Namaku Nadia ayu Oktaviani, orang orang biasa memanggilku Nadia atau ayu, aku terlahir di keluarga sederhana. Tidak ada yang istimewa kecuali mereka yang memanggilku gadis indigo
Apa kalian tahu apa itu indigo? Anugerah atau kutukan ? Beberapa orang mengatakan itu adalah sebuah anugerah dari tuhan yang maha esa. Tapi, bagiku itu adalah kutukan atau mimpi buruk yang nyata.
Aku bisa melihat Mereka
Mereka yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa, mereka yang bertingkah seolah seperti manusia tapi nyatanya hanya gumpalan energi yang sedikit demi sedikit menjadi bentuk spesifik
Apa kalian ingin tahu bagaimana dunia dari sudut pandang mataku?. Ikut lah denganku, maka aku akan memberitahu mu. Kisah ini berawal dari tahun 2018
∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆
2018
Malam ini aku merasa sangat gelisah, pikiran ku menerawang jauh dengan tatapan kosong ke arah atap kamar. Jam weker di nakas menunjukan pukul 9.30 malam. Mamah dan papah sedang berada di luar kota urusan bisnis.
Papah memiliki beberapa restoran yang ada di beberapa kota. Tak ayal membuat nya selalu pergi hanya untuk mengecek nya. Sedangkan mamah akan selalu ikut. Sesekali juga aku ikut jika sedang libur.
Ku raih kunci motor bergegas menuju garasi. Jam segini aku yakin mang ujang belum menutup warung angkringan nya. Hanya perlu waktu 10 menit untuk keluar dari gerbang perumahan dan belok ke kiri tepat di perempatan warung angkringan mang ujang masih ramai motor di depannya
Beberapa pasangan muda mudi dan bapak bapak tengah mengobrol santai. Sedangkan aku memilih meja paling ujung. Tempat biasa aku makan.
"Mang, kaya biasa ya" ujarku
"Siap, plus es teh kan." Laki laki bertopi hitam itu mengacungkan jempol tanpa menoleh
"Iya mang" ku raih gawai di tas hitam yang ku bawa. Notif dari sahabat ku wita tertera
'Besok lo berangkat jam berapa? Gue nebeng ya, si kuning ngambek lagi, tuh.'
'Bakso ya semangkuk, hehe' balasku. Tak lama ia membalas lagi
'Ck, iya iya. Gue traktir besok siang'
senyumku mengembang melihat pesannya. Ya persahabatan kami sudah terjalin lama. Bahkan orangtua kami pun menjadi akrab, tak jarang wita menginap di rumahku sampai berminggu minggu jika dia sedang malas di rumah. Begitupun aku, saat orangtua ku pergi keluar kota maka aku akan datang kerumahnya.
"Satu pecel lele plus es teh, buat eneng gelis" mang ujang menata pesananku di atas meja
"Makasih mang" ucapku, langsung saja ku santap makananku. Meski sudah menghabiskan satu porsi pecel lele entah mengapa rasa gelisah tak kunjung hilang.
Di sepanjang jalan pulang pun pikiranku selalu kosong. Berkali kali aku kehilangan fokus ku, hingga tepat di perempatan sebuah truk melaju kencang ke arahku, reflek ku yang terlambat membuat truk itu menabrak ku dari samping kanan
Brughh..
Motorku terseret truk yang belum berhenti melaju, bagian bawah mesin truk bisa ku lihat, pandanganku buram seketika. Bahkan tangan dan kaki ku mati rasa. Apa hari ini aku akan mati? Pikirku. Ku pejamkan mata lalu ku buka perlahan, ternyata kepalaku sudah bersandar di bahu kanan jalan.
Siapa yang mengangkat ku? Ku lihat ke kanan dan kiri. Tidak ada satupun orang di dekatku, hingga tak lama tercium bau harum yang menenangkan. Kepalaku berdenyut sakit, darah menetes dari sisi kanan kepala.
Ramai orang berlari ke arahku, hingga suara ambulance mendekat dan semua berubah menjadi gelap.
. . .
