Dengan seabrek barang yang dibawanya Nabilla mendatangi motornya, ia menata semua barang belanjaannya di depan dan belakang. Nabilla baru saja membeli segala kebutuhan Laundry yang sudah habis, seperti biasa Nabilla selalu melakukannya sendiri.
"Bila, ini ketinggalan."
Nabilla menoleh dan menerima nota belanjaan yang tak sengaja ditinggalkannya tadi, setelahnya Nabilla menaiki motornya dan melaju pergi. Perjalanannya harus terhalang oleh keributan beberapa orang disana, Nabilla sempat berhenti untuk berpikir sejenak.
"Woy!" Bentak seseorang.
Tiba-tiba saja Nabilla dikejutkan oleh seseorang yang naik di motornya, padahal sudah jelas motornya itu penuh dengan barang.
"Jalan!" Titahnya tergesa.
"Tapi itu-"
"Jalan!" Titahnya sedikit membentak.
Nabilla melajukan kembali motornya, dengan sedikit tegang Nabilla menjerit meminta mereka yang menghalanginya menyingkir. Nyaris saja Nabilla menabrak salah satu dari mereka, beruntung orang itu lebih dulu menyingkir dan membuat Nabilla berhasil lolos.
"Apa kau gila?" Tanyanya sedikit mengumpat.
"Jalan saja!"
Laju mereka sudah cukup jauh, Nabilla meminggirkan motornya dan menghentikan lajunya. Dengan kesal Nabilla meminta orang itu untuk turun begitu juga dengan dirinya, Nabilla menjerit histeris ketika belanjaannya itu berantakan dan nyaris rusak.
"Diam!"
"Diam kamu bilang, ini bahan buat usaha aku malah kamu rusak!"
Lelaki itu hanya berdecak tak perduli, belanjaannya itu hanya plastik saja kenapa harus seemosi itu. Nabilla menghentakan kakinya, ini adalah hari sialnya yang pertama kali karena ulah orang lain.
"Dasar pengacau!" Umpatnya yang kembali menaiki motor.
"Mau kemana?"
"Penting aku kasih tahu?"
Nabilla mendelik dan melajukan pergi motornya, lelaki itu tampak tersenyum seraya menggeleng. Galak sekali wanita itu, tapi dia sudah membantunya tadi tentu saja ia akan membayarnya suatu hari nanti.
Sampai di Laundry Nabilla langsung menurunkan semua barangnya, hari ini hari libur sehingga tidak ada karyawannya disana. Laundry juga tutup dan itu adalah kesempatan Nabilla untuk mengisi kebutuhannya, sekarang semua sudah terpenuhi dengan sempurna.
"Menyebalkan sekali lelaki itu, dasar preman!"
Nabilla tak henti mengoceh seraya mengangkut belanjaannya masuk, menatanya di dalam sesuai dengan yang lainnya. Senyum Nabilla merekah, ia senang karena usahanya semakin naik sekarang.
"Semangat Nabilla, tidak akan ada hasil sia-sia untuk usaha yang sungguh-sungguh."
Kakinya terayun mengecek nama-nama dari barang yang ada di pajangan sana, sebanyak itu dan belum diambil. Seharusnya besok mulai kosong agar pemasukan juga ada, Nabilla hanya menerima pembayaran setelah barang selesai, sehingga sebanyak apa pun barang di laundrynya itu tidak akan menghasilkan uang jika belum diambil pemiliknya.
"Tidak masalah, uang aku masih banyak." Gumamnya yang kemudian duduk.
Dua hari lagi Nabilla harus menggaji 5 karyawannya, dan Nabilla akan siapkan uangnya sekarang. Dibukanya buku catatan Laundry dan mulai memeriksa semuanya, Nabilla selalu hati-hati dalam segala hal dan hasilnya sekarang Nabilla bisa sukses dengan tangannya sendiri.
