NovelToon NovelToon

Romansa Pasangan Halalku

Perjodohan (Ghaisani Insya-Arkanza)

"Aku enggak mau dijodohinn!!!" Teriak Gegei menolak perjodohan.

"BRAK!" 

Membanting pintu mengejutkan keempat anggota keluarga yang duduk dimeja makan. Bahkan hiasan yang bertuliskan, always happy yang sudah bertahun-tahun tergantung di pintu kamar terjatuh seakan ikut menolak. Mereka terdiam saling melirik.

"Ma, pa bener kan dugaanku? anak itu pasti nolak." Ucap Nada, gadis berhijab yang berparas teduh.

"Tapi Arkanza itu pemuda yang baik, dari keluarga yang terpandang dan yang terpenting keluarga mereka taat agama. Papa yakin Arkan itu bisa membawa adikmu kejalan yang lebih baik nantinya." Ucap sang papa meyakinkan Nada.

"Mama setuju?" Memastikan dan dibalas anggukan.

Nada menghela napas, "Baiklah Nada coba bujuk lagi."

**

1 tahun setelah pernikahan

"Selamat ya Bu atas kelahiran anak pertamanya."

Tahun kedua, "Selamat yah Bu atas kelahiran putra keduanya."

"Tahun keempat selamat ya Bu atas kelahiran putri ketiganya."

"Aaaaa!!!"

Teriak Gegei menutup wajahnya, usai membayangkan keadaannya setelah menikah nanti. Sangat mengejutkan bagi Nada yang duduk disampingnya, sampai harus menutup kuping.

"Kakak aku enggak mau dijodohin, nanti aku dipaksa lahiran terus. Masa ia kakak tega adik satu-satunya hampir tiap tahun lahiran?" Rengeknya memanyunkan bibir.

Nada tersenyum geli mendengar ucapan adiknya, "Siapa yang bilang kamu bakalan lahiran tiap tahun?"

"Yah feeling aja, secara nih yah dia anak tunggal pasti bakalan ingin memperbanyak keturunan."

"Awh!" Ringisnya menggosok kecil kening yang baru saja mendapat sentilan kecil dari sang kakak.

"Keluarga mereka itu terpandang juga berpendidikan, enggak mungkin mereka segegabah itu memperlakukan menantu satu-satunya."

"Percaya deh sama kakak dia itu laki-laki yang baik, tampan dan mapan. Papa enggak mungkin memilih yang tidak baik untukmu."

"Tau dari mana? Memang kakak pernah ketemu?" Nada menggeleng.

"Tuh kan..." Kembali murung.

"Tapi kakak punya fotonya." Ucapnya mengeluarkan ponsel. Gegei terdiam, seketika jantungnya berdetak lebih kencang bahkan terasa dingin.

"Mau liat enggak?" Godanya menggoyangkan ponsel tersenyum jail.

Gegei menggigit kecil bibirnya, hatinya bimbang seketika. Padahal baru foto yang diberikan belum ketemu orangnya langsung, malah membuatnya mendadak gelisah.

"Mau enggak?" Gegei mengerutkan kening berpikir, jujur saja ia sedikit penasaran walau jelas dia menolak.

"Nih kakak kasih liat yah.." membuka galeri.

"Dug!"

"Dug!"

Gegei menyipitkan mata menatap layar ponsel, bersama dengan detakan jantungnya yang semakin berdebar.

"Ah, enggak ah kak!" Tolaknya menutup layar ponsel dengan kedua tangannya.

***

_Internasional airport _

Saat itu, penerbangan dari salah satu maskapai mendarat dengan aman. Sang pilot yang baru saja menyelesaikan penerbangannya dari Bangkok berjalan membawa koper, diikuti beberapa pramugari.

Arkanza, laki-laki berusia 27 tahun berprofesi pilot itu mampu membuat pasang mata yang berada disekitar terpanah. Dengan wajahnya yang tampan bahkan tubuhnya proporsional bak model, dengan gagahnya berjalan tanpa melirik sekitar, namun auranya cukup kuat. Bukan sombong, hanya saja Arkanza selalu menjaga pandangannya terutama pada lawan jenis.

"Selamat datang kembali pak Arkan, meski cuaca belakangan ini agak buruk tapi bapak mampu menyelesaikan dengan baik." Sambut salah satu pilot saat mereka memasuki ruangan.

"Terima kasih." 

"Arkan akhirnya kamu kembali." Arkan sedikit menahan napas saat tubuhnya berada dalam dekapan Haidar, sahabat yang seprofesi dengannya.

"Kamu tau aku sangat khawatir saat kamu berada diatas sana, dengan cuaca petir yang menyambar." Celotehnya memegang kedua bahu Arkan. Jujur saja walau sedikit cerewet dan konyol tapi Haidar selalu saja menghiburnya.

