpustakaan kampus, setelah dua minggu lalu pengajuan judul selesai, mereka pun saat ini tengah membuat atau menyusun proposal skripsi yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metodologi dan rencana penelitian.

"Hei, lo kenapa?" tanyanya khawatir, tak biasanya ia melihat Endria yang hari-harinya selalu berwarna malah terlihat stress hari ini.

Endria menatap ke arah Dania dan terdapat samar-samar di area mata gadis itu ada lingkaran hitam, menandakan ia kurang tidur. "Gue cuman kepikiran ini proposalnya mau diapain lagi selalu aja disuruh revisi," keluh Endria setengah berbohong, tanpa memedulikan Dania, Endria kembali menelungkupkan wajahnya ke meja.

Faktanya, ia tengah memikirkan hal aneh yang sudah beberapa hari ini melandanya sampai tak bisa fokus mengerjakan skripsinya. Yaitu sudah lima hari ini Endria mendapatkan pesan aneh dari nomor yang berbeda.

Dan pesan terakhir, dua hari lalu membuatnya berkali-kali lebih bingung.

Hanya dirinya sendiri yang tahu sebab ia selalu lupa untuk memberitahu ayahnya ataupun Gatra, dan untuk Dania, gadis itu tidak pernah serius jadi percuma membicarakan masalahnya. Dania mungkin akan menganggap Endria sedang mengada-ngada.

Namun, anehnya, setiap pesan dari nomor asing tersebut masuk, Endria tak pernah melewatkannya alias gadis itu selalu membacanya.

Hari pertama saat menerima pesan aneh tersebut, Endria sedang siap-siap untuk tidur setelah bermain sebentar dengan anjing peliharaannya yang gadis itu beri nama Rian anjing berjenis Labrador berbulu tebal dan berwarna putih, gadis itu sudah siap mematikan lampu kamarnya, tetapi terjeda sebab ponselnya yang berada di atas nakas berdering.

Karena menganggap pesan tersebut dari sang kekasih, Edria dengan semangat mengambil ponselnya.

Dahi Endria mengernyit bingung, alih-alih dari Gatra pesan ini malah datang dari nomor asing.

Check a new massage from

+614876×××××

Sebelum mengklik notifikasinya, Endria lebih dulu mencari kode nomor yang tertera dan setelah melihat hasilnya, gadis itu semakin bingung saja. Nomor ini berasal dari Australia, dan ia merasa tidak memiliki kenalan di sana.

Karena penasaran, Endria pun membaca pesan dari nomor asing tersebut.

Sleep tight, Baby.

Hah?!

Ini maksudnya apa?!

Sempat panik, tapi gadis itu langsung menggeleng-gelengkan kepala bertujuan ingin mengusir pikiran buruk yang sudah menari-nari di kepalanya.

"Ah, palingan cuman chat kesasar," katanya lalu menaruh kembali ponsel ke tempatnya semula, setelah itu bersiap untuk tidur dan terakhir menepuk tangan sebanyak dua kali, maka lampu pun mati secara otomatis.

Hari ke-2

Di dalam mobil dengan Gatra yang mengendarainya, mereka sedang dalam perjalanan ke kampus.

"Kamu hari ini sibuk nggak, Sayang?" tanya Gatra lembut, sesekali pria itu menoleh ke samping. Bahkan tangan kirinya selalu menggenggam tangan kanan Endria dan sesekali dia kecup yang membuat gadisnya tersenyum salah tingkah.

"Hmmm ...," gumam gadis cantik itu tengah berpikir. "Nggak, hehe ..., " jawab Endria jahil dengan cengiran diakhir. Nampak gummy simile-nya begitu melelehkan hati siapapun yang melihatnya.

Gatra menoleh ke kanan ia tersenyum tak bisa menahan kegemasannya, ia merasa sangat beruntung bisa mendapatkan Endria di mana dulu ia sempat ditolak karena alasan gadis itu tak ingin merusak hubungan persahabatan mereka.

Namun, karena ia bersungguh-sungguh dengan perasaannya maka Endria pun menerimanya, kira-kira ada berbulan-bulan dia mengejar gadis itu. Dan Gatra kembali bersyukur sebab ia berencana setelah Endria wisuda mereka akan menikah.

Sekali lagi Gatra mengecup tangan kanan Endria yang membuat gadis itu tersenyum salah tingkah padahal sudah satu tahun mereka pacaran, tetapi masih saja Endria merasa belum terbiasa.