Nabilla memilih meninggalkan orang tuanya di kampung dan membuka usaha di kota besar, beruntung langkah besarnya itu membuahkan hasil yang maksimal. Nabilla bisa membantu memenuhi kebutuhan orang tuanya, juga kebutuhannya sendiri dan Nabilla jadi lebih dewasa sekarang, lebih mandiri dan mengerti cara hidup.
"Niken gak masuk dua hari ya." Gumamnya.
Tangan itu begitu lihai mencatat semua yang terlontar dari mulutnya dan yang terucap dibenaknya, Nabilla tidak mau membuat kesalahan dengan memberikan gaji yang kurang dari seharusnya. Kelima karyawannya itu sudah sangat baik dalam bekerja, mereka juga jujur dan selalu membuat para costumernya nyaman.
"Baiklah, penghasilan bulan ini seharusnya cukup buat bonus mereka. Tunggu dua hari lagi ya, semoga aku bisa kasih tambahan lagi."
Buku itu ditutupnya lagi, semua sudah siap dan Nabilla sudah merasa tenang. Sekarang sebaiknya Nabilla pulang dan membereskan rumahnya, tadi Nabilla pergi tanpa sempat beres-beres karena khawatir tokonya keburu penuh dan membuat Nabilla harus mengantri.
"Ah panas." Ucapnya seraya menaiki motor dan melaju pergi.
Lima tahun bertahan di kota besar sudah membuat Nabilla berhasil memiliki rumah sederhana, ada tempat Laundry tapi itu masih sewa namun tidak menyulitkan Nabilla. Sepanjang Lima tahu itu Nabilla tinggal sendirian, sesekali orang tuanya datang untuk menjenguk atau sesekali juga berbalik Nabilla yang pulang menjenguk orang tuanya.
Dirumah sederhana ini Nabilla perlahan meraih mimpinya menjadi orang sukses, meski belum jadi pengusaha besar tapi sedikit langkahnya sudah membuahkan hasil. Nabilla memarkir motornya di halaman yang pas-pasan itu, ia segera masuk dan langsung menghabiskan segelas air.
"Jam berapa ini, kenapa panas sekali."
Tanpa menunda Nabilla langsung membereskan apa yang memang berantakan, begitulah Nabilla meski terkadang tubuhnya terasa lelah tapi jika ada pekerjaan pasti akan diselesaikan terlebih dahulu. Nabilla akan merasa tenang istirahat setelah semuanya selesai dengan rapi maka akan membuat nyaman dan kebiasaan itu tidak berubah sampai sekarang.
Kring....
Nabilla menoleh dan meraih ponselnya yang disimpan di meja, rupanya ibu dari kampung yang menelponnya. Nabilla tersenyum dan segera menjawabnya, sudah sejak tiga hari Nabilla tidak mendapatkan kabar orang tuanya karena sulitnya signal.
"Asalamualaikum, Ibu."
"Waalaikumsalam."
Nabilla senang ketika bisa melihat wajah ibunya yang sudah menua, Iya usia orang tuanya sudah masuk kepala lima. Nabilla sebenarnya sedih karena harus selalu berada jauh dari mereka, tapi ini adalah langkah pilihan Nabilla dan harus dijalaninya.
"Ibu gimana sehat kan, Bapak mana?"
"Bapak sedang istirahat, kamu gimana sehat kan?"
"Sehat Bu, syukur kalau Ibu sama Bapak sehat. Rencananya Billa akan pulang minggu depan, do'akan ya Bu biar urusan disini lancar dan Billa bisa pulang."
"Amin, Ibu selalu do'akan kamu."
Nabilla tersenyum seraya mengangguk, panjang obrolan keduanya sampai menghabiskan waktu berjam-jam. Gangguan signal sesekali membuat mereka kesal sendiri, tapi itu tak lantas memutuskan panggilan.
Niat Nabilla untuk pulang sudah sejak bulan lalu, namun harus ditertunda lagi dan lagi karena satu dua hal. Nabilla berharap semoga kali ini ia bisa benar-benar pulang, betapa rindu ia dengan kedua orang tuanya itu.
