NovelToon NovelToon

Rebirth Of Serein

Prolog

Terima kasih sudah singgah, selamat membaca♡♡♡

...****************...

“Perempuan hina yang beraninya melakukan percobaan pembunuhan pada Lady Cavendral.”

“Sudah sepantasnya dia mati, wanita sampah!”

“Pengkhianat! Kau mencemarkan darah bangsawan!”

“Dia bahkan tidak lebih baik dari Pangeran Terkutuk itu.”

“Pasangan yang serasi. Tapi, wanita murahan itu akan menghadapi akhir hidupnya sekarang.”

“Setidaknya hama di Athermere berkurang.”

Dengan gaun polos lusuhnya, Serein di giring para pengawal ke tengah-tengah tempat persidangan yang di adakan Raja Athermere. Kasus besar yang ia buat membuat hampir seluruh bangsawan kerajaan turut hadir di persidangan ini.

 Serein yang biasanya diperlakukan dengan penuh hormat, kini di tarik paksa oleh para prajurit. Kulit putihnya yang biasa terawat, kini terlihat kumuh. Wajah angkuhnya kini terlihat redup.

Langkahnya tersendat, bukan karena kelelahan, melainkan karena ribuan tatapan yang menusuk dari para bangsawan yang memadati ruangan. Caci maki mengiringi setiap geraknya, umpatan yang menyebutnya pengkhianat, wanita tercela, bahkan iblis berwujud manusia. Namun, Serein hanya menundukkan kepala, tak ada amarah di netra jernihnya, hanya kehampaan yang membeku di balik sorot sendu.

Di atas singgasana peradilan, Hakim Agung berdiri tegak, suaranya menggema ketika dia membacakan keputusan.

“Setelah melalui bukti-bukti yang tak terbantahkan, Putri Serein Evandriel dinyatakan sebagai pelaku percobaan pembunuhan pada Lady Aurelia Venesia de Cavendral, hukuman telah ditetapkan atas pertimbangan Raja dan mengingat jasa keluarga Duke Fàcto..

Putri Serein akan dihukum penggal.”

Sorak sorai memenuhi ruangan, sebagian merasa hukuman itu pantas, sebagian lain menganggap terlalu ringan. Beberapa berteriak menuntut cambuk dan kurungan seumur hidup sebelum kematian menjemputnya.

Serein tetap diam. Bahkan saat dua prajurit menyeretnya ke atas panggung eksekusi, ia tak melawan. Rasa sakit, ketakutan, dan keputusasaan sudah lama mati di dalam dirinya.

Namun, langkahnya terhenti sejenak ketika melihat siapa yang berdiri di hadapan balok eksekusi. Napasnya tercekat.

Pangeran Hector.

Suaminya sendiri.

Wajah pria itu tak memperlihatkan emosi seperti biasanya, mata merahnya sepekat gerhana tanpa cahaya. Dengan perlahan, Serein melangkah mendekat sembari menundukkan kepala.

Apa yang telah ia perbuat, benar-benar memalukan, terlebih di hadapan pria yang masih berstatus suaminya ini.

“Serein...” Panggilan pelan dari Pangeran Hector membuat Serein perlahan membalas tatapan pria itu. Di tengah panggung eksekusi, keduanya saling berhadapan.

“Memohonlah,”

“Apa?” Lirih Serein hampir tak terdengar.

“Jika kau memintaku untuk menyelamatkan mu saat ini, aku akan melakukan apapun untuk mewujudkannya,” Ungkap Hector menatap lurus netra biru sejernih lautan di depannya ini, “Pintalah.”

Serein melepaskan tawanya. Tawa yang diiringi air mata yang mengucur dari kedua sudut matanya.

Candaan Hector benar-benar terdengar lucu. Se lucu jalan hidupnya.

Hector yang selama ini tak pernah menganggapnya ada, Hector yang terus mengacuhkannya, Hector yang tidak berperasaan. Semua orang tahu itu. Pernikahan mereka yang ada karena titah Raja, mungkin hanya sekedar ritual satu hari lalu yang tak berarti bagi Hector.

Hidup Serein benar-benar lucu, sejak kecil ia telah kehilangan ibunya. Mendapati ayahnya memiliki istri lain selama ini, saudarinya yang ia sangka sebaik malaikat malah mengkhianatinya. Ia bahkan harus menikah secara terpaksa dengan Pria yang tidak ia inginkan dan tidak menginginkannya.

