Hari pertama menginjakan kaki di kota yang baru begitu menyenangkan, keluar dari kota kelahiran bukanlah salah satu keinginanku. Namun takdir sudah membawaku kemari. Semua harus dilakukan demi kehidupan yang lebih layak kedepannya.
Mungkin saja nanti aku akan menemukan cinta disini, hidup bahagia seperti dongeng-dongeng yang pernah aku dengar. Meskipun itu mustahil tapi siapa tahu tak ada yang tahu takdir seseorang.
Cinta adalah sesuatu yang selalu aku harapkan dari dulu, namun tak pernah ada yang benar-benar serius dengan diriku ini. Saat melihat keadaan rumahku mereka langsung saja kabur, sungguh menyebalkan bukan apa salah jika rumahku tak bagus.
Perjalanan di pagi hari seperti ini begitu menyenangkan, sesekali bersenandung dan berjalan ramai-ramai dengan pejalan kaki yang lain membuat aku seperti ada teman. Tiba-tiba tak sengaja aku menyenggol laki-laki paruh baya. Tentu saja aku minta maaf namun dia malah marah.
"Dasar perempuan gila, jalan yang benar jangan asal tabrak saja" matanya melotot seperti akan keluar.
Aku menunduk dan kali ini minta maaf lagi, namun bukan kata yang baik yang di ucapkan malah caci maki lagi dengan dorongan tangannya yang sangat kuat dan membuat aku terjatuh terduduk. Pantatku sangat sakit sekali.
Dor, dor belum juga aku bangkit, aku melihat laki-laki paruh baya itu terkapar tertembak. Teriakan mulai melengking di telingaku. Aku berteriak histeris ketakutan langsung bangkit tanpa memperdulikan kesakitanku.
Mataku liar menatap kesana kemari, mencari sosok orang yang telah melakukan ini, kulihat diatas gedung ada siluet laki-laki pergi begitu saja, apakah dia ?
Namun aku tak mau tiba-tiba menuduh, laki-laki itu tak berapa lama keluar dari gedung itu, mata kami saling bertemu, tatapannya begitu tajam dan penuh ancaman.
Dengan takut, aku alihkan pandanganku dan kembali melihat laki-laki paruh baya yang masih kesakitan. Aku segera menelfon ambulans, mencoba mencari pertolongan agar dia bisa selamat tak peduli diriku tadi di caci maki olehnya, nyawa lebih penting bukan.
Saat laki-laki paruh baya itu sudah dibawa oleh ambulans, aku baru sadar akan telat jika terus berada disini. Dengan langkah yang lebar aku berjalan bahkan sekarang aku berlari. Tak mungkin hari pertamaku ini aku akan telat, tidak aku tidak mau sampai dipecat di hari pertamaku ini.
Saat sudah mulai terlihat gedung yang begitu tinggi tempat diriku akan bekerja, semangatku makin membara saja.
Bruk, tubuhku terpental dan ternyata aku kembali terjatuh, dengan cepat aku bangkit dan menatap sekeliling yang ternyata hanya ada resepsionis saja. Orang yang sudah aku tabrak sudah tak ada menghilang begitu saja.
"Hey kamu, Karina kan"
Saat mendengar namamu di ucapkan aku segera menganggukkan kepala dan mendekat kearah perempuan itu.
"Iya aku Karina Putri Mentari" ku sebutkan nama panjangku.
"Kamu naik kelantai 12, nanti ada ruangan Ceo disana. Kamu dari tadi sudah ditunggui, seharusnya dihari pertama kamu tak telat seperti ini. Kamu bisa-bisa di marahi Karina"
"Ya aku memang salah, seharusnya aku tidak berjalan kaki. Ya sudah terimakasih Kak aku akan segera pergi kesana"
"Baiklah semoga berhasil" ucapnya menyemangati aku yang mulai ketakutan.
Setelah memencet tombol lantai 12 kakiku makin bergetar, ada apa ini sebenarnya kenapa seperti ini sih, tenang-tenang aku harus tenang dan bisa mengendalikan semuanya dengan baik.