Bau obat obatan khas rumah sakit menyeruak di hidungku, langit langit kamar berwarna putih menjadi pemandangan sesaat setelah aku membuka mata.
"Alhamdulillah, pah pah. Kakak bangun" suara yang ku kenal. Mamah berjalan cepat ke arahku setelah membangunkan papah yang tidur di sofa.
Ngilu di kepala ku masih terasa, aku bisa merasakan perban terpasang ketika tanganku meraba kepala.
"Shhh.." lirihku
"Kak, jangan banyak gerak dulu" larang papah membelai tanganku lembut.
"Kakak kenapa pah" tanyaku parau
"Untungnya kamu masih selamat kak. Mamah khawatir dengar kamu kecelakaan di jalan. Kamu habis pergi kemana si kak malam malam" seru mama
"Shh, mah. Jangan diomelin dulu. Kakak baru sadar loh" jawab papah cepat. Mereka masih menatapku penuh ke khawatiran
"Maaf mah, Kakak cuma pergi ke angkringan mang ujang kaya biasa. Shhh... " Aku hendak bangun duduk di ranjang tapi aku baru sadar kalau tangan dan kaki ku juga di perban.
Lumayan parah juga pikirku.
Sudah di pastikan beberapa minggu ke depan aku akan sulit beraktivitas dan pergi kuliah
"Jangan banyak gerak kak. Tiduran aja, kakak mau apa?"
"Haus mah" adu ku
Mamah membantuku minum. Setelah itu aku menceritakan kronologi kenapa aku bisa kecelakaan. Mamah dan papah masih setia duduk di sampingku mendengarkan
Tak lama pintu terbuka menampilkan sahabat ku wita dan kedua orang tuanya. Ia sedikit berlari menghampiriku.
"Ya Allah, Nad. Jadi ancur gini" ucapnya tanpa tendeng aling-aling
"Iya nih, jadi jelek" rengek ku memajukan bibir bak anak kecil padanya . Cubitan ku terima di lenganku yang tidak terinfus
"Lo ceroboh sih. Kalo bawa motor tuh konsentrasi jangan bengong" omelnya. Aku yang mendengarnya tambah memajukan bibirku cemberut
"Nadia, Ibu bawain buah nih buat segeran sama brownis kesukaan kamu" mamah wita meletakan bingkisan putih di atas meja samping ranjangku.
"Repot-repot deh mi" ucap mamah.
"Gak mel, Nadia harus makan buah yang sehat biar cepet sembuh" jawab beliau. Mamah dan tante ami a.k.a mamah wita larut dalam obrolan, bagitu pun kami. Hingga tak terasa jam besuk sudah habis. Mereka berpamitan untuk pulang.
Ku tarik selimut, jam menunjukkan pukul satu, berkali kali memejamkan mata namun nihil. Aku tidak bisa tidur. Suara meja beroda menggema di lorong rumah sakit. Ku lihat meja itu berhenti di depan pintu kamarku bersama seorang suster membuka pintu.
Suster mau ngecek gue lagi? Pikirku
Baru tiga jam lalu suster mengecek keadaan ku, dan ini datang lagi. Tapi tunggu, kenapa suster yang ini pakai baju abu abu pendek selutut. Sedangkan suster disini pakai baju biru muda dan celana senada.
Suster itu berjalan tepat di depan ranjang ku, masih membelakangi ku. Seperti sedang melakukan sesuatu. Dengan ragu aku memanggilnya
"Sus..." Lirihku dan hening, tidak ada jawaban
Apa dia tidak dengar? Pikirku
"Suster" kali ini suaraku agak keras. Cukup untuk membuatnya dengar karena ruangan ini hanya aku dan dia. Mamah dan papah sudah tertidur
Seketika aku terdiam dengan tubuh yang kaku. Suster itu memang mendengarku sekarang ia melihatku tapi bukan itu yang membuatku takut.
Tapi kepalanya, kepalanya berputar 180° dengan mata putih dan senyum lebar menampilkan gigi nya yang runcing. Darah berwarna merah pekat juga mengalir dari mulutnya
Aku berusaha menggerakkan badanku, tapi nihil. Seolah olah sosok itu mengunci ku agar tetap melihatnya.