“Lakukanlah tugas mu dengan baik,” ujar Serein dengan suara seraknya.

“Serein—“

“Berhenti memberiku harapan yang tidak mungkin Hector! Apa yang bisa kau lakukan? Sekalipun bisa aku akan tetap memilih kematian untuk tubuh ini!”

Suara Serein menyiratkan bertapa menyakitkannya hidup gadis itu selama ini. Hector mengerti, sangat mengerti. Ia akan mengabulkan keinginan gadis itu.

Jemarinya yang kokoh menggenggam gagang pedang eksekusi dengan mantap.

Pedang terangkat tinggi. Nafas terakhir dihirup.

Dan dalam satu tebasan yang tajam dan tanpa ragu, segalanya berakhir.

SLASH!

.

.

.

“ARGHHH!!!”

Serein menutup mata dan telinganya, melihat bagaimana akhir hidupnya. Gadis itu masih dapat merasakan bagaimana pedang Hector yang telah menghabisi ribuan nyawa di peperangan itu melayang ke lehernya.

Setelah tidak terdengar apa-apa, dengan nafas memburu Serein melihat sekelilingnya. Cuplikan akhir hidupnya sudah tidak ada, hanya ada ruang hitam kosong tak berujung, ia terdampar di tempat ini setelah menerima hukuman penggalnya.

Serein bertanya-tanya dalam hati, kenapa ia tidak menuju surga atau neraka? Apa kedua tempat itu juga menolak kehadirannya?

“Aku bisa memberikanmu kesempatan kedua, untuk mengulang kehidupan malang penuh kesengsaraan itu.”

“Siapa?” Gumam Serein melihat sekelilingnya, suara yang entah dari mana asalnya itu kembali terdengar.

“Aku sistem kehidupan. Utusan dari keinginan Dewi karena hidup tidak adil yang kau alami selama ini.”

Serein tertawa, getir dan penuh kepahitan. “Dewa mempermainkanku lagi? Aku menolak! Lebih baik aku lenyap ke alam baka daripada harus mengulang semua kesengsaraan itu.”

“Apa kau ingin membiarkan orang-orang yang menghancurkanmu hidup tenang? Membiarkan mereka yang memanfaatkanmu bebas? Adikmu yang menjebakmu melanjutkan hidup dengan baik-baik saja? Heiden yang mempermainkanmu?”

Suara yang terdengar tenang itu berhasil mengusik. Semua yang diucapkannya benar, Serein mengalami semuanya. Ia sadar memiliki sikap dan kepribadian yang buruk. Tapi, hidupnya jauh lebih buruk. Tidak ada bahagia yang bisa Serein ingat sepanjang hidupnya.

Serein terdiam. Dendam berbisik di lubuk hatinya, seperti api yang kembali menyala.

“Atau kau ingin melihat suatu kenyataan?”

Sistem memperlihatkan kepadanya sebuah pemandangan. Hector, suaminya, berdiri di depan peti matinya, wajahnya penuh penyesalan. Air matanya jatuh, tangannya gemetar saat ia meraih pedang yang sama yang telah menghabisi nyawa Serein. Dalam satu ayunan, Hector menusukkan pedang itu ke dadanya sendiri.

“Hector..” Serein refleks berucap, ia membelalak terkejut.

Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.

Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?

“Pilihlah jalan hidup yang lebih baik, Serein.”

Pada akhirnya, Serein yang masih berdiri mematung menganggukkan kepalanya. Jika ada kesempatan, kenapa tidak? Yang terpenting, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.

...****************...

Selamat datang di karya terbaru author, jangan lupa tinggalkan like dan komen jika kalian berkenan♡♡♡

Beberapa dialog prolog ini terinspirasi dari manhwa favorit author berjudul “The Tyrant Want to be Good”, hanya bagian ini!! Tidak ada kesamaan lain kedepannya. Yang juga baca manhwa nya pasti tahu.

Bab 1 : Repeating The Time

...****************...

“Nona, kita sudah sampai..”

Panggilan lembut itu membuat Serein tersentak. Napasnya tercekat sejenak ketika kelopak matanya terbuka perlahan. Ia mendapati dirinya berada di dalam kereta kuda, dengan bantalan empuk yang menghangatkan punggung, sementara suara roda berderit dan derap kuda telah berhenti sepenuhnya. Di hadapannya, berdiri seorang gadis muda dengan wajah cemas namun ramah—Rara, pelayannya.