Tok....
Tok....
Tok....
Suara ketukan pintu itu mengharuskan mereka menghentikan sambungannya, Nabilla yang memutuskan lebih dulu setelah sempat meminta ibunya istirahat. Nabilla segera membuka pintu dan lihatlah siapa yang sedang berdiri di hadapannya saat ini, senyum Nabilla terukir sempurna ketika melihat Tyas sahabatnya itu datang.
"Aaa kangen." sorak keduanya seraya berpelukan.
Nabilla tahu tentang kepulangan Tyas dari luar negeri sejak satu minggu lalu, dan hari ini mereka akhirnya bertemu. Tyas baru selesaikan kuliahnya yang selama 4 tahun, akhirnya sahabatnya itu lulus sekarang ia sukses menjadi sarjana.
"Ayo masuk, aku juga baru pulang." Jelas Nabilla menggiring Tyas masuk.
Sesaat Tyas mengamati rumah Nabilla yang nyaris tidak ada perubahan, hanya cat saja yang sepertinya berubah karena dulu warna putih sedang sekarang jadi pink. Nabilla menyuguhkan suguhan sederhana untuk sahabatnya itu, tapi ternyata Tyas membawa beberapa makanan untuk makan mereka bersama.
"Wah cantik sekali kamu, aku pangling loh." Puji Nabilla.
"Hey, apa kabar dengan kamu. Lihatlah, perubahan kamu juga drastis Billa."
"Sudahlah, kita sama-sama cantik kok."
Keduanya tersenyum dan meneguk minumannya bersamaan, Tyas menawarkan makanannya juga untuk dinikmati oleh Nabilla. Keduanya berbincang hangat setelah bertahun-tahun tak bertemu, Nabilla senang karena sekarang akan ada seseorang yang bisa selalu menemaninya.
"Kamu mau pulang?" Tanya Tyas.
"Rencana minggu depan aku pulang Yas, tapi gak tahu juga soalnya ini rencana sudah dari bulan lalu."
"Baiklah, Bos muda ini memang selalu sibuk."
"Apa kamu ini."
Nabilla menggeleng, sejak dulu Tyas selalu memanggilnya seperti itu meski Nabilla sudah katakan jika tidak menyukainya. Tyas hanya nyengir saja melihat perubahan ekspresi dari sahabatnya itu, apa salahnya bukankah memang benar jika Nabilla memiliki karyawan jadilah dia seorang bos.
"Jadi, kamu mau kerja di Perusahaan mana?"
"Kerja apa, aku mau nikah!"
"Hah?"
Sore hari Tyas datang ke Laundry Nabilla sesuai janji mereka dua hari yang lalu, Nabilla masih bertahan disana karena membantu karyawannya. Laundry begitu ramai sehingga sedikit merepotkan karyawannya, beruntung Nabilla sedang tidak sibuk sehingga bisa membantu mereka juga.
"Billa." Panggil Tyas.
Nabilla nongol dari belakang sana, segera Nabilla menghampiri meski masih memegang botol parfum. Tyas menggeleng seraya melipat tangannya di dada, apa-apaan bos muda ini selalu saja merepotkan diri padahal sudah mempunyai karyawan.
"Ayo pergi."
"Mau kemana sih sebenarnya?"
"Ih aku bilang kalau aku mau kenalkan kamu sama calon Suami aku."
Nabilla menghela nafasnya tenang, padahal waktu itu Nabilla masih berpikir jika Tyas hanya bercanda. Tapi lihatlah sekarang, Tyas begitu antusias mengenalkan calonnya pada Nabilla.
Sayang sekali, Tyas sudah jauh bahkan bertahun-tahun menimba ilmu. Ketika lulus wanita itu langsung memilih menikah, kenapa Tyas tidak bekerja dulu atau membuka usaha, dia bisa menggunakan ijazah dan gelar itu untuk menjadi sukses.
"Ayo ih, malah bengong."
