Hujan Di Balik Matamu
Bab 1: Hujan Pertama
Rania Amara Prasetya
Pagi, semuanya
Saya Rania, mahasiswa magang dari Unpad.
Saya sudah di depan gerbang yayasan.
Pak Rusdi (Satpam)
Silakan masuk, Nak.
Langsung saja ke ruang briefing.
Lurus ke depan, belok kiri ya.
Rania Amara Prasetya
Terima kasih, Pak 🙏
Langkah Rania melewati gerbang perlahan. Hujan gerimis membasahi sepatu dan ujung roknya.
Udara dingin kota Bandung menyelinap masuk ke kulit. Tapi bukan itu yang membuat tubuhnya menggigil—ada rasa asing yang datang bersamaan dengan aroma tanah basah dan suara angin kecil yang berhembus.
Rania Amara Prasetya
Tempat ini…
Tenang, tapi ada yang bikin hati berdebar.
Ia menengadah. Tepat di lantai dua gedung utama,
terlihat sebuah jendela besar dengan tirai tipis terbuka sebagian.
Seseorang berdiri di balik kaca.
Diam. Tak bergerak. Menatap ke bawah.
Matanya… meski jauh, terlihat kosong dan dalam.
Seolah menyimpan sesuatu.
Rania Amara Prasetya
Kak Fira…
Itu siapa ya yang di lantai dua?
Dari tadi berdiri aja di balik jendela…
Fira Lestari
Oh, kamu lihat dia juga ya.
Itu Rayhan.
Koordinator observasi remaja di sini.
Anak pemilik yayasan.
Rania Amara Prasetya
Ohh…
Kelihatannya… beda.
Kayak bukan orang yang mudah didekati…
Fira Lestari
Bukan cuma kelihatan.
Memang begitu kenyataannya 😅
Tapi dia orangnya cerdas dan cepat tanggap.
Cuma…
yah, dia punya dunia sendiri yang gak semua orang bisa masuk.
Rania mengangguk kecil, meski tak ada yang melihat.
Entah kenapa, sosok pria bernama Rayhan itu menimbulkan rasa penasaran yang menancap dalam.
Rayhan Akmal Azraqi
Rania Amara Prasetya?
Rania Amara Prasetya
Iya, Kak.
Selamat pagi 🙏
Rayhan Akmal Azraqi
Kau datang tepat waktu.
Hari ini kau akan mulai dengan pengamatan ringan.
Kamu siap?
Rania Amara Prasetya
Siap, Kak.
Walau agak gugup juga jujur aja.
Rayhan Akmal Azraqi
Gugup itu wajar.
Tapi ingat satu hal,
Jangan terlalu banyak bicara.
Perhatikan.
Dengar.
Rasakan.
Rania Amara Prasetya
Baik, Kak.
Terima kasih atas arahannya.
Pria itu menatapnya sebentar, lalu berjalan pergi.
Langkahnya tenang, tapi setiap gerakan menyimpan tekanan.
Rania tak tahu kenapa…
Tapi dari semua kata yang Rayhan ucapkan,
yang paling membekas justru adalah keheningan yang ia tinggalkan.
Bab 2: Laki-Laki di Balik Jendela
Rania Amara Prasetya
Kak Fira, saya sudah selesai isi data magang.
Apa saya bisa langsung ikut observasi hari ini?
Fira Lestari
Boleh banget.
Kamu langsung aja ke ruang observasi lantai dua.
Tapi... mungkin kamu bakal bareng Kak Rayhan 😅
Rania Amara Prasetya
Oh 😳
Baik, Kak...
Tangga menuju lantai dua terasa panjang.
Langkah Rania sedikit pelan.
Bukan karena lelah, tapi karena...
rasa gugup yang makin menebal setiap anak tangga yang ia lewati.
Rayhan Akmal Azraqi
Masuk saja. Pintu tidak dikunci.
Rania Amara Prasetya
Baik, Kak.
Permisi...
Ruangan itu penuh cahaya abu-abu dari langit mendung di luar.
Jendela besar terbuka sebagian, dan tirai putih melambai pelan diterpa angin.
Di dekat jendela itulah Rayhan berdiri.
Punggungnya tegak, kedua tangan di saku celana. Seolah menjadi bagian dari ruangan itu sendiri.
Rayhan Akmal Azraqi
Kamu akan mendampingi Aldi sore nanti.
Dia anak yang... sulit.
Banyak yang tidak berhasil menembus pertahanannya.
Rania Amara Prasetya
Saya akan coba sebaik mungkin, Kak.
Apa ada hal yang harus saya hindari?
Rayhan Akmal Azraqi
Jangan terlalu banyak bertanya.
Dia benci dikasihani.
Tapi kalau kamu cukup sabar…
Dia akan menunjukkan sisi lain.
Rania menatap wajah Rayhan dari sisi samping.