"Kalau gitu nanti aku jemput di rumah, ya?" kata Gatra meminta persetujuan.

Endria mengangguk. "Kita mau ke mana?" tanyanya penasaran.

"Ada deh ...," kata Gatra dengan nada jahil.

"Ish! Kebiasaan, nyebelin!" kata Endria kesal. Kemudian ia bersidekap lalu memalingkan wajah, Gatra yang menyadari kalau pacarnya sedang marah hanya membiarkannya.

Sekedar informasi, terakhir kali Gatra mengajak keluar tanpa memberitahu terlebih dahulu tujuannya, Endria malah diajak ke toko buku untuk berburu buku yang katanya limited edition, ya, Gatra memang kutu buku sejati sedangkan Endria kebalikannya.

Tiba-tiba nada denting terdengar yang berasal dari handphone milik Endria. Tanpa merasa curiga gadis itu merogoh tasnya untuk mengambil handphone lalu menghidupkannya, benar saja ada dua chat masuk dari nomor yang sama.

Check a new massage from

+614876×××××

Have your enjoy this today, Baby.

And i hope you like that's flower.

Lebih dari satu pesan, dan yang membuat Endria mengernyit bingung ialah pesannya ini dari nomor yang kemarin malam. Berarti ini bukan chat kesasar, ia mulai curiga, apakah ada seseorang yang sedang ingin menakut-nakuti atau menjahilinya? Tapi siapa?!

Lantas Endria menoleh ke arah Gatra dengan tatapan menyelidik, ia sempat mencurigai pria itu tapi kembali lagi, itu tidak mungkin.

Endria kembali mengotak-atik handphone-nya, ia ingin mencek foto profil dari nomor itu dan lagi-lagi Endria semakin mengernyit kebingungan dengan sedikit rasa takut yang mulai menggerogoti pikirannya.

Foto itu menampilkan seorang perempuan berambut panjang berwarna cokelat dari belakang dan ia curiga itu adalah fotonya yang dipotret secara diam-diam.

"Hei, kamu baik-baik aja?" tanya Gatra khawatir yang berhasil membuyarkan lamunan Endria, padahal sedari tadi pria itu sudah memanggil-manggil namanya.

"Hah?" kata Endria linglung, gadis itu menatap ke sekeliling dan saat ini Gatra sedang duduk berhadapan dengannya dan mobil sudah terparkir di depan gerbang fakultasnya.

Lagi-lagi handphone yang masih berada di genggaman Endria kembali berdenting. Kali ini pesan dari group chat yang menyatakan bahwa anggota group harus berkumpul untuk bimbingan sekarang juga sebab sang dosen pembimbing akan keluar kota untuk beberapa hari.

Buru-buru Endria melepaskan seatbelt-nya dan sebelum turun dari mobil ia terlebih dahulu mencium pipi Gatra tanda berpamitan lalu ia pun turun dari mobil tanpa ingin mengetahui respon dari sang pacar.

Sempat berlari tapi Endria kembali menoleh ke arah Gatra, gadis itu tersenyum lebar sambil melambai-lambaikan tangan. "Hati-hati nyetirnya!" teriak Endria lalu kembali berlari memasuki gedung fakultasnya.

Endria tiba-tiba saja melupakan tentang pesan yang baru saja ia terima.

Kemudian, singkat cerita setelah ia menemui dosen pembimbingnya dan karena sudah tidak ada lagi kegiatan yang harus dilakukan di area kampus, Endria pun memutuskan untuk kembali ke rumah.

Setelah sampai di rumah, bi Erni si pembantu rumah tangga tiba-tiba menemuinya dan memberikannya satu buket bunga gardenia yang wanita paruh baya itu kira pemberian dari Gatra.

Lantas setelah ia menerimanya lalu Endria pun membuka surat yang terdapat dalam bunga itu.

Isi suratnya

"Untukmu yang bahkan melebihi keindahan bunga ini, dari pengagum rahasia, GRB❤."

Respon Endria? Ya, gadis itu tersenyum karena ia mengira bunga yang ada dalam dekapannya ini pemberian dari Gatra soalnya hanya laki-laki itu yang tahu kalau ia sangat menyukai bunga gardenia.

Lagipula Endria menebak bahwa inisial dari GRB ialah Gatra Reyn Beck.