Melihat sang majikan tampak terkejut, Rara buru-buru meringis kecil, menunduk sopan. “Maaf mengejutkan Anda, Nona.”

Butuh beberapa detik bagi Serein untuk mencerna situasinya saat ini. Ia menatap kedua telapak tangannya, mengusap pipinya sendiri memastikan ia benar-benar hidup kembali. Tubuhnya utuh dan segar. Tidak ada luka, tidak ada darah.

Serein bahkan bisa merasakan detak jantungnya yang begitu nyata, berdebar keras karena keterkejutan dan kebingungan yang belum sempat reda. Ia merasa takjub dan syukur yang belum bisa diucapkan. Matanya mengabur sebentar karena air mata yang menggenang, namun ia cepat-cepat menyekanya.

Serein menoleh pada Rara—pelayan pribadi yang juga sekaligus pengasuhnya sejak ia masih mengenakan gaun dengan renda terlalu panjang. “Tidak apa-apa, Rara. Ayo turun,” ujar gadis itu lirih namun mantap, mencoba menata kembali emosinya.

Rara segera meraih tangan Serein dan membantunya turun dari kereta kuda. Saat kedua kakinya menyentuh tanah yang padat dan berkerikil, Serein mendongak, menatap bangunan megah di hadapannya.

Mansion itu berdiri angkuh seperti dulu—dinding-dinding tinggi dari batu abu-abu yang kokoh, jendela-jendela besar dengan tirai tipis menjuntai, dan taman luas yang mulai mekar menyambut musim semi. Mansion.keluarga Fàcto. Tempat ia lahir dan dibesarkan, tempat kenangan masa kecilnya tertinggal, dan tempat yang sudah lama ia tinggalkan sejak kematian sang ibu.

Ah, ia ingat sekarang.

Saat ini adalah waktu ketika keluarganya kembali ke ibu kota. Ayah Serein yang merupakan seorang bangsawan Duke, menjalin kerja sama penting dengan kerajaan. Dan karena urusan itulah, mereka harus pindah kembali ke pusat kota, meninggalkan daerah Eldoria yang sudah ditempati lima tahun terakhir.

Serein menarik napas dalam-dalam. Itu berarti, usianya masih tujuh belas tahun. Tiga tahun sebelum semuanya hancur. Tiga tahun sebelum ia berbuat dosa, dijatuhi hukuman mati, dan dipenggal tanpa belas kasihan.

Dan kini, ia kembali. Diberi kesempatan kedua.

Serein mengepalkan tangan. Ia tak akan menyia-nyiakan waktu yang ada.

***

Serein dan keluarganya memasuki mansion itu. Aroma khas kayu tua yang sudah lama dipelitur menyambut begitu mereka melangkah masuk. Serein memperhatikan lorong yang dilewatinya, terlihat bersih dan terawat, tak seperti gedung yang telah ditinggalkan lama. Karpet tebal yang membentang di sepanjang lorong tampak baru dibersihkan, tidak ada debu sedikit pun di tepian furnitur kayu. Itu membuktikan bahwa para pekerja benar-benar membersihkan mansion ini dengan rutin dan serius mempersiapkan kepulangan mereka.

Serein berjalan beriringan mengelilingi mansion di sebelah adiknya—Lucy, mengikuti ayah dan ibu tirinya. Ia mencoba bersikap biasa saja di hadapan adik dan ibu tirinya sejak tadi, walaupun Serein ingin meneriaki mereka yang telah menjebaknya di masa lalu. Membuatnya mendapatkan takdir yang buruk.

Namun, Serein menahan semuanya di dalam hati. Wajahnya datar, pandangannya tenang. Ia tahu, tidak boleh gegabah. Kehidupan kali ini adalah kesempatan yang tak boleh ia sia-siakan.

Ayahnya mengenalkan berbagai ruangan yang ada di bangunan tiga lantai itu, dari ruangan musik, perpustakaan, hingga ruang santai keluarga. Semua tempat itu masih Serein ingat dengan jelas, meskipun ia telah meninggalkan mansion ini cukup lama. Setiap sudutnya menyimpan kenangan yang dulu hangat, namun kini terasa hambar.

“Ini adalah kamarmu, Serein. Dan di sana, adalah kamar Lucy. Ayah sudah memerintahkan pelayan meletakkan barang kalian di masing-masing kamar,” ujar Ayah Serein—Duke Draka de Fàcto—seraya menunjuk dua pintu yang berseberangan di ujung lorong lantai dua.