Arkan hanya tersenyum kecil akan reaksi heboh Haidar, sebelum ia merogoh sakunya saat mendapatkan panggilan masuk dari sang ibu.

📞"Assalamualaikum Umi." Sedikit berbalik.

📞"Walaikumsalam, bagaimana penerbangannya hari ini?"

📞"Alhamdulillah lancar Umi, bentar lagi Arkan  pulang."

📞Baiklah Umi dan Abi nunggu kamu."

***

_Rumah_

Saat itu, Arkanza bersama kedua orang tuanya duduk diruang tengah menatap layar tv. Sementara Arkan sendiri sibuk berselancar di sosmed.

"Besok Abi rencana ajak kamu kerumah teman lama."

Arkan menanggapi dengan santai, "Siapa Abi?" 

"Pak Ilham!"

Arkan menurunkan Ipad-nya lalu melirik mereka bergantian.

"Mau enggak? Ajak Haidar sekalian deh biar enggak bosan dijalan!" Arkan hanya mengangguk.

***

_Rumah keluarga Ilham_

Sore itu, Arkan bersama keluarga tiba dirumah pak Ilham. Arkan bersama Haidar berjalan lebih dulu sementara Abi dan uminya mengiringi mereka dari belakang.

"Tok. Tok. Tok."

"Assalamualaikum!" Ucap Arkan.

"Waalaikumsalam." Suara yang lembut sangat menyentuh, menyambut mereka saat itu.

"Masyaallah, cantik sekali calon istrimu Arkan." Gumam Haidar, saat melihat sosok wanita berhijab yang cantik dan berparas teduh di depan mata. Sementara Arkan hanya tersenyum lalu menunduk.

"Maaf saya calon kakak iparnya." Ucap Nada tersenyum, seketika Haidar menciut canggung.

"Alhamdulillah." Ucap. Spontan dari Haidar mengejutkan mereka.

"Maaf!" Menggaruk kecil kepalanya.

"Heheh!" Kompak tertawan kecil.

**

"Silahkan duduk pak, bu!" Sambut pak Ilham.

Arkan meletakkan bingkisan diatas meja diikuti oleh Haidar sebelum mereka ikut bergabung di ruang tamu.

"Pak, Bu ini putra saya Arkan." 

"Tampan seperti pak Anwar." Pujinya saat Arkan meraih punggung tangannya.

"Heheheh." kompak tertawan.

"Nak Arkan apa kabar? Sudah bertahun-tahun akhirnya kami bertemu lagi."

"Baik Tante." Tersenyum.

"Oh yah Gegei mana?" Tanya Umi Arkan.

"Dia ada ditaman belakang, kebetulan anaknya sedikit pemalu." 

**

Tak lama kemudian, Nada kembali ke ruang tamu membawa nampan yang berisi teh panas. Saat itu juga pandangan Haidar tidak terlepas darinya.

"Kalau yang ini Nada. Putri pertama kami, masih ingatkan? Kebetulan baru menikah beberapa bulan lalu."

"Sudah nikah?" Ucap Haidar yang tiba-tiba mengejutkan mereka, namun sebenarnya Haidar jauh lebih terkejut. Jujur saja ia cukup mengagumi sosok Nada.

"Hust!" Arkan hanya mampu menyikut sahabatnya itu, beruntung Haidar mengalihkan pandangannya dari Nada lalu tersenyum kecut kembali canggung.

"Bagaimana kabar Abi dan Umi?" Sapanya sopan.

"Baik!"

Merekapun kembali berbincang sambil mengingat kenangan dimasa muda. 

**

Disaat para tetua itu berbincang-bincang, bahkan Haidar menjadi yang paling cerewet. Arkan memilih untuk berkeliling disekitar menghirup udara segar. Setelah 10 tahun ia baru kembali ke kota kecil itu, yang merupakan kampung halaman Abinya. Arkanza menyelesaikan sekolah menengah atas dikota kecil itu.

Selama beberapa menit berjalan, tanpa ia sadari langkahnya telah menuntunnya ke halaman belakang. Beberapa tanaman bungan dengan jenis juga warna yang berbeda memenuhi taman belakang. Seketika mengubah suasana hatinya menjadi lebih tenang, bahkan merasa cukup fresh.

Tatapannya tertuju pada punggung gadis yang menggunakan dress berwarna cream. dengan jilbab pashmina yang ia kenakan dengan sedikit ngasal, sehingga lebih terlihat seperti syal yang dililitkan dileher, berbeda dengan Nada yang terlihat lebih syar'i.