Nabilla mengerjap ketika Tyas menarik tangannya, Nabilla menyimpan botol parfumnya dan berlalu sambil berteriak pada orang di dalam sana.
"Aku pergi, tolong kerja yang benar!"
Tak ada sahutan atau mungkin Nabilla tidak mendengar jawabannya, biarkan saja mereka sudah cukup bisa diandalkan. Akhirnya Nabilla membuntut ketika dibawa pergi oleh Tyas, Nabilla bahkan belum mandi dan sedikit berkeringat.
"Yas, aku malu tahu. Apa aku gak bau keringat?"
"Ya ampun sejak kapan kamu bau?"
"Ya kan siapa tahu aja."
"Gak, udah ah kenapa sih."
Jauh perjalanan Tyas menghentikan laju mobilnya disalah satu perumahan elit, Nabilla mengangguk saja karena rupanya Tyas akan menikah dengan orang kaya. Ah Nabilla jadi sedikit paham, Tyas tidak harus bekerja karena hidupnya akan damai kalau begitu.
"Ayo masuk."
"Malu ah, aku kayak gini penampilannya."
"Kenapa sih, memang harus kayak gimana. Harus pakai gaun lebar gitu?"
"Ya bukan, lihat saja kamu kan beda sama aku. Kaosan gini, keringatan, pakai sandal jepit lagi."
Tyas berdecak dan keluar lebih dulu tanpa perduli ucapan Nabilla, lagian siapa suruh Nabilla ikut bekerja dia kan bos. Bos itu harusnya duduk santai saja, dengan begitu tidak akan keringatan dan bau.
Nabilla turut keluar karena Tyas menariknya paksa, baiklah Nabilla siap dipermalukan sekarang. Memang kesalahannya juga karena tidak prepare sebelum Tyas datang, padahal mereka sudah buat janji sejak dua hari lalu.
"Permisi, Pak."
"Iya, cari siapa?"
"Saya cari Niel, bilang sama dia kalau Tyas datang."
"Baik, sebentar."
Kedunya diam karena gerbang tidak dibukakan, tidak masalah karena memang selalu seperti itu. Satpamnya tidak kenal dengan Tyas, sudah pasti tidak bisa masuk begitu saja.
Nabilla memperhatikan sekitar, deretan rumah mewah itu cukup memanjakan matanya. Nabilla masih bermimpi untuk memiliki rumah bak istana seperti itu, tapi perlahan saja karena sekarang Nabilla belum mampu.
"Silahkan langsung masuk saja."
Keduanya menoleh dan segera masuk setelah gerbang dibuka, Tyas memasuki rumah itu sudah seperti masuk ke rumah sendiri. Sampai di dalam Nabilla tampak malu sendiri karena Tyas yang berpelukan dengan kekasihnya itu, ah sudah benar Nabilla tidak usah masuk.
"Em kangen aku." Ucap Tyas manja.
"Kamu datang sama siapa?"
"Ah iya aku lupa, kenalan dulu dong. Ini Nabilla, sahabat aku yang pernah aku ceritakan sama kamu. Yang-"
Kalimat akhir Tyas tak jelas karena wanita itu justru berbisik, Nabilla hanya mengangkat kedua alisnya tanpa berani bertanya. Sesaat kemudian Tyas menarik Nabilla agar mendekat, ia juga meminta Nabilla agar mau berkenalan.
"Ayo."
"Hai, Daniel." Ucapnya seraya mengulurkan tangan.
"Iya, Nabilla." Sahutnya dengan menjabat sekilas tangan Daniel.
Lelaki itu terdiam menatap Nabilla, dari wajahnya sampai ke kakinya, ah bukankah benar Nabilla akan dipandang aneh. Tyas tersenyum dan mengusap wajah Daniel asal, sahabatnya akan kapok bertemu jika ditatap seperti itu.