Sementara adik tiri Serein—Lucyanne Celestine de Fàcto—memusatkan pandangannya pada kamar yang pertama kali ditunjuk sang ayah. Matanya berbinar penuh keinginan. “Ruangan itu terlihat lebih luas. Bolehkah aku menempati milik Kak Serein, Ayah?” ucapnya tanpa ragu.

“Silakan berdiskusi dengan kakakmu. Ayah dan ibu akan beristirahat,” jawab Duke Draka berlalu pergi bersama istrinya—Duchess Valencia—yang sejak tadi hanya diam memerhatikan seisi mansion mewah ini.

Sementara Serein, ia mengangkat ujung bibirnya. Senyum samar yang penuh arti. Ia masih ingat, dulu Lucy juga melontarkan hal yang sama. Dengan wajah manis, suara lembut, dan tatapan memohon yang membuatnya luluh dalam hitungan detik.

Gadis yang lebih muda dua tahun darinya itu kini menatapnya, “Kakak, apakah aku boleh di sini?” tanyanya dengan netra penuh harap.

Dan dulu, Serein bisa merelakan kamarnya dengan senang hati. Ia begitu menyayangi sang adik, bahkan menganggap Lucy sebagai bagian dari dirinya sendiri. Tapi sekarang, ia tak akan berbuat bodoh lagi.

“Tidak bisa, Lucy,” jawabnya tenang. Wajahnya tetap ramah, tapi nadanya tak bisa digoyahkan.

Lucy sendiri terlihat mengerutkan dahinya, cukup tak menyangka sang kakak akan menolak permintaannya. “Kenapa? Kamarnya sama saja, Kakak. Ini hanya sedikit lebih luas, jadi aku menginginkannya.”

Serein tersenyum tipis, senyum yang tak lagi polos seperti dulu. “Bukankah Ayah sudah bilang ini milikku? Ayah jelas lebih tahu bagaimana kebutuhan kita.”

“Tapi aku ingin di sini. Apa salahnya jika Kakak yang di sana? Tidak bisa kah Kakak mengalah untukku?” tanya Lucy mulai merengek. Matanya membesar, bibirnya mengerucut seperti anak kecil.

Namun Serein tetap menggeleng, “Aku akan tetap di sini, jadi silakan pergi ke kamarmu, Lucy. Aku ingin beristirahat,” ujarnya tegas, lalu tanpa menunggu jawaban, ia melangkah memasuki kamarnya.

Lucy terdiam. Wajahnya membeku, sedikit tak percaya dengan jawaban Serein. Padahal selama ini, sang kakak tidak pernah menolak kemauannya. Rasa tak senang mengendap di hatinya. Ia menuju kamarnya sendiri dengan suasana hati kesal, menjejak lantai dengan langkah berat dan raut masam yang tidak bisa disembunyikan.

Serein sendiri, di dalam kamarnya, menghela napas panjang. Ia menatap ruangan luas dengan jendela besar yang menghadap taman. Tirai putihnya menari pelan diterpa angin sore. Ia menghirup udara segar, merasakan kelegaan karena tak lagi harus berpura-pura di hadapan wajah bermuka dua milik ibu dan adiknya itu.

Ia tertawa kecil, ringan namun penuh makna. Lucy harus tahu—mulai sekarang, apa yang dia inginkan tak akan gadis itu dapatkan dengan mudah.

...****************...

tbc.

Urutan kata bangsawan yang akan sering disebut nanti:

Raja-Ratu

Duke-Duchess

Marquess-Marchioness

Count-Countess

Viscount-Viscountess

Baron-Baroness

Kalau ada istilah yang tidak di mengerti kalian bisa searching agar lebih paham. Jangan lupa tinggalkan likenya♡♡♡

Bab 2 : The Kingdom

...****************...

“Tanggal perang, Inflasi, Kegoyahan ekonomi di Aethermere...” Gumam Serein pelan, mencoba mengingat-ingat setiap kejadian penting yang pernah ia lewati di masa depan—masa yang kini menjadi ingatannya sendiri, rahasia yang hanya ia ketahui seorang diri.

Ia tengah menuliskan berbagai hal yang harus ia hindari, rencana yang sudah ia susun untuk bertahan hidup, dan hal-hal penting yang sudah terjadi di masa depan nanti. Tentunya ia memilah apa yang akan Serein ikut campur dan apa yang harus ia jauhi karena berbahaya.