Saat pintu lift terbuka aku sudah disambut oleh perempuan hamil, tanganku langsung saja ditarik "Kenapa kamu malah telat Karina, bisa-bisa kamu tak bisa mengantikan aku untuk cuti, ini sudah mepet sekali Karina, aku harus cuti. Aku akan segera melahirkan"
"Maafkan aku mba, aku tadi menolong orang yang tertembak dulu"
"Ya sudah ayo kita masuk sekarang, tak ada alasan lagi. Tuan tak akan menerima alasan apapun itu, jadi jangan menyepelekan pekerjaan ini"
"Iya mba Ulfa, sekali lagi aku minta maaf"
Tanganku ditarik dan mba Ulfa mengetuk pintu, terdengar suara yang begitu berat menyahut. Suaranya begitu dingin membuat aku merinding, ini bukan hantu kan yang akan aku temui, semoga saja bukan ya.
Saat pintu terbuka terlihat ruangan yang begitu luas dan megah. Aku sampai terpukau namun tak sampai lama, karena suara itu terdengar lagi.
"Yakin dia akan mengantikan kamu Ulfa, hari pertama saja dia sudah telat"
"Saya yakin Tuan dia bisa mengantikan saya beberapa bulan ini selama saya cuti. Saya akan mengajarinya dengan baik dan memberitahunya agar tak mengulangi kesalahan yang sama"
"Saya ragu" ucapnya masih membelakangi mereka.
Aku dengan berani maju "Maafkan saya Tuan karena telat, namun saya tak akan mengulanginya lagi. Saya begitu berminat ingin bekerja di sini, saya akan memberikan yang terbaik untuk perusahan ini. Saya tak akan mengulangi kesalahan yang sama dan saya akan berkerja dengan baik, saya sangat mampu untuk mengantikan mba Ulfa untuk beberapa bulan ini"
"Baik, saya beri satu kesempatan" hening tak ada suara lagi "Ulfa cepat ajari dia apa saja yang harus dia kerjakan"
"Baik Tuan saya permisi keluar"
Tak ada jawaban, mba Ulfa menarik aku dengan cepat untuk keluar. Mba Ulfa memberitahu apa saja yang harus aku kerjakan sebagai sekertaris sementara ini. Untung saja aku kuliah dengan jurusan yang pas untuk pekerjaan yang aku pegang sekarang. Sungguh aku beruntung selalu di perjuangkan oleh orang tuaku untuk sekolah dengan tinggi bahkan sampai kuliah. Meskipun kadang kami kesusahan untuk mencari uang untuk membayar semester.
Beberapa jam berlalu, aku begitu fokus mengerjakan pekerjaan ini, namun samar-samar aku mendengar seperti ada suara pukulan, dengan panik aku membuka pintu ruangan atasanku sendiri yang bahkan belum aku ketahui siapa namanya.
"Siapa yang menyuruh mu masuk" tanyanya dengan nada yang tak santai, bahkan ada sedikit bentakan.
"Maaf Tuan, saya kira anda sedang berkelahi" jawabku dengan jujur ternyata dia sedang memukul samsak, kenapa juga aku mengkhawatirkannya.
"Tak sopan, pergi" teriak nya tanpa kembali melihatkan wajahnya padaku.
Aku terlonjak kaget dan segera menutup pintu tanpa mengatakan apa-apa. Kalau aku terus bekerja disini mungkin aku akan jantungan.
Tiba-tiba pikiran ku melayang saat pintu pertama dibuka, aku melihat tubuh yang begitu kekar dengan peluh yang menetes ditubuhnya dan beberapa tato ditubuhnya juga. Tubuh itu begitu sempurna, mungkin jika dipakai untuk mendekapnya akan sangat hangat dan terlindungi. Kulit yang tak begitu putih namun begitu mengiurkan untuk di sentuh.
"Hei apa yang aku pikirkan, Karina fokus fokus jangan memikirkan atasanmu sendiri, ayo bekerja lagi" aku segera sadar dari pikiranku yang makin kemana-mana saja.
"Huff aku harus meminta tandatangannya, semoga saja aku tak membuat kesalahan lagi"
Dengan perlahan ku ketuk pintu itu dan terdengar suara yang menyuruhku masuk. Dengan langkah yang anggun aku masuk dan tak langsung berhadapan dengan atasanku itu, pasti aku selalu dibelakangi.
"Maaf Tuan menganggu waktunya ada beberapa berkas yang harus ditandatangi dan juga ada meeting dengan Perusaan Persada jam 10 pagi diluar kantor, lalu ada lagi pertemuan dengan Tuan Januar di jam satu siang"
"Batalkan semuanya"
"Apa" gumamku dengan kaget.