"K..k..kamu, memanggilku... hihihi...?" Ucapnya dengan suara serak mengerikan . Air mataku sudah luruh
"K...kamu.. memanggilku... k..k..an" kini sosok itu melayang perlahan ke arahku dengan senyuman lebih lebar. Hingga wajah nya hanya berjarak satu jengkal dari wajahku, ia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri
"A....AARGHHHH..!!!!!" Teriakku histeris menutup mata. Mamah dan papah langsung terbangun dengan panik.
"Astaghfirullah!! Kak kamu kenapa" papah memelukku erat. Badanku panas dingin, mamah segera mengambil air minum dan menenangkan ku. Sedangkan aku masih sesenggukan tidak mau melepas pelukan papah.
Aku takut, sangat takut sampai tidak ingin rasanya memberitahu siapapun.
.
.
Sudah satu minggu sejak aku di rawat inap. Hari ini dokter mengizinkan ku kembali ke rumah. Meski aku belum bisa berjalan, papah membopong ku masuk ke kamar
"Kalau butuh apa apa panggil mamah ya kak" ucap mamah.
Adzan magrib berkumandang mamah pamit untuk sholat berjamaah dengan papah. Aku mengangguk saja. Ku buka laptop untuk melihat tugas kuliahku yang kini menjadi online
Saat sedang fokus menatap layar laptop ujung mataku menangkap sebuah bayangan melintas dari arah jendela.
Bi wati, kali ya. Pikirku . Namun, sedetik kemudian mataku membola, aku baru ingat kalau kamar ku berada di lantai dua, mustahil orang bisa lewat di depan jendela
Ku tatap kembali jendela kamar ku lamat lamat, hingga sebuah bayangan abstrak bersatu membentuk sebuah siluet sosok tinggi berbadan kurus dan matanya berwarna merah. Tangan sosok itu yang sangat panjang mencoba membuka jendela, membuat tubuhku kaku
Krekk ... Kreekk...
Sedikit demi sedikit kaca jendela terbuka, jantungku rasanya mau berhenti detik itu juga. Hingga..
"Permisi"
"A..ARRRGHHHH" Jeritku reflek melempar vas bunga yang berada di nakas.
PRANGGG...!!!
"Nad..!! hey! tenang tenang, ini aku. Ini aku Rendy" Ku rasakan elusan lembut di kepalaku. Ku buka mata, ternyata Rendy datang, dia mantan pacarku. Ku lihat bingkisan putih di tangan kiri nya
"Are u oke?" Tanyanya khawatir. Aku hanya diam menatap ke arah lain.
Jujur aku tidak ingin melihat wajahnya saat ini, kami memutuskan hubungan belum lama karena orang tuanya menjodohkan dia dengan wanita pilihan mamah nya. Dan aku tidak bisa berbuat apapun selain putus dengannya, meski enggan.
"Nad, are u oke? Jawab aku, jangan buat khawatir" tanya nya lagi
"Oke.." jawabku singkat
" Aku khawatir denger kamu kecelakaan dari wita, maaf aku baru sempat datang sekarang karena ada urusan" ucapnya.
Aku tak bergeming, lelah sekali rasanya. Entah lelah karena apa. Papah dan mamah menghampiri kami dengan panik
"Ya Allah, kak! Kamu gak papa" panik mamah yang melihat vas bunga pecah di lantai. Akhirnya aku menceritakan pada mereka apa yang ku lihat barusan.
"Papah heran deh kak, kenapa semenjak kamu kecelakaan ini jadi sering liat penampakan" ucap nya sambil memandangi ku
"Penampakan gimana maksudnya om" tanya Rendy bingung
"Gini nak Rendy, nadia ini setelah kecelakaan kemarin sekarang jadi bisa lihat penampakan. Kemarin juga di rumah sakit beberapa kali dia lihat penampakan sampai histeris" jelas papah lagi membuat mantan pacarku itu terdiam.
"Kalo saran Rendy sih, mending tanya ke ustad aja om"
"Iya bener, nanti biar om panggil ustad kesini" lalu papah dan mamah keluar dari kamarku, menyisahkan kami berdua. Aku memandangnya agak sebal.