Daniel lantas mengajak keduanya untuk duduk, ia juga memangil ARTnya untuk membawakan jamuan, tak berselang lama jamuan itu datang dan Daniel langsung mempersilahkannya, Tyas langsung meneguk minumannya sedangkan Nabilla hanya diam saja.
"Billa, ayo minum. Makan juga itu kuenya enak loh, kamu pasti suka."
"Iya, terimakasih."
Daniel merasa tertarik dan ingin terus menatap Nabilla, kenapa masih ada wanita secuek itu dengan penampilannya. Sadar dengan tatapan itu justru membuat Nabilla merasa risih, sampai kapan Tyas akan berada disana apa sebaiknya Nabilla pamit duluan saja.
"Sayang, Mama kamu kemana?"
"Tadi bilang mau ke Salon, gak tahu lah Mama kalau sudah keluar rumah semua tempat didatangi."
"Yah, aku gak bisa ketemu dong."
"Nanti malam kan bisa, ini masih sore."
Nabilla mengernyit, apa Tyas berniat bertahan disana sampai malam sampai Mama Daniel pulang. Ah tidak bisa seperti itu Nabilla akan kebingungan sendiri nantinya, lebih baik Nabilla pamit duluan saja lagi pula ia sudah tahu calon suami Tyas.
"Yas, aku-"
"Pasukan datang!"
Suara itu membuat kalimat Nabilla tertahan, ketiganya menoleh bersamaan, ada apa ini. Datang beberapa orang laki-laki yang begitu berisik, mata Nabilla membulat saat melihat salah satunya yang pernah Nabilla temui, astaga Nabilla segera berpaling.
"Widih yang mau kawin, udah nempel aja nih!" Celetuk salah satunya.
Nabilla sempat melihat dari ujung matanya mereka semua bersalaman dengan Tyas, ah semakin bingung saja Nabilla sekarang. Tak mau ambil resiko jadi nyamuk tak berarti, Nabilla bangkit dan langsung pamit tanpa melirik mereka yang baru datang.
"Eh, eits-" Tahan Tyas.
"Aku harus pulang!" Tegas Nabilla.
"Tunggu dulu, kamu mau pulang pakai apa. Duduk duduk ah." Titah Tyas seraya menariknya kembali duduk.
"Erik." Panggil Tyas.
Nabilla tetap menunduk tanpa berani melihat mereka semua, siapa mereka kenapa Tyas bisa kenal dengan preman seperti mereka. Nabilla masih ingat mereka adalah gerombolan anak mudah yang ribut ditengah jalan waktu itu, dan salah satunya juga yang memaksa naik di motor Nabilla.
"Lu ah!" Ucap Daniel seraya mendorong salah satunya.
"Gue sih?"
"Ck- Banyak omong."
"Iya iya ah, hey kenalan dulu dong. Nunduk terus kenapa tuh muka, jerawatan?" Celetuknya asal.
Nabilla menganga mendengarnya, kurang ajar sekali mulutnya itu, Nabilla biar tanpa make-up wajahnya mulus. Tyas menyikut Nabilla agar mau melihat mereka semua, tapi sepertinya itu tidak berhasil karena Nabilla tak memperdulikannya.
"Aduh, ah kenalan doang." Ucapnya seraya menjabat paksa tangan Nabilla.
Sontak saja itu membuat Nabilla menoleh dan berusaha menarik tangannya lagi, mereka kompak menahan tawa ketika lelaki itu mematung setelah melihat wajah Nabilla.
"Jerawatan gak tuh?" Teriak mereka kompak termasuk juga Tyas.
"Lepas ih!" Titah Nabilla yang akhirnya tangannya berhasil bebas.
"Lu kan-?"
Nabilla bangkit dan berlalu begitu saja, tingkah itu membuat mereka melongo, cukup aneh tapi sepertinya mereka mengerti jika Nabilla bukan anak gaul. Tyas hendak menyusul namun Daniel menahannya, ia kembali mendorong temannya itu untuk pergi menyusul Nabilla.
"Tunggu dulu, itu wanita yang sempat hampir nabrak gue kan. Lu yang waktu itu kabur naik motor dia kan Rik?"