Gadis itu tak lain Gegei, saat itu ia sedang memetik beberapa tangkai mawar merah yang ada di taman. Satu persatu tangkai mawar merah itu ia masukkan kedalam keranjang rotan yang ia tenteng. Tanpa terduga angin berhembus begitu saja, hingga satu tangkai mawar terakhir terjatuh begitu saja diatas tanah.

"Akh!" Terkejut.

Gegei terpaksa menunduk memungut mawar itu, terkejut saat tangan Arkan yang tiba-tiba bergerak lebih cepat memungutnya. Gegei sedikit melongo saat kembali menegakkan badannya mengikuti mawar yang ada ditangan Arkan saat itu.

"Assalamualaikum!" Ucap Arkan menyodorkan setangkai mawar merah.

"Waalaikumsalam!" Balas Gegei tanpa melepaskan pandangannya, jujur saja ia terpesona begitu juga dengan Arkan yang biasanya enggan melirik wanita kini malah menatap lekat. Hembusan angin terasa sejuk mampu menghangatkan hati. 

Gegei mengambil mawar itu dalam keadaan tersipu lalu memasukkannya kedalam keranjang. 

"Kamu?" Terkejut.

"Arkanza. Kita ketemu lagi, Ge..gei." Ucapnya sontak membuat Gegei menahan napas dan melongo, lebih mengejutkan jantungnya kembali berdetak kencang bahkan jauh lebih kencang dari kemarin. 

Bersambung...

Tingkah Gegei

 "Hah kak Arkanza?" Batinnya mengamati penampilan Arkan.

"Jadi pria yang dijodohin sama gue kak Arkanza? Ganteng sih... Tapi lebih tua pasti membosankan." Lanjutnya mengedipkan mata tak ingin larut dalam pesona Arkan.

"Aku Gegei, calon istri kakak." Mengulurkan tangan seolah mereka tidak saling mengenal sebelumnya. Tentu saja mengejutkan Arkan, selama ini ia hampir tidak pernah menyentuh tangan gadis tiba-tiba ia akan berjabat tangan dengan calon istrinya.

"Tapi sepertinya kita tidak cocok, jadi aku menolak!" Sambungnya tanpa basa-basi semakin mengejutkan Arkan yang baru saja ingin mengulurkan tangannya.

"Kenapa?" Tanyanya datar.

"Ya feeling aja. Kakak lebih tua sementara aku masih muda. Yah.. ku akui kakak cukup tampan tapi kita enggak cocok. Aku enggak pintar, tiap hari suka menghabiskan waktu sama temanku, suka pulang malam, suka menghabiskan uang." Ucapnya panjang lebar dan dengan setianya Arkan mendengar.

"Dan,,," ucapannya terhenti sembari mengerling sedikit berpikir.

"Dan apa?" Tanya Arkan yang kini melipat tangan.

"Aku suka manjat pohon." Lanjutnya berusaha membuat Arkan merasa ilfeel.

"Oh yah?"

"Hem!" Angguknya, "Kakak lihat pohon itu!" Menunjuk diikuti pandangan Arkan. 

"Kamu yang nanam?" Celetuk Arkan ngasal dibalas gelengan oleh Gegei. 

"Aku biasa memanjatnya tiga kali sehari. Jadi aku bukan calon istri yang baik, sebaiknya Kakak juga menolak perjodohan ini!" Tersenyum bertolak pinggang. Sangat jauh dari kata pemalu seperti yang dikatakan oleh ibunya saat Arkan masih diruang tamu. Namun Arkan hanya mengerutkan kening lalu berbalik meninggalkannya.

**

Tak terasa waktu makan malam telah tiba, kedua keluarga itu duduk melingkar didepan meja makan. Beberapa hidangan yang lezat telah tertata diatas meja. Mereka semua bersiap memulai makan malam dengan diselingi obrolan ringan. Kebetulan Hanan suami Nada juga sudah pulang kerja jadi semakin menambah keramaian saat itu.

Gegei yang sedikit enggan harus pasrah bergabung saat Nada menariknya bergabung dengan mereka. 

"Ayo!" Bisik Nada saat Gegei menolak duduk.

"Gegei sekarang sudah dewasa dan makin cantik." Puji Umi Arkan namun Gegei hanya tersenyum dengan penuh tertekan.

Makan malam pun dimulai, Gegei kembali usil berusaha membuat orang tua Arkan tidak senang dengannya. Disaat yang lain makan dengan tenang, Gegei justru makan dengan gusar. Terlihat sibuk mengigit paha ayam goreng tentu sedikit mengundang perhatian.

"Gei,," gerutu Nada menyikut sang adik saat pandangan mulai tertuju kepadanya.