Tak lupa, Serein juga mulai memikirkan orang-orang yang berkontribusi di kehidupannya dulu, entah dalam hal baik atau pun buruk.

“Sepertinya semuanya sudah cukup untuk hari ini.” Ujar Serein menutup buku bersampul coklat tua itu dan meletakkan pena bulunya.

Tok tok tok...

“Masuklah,” ujar Serein menjawab ketukan di pintu kamarnya.

“Permisi, Nona. Tuan Duke memanggil Anda untuk makan malam.” Ujar Rara sopan.

“Baiklah, aku akan segera turun, Rara.” Jawab Serein tersenyum tipis pada pelayannya itu.

Setelah kepergian Rara, Serein berdiri. Ia melirik bayangan dirinya di cermin tinggi yang berdiri anggun di sudut kamar. Jemarinya merapikan kerah bajunya, memastikan tidak ada yang kusut. Setelah puas dengan penampilannya, ia melangkah keluar dari kamar dan berjalan menyusuri koridor menuju ruang makan utama.

“Salam ayah dan ibu,” Sapa Serein dengan tata krama bangsawan yang sempurna, seperti yang sudah diajarkan untuknya sejak kecil.

Duke Draka terlihat mengangguk, “Duduklah, Serein.”

Serein mengambil tempatnya di sebelah kiri sang ayah, sementara di sisi lainnya di tempati sang ibu tiri. Lucy datang tak lama kemudian, memberikan salam pada ibu dan ayahnya, tapi tidak memberikan sapaan pada Serein. Yang mana adab kerajaan ini seharusnya harus menyapa yang lebih tua atau yang memiliki kedudukan lebih tinggi.

Valencia terlebih dahulu membuka suara menatap putrinya, “Lucy, kenapa tidak menyapa kakakmu? Kau lupa ya?”

Serein terlebih dahulu menyahut, “Mungkin adik tidak melihat keberadaanku, ibu.”

Mendengar itu, Valencia dengan segera mengode putrinya. Mengisyaratkan sebelum Duke Draka yang sangat bertata krama memberikan teguran. Dengan wajah sedikit terpaksa yang terlihat, Lucy mengulang sapaannya.

“Sebenarnya aku sedikit kesal dengan kakak,” ujar Lucy setelah duduk di tempatnya.

Ketiga orang itu memusatkan perhatian kepada Lucy, “Kenapa? Kalian bertengkar?” Tanya Duke Draka.

“Ayah, kakak tidak mau memberikan kamarnya. Padahal kan, aku sangat ingin di sana.”

“Benarkah? Serein, mengapa tidak mengalah dengan adikmu?” Tanya Duchess Valencia lembut.

Serein tersenyum tipis ketika kini pandangan teralih padanya, “Aku berpikir, bukankah wajar aku menempati kamar yang lebih luas karena aku lebih tua, benarkan, Ayah?” Ia menatap sang ayah.

Duke Draka sendiri mengangguk, “Benar, ayah sudah memikirkan itu sebelum membaginya.” Ia beralih menatap putri keduanya, “Lucy, bukankah ayah mengatakan tadi untuk berdiskusi? Jika alasanmu tidak kuat, wajar jika kakakmu menolak.”

Lucy yang di todong pertanyaan oleh ayahnya kini menatap ibunya, yang sepertinya tudak bisa membantunya untuk menjawab.

“Lucy ternyata masih kekanakan, aku mewajarkannya, ayah.” Ujar Serein menjawab.

“Ah, benar. Lucy, lain kali jangan memaksakan kehendakmu, ya.” Sahut Duchess Valencia menatap putrinya, yang mana mengisyaratkan agar Lucy mengangguk.

Lucy akhirnya mengangguk, “Baiklah, Ibu.”

“Ya sudah, kalau begitu tidak perlu di bahas lebih lanjut. Mari nikmati makan malamnya.” Ujar Duke Draka memulai acara makan malam keluarga itu.

Usai makan, Duke Draka menyeka mulutnya dengan sapu tangan, lalu memulai bicara lagi.

“Besok, kita akan mengunjungi kerajaan untuk menyapa Raja Hilton. Persiapkan diri kalian semua sejak pagi.”

