“Sudah lengkap semua bu, seragam dan celananya sebanyak tiga pasang berikut ID card saya bu ”
“ Oke, sukses ditempat baru ya Nes”
“Terimakasih Bu, terimakasih atas kerjasamanya selama tiga tahun terakhir”
Kenalin Nesa Callista, seorang budak corporate disalah satu rumah sakit swasta di kota yang baru saja menyerahkan tiga pasang seragam dan tanda pengenal bertuliskan Nurse professional. Akhirnya sah resign setelah menyerahkan surat pengunduran diri kepada pihak HRD Rumah Sakit tempatnya bekerja sejak 1 bulan yang lalu. Yah, dia bekerja sebagai perawat di tipikal rumah sakit swasta elit yang berbalik mencari kesalahan karyawan saat menghadapi masalah baik internal maupun eksternal. Perlakuan seperti ini cukup sering terjadi apalagi apalah Nesa ini, hanya staf biasa yang masih butuh uang. Tentunya kelelahan fisik dan emosional juga mendasari keputusannya sebab bukan hal yang mudah meninggalkan tempat yang sudah membersamainya selama 3 tahun terakhir.
Keputusan ini sebenarnya sudah dipertimbangkan matang matang sejak beberapa bulan yang lalu namun baru tereleasikan sekarang. Selain masalah finansial yang belum cukup stabil sampai saat ini belum ada target tempat kerja baru yang terbesit dikepala. Tapi ya sudahlah, meski harus berpetualang ulang dari titik nol tidak jadi masalah. Jika masih terus bertahan, mungkin kewarasannya yang akan hilang. So setelah keputusan ini, Nesa yakin pasti akan ada yang harus dikorbankan tapi apapun itu risikonya akan dia hadapi dengan lapang dada.
One month notice sudah berakhir hari ini, artinya ini hari terakhir untuk bekerja. Setelah ini Nesa akan turun ke loker sebentar untuk mengambil sisa barang barang yang biasanya menetap di kotak berkunci itu kecuali hari libur.
Dengan membawa godie bag besar berwarna hitam Nesa menghampiri driver ojol yang sudah dipesan sejak 10 menit yang lalu. Agak sedikit menunggu lama memang, karna ini jamnya orang orang pulang kantor.
Sesuai tebakan, sore ini macet sekali. Rambutnya mulai terasa basah karna tetesan keringat yang mulai menumpuk dikepala. Ditambah lagi helm yang dia pakai terasa sangat sempit membuat kadar panas semakin meningkat. Sejak tadi mata ini bergerak mengelilingi jalanan berharap ada space yang bisa dilate oleh motor sambil sesekali menoleh pada godie bag dipangkuan barang kali ada yang jatuh. Motor terasa menyempit karna Nesa membawa cukup banyak barang. Maklumlah hari terakhir, sayang ongkosnya jika harus mengambil barang berulang.
“Terimakasih pak” Ucap Nesa saat turun dari motor yang sudah diparkir didepan pagar kosnya dengan hati hati. Selembar uang cash bernilai 10.000 an dikeluarkan dari dompet yang sudah dia sisihkan sebelum melakukan pemesanan.
Sebenarnya Nesa memiliki motor, tapi entah kenapa hari ini jiwa malasnya meronta ronta sehingga memilih untuk naik ojol saja. Rasanya melelahkan jika harus membawa banyak barang turun kelantai B1, tempat parkir khusus yang disediakan untuk pengunjung rumah sakit dan staf.
“Jangan lupa bintang limanya mbak”
“Oke mas, aman”
Tidak lupa bapak ojol meminta sedikit bantuan untuk menaikkan ratingnya. Sebagai sesama pejuang rupiah tentu Ia segera menekan bintang 5 untuk bapak driver. Dan mohon maaf, tanpa tip sebab ia juga harus menghemat untuk beberapa bulan kedepan sampai mendapatkan pekerjaan baru yang sekiranya cocok.