Bersambung

Halo ini Rian

Paparazzi

Terakhir saat Endria menerima bunga yang ia kira dari Gatra. Hari itu mereka tidak bisa bertemu karena Gatra tiba-tiba diikutsertakan dalam perjalanan bisnis keluar kota selama tiga hari.

Tidak masuk akal memang karena setahunya, Gatra cuma staf biasa dibagian IT di Beck Cooperation dan karyawan di sana pun tak ada yang tahu identitas aslinya kecuali para petinggi perusahaan.

Lalu hari ketiga, lagi dan lagi seseorang kembali mengiriminya pesan dengan nomor asing.

Saat itu Endria sedang bersantai di halaman belakang rumahnya, bersantai khas Endria ialah melakukan hobinya yaitu melukis di atas kanvas atau kertas. Sesekali gadis itu terlihat menciumi bau dari bunga gardenia pemberian Gatra.

Dan di sampingnya, Rian sedang ada di bawah, berguling-guling di atas rumput hijau dan lembut.

Gadis itu tersenyum saat ia telah menyelesaikan lukisannya, ia sedang melukis sebuah danau dengan beberapa pepohonan di sekelilingnya. Hasilnya cukup memuaskan.

Tak lama handphone-nya berdenting yang membuat Endria menjengit kaget, gadis itu benar-benar merasa was-was kalau ponselnya-nya telah berdering. Ini semua gara-gara chat-chat aneh yang diterimanya tiga hari lalu.

Awalnya ia ingin mengabaikannya, tetapi karena takut itu pesan penting maka terpaksa Endria mengambil ponselnya yang berada di atas meja di sampingnya.

Endria menghela napas lelah, tiba-tiba gadis itu badmood. Ia menatap nanar ke arah ponsel-nya di sana tertulis check a new massage from ... +614876×××××. Tanpa mengira-ngira ia sudah tahu nomor ini dari siapa.

Jeda sebentar, Endria sedang menimang-nimang untuk membaca chat tersebut atau tidak. Namun karena penasaran dan ingin mencari tahu lebih lanjut tentang si pengirim maka tanpa ragu Endria pun membacanya.

+614876×××××

Good afternoon, Baby

I miss you so bad

Setelah membacanya lantas Endria mengetik untuk membalas. Gadis itu sudah tak tahan, ia merasa dipermainkan.

^^^Who are you?! ^^^

Endria mengetikkan balasan dengan penuh emosi, gadis itu menggigit kukunya karena menunggu balasan, tetapi ini sudah lima menit dan chat-nya bahkan belum dibaca.

Karena kesal Endria kembali mengetik, ketikannya kali ini sedikit kasar.

^^^I asked who are you, je*k?! ^^^

Satu menit

Dua menit

Tiga menit

Bahkan sudah sepuluh menit dan kali ini chatnya hanya dibaca saja tanpa balasan.

"Ini orang siapa sih?!" teriak Endria frustrasi.

Kemudian tanpa kata menyerah ia kembali mengetikkan kata kasar berharap kali ini chat-nya akan dibalas.

^^^You ass*ole! ^^^

Setelah itu Endria membanting ponsel-nya ke meja tempatnya semula. Lalu menyandarkan tubuhnya kemudian ia memejamkan mata sejenak.

Tak lama ponsel-nya berdenting kembali dan langsung saja Endria bangkit lalu menyambar handphone yang berada tepat di sampingnya.

+614876×××××

Oh wow calm down, Baby.

Maaf telah membuatmu menunggu

Kamu tidak perlu tahu aku siapa, kamu hanya perlu tahu kalau kamu terlihat menggemaskan dari sini

Dih, garing!

Dasar gila!

Sinting!

Tanpa pikir panjang Endria langsung memblokir nomor asing tersebut. Ia berharap tidak ada lagi nomor-nomor asing lain yang akan mengganggunya.

Di sini Endria sedang mencak-mencak karena marah, tetapi di seberang sana ada yang terkekeh geli karena melihat tingkah gadis menggemaskannya.

***

Namun, harapannya hanya tinggal harapan belaka. Nyatanya saat Endria sedang berjalan-jalan di taman bersama Dania gadis itu lagi-lagi menerima pesan baru dari nomor asing, nomor berbeda dari yang kemarin.

Check a new massage from

+614756×××××

Enjoy your day, Baby

Gila! batin Endria marah. Kemudian gadis itu langsung saja memblokir nomor itu, tak ingin memikirkannya lebih lanjut. Ia anggap ini hanya kejahilan seseorang yang kurang kerjaan.