"Berisik lu, gara-gara lu semua dia kabur!" Pungkas Erik seraya berlalu pergi.
"Mereka sudah kenal rupanya?" Tanya Tyas.
"Bukan kenal, tapi pernah gak sengaja ketemu. Memang siapa dia?"
"Dia yang mau gue jodohkan sama si Erik."
*
Di jalan sana Nabilla mempercepat langkahnya saat tahu ada yang mengikutinya, kenapa jauh sekali untuk sampai ke jalan raya. Nabilla menggeleng tak boleh memikirkan apa pun selain dari pada fokus melangkah, Nabilla harus bebas dari mereka semua.
"Nabilla, tunggu!"
"Ah dari mana dia tahu nama ku." Gerutu Nabilla tanpa sedikit pun menoleh.
Nabilla terus berjalan tanpa perduli dengan dia di belakang sana, seharusnya tadi Nabilla diam di Laundry sana membantu mereka bekerja. Dengan begitu Nabilla tidak perlu bertemu mereka, menyebalkan sekali kenapa bisa Tyas berteman dengan brandal seperti itu.
"Heh apa kau tuli?" Tanya Erik seraya menarik lengan Nabilla.
Buk....
Dua tubuh itu bertabrakan, Nabilla sempat memejamkan matanya karena syok dengan tarikan Erik. Kini dengan ragu Nabilla mengangkat kepalanya, dua pasang mata itu sama-sama bertahan dalam tatap satu sama lain.
Mulus, itulah kalimat pertama yang terucap dibenak Erik. Wajah Nabilla begitu mulus tanpa bintik atau apa pun, Erik sudah salah mengatakan wajah itu berjerawat.
Seolah terhipnotis oleh ketampanan lelaki itu, Nabilla bahkan melambatkan kedipan matanya. Manis, itulah yang seketika tertanam di benak Nabilla setelah sempat menghindari Erik.
"Spesial." Gumam Erik.
"Erik!"
Teriakan itu sontak membuat keduanya saling menjauh, Nabilla merapikan penampilannya asal dan begitu juga dengan Erik. Mereka menoleh ketika melihat seorang wanita menghampiri, kemudian Nabilla melirik Erik yang sepertinya tak suka dengan kedatangan wanita itu.
"Siapa lo?" Tanyanya pada Nabilla.
"Aku-"
"Ngapain sih ke sini?" Sela Erik.
"Ngapain aku ke sini, ya buat ini. Pergoki kamu peluk-peluk cewek!"
Nabilla mengangkat kedua alisnya, sepertinya Nabilla paham siapa wanita itu, tak mau ambil resiko Nabilla langsung berlalu pergi. Tak ada yang mengejarnya lagi sekarang karena Erik tertahan oleh wanita itu, ah sudahlah lagi pula untuk apa dia mengejar Nabilla lagi.
Dengan menggunakan taxi Nabilla kembali ke Laundry, barangnya ada disana sehingga harus diambil sebelum pulang. Lima orang itu tampak sedang santai saja, mungkin karena sudah mendekati akhir jam kerja.
"Mba, pulang sekarang?"
"Iya, langsung pulang aja ya Aku mau mandi."
"Ok."
Nabilla kembali pergi dengan menggunakan motornya, kali ini untuk benar-benar sampai ke rumah. Badannya sudah terasa lengket dan sepertinya sudah mulai asam, Nabilla bergidik sendiri jika sampai badannya itu tercium bau.
Sejak dulu Nabilla selalu wangi, ia dikenal wanita paling bersih di antara teman-temannya bahkan Tyas sekali pun. Sepanjang jalan benak Nabilla terus saja terbayang sosok Erik, lelaki itu tidak begitu tampan bagi Nabilla namun sangat manis.
"Ah apa ini, tidak tidak ayo lupakan." Gumam Nabilla seraya menggelengkan kepalanya.
*
"Gak, gak gue gak suka!"