"Ngapain sih lo pake ngomong manggil ustad segala, gue gak gila ya" ketusku. Rendy terkekeh dan menyubit pipiku
"Manggil ustad juga bukan berarti kamu gila kan, buat mastiin aja biar kamu tetap aman"
"Gak usah pegang pegang gue, mending lo pulang sekarang, gue gak mau mamah lo marah ke gue lagi kalo lo masih disini nemuin gue!" Dia terdiam mendengar kata kataku.
"Maafin mamah ya," ucap nya lirih. Aku tidak tau harus bereaksi seperti apa. Masih terekam jelas di kepalaku bagaimana mamah Rendy marah karena anaknya menjalin hubungan dengan ku. Bahkan kesan pertama ku bertemu dengannya, tatapan sinis terlontar terang terangan darinya
"Gue capek ren, mau tidur" ku tarik selimut lalu memejamkan mata, tak peduli dia masih disini
"Oke aku pulang, istirahat ya biar cepat sembuh" tangannya mengelus pucuk kepalaku lembut, lalu ia keluar dari kamarku. Air mata menetes dari mataku, sesak sekali rasanya harus merelakan orang yang ku cintai menikahi wanita lain.
∆∆∆∆∆∆
"Assalamualaikum"
Setelah adzan magrib ustad yusuf datang ke rumah, Kami berbicara di kamarku bersama sama.
Beliau tersenyum saat melihatku, begitupun aku. Lalu duduk bersila di depanku, papah dan mamah berada di sofa yang tak jauh dari kasurku. Beliau langsung membaca beberapa doa dan melalukan ruqyah padaku.
Tak ada reaksi apapun dariku, malah aku merasa sangat tenang selama ustad membaca ayat suci Al-Quran. Tak lama ustad yusuf menyelesaikan bacaannya. Beliau menatap papah
"Pak akmal, apa bapak masih ada keturunan darah biru" pertanyaan ustad yusuf membuat papah terdiam sejenak, lalu mengangguk ragu
"Ya, saya memang punya garis keturunan darah biru, ada apa ustad" jawab papah.
"Nak Nadia ini menuruni garis keturunan dari keluarga bapak, mata batinnya sudah terbuka. Bukan karena kecelakaan itu, tapi karena memang sudah waktunya" terang pak ustad. Papah mengangguk mengerti.
"Saya sudah berkomunikasi dengan keluhur bapak, bahwa bapak tidak perlu khawatir. Akan ada yang selalu menjaga nak nadia dari leluhur kalian. Kalian hanya perlu berdoa kepada Allah dan meminta perlindunganNya" lanjutnya lagi
Memang dari kelurga papah beberapa orang 'peka' terhadap hal hal gaib. Bahkan dulu semasa kakek masih hidup pernah bercerita padaku beliau bisa melihat mereka, berkomunikasi dengan mereka bahkan bersentuhan juga.
Katanya, kakek selalu berkomunikasi dengan para leluhur kami, beliau banyak tau tentang dunia mereka . Tapi aku tidak menyangka mengapa aku juga ikut bisa melihat dunia mereka.
Ustad yusuf menyarankan ku untuk melakukan puasa sunnah dan memperdalam agama. Beliau juga akan membimbing ku bagaimana caranya agar aku tidak begitu takut saat berhadapan dengan mereka.
Selama dua bulan akhir ini, ustad Yusuf mengajariku doa doa untuk menghadapi mereka yang berenergi negatif. Beliau juga mengajariku bagaimana caranya memagar gaib rumah kami agar mereka tidak bisa sembarangan masuk ke dalam.
Aku masih rutin melakukan puasa sunnah. Sedangkan mamah selalu membaca surah Al-Baqarah setelah selesai sholat magrib
Pagi ini kami akan kontrol rutinan ke rumah sakit, kata dokter minggu lalu. Sudah ada kemajuan untuk kaki ku
"Assalamualaikum" sapa seseorang di luar rumah.