"Tapi Tuan ini begitu penting"
"Sudah saya bilang batalkan ya batalkan jangan jadi karyawan yang bebal. Saya tak suka dibantah"
"Baik Tuan" jawabku dengan terbata-bata "Saya undur diri" dengan langkah yang tergesa-gesa aku keluar.
Huff, detak jantungku sudah tak beraturan sangat takut dengan sikapnya yang pemarah itu. Ternyata tak lama aku duduk dia keluar dari ruangannya.
Melempar berkas yang tadi aku bawa, bahkan aku tak mau menatap matanya. Biar saja aku tidak tahu wajah atasanku sendiri.
"Jika ada yang mencari saya katakan saya tak ada, jangan menelfon saya sebelum saya yang menelfon mu Karina. Jika pekerjaan sudah selesai maka pulang tidak usah menunggu saya datang kemari lagi" ucapnya panjang lebar.
Baru saja aku akan menjawab, dia sudah pergi melewati ku begitu saja. Bahkan bau tubuhnya masih tertinggal, sedangkan orangnya sudah mulai masuk kedalam lift. Lagi-lagi aku hanya bisa melihat punggungnya.
Kubuka sebuah berkas yang tadi dan aku baca juga siapa namanya agar aku tahu saja siapa nama atasannya, agar saat ada yang bertanya aku tahu.
"Farhan Bagaskara Wijaya" gumamku "Panjang juga namanya, hemm baiklah aku akan mengingatnya"
...----------------...
Farhan memarkiran sepeda motornya sembarangan, masuk kedalam sebuah gedung dengan langkah yang angkuh. Bahkan tak ada senyum sedikitpun dari bibir Farhan, saat yang lain menyambutnya tak ada kata balasan sedikitpun.
"Akhirnya datang juga kamu Farhan"
Tatapannya langsung beralih pada orang yang menyebut namanya "Ada apa, apa pekerjaannya akan membuatku untung"
"Tentu saja masuklah"
Kembali tanpa ada jawaban, Farhan masuk dan berdiri saja tanpa mau duduk berhadapan dengan orang yang memangilnya.
"Aku ingin kamu mengejar seseorang yang telah mengambil data perusahan ku, semuanya ada di sana. Aku tak mau perusahaan ini hancur begitu saja Farhan, kamu tahu sendiri bukan aku membangunnya dari nol"
"Dimana Juan sekarang, kenapa saya tak melihatnya"
"Mau bagaimana kamu melihatnya dia pergi dengan semua data perusahan, dia sudah mengambil semuanya. Bahkan uang perusahan juga dia ambil Farhan, makannya aku memanggilmu. Aku ingin kamu menghabisinya setelah mendapatkan berkas penting ku itu, akan aku bayar dengan sangat mahal kamu Farhan"
Farhan membuka ponselnya, mengamati sesuatu, senyumnya terbit begitu kecil. Mudah sekali pekerjaannya ini.
"Apa yang sedang kamu lakukan" tanya orang itu kebingungan.
"Saya selalu mengikat anak buah saya dengan sesuatu yang memberatkan mereka, jangan pernah lengah dengan orang dekat Dimitri. Kita tidak tahu siapa musuh sebenarnya, lihat saya sudah menemukan dimana Juan. Sudah tahu bukan kegunaan cincin yang saya berikan pada orang kepercayaan anda"
Dimitri mengangguk, benar juga apa yang dikatakan oleh Farhan, seharusnya dirinya dari awal waspada dan selalu menyimpan sesuatu di tubuh pegawainya agar tak kecolongan seperti ini.
"Aku serahkan segalanya padamu Farhan"
Hanya sebuah anggukan yang Farhan berikan, dia pergi kembali mengunakan sepeda motornya mengejar mangsanya, tadi pagi dirinya baru saja menghabisi 1 orang dan sekarang akan ada lagi darah. Farhan suka darah orang-orang jahat sangat menyegarkan dan membuat semangatnya muncul lagi.
Tidak butuh waktu lama, Farhan sudah menemukan Juan orang yang sudah dirinya cari-cari. Kembali sepeda motornya di parkir dengan sembarangan.
"Tuan anda tak bisa seperti itu memarkirkannya dengan sembarang"
"Diam lah" tangannya tak tinggal diam mendorong semua yang menghalanginya. Bahkan tak segan untuk memukulnya.