"Ya lo dengar dulu ih."
"Gak usah, gak penting lo!"
Tyas tak perduli dengan Erik yang terus saja mengikuti kemana pun Tyas melangkah, lelaki itu telah membuat Tyas kesal karena membawa Kia ke tempat Daniel. Seribu kali Tyas katakan jika Erik tidak boleh berurusan lagi dengan Kia, Erik yang memaksa sendiri untuk dikenalkan pada wanita baik-baik sejak lama.
"Gue gak tahu kenapa dia datang."
"Ya karena lo yang terus terima kedatangan dia!"
"Diam dulu kenapa sih?"
Tyas berdecak ketika Erik menariknya paksa, kini dua orang itu saling bertatapan dengan penuh kekesalan. Tyas sudah katakan jika Nabilla bukan untuk dipermainkan, lagi pula Erik sendiri yang bilang jika sedang serius mencari calon istri.
Keduanya sedang ada di dapur saat ini, Daniel meminta Tyas siapkan hidangan untuk mereka semua. Dan itu jadi kesempatan untuk Erik berbicara dengan Tyas, Erik keukeuh ingin didekatkan dengan Nabilla tapi sosok Kia membuat Tyas berubah pikiran.
"Gue janji, gue gak akan sakiti sahabat lo itu."
"Lo pikir gue percaya?"
"Tyas, ayolah."
"Sahabat gue bukan pemain kayak lu ya, dia belum pernah pacaran, punya temen cowok juga kagak. Dia kalau sampai sakit hati lu harus bisa bayangin gimana hancurnya, jadi mending lu pikirin lagi lah!"
Tyas beranjak begitu saja dengan membawa hidangannya, makanan cepat saji itu sepertinya cukup untuk mereka makan sekarang. Tyas menyuguhkannya pada mereka semua termasuk juga Kia, sebenarnya Kia pasti sadar dengan ketidak terimaan Tyas terhadapnya, tapi dasar tidak tahu malu wanita itu tetap bertahan diantara mereka.
"Belum pernah pacaran." Gumam Erik yang masih bertahan di dapur.
"Sepolos itu kah, bahkan dia tinggal di Kota besar seperti ini. Teman cowok pun tidak ada, wah wanita macam apa itu, langka." Tambahnya seraya menggeleng.
Erik merogoh ponselnya dan berkutat disana untuk beberapa saat, Erik mengirim Tyas pesan agar mau memberikan alamat rumah Nabilla. Erik yakin Nabilla akan cocok dengan orang tuanya nanti, sebaiknya Erik tidak buang waktu demi masa depannya sendiri.
Ting....
Balasan pesan dari Tyas sudah masuk, nasib baik Tyas mau memberikannya meski wanita itu sedang kesal. Erik melihat pintu belakang dan langsung melesat pergi lewat sana, dengan begitu Kia tidak akan bisa melihatnya pergi.
*
Di rumah Nabilla terlihat sedang menyapu teras luarnya, ia terlihat lebih segar sekarang karena sudah mandi. Nabilla sedang menunggu pesanan makanannya datang, perutnya sudah sangat lapar dan tidak bisa menunggu untuk sekedar memasak.
"Lama juga ya." Gumam Nabilla yang menyimpan sapunya.
Sepertinya malam ini akan turun hujan karena langit terlihat lebih gelap dari biasanya, Nabilla sudah memastikan semuanya baik dari sekarang. Selagi menunggu Nabilla duduk di kursi seraya memainkan game di ponselnya, sebenarnya Nabilla sedang menunggu mungkin saja Tyas mau kembali ke rumahnya.
"Hem, kalau Tyas tiba-tiba menikah berarti waktu kita habis dong. Tyas akan sibuk dengan rumah tangganya nanti, mana bisa ingat aku apa lagi temani aku."
Nabilla menggeleng, padahal sejak lama Nabilla menunggu Tyas lulus sarjana dan akan kembali menemaninya. Tapi ternyata diluar dugaan karena Tyas kembali justru untuk menikah, Nabilla tak sangka dengan keputusan besar itu.