Sebetulnya resign adalah hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, namun sikap atasan yang selalu memancing huru hara di teamnya akhirnya membuat Nesa yang selama ini terkenal bertanggungjawab dan tangguh gugur juga. Lagipula Nesa bukan tipikal wanita bermulut manis yang bisa menjilat kapan saja, jiwanya to the point dan tidak suka berbasa basi untuk sesuatu yang sudah jelas prosedurnya. Dia akan menjawab dengan tegas tanpa rasa takut jika diposisi benar. Buat apa bertahan kalau tidak bisa saling menghargai lagi, mungkin masih ada tempat lain yang membutuhkan jasanya entah kapan dan bagimana jalani saja dulu. Simple tidak muluk muluk.
Meski hari ini terasa campur aduk antara senang terlepas dari atasan yang toxic dan sedih karna resmi berstatus ‘pengangguran’ Nesa mencoba menikmati hari kebebasan mulai hari ini. Pokoknya dalam satu minggu ini dia akan menghabiskan waktu dengan tidur, bangun siang, scroll tok tok dan rebahan. Ya ampun senangnya. Sungguh kehidupan yang sangat didambakan sejak dulu, tidak sabar rasanya untuk menikmati hari hari itu hihi…
“Yang mana lagi ya yang belum dibersihin,”
Bolak baik Nesa mencari sudut sudut ruangan yang belum tersentuh kain lapnya. Satu minggu berlalu sejak status penganguran resminya, Nesa mulai tidak betah tetap berdiam diruangan yang sama tanpa melakukan kegiatan apapun. Mungkin selama ini tubuhnya sudah terbiasa bekerja keras bagai kuda sehingga menolak santai seperti saat ini. Sialan, sungguh tidak sesuai ekspektasi. Yang awalnya dipikir akan happy dan menikmati malah seperti cacing kepanasan yang kebingungan sendiri.
“Lo beneran ga mau balik lagi? Noh dr Reno nyariin lo tuh” Ucap Nana salah satu teman yang bekerja di rumah sakit tempat Nesa bekerja sebelumnya. Setelah berkutat dengan abu di kamar kosnya yang tidak seberapa itu, Nesa dengan semangat pergi nongkrong dengan Nana di sebuah Cafe yang biasa mereka kunjungi sebelumnya. Untung saja dia menelfonnya, kalau tidak Nesa akan stress di kos terus menerus.
“Bodo amat, gue ga peduli, dan sampai kapanpun ga bakal gue balik ke neraka itu” Dengan menggebu gebu Nesa menusuk kopi diatas meja dengan sedotan lalu minum dengan terburu buru. Dinginnya es batu dipadu dengan kopi susu yang nikmat menyebar ditenggorokannya. “Eh ini minuman gue kan ya?”
“Hmmm, Nes Nes pake sok sokan nanya, itu kopi udah mendarat duluan diperut lo” gerutu Nana.
Nesa terkekeh,
“Ha ha ha, galak banget si temen gue” Mood Nesa kembali membaik. Mungkin dirinya memang butuh teman untuk mengobrol. Maklum, jomlo ngenes yang dideketin cowok langsung ilfeel, giliran lihat orang pacaran pengen punya pacar juga. Serandom ini memang hidup Nesa Calista.
“Tapi gue serius, dr Reno nanyain lo beberapa kali ke gue. Katanya, kenapa lo resign? Trus beliau nawarin kalau lo mau boleh jadi perawat dikliniknya. Soal gaji beliau berani bayar setara gaji lo di rumah sakit. Lumayan tau Nes, emang seberapa lama sih lo bertahan ga kerja”
“Seriusan lo beliau ngomong gitu? boleh juga sih tapi ntar dulu deh gue mikir mikir dulu. Soalnya gue agak risih sama dia, lo tau kan dia itu sudah punya istri tapi feeling gue agak nggak nyaman kalau kerja bareng dia tuh. Maksudnya ngerti ga sih, feeling perempuan, gue juga ga ngerti kenapa bisa gitu” Ucap Nesa dengan ekspresi ga dulu deh. Jangan sampai sudah keluar dari kandang buaya malah masuk ke kandang singa. Rugi dong Nesa. Hidup sudah berat jangan ditambah berat bro, yang ringan ringan saja. Boleh sih berat, berat diduitnya aja haha.
“Kok gue nggak ngerasa gimana gimana ya, atau gue yang udah mati rasa. Menurut gue biasa aja, apa gue yang kurang peka ya Nes?”
“Kok gue nggak ngerasa gimana gimana ya, atau gue yang udah mati rasa. Menurut gue biasa aja, apa gue yang kurang peka ya Nes?”
“Ha ha ha”
Nesa tidak bisa menahan untuk tidak terbahak melihat ekspresi Sahabatnya yang satu ini. Memang agak lola alias loading lama tapi jangan salah, dia ini teman paling setia loh, mereka sudah berteman sejak kuliah sekitar tujuh tahun lalu. Susah senang, bertengkar lalu baikan sudah dihadapi berulang kali. Apapun masalahnya, pada akhirnya mereka tetap saling peduli dan kembali berteman. Nesa sayang sekali dengannya.
Nana merengek kesal,
“Iss Nesa, bisa diam gak!!”
Dengan wajah cemberut Nana menggerutu. Itu terlihat lucu, Nesa tetap tertawa sembari memegangi perutnya. ‘Semakin kesal, semakin seru‘ begitu pikir Nesa.
“Gue pergi nih..” Ancamnya.
“Oke oke fine, huh gue atur nafas dulu biar ga ketawa”
Nesa menarik nafas panjang berulang kali. Sebenarnya dia masih ingin tertawa, tapi Nana akan serius meninggalkannya nanti jika tidak segera berhenti. Uh ya ampun, baru teringat selama satu minggu ini Nesa jarang sekali tertawa. Bertemu Nana merupakan mood bossternya.
“Oke lanjutin Na”
“Sampe mana tadi ceritanya?” Ucapnya loading lalu ke tatapan mata kedua besti itu bertemu.
“Fffttt Hua ha ha, ha ha ha”
Mereka tertawa terbahak bahak seperti orang gila. Dasar konyol… Untung cafe ini sedang sepi, kalau tidak orang orang akan berpikir mereka adalah pasien dengan gangguan jiwa yang melarikan diri dari rumah sakit.
“Lo sih, kebanyakan ngebucin jadi lupa sama sekitar. Kalau gue observasi nih ya, beliau itu suka ngeliatin cewek cewek yang bohai gitu. Noh lo liat dada gue, kan lumayan seksoy kan?”
Ya ampun asbunnya Nesa sungguh tidak terkira. Dengan santainya menunjuk payudaranya sendiri. Tapi ya memang sih perawan tingting satu ini bagian tubuhnya menonjol diarea tertentu. Pulen gitu loh, empuk.
“Sumpah lo Nes? Gila bisa bisanya gue ga nyadar selama ini. Wah gue mesti hati hati nih, meski dada ini rata seperti jalan tol tapi kan ga tau suatu saat tiba tiba dia berubah tipe. Ih serem ih”
Nana merinding mendengar cerita Nesa. Tak pernah terbayang dipikirannya laki laki yang selama ini kalem dan alim ternyata matanya jelalatan. Dasar lelaki buaya darat, jangan jangan dia memang mengincar sahabatnya sejak lama. Iya sih Nesa memang seksoy, tapi Nana tidak mau bilang secara langsung. Bisa melayang bestinya kalau tau Nana mengakui dirinya seksoy.
“Tapi punya lo ga kelihatan datar kok Na, kan lo pake BH yang busanya tebel hihi” Nesa terkekeh dengan ekspresi mengejek.
“Heh Nesa Calista, tutup mulut jahanam lo ya. Jangan langsung diulti dong. Biar datar begini, daya tarik gue kuat. Buktinya gue laku keras, banyak yang mau sama gue haha” Jangan harap Nana mengalah dengan Nesa, biar dada datar yang penting hidup jangan datar. Daripada menonjol seperti Nesa tapi tidak ada yang lirik, rugi dong.
Nesa hanya menanggapi dengan cengengesan dengan wajah menyebalkan. Random sekali pembahasan duo besti ini. Tapi benar kata Nana, Nesa memang buruk soal pacar pacaran. Bukan karna tidak ada yang mau, namun entah kenapa dia selalu dihadapkan dengan pria kebanyakan basa basi dan bersikap banyak menuntut padahal belum jadi siapa siapa. Untuk wanita setipe Nesa ini kurang cocok, sifatnya yang to the point membuatnya cepat bosan jika banyak berbicara tanpa arti.
“Nes, sorry gue mesti pulang duluan nih, cowok gue udah jemput”
“Loh kok buru buru banget Na, baru juga ngobrol ih” Nesa bete kalau ditinggal secepat ini
“Ga tau cowok gue ngebet banget ajak ketemu nyokapnya sekarang, katanya keburu nyokapnya pulang kampung ke Jogja. Ya gue gaslah, kapan lagi langsung dikenalin sama calon mertua”
Pemikiran seorang wanita yang sudah memasuki usia layak untuk menikah, siapa tau setelah momen pengenalan keorangtua hubungan yang sudah dijalani enam tahun ini nampak hilalnya. Nana sudah bosan pacaran terus. Dasar Nana, bosan kok sampai enam tahun. Lihat saja nanti kalau tahun ini belum ada kejelasan juga, Nana akan cari yang lain saja. Nana ini banyak yang mau loh, antri.
“Yaahh, ya udah deh” Nesa menjawab dengan lesu. Padahal sebenarnya dia belum puas mengobrol dengan bestinya.
‘Coba gue punya pacar, gue digituin juga kali ya, Ya Tuhan hidup gue kok gini gini aja ya’
“Nes, Nes, Helloooo Nesaaaaa” Nesa terhentak mendengar teriakan Nana tepat didepan wajahnya.
“Apa sih Na, lo toa banget tau ga” Nesa mendengus dengan sebal.
“Lagian lo daritadi dipanggil budeg, udah ah bye” Nana mengambil cup minumnya diatas meja lalu beranjak pergi.
“Hati hati” teriak Nesa yang entah didengar atau tidak. Karna kalau sudah bertemu pacar pasti jadi lupa daratan termasuk melupakannya. Sudah biasa itu mah, Nesa sudah hafal dengan kelakuan bestinya. Tujuh tahun berteman nih bro, luar dalam sudahhafal hihi, berhubung juga sewaktu kuliah mereka berada di kamar yang sama di asrama.
Yah sendirian lagi deh, apa Nesa pulang kampung saja ya, bosan juga kalau berdiam dikosan terus menerus. Lumayan kalau pulang kampung bisa bantu mama jualan di kios. Tapi pasti mamanya tidak akan setuju kalau Nesa tinggal di kampung. Katanya takut jadi omongan tetangga. Sudah sekolah tinggi tinggi eh malah jualan di kios. Nesa sih tidak peduli omongan orang, tapi mamanya ini loh suka kepikiran kearah situ. Nesa kan tidak tega, jadi yoweslah nurut saja kepada nyonya ratunya yang sudah janda itu. Iya, mamanya memang sudah janda sejak lima tahun yang lalu. Artinya Bapaknya Nesa meninggal saat dia sedang mengerjakan skripsi.
Saat itu adalah momen yang tidak akan pernah Nesa lupakan seumur hidupnya. Beruntung, mamanya adalah strong woman yang tetap bisa berjuang untuknya dan ketiga adiknya. Nesa sangat bersyukur punya memiliki mama seperti mamanya.
Nesa adalah anak pertama dari empat bersaudara. Didesanya memiliki empat anak adalah hal yang biasa bahkan tergolong jumlah yang pas. Biasanya tetangga satu kampung rata rata punya anak minimal lima sampai enam orang bahkan ada yang sampai 13 orang. Jika dikemudian hari Nesa diberi kesempatan untuk memiliki anak, mungkin dia akan memilih memiliki satu atau dua anak saja. KB lebih baik bukan? Bukan berarti dia menyepelekan keluarga lain dengan banyak anak. Namun Nesa harus paham kapasitas diri, finansial dan mentalnya dalam kesanggupan memenuhi tanggung jawab sebagai orang tua nantinya. Loh kok jadi mikirin kesana, pacar saja belum punya Nes… Nes.. apa ga kejauhan itu mikirmya.
“Bu mau nasi dan lele pakai sayur yaa. Seperti biasa pedes dan lelenya goreng kering” Sebelum pulang Ke Kosan Nesa singgah disalah satu warung makan langganannya untuk membeli makan malam. Dia malas kalau pulang ke kos masih harus memasak lagi. Nesa membayar senilai 13.000 rupiah, mengambil bungkusan kreseknya Ialu beranjak meninggalkan warung. Biar harganya murah makanan disini enak, sangat cocok untuk kantong dan lidahnya.
“Loh Sus Nesa..” Tampak seorang wanita lansia tergopoh gopoh menghampirinya. Sepertinya baru dari toko roti yang kebetulan searah dengan kosnya.
“Ya ampun oma apa kabar? Oma sehat?” Memberi salam dan menjabat tangan sebagai bentuk kesopanan, tidak lupa memberi senyuman ramah yang biasanya dia berikan saat bertemu.
“Kamu ini loh Sus, Oma nyariin di rumah sakit tapi tidak pernah ketemu. Kata temennya kamu sudah tidak kerja disana. Benar itu sus?” Beliau ini Oma Inggrid Wijaksono, salah satu pasien rutin kami di rumah sakit. Pertama kali mengenalnya, judesnya minta ampun. Tapi tenang, apa sih yang tidak bisa Nesa luluhkan? Lihatlah Oma yang dulu judes ini mengelus tangannya dengan penuh ketulusan. Nesa sampai terharu melihatnya, ternyata begini rasanya dicari meski sudah tidak bekerja disana lagi. Ini adalah pencapaian tertinggi keberhasilannya selama menggeluti profesi sebagai seorang perawat yang sering sekali dipandang sebelah mata. Saat apa yang dikerjakan oleh tangan ini, dikenang dan diingat jasanya. Nesa mah gitu, gampang terharu dan emosional. Tadinya sudah mau menangis, tapi ditahan sampai air matanya masuk lagi.
Nesa mendekatkan diri dan mengelus pundak oma dengan lembut.
“Oma rindu ya? Haha, sus sudah yakin oma pasti mencari sus iya kan?”
Apapun situasinya, tetap membuat suasana ceria adalah prioritas utama. Hati yang gembira adalah obat yang paling manjur bukan? Bisa saja si Nesa ini. Nesa memang ceria dan ceriwis orangnya, jadi rata rata pasien lansia sangat suka dirawat olehnya. Kadang yang mereka butuhkan bukan sekedar obat tetapi juga butuh didengar isi hatinya. Jangan lupa menanggapi topik pembicaraan dengan excited, mereka akan merasa dihargai dan diperhatikan. Memasuki usia senja perasaan sensitif tidak bisa dihindari, kelak setiap manusia akan melewati fase itu. Jadi bersikap baiklah hingga ketika berada di fase itu nantinya, kamu dapat didengar juga.
“Dasar bocah gendeng ini, malah bercandai orangtua. Tapi Oma itu loh nggak suka kalau sama yang lain, pokoknya mah seperti ada yang kurang. Oma sudah nyaman sama kamu. Kamu kok resign sus?”
“Mau cari suasana baru saja Oma. Sus sudah bosan disana.”
“Jadi sekarang sudah dapat kerjaan baru belum sus?”
“Belum Oma, masih menikmati waktu istirahat dulu. Belum ada apply lamaran ketempat lain.”
“Kamu kerja dirumahku saja mau gak sus?”
“Hah kerja apa Oma?”
“Ya pokoknya kerja jagain Omalah, gaji bisa diatur. Kamu tidak perlu nginap, anggap aja seperti kerja di rumah sakit jam kerjanya”
Nesa terdiam sejenak, lumayan juga sih kerja di tempat Oma. Sepertinya juga pekerjaannya tidak terlalu berat, tapi menurut beberapa temannya menjadi perawat homecare itu tidak enak. Ada saja pekerjaan yang harus dilakukan meski diluar tugas dan tanggung jawab yang sudah dibahas sebelumnya.
“Iyakan saja loh sus, nanti dicoba dulu kalau tidak nyaman boleh keluar gapapa”
“Sus pikirin dulu ya oma, nanti kalau oke sus kabarin.”
“Jangan lama lama mikirnya sus, nomornya Oma masih kamu simpan kan?”
“Masih Oma, terimakasih loh Oma tawaran kerjanya. Sus senang sekali ketemu dengan Oma. Oma jaga kesehatan ya”
“Oma tunggu kabar baiknya sus, nanti langsung datang kerumah saja. Oma pergi dulu, sudah ditungguin supir itu.”
“Baik Oma. Sekali lagi terimakasih ya Oma” Nesa melambaikan tangan, kakinya melangkah mendekat kejalanan menunggu Oma selesai menyeberang. Debian mobil mewah sudah menunggu disana, Nesa melihat se keliling toko roti ‘Pantas nunggu disana, parkirannya penuh toh’
Bunyi klakson mengakhiri pertemuan mereka sore itu.
Nesa berdiri didepan rumah mewah sesuai alamat yang dikirimkan Oma padanya. Wah gila sih sebagus ini kah rumah Oma. Nesa tidak terlalu terkejut, pasien pasien yang datang kerumah sakit tempatnya bekerja dulu sudah pasti dari kalangan menengah ke atas. Maklum untuk biaya konsultasi dan obat dibadrol dua kali lipat dari rumah sakit biasa. Kalau kelas ekonomi sepertinya mah berpikir seribu kali untuk berobat disana. Harganya sangat menguras kantong. Pilihan terbaiknya meminta resep dari dokter lalu menebusnya diapotik luar jika memang dibutuhkan. Jangan sampai pihak manajemen rumah sakit tau, nanti bisa bisa hal seperti ini pun dijadikan masalah.
Pada akhirnya Nesa menerima pekerjaan yang ditawarkan Oma, coba jalani dulu sajalah siapa tau yang ini cocok. Setelah dipikir pikir setiap orang berbeda beda jalannya, mungkin saja yang kata teman temannya tidak enak eh ternyata menurutnya enak. Nesa tidak akan tau rasanya kalau dirinya sendiri tidak mau mencoba. Kalaupun tidak enak, anggap saja hitung hitung cari pengalaman. Nesa mah tidak takut apapun, yang penting asal cuannya sesuai saja. Kalau ditempat kerja lama bosnya toxic gaji nya mantul sudah dipastikan Nesa akan tetap bertahan. Bagi orang kelas ekonomi sepertinya, obat dari segala obat itu ya cuan yang melimpah.
Wow, satu rumah saja punya dua security. Wajar sih, rumah sebesar dan semewah ini pasti butuh penjagaan yang ekstra. Nesa memasuki rumah dengan langkah yang tegap dan percaya diri. Meski kagum dengan kemewahan rumah ini, tidak perlu ditunjukkan banget lah ya, menjaga ekspresi adalah salah satu bentuk keprofesionalan juga. Biasa saja gitu lo, ya meski susah sih untuk tidak terpesona pada isi, tata ruang dan model rumah yang luar biasa indah dan modern ini.
“Ada yang bisa dibantu bu? Punten mau cari siapa ya?” Seorang wanita paruh baya datang menghapiri Nesa dengan sopan.
“Perkenalkan saya Nesa bu, sebelumnya sudah buat janji dengan Oma Inggrid.”
“Oalah, Sus Nesa toh. Tadi teh Oma sudah pesan, Sus Nesa boleh masuk saja dulu menunggu di dalam. Tadi kebetulan Oma ada urusan mendesak Sus jadi Oma pergi sebentar mungkin baru pulang sore. Oma pasti lupa ini buat ngabarin Sus.”
Nesa menghela nafas pelan, dasar si Oma pokoknya Nesa kesal pada Oma. Harusnya kan Oma bisa mengabari dirinya terlebih dahuku jika ada urusan mendadak, jadi dia tidak akan datang secepat ini. Jarak kosnya dari sini cukup jauh, rugi ongkos jika harus pulang dan datang lagi nanti sore.
‘Tapi sudahlah tidak masalah, lagi pula Oma kan sudah tua, wajar saja kalau sering lupa. Mungkin urusannya memang sangat urgent’ pikirnya.
Nesa ini selain cantik dan seksoy juga penyabar loh, dia akan menunggu didalam saja sampai Oma pulang. Dasar moodnya Nesa, cepat sekali berubahnya.
“Baik ibu, sepertinya saya akan menunggu didalam saja. Tidak papa kan bu kalau saya menunggu disini?”
“Monggo sus silahkan masuk, nunggunya didalam saja. Saya salah satu ART disini, panggil Biem saja” Ucapnya sembari mengarahkan jempol keruangan tempatnya akan menunggu Oma.
“Mohon maaf bu, tapi sepertinya kurang sopan gitu bu panggil nama saja dengan yang lebih tua”
Biem terkekeh geli,
“Santai saja sus, Biem itu teh singkatan dari Bi Embang.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!