"Walaikumsalam " Kami saling pandang siapa yang bertamu pagi pagi. Pintu terbuka memperlihatkan Rendy. Ia tersenyum melihat ku
"Maaf Tante, saya mau ngasih brownies buat Nadia" ucapnya. Mamah melirikku
"Oh ya udah, kalian ngobrol dulu ya. Mamah mau ke dalem kayanya ada yang ketinggalan" Ku persilahkan Rendy duduk, ia menyodorkan sekotak brownies kepadaku
"Makasih, tapi lain kali gak perlu lagi. Inget lo udah punya calon istri" sinis ku
"Aku khawatir sama kamu" Rendy menatapku dalam tapi ku hiraukan
"Lo udah punya calon istri Ren, lupain gue. Gak seharusnya lo kaya gini"
"Aku tau, tapi aku juga masih sayang sama kamu, Nad. Cepet sembuh ya, aku ada kelas sekarang, titip salam buat mamah melati" Rendy berlalu dari hadapanku. Aku menatap kosong pada brownis yang ada di meja
..
"Siap kak" tanya mamah, kami sudah berada di dalam mobil
"Siap mah" mobil kami melaju menuju rumah sakit. Beberapa kali aku bisa melihat mereka jiwa jiwa yang hilang berkeliaran.
Ya, aku menyebutnya jiwa jiwa yang hilang karena sebagain dari mereka ada yang tidak ingat siapa tuhannya.
Terkadang aku merasa takut atau juga merasa kasian pada mereka yang kehilangan arah. Tapi, aku pun tak bisa melakukan apa apa selain mendoakan mereka
Mobil kami parkir di dekat lobi rumah sakit. Aku turun dengan tongkat penyangga di tanganku bersama mamah. Seperti biasa pemandangan pertama kali aku masuk ke rumah sakit adalah mereka degan keadaan yang bermacam macam..
Waktu pertama kali aku melihat mereka, aku sempat histeris ketakutan.
Banyak dari mereka dengan rupa yang tak lazim. Karena korban kebakaran, kecelakaan, tenggelam, kekerasan, pemerkosaan dan lainnya. Perutku mual melihat mereka tapi sebisa mungkin ku tahan sampai giliran ku masuk ke ruangan check up
"Kita cek ya mba, bisa coba jalan pelan pelan. Pegangan tembok juga ga papa" aku mulai mengikuti instruksi dokter, pelan pelan kaki ku melangkah.
Rasa nyeri masih bisa ku tahan sampai beberapa menit setelah itu aku tidak sanggup berjalan lagi. Ngilu bukan main
"Cukup, kemajuan yang bagus. Rutin latihan jalan ya setalah ini" dokter tersenyum menatapku lalu menuliskan beberapa resep obat yang baru. Setelah selesai check up, aku dan mamah keluar
"Kak mamah pengen makan soto deh, cari soto dulu ya" aku setuju, perutku juga sudah keroncongan, kami mampir ke rumah makan di dekat taman kota.
Mamah membantuku jalan. Baru saja aku duduk di meja kami, tiba tiba perutku terasa seperti di aduk, mual. Mamah menatapku cemas
"Kamu kenapa kak" ucapnya memegang tanganku
"Gak tau nih mah, mual banget tiba-tiba"
"Tunggu sebentar mamah pesenin teh anget ya" setelah mamah pergi, ku tekan perutku rasa mual belum juga reda.
Apa asam lambung gue naik lagi ya, pikir ku
Tak lama mamah kembali dengan segelas teh, aku segera meminumnya. Dua porsi soto datang ke meja kami. Ku tatap lamat lamat soto itu. Perasaan ku jadi tidak karuan. Seperti sesuatu yang janggal tapi entah apa.
Mataku menatap ke sekeliling tidak ada yang aneh. Hanya ada beberapa staff yang sibuk mondar mandir, dan laki laki paruh baya sebagai kasir. Ku rasa bapak itu pemilik rumah makan ini. Ia memperhatikan gerak gerik ku.
Lalu aku menatap ke arah dapur dengan konsep terbuka, ada satu sosok yang berdiri di samping kompor. Beberapa kali ku lihat sosok itu meludah ke dalam kuali
"Astaghfirullah" ucapku agak keras, sukses membuat laki laki yang ada di kasir menatapku tajam, karena jarak kami yang tidak begitu jauh.