"Menikah, apa harus menikah di usia muda?"
"Jika kita sanggup, kenapa tidak."
Nabilla seketika bangkit, ia terkejut melihat sosok Erik yang datang begitu saja. Tidak ada taxi atau apa pun itu yang mengantarkan Erik, dan lagi dari mama lelaki itu tahu rumah Nabilla.
"Kamu tidak mau menikah juga?"
Nabilla hanya diam dengan kedua alis yang terangkat, pertanyaan macam apa itu, apa juga haknya bertanya seperti itu. Nabilla mengerjap ketika Erik mengulurkan tangannya, tentu saja Nabilla ingat jika Erik melakukan hal yang sama di tempat Daniel tadi.
"Kenalan."
"Kamu ngapain ke sini, tahu dari mana rumah aku?"
"Eh, ini sambut dulu dong uluran tangannya."
Nabilla menjabatnya sekilas seraya menyebutkan namanya, Erik tampak tersenyum dengan sikap itu. Bersamaan dengan itu ada motor datang, rupanya itu adalah kurir makanan yang dipesan Nabilla.
"Atas nama Nabilla?"
"Iya, Pak."
"Silahkan, totalnya 158.000."
"Ah baik, sebentar."
Nabilla meraih kantong makanannya dan merogoh sakunya, namun ternyata kalah cepat oleh Erik yang sudah menggenggam uangnya. Erik membayarnya lebih dulu makanannya dan bahkan tidak mengambil kembaliannya, segera Erik meminta kurir itu pergi.
"Terimakasih." Ucap Nabilla seraya menyodorkan uang miliknya.
"Lebih baik bagi makanannya."
Nabilla diam, hingga akhirnya berlalu masuk untuk mengambil piring dan keperluan lainnya. Segera Nabilla kembali sebelum Erik memasuki rumahnya, baguslah lelaki itu tidak kurang ajar dengan masuk tanpa permisi.
Erik tersenyum dan turut duduk disebelah Nabilla, kursinya hanya satu sehingga mereka memutuskan untuk duduk di lantai saja. Nabilla juga enggan mempersilahkan Erik untuk masuk, lelaki itu terlalu asing untuk bisa masuk ke rumah Nabilla.
"Ini rumah kamu?"
"Iya, kenapa jelek?"
"Tidak, kamu tinggal sama siapa?"
"Jangan macam-macam ya."
Erik kembali tersenyum, ia menunggu Nabilla selesai menyiapkan makanannya, sedikit jutek tapi masih terlihat sisi baiknya. Erik sempat menatap Nabilla ketika wanita itu fokus pada makanannya, memang natural tapi tetap cantik.
Nabilla menoleh dan segera berpaling, seenaknya sekali dia menatap Nabilla seperti itu. Erik turut berpaling sesaat dan langsung mengambil piring di depannya, ia melahapnya begitu saja tanpa sempat berkata apa pun.
"Ayo makan." Ucap Erik dengan mulut penuh.
Nabilla sedikit menggeleng melihatnya, segera ia pun melahap makanannya karena memang cacing di peritnya sudah meronta. Keduanya makan dalam diam, makanan yang dipesan Nabilla cukup memanjakan lidah Erik.
"Kamu gak beli jus?"
"Gak, kalau beli pasti ada."
Erik mengangguk saja dan melahap habis makanannya, bukankah selalu seperti itu jika wanita selalu lambat kalau makan. Erik meneguk minumnya hingga habis pula, kedatangannya tidak sia-sia karena disambut makanan enak.
"Mau nikah sama aku?"
Brush....
Uhuk...
Uhuk...
Makanan berkuah yang memenuhi mulut Nabilla seketika menyembur sempurna, Nabilla juga terbatuk-batuk hingga wajahnya memerah. Segera Erik memberikan minumnya, ia juga sedikit berani menepuk punggung Nabilla.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!