“Baik, Ayah,” jawab Serein dan Lucy hampir bersamaan,

***

Kereta kuda yang membawanya berhenti di depan halaman istana. Serein dan Lucy yang satu kereta turun bergantian.

Pandangan Serein langsung menyapu bangunan megah di hadapannya. Istana itu—masih sama. Sama seperti dalam ingatannya. Pilar-pilar tinggi menjulang menghias gerbang utama, patung singa bersayap berdiri kokoh di kanan dan kiri, lambang kekuatan dan keagungan Kerajaan Aethermere.

Kerajaan Aethermere, salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di benua ini. Ia tidak bisa memungkiri keindahannya. Arsitektur megah, ukiran yang rumit di tiap dinding, serta cahaya matahari yang menyinari permukaan istana membuatnya terlihat seperti tempat tinggal dewa-dewi.

Tapi, di balik kemegahan itu, Serein tahu betul... terlalu banyak kegelapan tersembunyi di balik dinding-dinding indah ini. Kebusukan yang dibungkus dengan lapisan emas dan sutra. Ia mengingatnya, dan luka-luka lama terasa seperti baru saja disayat kembali.

Serein mengikuti langkah panjang ayahnya dengan tenang. Duke Draka, dengan postur tegap dan langkah penuh wibawa, memimpin mereka masuk ke dalam istana. Seorang butler istana menyambut mereka dengan membungkuk hormat, lalu menuntun mereka melalui lorong panjang yang dindingnya dihiasi lukisan raja-raja terdahulu, menuju ruang audiensi tempat sang raja menunggu.

Begitu memasuki ruangan yang luas dan terang benderang oleh cahaya lampu gantung kristal, Duke Draka berhenti sejenak. Ia lalu menundukkan tubuhnya dalam salam penuh hormat.

“Saya, Duke Draka de Fàcto, memberikan salam pada yang mulia Raja Hilton II, Cahaya dan Perisai Aethermere,” ucap ayahnya lantang namun penuh kehormatan.

Raja Hilton membalas dengan anggukan kecil yang anggun, bibirnya membentuk senyum ramah. “Selamat datang kembali di istana, Duke Draka dan keluarga sekalian,” balasnya, suaranya tenang namun berwibawa.

Raja kemudian melangkah ringan menuju tempatnya, lalu memberi isyarat pada mereka untuk duduk. “Duduklah. Kau bisa bersikap lebih santai, Duke Draka. Ada banyak hal yang harus kau ceritakan.”

“Tentu, Yang Mulia,” jawab Duke dengan anggukan, sebelum mengambil tempat duduk bersama sang Duchess.

Raja Hilton de Thanases II. Pria itu adalah pemegang tahta tertinggi di Kerajaan Aethermere. Dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana, Raja Hilton lah yang membawa kerajaan ini mencapai masa keemasannya. Yang luar biasa, ia sudah naik tahta sejak usia belasan, menggantikan ayahnya—Raja Hilton I—yang wafat mendadak.

Raja berbincang banyak hal dengan Duke dan Duchess, pandangannya kemudian beralih pada kedua putri Duke Draka, terlebih Serein. Yang terlihat sudah dewasa di banding terakhir kali ia lihat.

“Jika Putri-putri mu bosan, mereka bisa berkeliling istana dari pada mendengar perbincangan orang dewasa,” Saran Raja Hilton, “Pelayan istana akan memandu mereka.”

Serein dan Lucy mengangguk menyetujui. Lucy lah yang paling bersemangat, ia tidak sabar mengelilingi istana yang begitu megah ini. Tadinya, ia pikir mansion Fàcto adalah bangunan termewah yang pernah ia lihat. Kastil istana yang besar kini benar-benar menarik perhatiannya.

“Mari, Lady. Saya akan menuntun Anda.” Ujar salah satu pelayan yang bertugas memandu Serein. Sedangkan Lucy sudah tak terlihat.

“Bisa kita ke taman istana lebih dulu? Aku ingin melihat tempat itu setelah cukup lama tidak kemari.” Ucap Serein.

Pelayan itu mengangguk, “Tentu, Lady.”

Serein akhirnya menuju salah satu taman di sebelah sayap kiri istana. Semua ini benar-benar familiar, persis seperti apa yang juga terjadi di masa lalu.

“Lady Serein?”

Dan panggilan yang menyapanya dari sisi lain itu, juga tidak berubah.

...****************...

tbc.

Like untuk lanjut!!!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!