Ku usap kedua mataku, mungkin aku hanya halusinasi. Tapi sosok itu masih disana dan melakukan hal itu berulang ulang. Seketika aku menatap mamah yang sudah memakan kuah soto itu. Ku tahan tangan mamah lalu menggeleng, ia menatapku bingung
"Kita pergi dari sini mah" bisik ku pelan
"Kenapa?" Tanya mamah bingung
"Tempat ini pake penglaris ludah pocong" bisikku semakin lirih, sontak mamah menaruh sendok ke mangkuk agak kasar
"Serius kak??"
"Iya, sekarang kita keluar dulu mah" tanpa basa basi aku dan mamah melenggang pergi. Saat di kasir, bapak itu masih menatap kami sinis. Aku juga tak kalah sinis menatapnya
"Lain kali lebih rapih mainnya" sindir ku. Ia mengepalkan tangannya menatapku tajam.
"Sudah cacat masih banyak tingkah" balasnya tak kalah sinis, mamah segera membantuku jalan lebih cepat
Baru saja mobil kami menjauh beberapa meter dari area rumah makan, mamah langsung berhenti dan keluar untuk memuntahkan isi perutnya. Dengan susah payah aku meraih botol minum dan ku bacakan doa seperti yang ustad Yusuf ajarkan
"Minum dulu mah" ucapku. Mamah meraih botol itu dan meminumnya.
"Astaghfirullah kak, perut mamah mual banget"
"Kita pulang aja mah, masih kuat nyetir kan?" Tanyaku khawatir, di jawab dengan anggukan dari mamah.
Entah kenapa kali ini aku kecolongan, biasanya jika tempat makan yang menggunakan mahluk penglaris auranya bisa ku rasakan dari jarak beberapa meter. Tapi kali ini aku tidak bisa merasakan apapun bahkan sampai masuk ke dalam restoran nya.
Kepalaku berdenyut sakit. Ku putuskan untuk tidur setelah sampai di rumah.
>>>>>
Samar samar ku bermimpi melihat ramai orang berdiri di depan rumah ku. Sedangkan aku berdiri tepat di tengah jalan aspal komplek. Mereka berdiri mengelilingi rumah, tapi entah mengapa orang orang itu memakai jubah hitam dari kepala sampai ujung kaki.
Aura negative terasa kuat di sekitarku, aku hanya diam berdiri disana. Hingga salah satu dari mereka menoleh ke arahku yang sukses membuatku tersentak ngeri. Ternyata wajah mereka seperti binatang.
"Astaghfirullah, ya allah" Kaki ku melangkah mundur. Aku benar benar takut sekarang. Satu persatu dari mereka menatap ku lalu menyeringai.
Aku berusaha untuk lari meski sulit, orang orang berjubah itu mengejar ku dengan cara melayang. Aku lupa semua doa yang sudah ustad Yusuf ajarkan, bahkan aku sudah menangis sambil berlari karena takut
"Ya allah, aku berlindung kepadamu dari setan yang terkutuk" ucapku berulang ulang
Brughhh...
Salah satu dari mereka mengayunkan tongkatnya ke arahku membuatku jatuh seketika. Aku merangkak mundur, tidak peduli baju tidur ku yang kotor bahkan robekan tercetak di bagian siku
Sosok itu melesat cepat, ku tutup kedua mataku hingga
"ARGGGHHHH...!!!" Mereka berteriak, para mahluk itu terpental jauh di ikuti suara auman harimau. Sosok harimau putih berdiri di depanku
Ia menoleh, mata birunya beradu pandang denganku lalu kembali menatap para mahluk berjubah itu. Hanya dengan satu kali gerakan harimau itu membuat semua mahluk berjubah hitam menghilang bagikan asap
Kini tersisa aku dan harimau itu. Ia berjalan perlahan, menatapku tajam. Aku merangkak mundur lagi. Tapi sosok itu hanya melewati ku lalu menghilang di iringi dengan hawa dingin yang membuat mataku memburam seketika dan aku pingsan
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!