Juan yang melihat keberadaan Farhan tentu saja kalang kabut, dirinya sangat tahu siapa Farhan dia adalah pembunuh bayaran yang tak pernah kalah dan tak pernah gagal dalam membunuh mangsanya. Juan tak mau jadi orang yang berikutnya.
Langkahnya makin cepat, masuk kesebuah restoran namun dihadapannya Farhan sudah muncul menatapnya dengan tajam dibalik kaca mata hitamnya.
Saat melihat kereta yang akan melaju Juan masuk dan duduk dengan tenang, namun ketenangan itu tak bertahan lama Farhan sudah ada dihadapannya duduk dengan tenang pula dan melipat tangannya, matanya tak pernah beralih terus menatapnya.
Untungnya didalam kereta ada beberapa polisi yang berjaga, saat di pemberhentian pertama Juan turun bersama para polisi, ini akan lebih aman bukan. Saat kakinya sudah memijak kembali tanah Juan berlari sekencang-kencangnya.
Menubruk orang-orang yang menghalanginya, tak mau menatap kebelakang yang ada dipikirannya sekarang adalah kabur kabur dan kabur. Tubuhnya begitu gesit berlari kesana kemari bahkan sampai kelelahan sendiri.
Juan menyapu kesegala arah dengan pandangannya, tak ada Farhan. Farhan sudah kehilangan jejak dirinya.
"Mau kemana, apa tidak lelah Juan"
Deg, detak jantungnya seperti berhenti seketika. Juan membalikan tubuhnya dihadapannya sudah ada Farhan yang berdiri menjulang dengan sebuah rokok di bibirnya.
"Ingin minum"
"Biarkan aku pergi Farhan, kita tak punya urusan"
"Memang kita tak memiliki urusan, namun saya dibayar untuk mencari kamu. Kembalikan apa yang sudah kamu curi"
Juan melepaskan tasnya, ditangkap dengan mudah oleh Farhan namun kosong, isinya tak ada apapun. Sialan dia sudah menipunya.
Bahkan Juan sekarang sudah kembali berlari, tentu saja Farhan mengejarnya, berlari tak kalah kencangnya dengan sebuah pistol yang sudah dikeluarkan olehnya.
Satu peluru melesat mengenai kaki kanan Juan "Jangan bunuh aku Farhan ampuni aku"
"Dimana berkas itu, katakan maka dirimu akan lepas"
"Tidak, aku tak akan memberitahu siapapun" Juan memegang kakinya yang sangat kesakitan, darah juga mulai bercucuran.
Kembali satu peluru bersarang diperutnya membuat Juan ambruk dan tak bisa pergi kemana-mana lagi.
"Semuanya akan selesai jika dirimu memberikan apa yang saya mau"
Kata-kata itu yang terakhir Juan dengar dirinya sudah mulai kehabisan darah. Pingsan dan tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan dirinya.
Muncul beberapa orang menghampiri Farhan. Mereka sepertinya dari tadi susah mengikuti Farhan.
"Mana berkasnya" tanya anak buah Dimitri.
"Tak ada"
"Jangan main-main Farhan
"Memang tak ada bawa saja dia dan selamatkan dahulu, sepertinya dia menyembunyikan di suatu tempat"
"Baiklah"
Mereka segera membawa Juan, sedangkan Farhan tentu saja pulang. Sudah selesai pekerjaannya hanya tinggal menunggu Juan sadar dan tahu dimana dia menyimpan semuanya memang menyusahkan. Lebih baik langsung membunuhnya bukan itu lebih cepat.
Ku regangkan tubuhnya yang pegal semua pekerjaannya sudah selesai. Dengan cepat kubereskan semua barang-barang ku dan ingin segera pulang.
Sama seperti saat datang kemari aku juga berjalan kaki saat pulang. Tak terlalu jauh rumah yang aku sewa hanya beberapa menit saja aku akan sampai dirumah.
Untuk menghemat uang juga bukan itu lebih baik, saat aku menyebrang, aku tak melihat kiri kanan dan "Akhhh" aku berteriak dan tubuhku ambruk terjauh.
Di hadapanku ada sepeda motor yang menyorot wajahku dengan lampunya yang begitu terang. Bahkan orang yang akan menabrak ku tak turun sama sekali hanya diam duduk anteng diatas sepeda motornya.