Ada guratan lelah yang tak ia tunjukkan, tapi terasa nyata.
Seseorang yang memikul beban… namun menolak terlihat rapuh.
Rania Amara Prasetya
Kalau boleh tahu, sejak kapan Aldi di sini?
Rayhan Akmal Azraqi
Tiga bulan.
Kecelakaan yang menewaskan orang tuanya…
membuat dia menutup diri dari dunia.
Rania Amara Prasetya
Saya paham.
Saya akan bantu dengan pelan-pelan.
Terima kasih sudah percaya saya, Kak.
Rayhan tidak menjawab. Ia hanya mengangguk tipis.
Lalu kembali menatap langit mendung yang kini mulai meneteskan hujan kecil.
Dan untuk pertama kalinya, Rania melihat sesuatu di balik tatapan Rayhan
bukan hanya luka... tapi juga kesepian.
Rania Amara Prasetya
Hari ini aku melihatnya lebih dekat.
Rayhan.
Dingin. Tenang. Sulit didekati.
Tapi di balik matanya...
Ada sesuatu yang tidak selesai.
Sesuatu yang membuatku ingin tahu lebih banyak.
Bab 3: Pertemuan Pertama dengan Aldi
Ruang Observasi Remaja Lantai 1
📅 Sore Hari
🕓 16.10 WIB
Rania Amara Prasetya
Kak Fira, saya sudah sampai di ruang observasi.
Pasien remajanya sudah datang?
Fira Lestari
Iya. Aldi udah di ruang baca pojok.
Tapi...
jangan kaget ya. Dia nggak akan menyambut kamu ramah-ramah.
Rania Amara Prasetya
Saya ngerti, Kak.
Saya coba pelan-pelan ya 🙏
Ruangan itu sunyi. Hanya suara hujan tipis di luar dan detik jam dinding yang terdengar.
Di pojok ruangan, seorang anak laki-laki duduk bersila di lantai, membelakangi pintu.
Kemeja lusuh, rambut awut-awutan, dan buku cerita anak-anak terbuka di pangkuannya. Tapi dia tak membacanya.
Rania Amara Prasetya
Halo, Aldi.
Namaku Kak Rania.
Aku di sini buat ngobrol, kalau kamu berkenan.
Aldi
Aku nggak suka ngobrol.
Apalagi sama orang baru.
Rania Amara Prasetya
Gak apa-apa.
Aku juga bukan orang yang terlalu suka ngobrol kok 😅
Tapi kadang... diam bareng itu juga bentuk ngobrol, ya kan?
Aldi
…
Kakak juga bakal pergi kayak yang lain?
Rania Amara Prasetya
Kalau kamu usir, mungkin.
Tapi kalau kamu izinkan aku duduk di sini sebentar…
aku gak akan ke mana-mana.
Aldi menoleh sedikit. Wajahnya tirus, matanya kosong, tapi ada luka yang jelas terpahat di sana.
Ia tidak berkata apa-apa. Tapi dia tidak menyuruh Rania pergi. Itu sudah cukup.
Aldi
Kenapa sih semua orang pengen dengerin aku?
Padahal gak ada yang ngerti.
Rania Amara Prasetya
Mungkin karena kamu terlalu berharga untuk didiamkan.
Dan bukan berarti semua orang ngerti…
tapi sebagian orang… rela duduk lama-lama untuk coba ngerti.
Rania Amara Prasetya
Oh ya?
Apa Rayhan sering duduk bareng kamu juga?
Aldi
Dia gak ngomong banyak.
Tapi waktu aku nangis, dia gak nanya apa-apa.
Cuma duduk aja.
Itu bikin aku lega.
Rania tersenyum tipis.
Ada sisi dari Rayhan yang ia belum lihat…
dan sekarang mulai sedikit terlihat dari mata seorang anak bernama Aldi.
Rania Amara Prasetya
Aku bisa duduk di sini juga.
Kita bisa diam bareng, atau kamu bisa cerita soal buku itu.
Aldi
Buku ini tentang anak yang suka hujan.
Karena hujan nutupin suara orang tuanya bertengkar.
Rania tercekat.
Itu bukan cerita biasa.
Itu potongan luka.
Rania Amara Prasetya
Aku juga suka hujan.
Karena kadang... hujan ngerti perasaan yang gak bisa dijelasin.
Aldi
Kak Rania aneh.
Tapi anehnya...
bikin gak sendirian.
Rania, Jurnal Malam
📔 Catatan pribadi
Rania Amara Prasetya
Hari ini aku duduk di samping Aldi.
Kami gak bicara banyak.
Tapi entah kenapa…
itu jadi percakapan paling jujur yang aku alami hari ini.
Dan aku mulai mengerti…
kenapa Rayhan memilih diam daripada banyak bicara.
Mungkin... luka itu bukan untuk dibicarakan.
Tapi untuk dimengerti…
perlahan-lahan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!