"Lo kenapa?" tanya Dania gadis itu merangkul Endria yang ada di sampingnya.

Endria menoleh ke Dania, gadis itu menggeleng lalu membalas merangkul, ia menggiring Dania menuju stand makanan yang terdapat banyak orang mengantri.

Ya, hitung-hitung melupakan apa yang barusan saja terjadi.

"Kok kita malah ke sini, sih? Ini banyak banget antreannya, Ayu," kata Dania malas, di depannya masih ada enam orang yang tengah mengantri.

"Yaudah kalau nggak mau, nanti gue nggak jadi traktir lo," balas Endria mengancam.

"Eh, eh, jangan dong. Lo kan udah janji tadi, iya deh, gue temanin." Dania gelagapan, sebagai anak rantau ia harus menghemat uang dan tak bisa menyia-nyiakan traktiran dari sahabatnya ini. Apalagi ia tahu kalau Endria anak orang kaya.

"Alah giliran diancem baru mau lo," kata Endria dengan nada menyindir yang membuat Diana menyengir lebar.

Cekrek!

Tinggal dua orang yang sedang mengantri di depan mereka, dan tiba-tiba saja ada suara potret dengan kilat blitz yang menyala.

"Eh, eh, lo dengar nggak tadi ada suara yang fotoin ke arah kita?" tanya Endria pada Dania, gadis itu mengedarkan pandangannya dan ia melihat seorang pria dengan pakaian serba hitam yang gerak-geriknya mencurigakan.

Sebenarnya ia sudah mulai curiga sedari tadi kalau mereka sedang diikuti, tetapi ia abai sebab di sini banyak orang. Namun, ia bertambah curiga saat ada kilatan blitz mengarah ke arahnya apalagi ia langsung ingat pada foto profil nomor asing yang beberapa hari ini mengganggunya.

Bukan kegeeran atau apa, insting dan kepekaan Endria pada sekitarnya memang benar-benar sangat tinggi.

Pandangan mereka berdua tak sengaja bertabrakan, dan membuat Endria semakin curiga sebab pria itu langsung pergi dari sana.

Sementara Dania yang sudah lelah dan jenuh mengantri lebih memilih memainkan ponsel-nya, ia baru ingin menjawab atas pertanyaan Endria tapi gadis itu sudah terlebih dahulu berlari dari hadapannya.

"Perasaa-- eh, lo mau ke mana?!" teriak Dania pada Endria yang sudah berlari jauh di depannya.

Huh, sia-sia saja mereka mengantri.

Sementara itu dengan sekuat tenaga, Endria mengejar pria yang ia curigai telah mengambil fotonya diam-diam. Napasnya sudah putus-putus, tetapi ia tak ingin menyerah sebab kali ini kecurigaannya terbukti benar.

Untung saja hari ini ia memakai celana panjang, bukan rok ataupun gaun.

Kalau memang ia salah mengira, pria yang juga sedang berlari di depannya ini pasti akan tenang dan tidak akan kabur darinya.

"Woy! Berhenti nggak lo!" teriaknya keras dan sedikit putus asa. Orang-orang yang berlalu lalang hanya menatapnya tanpa ingin peduli pada urusan mereka berdua.

Tak kehilangan akal, Endria mengambil dua batu sebesar kepalan tangannya lalu ia lemparkan pada kepala pelontos pria itu. Namun, lemparannya malah meleset.

Tapi Batu kedua berhasil mengenainya yang membuat Endria meringis dan diam-diam meminta maaf.

Kepalanya sudah terkena batu, tapi pria itu masih saja kuat untuk berlari. Benar-benar gila.

Endria berhenti berlari, ia menunduk memegangi kedua lututnya. Napasnya tersenggal dan keringat tampak memenuhi dahi dan membasahi rambutnya. Sudah cukup, ia menyerah, ia tak sanggup, Endria bukan tandingan pria pemilik tubuh tegap dengan tinggi di atas rata-rata.

Untung saja tadi ia bisa menatap wajah pria itu, jadi kalau ia melihatnya lagi gadis itu pastikan akan menangkapnya.

Semenjak kejadian itu, Endria tak berani keluar malam-malam tanpa didampingi oleh Gatra atau ayahnya. Siapa tahu pria itu orang jahat dan ingin mencelakainya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!