Tentu saja aku marah, dengan tanpa memikirkan rasa sakit ku, aku bangkit dan menghalangi jalannya "Bisa tidak turun dan bantu aku" teriakku dengan melengking.
"Awas saya tak salah"
"Benarkah tidak salah, harusnya anda melihat saya akan menyebrang"
"Pergilah atau saya tabrak"
Aku tentu saja terbelalak mendengar jawabannya "Gila dasar bukannya minta maaf malah ingin menabrak ku, dasar ya manusia tak punya hati"
Brum, aku sampai kaget saat dia menyuarakan sepeda motornya, hampir saja jantungku copot.
"Menganggu saja" sambil membelokan sepeda motornya dan pergi meninggalkan aku.
"Hei awas saja aku akan membalasnya, aku tak akan tinggal diam dasar orang aneh. Lihat saja saat aku melihat sepeda motormu lagi akan aku beri pelajaran" teriakku yang tak berguna sama sekali.
"Ya sudahlah dia sudah pergi juga" kesal ku sambil melanjutkan langkahku untuk pulang ke rumah.
...----------------...
Farhan memarkirkan sepeda motornya seperti biasa dengan asal, masuk kemansion dengan langkah yang begitu lebar, saat mendengar sebuah teriakan Farhan makin mempercepat langkahnya.
"Ampun Kak, ampun aku sungguh minta maaf. Aku juga tidak mau semua ini terjadi padaku" ucap seorang perempuan yang kepalanya sedang di jedotkan kearah meja runcing.
"Stop Arhan adikmu bisa mati, sudah" sekarang wanita paruh baya yang bicara.
"Dia menang pantas mati karena mempermalukan keluarga" jawabnya dengan kemarahan yang makin menggebu-gebu.
"Stop Arhan"
Sekarang hanya terdengar suara isakan, Arhan benar-benar berhenti menyiksa adiknya yang sudah lebam-lebam dan ada darah juga di keningnya, yang perlahan mengucur dan makin banyak.
"Dia hamil Kak , dia tak pantas hidup hanya membuat keluarga malu saja. Seharusnya kamu tak usah menghalangi aku untuk membuatnya mati"
Kerah kemeja Arhan ditarik sampai terhentak "Dia adalah adikku, tak pantas kau memperlakukannya seperti itu. Setiap masalah ada jalan keluarnya. Tak semuanya harus melakukan kekerasan"
"Jangan munafik, kau juga adalah seorang pembunuh bayaran yang berkedok menjadi CEO karena Ayah meninggal"
"Memang mulutmu ini perlu di hajar Arhan"
Perkelahian pun tak terelakan, mereka berkelahi suasana makin panas dan Ibu mereka menangis makin histeris melihat anaknya yang bertengkar dihadapannya seperti ini.
"Sudah, sudah apakah kalian ingin membuat Ibu jantungan, sudah" teriaknya dan pingsan.
"Ibu" teriak mereka bertiga serentak.
Untungnya Ibu mereka tak sampai jatuh kebawah. Arhan langsung menangkapnya dan membawanya pergi dari sana. Sedangkan Farhan mendekati adik bungsunya yang masih menangis dan saat Farhan mendekati dia menundukkan kepala dengan tangan yang saling bertaut ketakutan.
"Apa yang dikatakan oleh Arhan apakah benar" tanya Farhan dengan lembut, dia begitu menyayangi adik perempuannya, dia adalah satu satunya yang selalu Ayahnya titipkan padannya sebelum tiada.
Alea masih belum menjawab, dengan perlahan Farhan membawa adiknya duduk lalu memberikan segelas air putih untuk menenangkan dirinya.
"Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi Alea, jangan membuat Kakak juga marah padamu"
"Baik, tapi jangan pukul aku" sekarang tatapan Alea bertemu dengan Kakaknya.
"Mana mungkin Kakak akan memukulmu. Sebesar apapun kesalahan mu Kakak tak akan memukulmu. Ceritakan semuanya pada Kakak"
"Baik Kak"
Flashback on
"Ayolah Alea kita sudah berpacaran 2 tahun masa tidak ada hubungan intim, aku sangat ingin merasakannya seperti teman-temanku" bujur Erik pacar Alea.
"Tidak, aku sudah janji pada Kakakku, aku hanya akan memberikannya pada suamiku saja kelak" tolak Alea dengan tegas.
"Kamu ga sayang aku ya?" Wajah Erik berubah menjadi sendu, agar Alea luluh.