"Em, silahkan dimakan Umi, Abi!" Ucap Nada tersenyum kembali membuat suasana kondusif.

"Sruupt! Sruupt!" Tak sampai disitu, Gegei lagi-lagi berulah dengan sengaja ia menyeruput semangkuk sup menggunakan sendok beberapa kali, semakin membuat yang lain terkejut kembali saling melirik. Haidar yang biasanya cerewet hanya melongo melihat gadis yang katanya menurut Umi Arkan, dia sosok yang cantik, sopan dan anggun.

Tak tanggung - tanggung Nada menendang kecil kaki adiknya, barulah Gegei menghentikan kelakuan konyolnya itu. Tapi mampu membuat rona merah pada wajah papa dan mamanya, siapa yang tidak enak hati dan malu didepan calon besan putrinya malah bertingkah aneh bahkan terbilang kurang sopan.

"Hee,," tawa Hanan "Ayo silahkan dimakan!" 

"Heheheh." Mereka semua hanya terpaksa tertawa kering meramaikan suasana yang canggung itu lalu kembali melanjutkan makannya.

**

Usai makan malam. Arkan bersama keluarga kembali duduk diruang tengah, sekaligus untuk berpamitan karena mereka harus kembali ke kota.

"Oh ya Gei gimana kuliahnya lancarkan?" Tanya Umi Arkan.

"Lancar kok Umi. Bentar lagi libur semester."

"Baguslah jadi kita nggak perlu cari waktu lagi buat pernikahan."

"Hah?" Terkejut, membuat yang lain ikut terkejut kembali saling melirik terutama kedua orang tua Gegei.

"Kenapa?"

"Em,, Tante sepertinya saya nggak cocok jadi menantu tante. Kasian anak tante kalau dapat istri seperti saya." Balasnya nyengir kuda, ia berpikir kalau dengan kelakuan konyolnya itu mampu merubah pemikiran orang tua Arkan saat itu.

"Loh kenapa? Arkan sendiri setuju kok." Gegei  tersentak lalu melirik Arkan saat itu juga.

"Ka Arkan tidak menolak?"  Batinnya melirik Arkanza yang terlihat cuek.

"Tapi,,,"

"Tidak perlu terburu-buru, kami akan kembali lagi jika kamu sudah siap!" Menggenggam tangan Gegei lalu tersenyum, Gegei-pun sedikit tersentuh akan kebaikan Umi Arkan.

**

"Kak?" Panggilnya menghampiri Nada yang sedang menyetel remot tv. "Kakak kok enggak ngomong sih kalau pria yang mau dijodohin itu kak Arkanza, teman sekolah kakak?" Duduk memeluk bantal sofa.

"Yah gimana kami mau kasih tau, kamu udah nolak duluan kemarin." Balas Hanan yang juga ikut duduk disamping mereka sambil membawa chiki ditangan.

Gegei melirik kakak dan kakak iparnya bergantian, keduanya hanya memasang muka datar. 

"Tapi kenapa mesti dia sih?" Protesnya.

"Loh kenapa? Bukannya kamu dulu suka main bersama dia waktu kecil dan selalu ngomong kalau besar nanti pengen punya suami yang ganteng seperti Arkan." Ucap Nada mengembalikan ingatan sang adik.

"Nah loh bentar lagi doa Gegei terkabul." Tambah Hanan tersenyum, seraya melempar chikinya begitu saja saat merasa tertarik dengan obrolan mereka.

"Ih kakak, itukan cuman perkataan anak kecil." 

"Tapi kamu senengkan?" Goda Nada, sontak Gegei tersipu.

"Ih kakak." Ketusnya berdiri, tak lupa memungut chiki milik Hanan yang tergeletak begitu saja dilantai. Nada-pun tersenyum melihat tingkah adiknya yang jelas-jelas merasa malu.

"Eh, itu chiki kakak." 

Gegei-pun tidak menghiraukan Hanan, sampai ia menghilang dari pandangan mata bersama dengan sebungkus chiki rasa rumput laut.

"Sayang chikinya?" Tanyanya sedikit datar.

Nada hanya menggeleng, perkara Hanan yang suka melempar barang ditangan ketika sedang merasa senang itu sudah biasa dan menjadi ciri khasnya tersendiri.

**

_Internatonal Airport_

Setelah dua hari pasca berkunjung ke rumah Gegei, Arkan kembali menjalankan aktivitas sebagai pilot muda. Pagi itu, ia kembali duduk didalam pesawat bersama dengan Haidar, bersiap membawa para penumpang terbang bersama selama beberapa beberapa jam kedepan.

Pilot "Soekarno-Hatta Tower, G***** 8**, request start up and pushback."

ATC "G***** 8**, