Mencintaimu tidak harus memiliki, aku seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tanpa tahu alasan nya.
Saat pertama kali aku mengenalmu aku merasa bahwa aku mengagumimu tapi berjalan nya waktu membuat aku bingung apa alasan aku mencintaimu saat ini kenapa sampai saat ini aku masih juga mencintaimu padahal aku tahu bahwa kamu mencintai wanita lain.
Begitu besar rasa cinta aku sama kamu sampai aku melihat lelaki lain tidak ada rasa sedikit suka ataupun wajahnya tampan sekali aku tidak menganguminya.
"Aku tulus mencintaimu Mas, sungguh," lirihnya.
Riris Ayumi Putri, ia terus menatap lelaki di hadapannya dengan sendu. Lelaki itu hanya terdiam membelakanginya, helaan nafas berat mulai terdengar.
"Cintamu hanya cinta monyet," sahutnya membuat Riris terdiam.
"Aku hanya menganggapmu seperti adik sendiri, umur kita terpaut jauh. Lagian aku sudah memiliki calon istri, kamu tau itu!" lanjutnya yang membuat gadis itu merasa sangat kecewa.
"Sudah aku katakan cintaku padamu udah sangat dalam, ga segampang itu di lupakan. Lagian aku mengenalmu sebelum kamu bersamanya--"
"Riris stop! Udahlah kamu lupain aja Mas Alkan, lagian umur kalian itu beda jauh. Dia dan kamu tidak cocok, biarkan Mas Alkan mencari kebahagiaannya sendiri!" bentak Aira teman dekatnya sekaligus adik dari Alkantara, orang yang di cintai nya.
Riris menatap Aira berkaca-kaca. Tangannya gemetar, dadanya sesak seperti tertusuk duri. Nafasnya terengah, dia mendongak sambil mengedipkan matanya mencoba menahan buliran bening yang akan menetes. Lalu kembali menatapnya dengan perasaan kecewa.
"Segampang itu? Kamu yang buat aku semakin jatuh cinta sama masmu! Kamu yang buat aku terjebak dari perasaan ini dan sekarang dengan mudahnya nyuruh aku lupain mas mu? Kamu kira perasaan itu hanya mainan?"
Perasaan sedih, kecewa, marah terus berkecamuk. Bisa-bisanya mereka menyepelekan sebuah perasaan. Aira yang selalu mendukungnya untuk mengejar mas nya. Dan Alkan yang dari awal seperti memberinya harapan. Namun, ternyata malah kenyataan pahit yang ia dapat.
Seorang gadis berlari menuju sebuah danau dengan terisak. Iya terduduk di rerumputan sambil menelungkupkan wajah di kedua kakinya. Di cengkram rambutnya kuat sambil di acak-acak.
"Arghh, bodoh!" bodoh, dirinya sangat bodoh bisa menjadi semurahan ini karena mengejar cinta seorang cowo.
Apa itu cinta, ia juga ingin merasakannya. Pertama kalinya ia mencintai seseorang dan malah di buat serendahan ini.
Aku pikir cinta itu indah, nyatanya tak seindah itu justru sangat buruk. Aku pikir cinta itu bisa membuatku bahagia. Nyatanya tidak, mungkin kita bisa bahagia jika bersama orang yang tepat.
Cinta, aku juga ingin merasakannya di cintai. Kemana lagi aku harus mencarinya. Nyatanya cintaku habis di dia. Lelaki yang merebut cinta pertamaku dan dia juga yang membuat luka pertamaku.
Dia Alkantara Adinata, seseorang yang membuatku tergila-gila hingga nekat terus mengejarnya. Aku mencintainya tanpa sengaja dan entah kenapa aku tidak bisa melepaskannya begitu saja.
Kehadirannya membuatku lebih berwarna. Namun, lebih besar pula luka yang hadir. Tak ada balasan cinta yang aku harapkan, yang ada malah sakit, sakit dan sakit hati lagi.
Cahaya rembulan menyinari dengan samar, terdapat ribuan bintang yang menemaninya membuat langit malam terlihat begitu indah. Hembusan angin malam menerpa wajah seorang gadis yang sedang tersenyum tipis sambil memejamkan matanya menikmati dinginnya malam.
"Riris, menikahlah dengan masku!"
Gadis itu sontak membuka matanya, ia menoleh menatap seorang gadis yang berdiri tidak jauh darinya dengan nafas terengah dan mata yang berkaca-kaca.
"Pliss, aku mohon. Calon istri mas Alkan selingkuh. Aku gamau bikin keluargaku malu jika sampai pernikahan ini di batalin," ucapnya sambil terus memohon menggenggam tangan Riris.
Riris hanya terdiam tidak menyangka, dirinya seakan di permainkan oleh mereka. Susah payah ia mencoba melupakannya dan sekarang dengan gampangnya menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti.
Matahari mulai terbenam, langit mulai gelap berganti malam. Langkah kaki seseorang memasuki rumahnya, ia menatap sekelilingnya sepi. Lagi dan lagi rumahnya sangat sepi.
Dengan perasaan sedih ia kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. Di lemparkan tas ransel nya sembarangan, dan di hempaskan tubuhnya ke kasur.
Pandangannya ke atas menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Suasana sangat hening, matanya beralih ke pintu berharap mamanya pulang dan mengajaknya makan malam bersama.
Semuanya hanyalah ilusi, ia menghela nafas kasar lalu meraih ponselnya. Tangannya mulai mengetik sesuatu mengirimkan sebuah pesan pada seseorang.
Beberapa menit kemudian, gadis itu mulai beranjak dari tempat tidurnya.Berniat membersihkan dirinya dan berganti pakaian.
Setelah selesai, Riris bergegas pergi dari rumah berniat bertemu seseorang. Baru saja pulang sekolah ia sudah kembali pergi karena tidak betah di rumah.
Beberapa menit berlalu, tak lama ia telah sampai di sebuah rumah. Di ketuknya pintu tak lupa sambil mengucapkan salam.
Sudah ke sekian kalinya ia mengetuk pintu, tak ada tanda-tanda pintu terbuka. Riris terus mencobanya hingga saat tangannya ingin mengetuk, terbukalah pintu.
Gadis itu terdiam dengan posisi tangan yang di angkat berniat mengetuk. Ia menatap lelaki di hadapannya dengan kagum.
Ya, yang membukakan pintu bukanlah temannya, melainkan seorang pria yang tidak ia kenal. Tubuh tinggi, putih, hidung mancung, bulu mata lentik dengan alis tebal menyatu. Keningnya berkerut dengan tatapan datar.
Riris yang tersadar langsung menurunkan tangannya, ia menunduk pelan melihat tatapan dingin pria di hadapannya.
Kepalanya kembali mendongak, tatapannya masih sama. Ia sangat tampan, tapi wajah datarnya membuat Riris canggung dan bingung ingin mengatakan apa.
"Em Ai--"
"Eh Riris udah dateng, ayo masuk!" Aira tiba-tiba muncul di belakang pria tersebut.
Riris menghela nafas pelan, akhirnya temannya itu datang di waktu yang tepat. Jujur sedari tadi ia tak berani menatap pria itu. Ia terpesona, tapi tatapan datarnya membuatnya takut.
"Eh mas kenalin temanku, Riris," ucap Aira yang tak di hiraukan.
Tanpa ngomong sepatah pun ia berlalu pergi meninggalkan kedua gadis yang menurutnya masih bocah itu.
"Ayo masuk, kenapa bengong!" ajak Aira melihat Riris yang bengong sambil terus menatap kepergian mas nya.
Riris yang tersadar langsung mengangguk, mereka pun mulai berjalan masuk ke dalam kamar Aira.
"Ra, dia siapa?" tanya Riris penasaran setelah mereka sampai di kamar.
"Cie kepo, kenapa tuh. Suka ya?" bukannya menjawab Aira malah menggodanya.
"Ish cuman tanya aja penasaran, lagian aku baru melihatnya."
"Dia mas ku, baru pulang dari jepang sebulan lalu. Namanya Alkantara Adinata," jawab Aira yang hanya di balas anggukan kepala.
Memang Riris berteman dengan Aira baru beberapa bulan, mereka mulai menjadi teman semenjak masuk SMA. Dan sebenarnya bukan pertama kalinya Riris main ke rumah Aira. Beberapa kali ia sering main karena bosen di rumah, tapi baru kali ini ia melihat Alkan.
"Masih jomblo tuh, mau ga? Aku bantuin nih," Aira masih saja menggodanya membuat Riris malu, memang awal melihatnya ia sudah terpana.
Aira mulai bercerita tentang Alkantara, membuat Riris semakin kagum dengan pria itu. Rasa penasaran mulai muncul, entah kenapa ia ingin mengenalnya lebih dekat.
Mereka asik bercerita sambil memakan cemilan yang Riris beli tadi. Walaupun baru beberapa bulan kenal mereka sudah begitu akrab karena sefrekuensi.
Tak terasa hari sudah semakin malam. Menunjukkan pukul 22.30 malam.
"Kamu nginep aja di sini, ini udah malam. Lagian besok juga libur," ujar Aira.
Riris meraih ponselnya melihat jam yang ternyata memang sudah sangat malam. Tak sengaja ia melihat pesan ortunya yang mengatakan mereka tidak akan pulang karena ada urusan bisnis di luar kota.
"Baiklah, lagian di rumah sendirian ga ada temen," ucapnya sambil tersenyum tipis.
Sejauh ini Riris iri melihat Aira yang mempunyai ortu yang sangat menyayanginya dan sangat perhatian. Juga ia dengar bahwa abangnya sangat baik dan selalu memanjakannya. Ia juga mau, apa boleh sekali saja ia merasakan di posisinya?
Aira melihat Riris kasihan, gadis itu malah terdiam dengan tatapan kosong. Matanya terlihat sedih seperti banyak luka di dalamnya.
"Riris, are you okay?" tanyanya membuat lamunan gadis itu terbuyar.
"Ah ya ayo tidur!" ajaknya mengalihkan pembicaraan.
Aira mengangguk, kemudian mengajak Riris bersih-bersih dan berganti baju terlebih dulu. Setelah selesai, kedua gadis cantik itu mulai merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Perlahan mereka mulai masuk ke alam mimpi.
Oh ya ortu Aira sangat baik dan selalu mengizinkan Riris main ataupun nginap kapanpun ia mau.
Pukul 02.20 dini hari, Riris terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Ia mencoba membangunkan Aira yang tak kunjung bangun.
Tidak ingin menganggu tidur nyenyak temannya, ia pun mulai beranjak dan keluar dari kamar.
Heningnya malam dengan cahaya lampu remang-remang di seluruh ruangan. Riris yang penakut buru-buru mengambil segelas air.
Terdengar suara langkah kaki dengan bayangan hitam besar membuat Riris yang sedang meneguk airnya langsung menoleh ke belakang secara perlahan.
Bruk!
Tepat di hadapannya terdapat mas Alkan yang sedang menatapnya datar. Pas saat menoleh posisi mereka sangat dekat, pria itu sudah berdiri tepat di hadapannya. Membuat Riris tidak sengaja menabrak dada bidangnya dan menumpahkan air yang di pegangnya.
"Ah maaf Mas, Riris ga sengaja," ucapnya merasa tidak enak.
Pria itu masih di posisi yang sama, terdiam dengan tatapan datar. Bukannya menjawab ia mengalihkan pandangannya lalu mulai berjalan mengisi gelas dengan air putih.
Riris masih terdiam memperhatikan pria di hadapannya, wajah khas bangun tidur dengan rambut sedikit acak-acakan membuatnya begitu tampan.
"Ngapain masih di sini?"
Riris tersadar dari lamunannya kala mendengar suara seseorang. Ia menoleh menatap pria di hadapannya, itu beneran suaranya? Pria dingin itu benar-benar baru saja mengatakan sesuatu?
Riris masih terdiam, bola matanya kesana kemari mengalihkan pandangannya dari pria itu. Alkan terus menatapnya membuat Riris merasa malu.
Pria itu memperhatikan Riris yang hanya memakai dress tidur di atas lutut milik Aira. Rambut di gerai dengan sedikit acak-acakan.
Melihat Alkan yang terus memperhatikannya, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Riris sontak menutup dadanya, ia menaruh gelas air yang di pegangnya di atas meja. Lalu berlari masuk ke kamar tanpa mengatakan sepatah katapun.
Alkan masih dalam posisinya, ia mengerutkan keningnya menatap heran gadis itu. Tidak peduli, ia pun memilih kembali ke kamarnya.
Sedangkan di kamar Aira, Riris menutup wajahnya merasa malu. Di gigit kuku nya pelan mengingat kejadian tadi. Alkan terus memperhatikannya yang hanya memakai dress pendek dan dirinya lupa jika tertidur selalu tidak memakai bra.
"Kalau di lihat-lihat dia sangat tampan," ucapnya sambil tersenyum-senyum mengingat wajah tampan Alkan.
Apalagi suara tegasnya dengan sedikit serak bangun tidur, terdengar sedikit lembut di telinganya.
Di sebuah kamar yang kecil tapi terlihat begitu rapi dan nyaman. Seorang gadis sedang tersenyum manis menatap ponselnya.
"Ganteng banget," gumamnya sambil tersenyum.
Riris terus men scroll, saat ini dirinya sedang melihat-lihat akun instagram milik seseorang. Siapa lagi kalau bukan Alkantara, dirinya semakin penasaran dengannya. Ia sengaja mencari tau akun sosmednya.
Riris masih setia menatap foto-fotonya dan menyimpannya ke galeri. Baru kali ini ia mengagumi seseorang hingga penasaran ingin mencari taunya lebih dalam. Apakah ia menyukainya?
Pandangannya beralih melihat sebuah foto seseorang di atas nakas. Di raihnya foto tersebut, dan di elusnya perlahan. Matanya berkaca-kaca dan tak sadar buliran bening mulai menetes.
"Abang, Yumi kangen," lirihnya.
Di peluknya foto lelaki tersebut, matanya mulai terpejam. Bayangan masa lalu mulai terlintas di benaknya.
Pyar!
Sebuah bingkai foto yang di pegangnya terjatuh. Tangannya gemetar, nafasnya mulai sesak, keringat dingin membasahi wajahnya. Riris mulai membuka matanya dan dengan tertatih ia meraih laci mencari sebuah obat. Dadanya semakin sesak membuat ia kesulitan bernafas, matanya sudah memerah.
Di genggamnya botol kecil berisi obat, dengan tangan yang masih bergetar ia berusaha meminumnya.
"Huhh ... Huhh ..." gadis itu mencoba mengatur nafasnya.
Ia menyenderkan tubuhnya ke belakang memejamkan matanya kembali, sesekali menghela nafas panjang.
***
Siang menjelang sore, di sebuah sekolah. Seluruh siswa-siswi SMA Bintang Alam berhamburan keluar gerbang karena sudah waktunya pulang. Sebagian masih betah diam di sekolah, ada yang ikut eskul juga.
Kedua gadis berjalan beriringan keluar dari gerbang sambil sesekali bercanda. Setelah sampai di luar sekolah, tepat sekali sebuah mobil putih berhenti tidak jauh dari mereka.
"Riris kamu pulang naik apa?" tanya Aira pada Riris.
"Naik bis paling, aku lagi males bawa motor," jawabnya.
"Bareng aku aja, itu mobil mas Alkan," ajaknya sambil menunjuk mobil di depannya.
Riris menoleh melihat mobil tersebut, tepat sekali Alkan membuka jendelanya. Lelaki itu menatap Aira seperti memberi isyarat untuk segera masuk.
"Em aku naik bis aja deh, ga enak sama mas mu," tolak Riris merasa tidak enak.
"Gapapa, ayo!" Aira menarik tangan Riris untuk mendekati mobil mas nya.
"Mas, Riris ikut ya."
Alkan hanya diam tidak menjawab, tanpa memperdulikan Aira langsung membuka pintu dan mendorong Riris duduk di kursi depan.
"Kamu di depan aja, aku ingin tidur di belakang," ucapnya langsung menutup pintu.
Alkan mulai mengemudikan mobilnya setelah melihat Aira sudah berada di kursi belakang. Selama perjalanan hanya ada keheningan di antara mereka, suasana sangat canggung.
Riris melirik kaca yang memperlihatkan Aira sudah tertidur. Ia diam-diam mencuri pandang pada lelaki di sebelahnya.
Ia terus memperhatikan Alkan yang fokus menyetir. Sontak pandangannya langsung beralih ke samping saat lelaki itu meliriknya sekilas dengan wajah masih sama seperti biasa, datar.
"Dimana rumahmu?" tanya Alkan tanpa menoleh.
Riris kembali menoleh menatap lelaki itu. Kemudian ia melihat ke depan yang kebetulan sudah dekat dengan gang rumahnya.
"Turunin di gang depan aja, Mas," jawabnya sambil tersenyum.
Suasana kembali hening, Alkan sedari tadi fokus ke depan. Tak ada niat sedikitpun untuk mengajak ngobrol gadis di sampingnya. Sedangkan Riris sebenarnya sangat ingin mengajaknya ngobrol. Namun, ia bingung harus bertanya apa.
"Di sini aja, Mas," ucap Riris saat tersadar ternyata bukannya menurunkannya di depan gang, Alkan malah membelokkan mobilnya masuk ke dalam gang.
Lelaki itu hanya terdiam, ia tahu jika gang itu masih jauh dari area rumah warga. Jadi kemungkinan lumayan cape jika harus berjalan kaki.
"Yang mana?" tanya Alkan singkat.
Riris yang mengerti langsung menunjuk sebuah rumah yang tidak terlalu mewah, tapi terlihat elegan.
"Yang itu, Mas."
Alkan menghentikan mobilnya tepat di rumah yang Riris tunjukkan.
"Terimakasih Mas, maaf udah ngerepotin," ucapnya merasa tidak enak.
"Hm," Alkan hanya berdehem pelan dengan masih setia menatap ke depan.
Riris yang berniat untuk menyalami nya, ia urungkan. Gadis itu menoleh ke belakang menatap Aira yang masih tertidur. Kemudian ia beranjak dari duduknya keluar dari mobil.
"Sekali lagi terimakasih, Mas. Tolong sampaikan tanda makasi pada Aira, "ucapnya sambil tersenyum.
Alkan diam, ia kembali menjalankan mobilnya ketika gadis itu sudah turun.
Riris masih berdiri di depan gerbang rumahnya memastikan mobil itu menjauh. Setelah kepergiannya, Riris berjalan masuk dan terlihat mobil ortunya sudah terparkir di garasi.
Keningnya berkerut heran, tumben orang tuanya ada di rumah. Biasanya mereka selalu sibuk berangkat subuh, pulang tengah malam. Terkadang tidak pulang karena ada bisnis keluar kota. Seperti kemarin tidak pulang berhari-hari dan mungkin hari ini mereka baru saja sampai.
"Assalamualaikum," ucapnya sambil berjalan masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci.
Di ruang tamu, terlihat orang tuanya sedang berada di sana. Senyuman mengembang di sudut bibirnya, ia benar-benar sangat rindu dengan mereka.
"Mama, Papa, udah pulang?" tanyanya basa basi sambil tersenyum mengalami mereka.
"Hm," hanya deheman singkat yang ia terima.
Senyuman manisnya memudar, ia menatap keduanya sendu. Papanya masih fokus menatap laptopnya. Sedangkan Mamanya juga fokus menatap ponselnya. Ia tahu mereka pasti sedang mengerjakan pekerjaan.
Apakah pekerjaan lebih penting dari nya? Bisakah mereka melihatnya sekali saja. Riris juga ingin di perhatikan, ingin mendapatkan kasih sayang dari mereka seperti dulu.
"Riris ke dalam dulu ya," ucapnya pelan lalu melangkahkan kakinya dengan cepat masuk ke dalam kamar.
Ia mendongakkan kepalanya, matanya berkedip menahan tangisnya. Riris sangat kangen masa kecilnya yang di manja oleh orang tuanya. Semuanya berubah setelah kepergian seseorang.
Pintu kamar tertutup dengan pelan, gadis itu mulai merosotkan tubuhnya terduduk menyender di pintu. Hidupnya sangat hampa, mengapa dunia sangat membosankan.
Berbeda dengan Riris yang sedang sedih. Di sebuah rumah, Alkan baru saja sampai. Ia menoleh ke belakang melihat adik kesayangannya masih terlelap.
Senyuman tipis mengembang di sudut bibirnya, membuatnya terlihat sangat manis. Hanya orang terdekatnya yang bisa melihat senyuman itu. Alkan sangat menyayangi Aira, adik perempuan satu-satunya.
Lelaki itu beranjak turun, lalu membuka pintu belakang. Bukannya membangunkan, ia malah menggendong adiknya tidak ingin gadis itu terbangun. Mungkin ia sangat lelah hingga tertidur senyenyak itu.
Alkan mulai melangkahkan kakinya berjalan masuk menuju kamar Aira. Di rebahkan tubuhnya dengan pelan, lalu ia membuka sepatu adiknya dan menarik selimut hingga menutupi dada.
"Bocah tengil, udah gede aja," kekehnya sambil mencubit hidung Aira.
Tiba-tiba dirinya teringat dengan teman adiknya yang ia antarkan tadi. Gadis lugu dengan pipi chubby, wajah malu-malunya membuatnya gemas. Tanpa sadar Alkan tersenyum tipis. Namun, ia segera menepis pikirannya dan wajahnya kembali datar.
***
...Terkadang rumah tidak selalu menjadi tempat ternyaman untuk pulang....
...-Riris...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!