"Jika kamu mencintai aku, maka kamu tak akan meminta ini Erik. Lebih baik kita putus saja akhiri semuanya dari pada kamu terus merengek seperti itu. Kamu sewa saja jalang aku tak mau"
Alea mengambil tasnya dan melangkah pergi, namun Erik bersiul dan datang lah beberapa laki-laki teman-temannya Erik. Mereka langsung memegangi tangan Alea dengan erat.
"Apa-apaan ini lepaskan" teriak Alea tak terima.
"Puaskan dahulu kami, maka semuanya akan selesai"
"Tidak sialan kalian lepaskan aku, lepaskan" teriak Alea dengan tubuh yang meronta-ronta.
Namun semua itu sia-sia, Erik mendorongnya ketempat tidur, membuka satu persatu kancing pakainya, semuanya dibuka sampai dirinya telanjang bulat. Temanya-temannya tertawa dan mulai menjelajahi tubuhnya, meremas, bahkan sampai ada yang mencium dan memasukan tangannya kedalam Miss v nya.
Alea berteriak histeris, tak terima tubuhnya di permalukan seperti ini, belum lagi ada sebuah kamera yang menyorot tubuhnya dan kelakukan mereka yang menjijikan juga.
"Hei aku dulu yang harus memerawaninya. Aku yang berhak karena aku pacarnya" marah Erik karena teman-temannya sudah mendahuluinya.
Dengan kasar Erik segera membuat kaki Alea agar mengangkang, bahkan dibantu oleh teman-temannya, pedang pusakanya itu dengan sekali hentakan langsung masuk membuat Alea berteriak histeris dan menangis sangat sakit sekali itu, Alea tak pernah merasakan kesakitan seperti ini.
Tangisannya tak membuat mereka berhenti menjelajahi tubuhnya ini, mereka makin berani menjilat, mengigit, tak peduli dengan Alea yang kesakitan bahkan orang yang tadi merekamnya sekarang sudah ikut melakukan hal bejat yang sama.
Mereka bergiliran memasuki Miss v nya, sungguh menyakitkan sekali, tanpa Alea sadari dia pingsan. Saat bangun sudah tak ada siapa-siapa ponselnya tergeletak begitu saja.
Saat Alea membukanya ada vidio saat dirinya di pakai beramai-ramai dan ada pesan ancaman juga.
Erik
Jangan bilang pada siapapun atau vidio ini akan tersebar dan perusahan keluarga mu akan hancur akan aku pastikan itu. Ibu mu juga pasti akan mati mengetahui putrinya di pakai oleh banyak pria, ingat Alea ancaman ini, jangan sampai buka mulut. Selamat tinggal sayang tubuh mu begitu nikmat dengan darah perawan yang begitu segar.
Alea yang muak melempar ponselnya, menjambak rambutnya kesal pada dirinya sendiri karena tak bisa melawan. Tubuhnya penuh dengan tanda merah, digosoknya tanda itu namun tak hilang tangis Alea kembali pecah begitu pilu menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
"Aku sudah kotor, bagaimana aku bicara dengan Kakak, bagaimana kalau aku hamil"
"akhh, Erik sialan aku tak terima atas perlakukan kamu ini, aku benci padamu" dipukulnya dadanya dengan keras, melampiaskan semua kemarahannya dadanya begitu sesak menahan rasa sakit ini.
Flashback off
Rahang Farhan mengeras mendengar cerita adiknya yang begitu menyakitkan, berani sekali mereka sudah menghancurkan masa depan adiknya.
"Berapa orang Alea"
"7 orang Kak, mereka selalu ada di markas di jalan Melati, mereka selalu ada disana"
Farhan diam cukup lama, mengambil p3k mendekati adiknya mengobatinya dengan perlahan, sesekali juga meniup lukanya agar Alea tak begitu kesakitan.
"Beristirahat lah"
"Temani aku Kak, aku takut Arhan akan datang ke kamarku"
"Tak akan, hari ini Kakak tak bisa harus ada yang mati, pergilah beristirahat"
"Apa yang akan Kakak lakukan"
"Balas dendam, kamu akan tahu apa yang akan Kakak lakukan nanti" cup, sebuah kecupan mendarat di kening Alea.
Tanpa banyak bicara lagi Farhan pergi dari sana, meninggalkan adiknya sendirian.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!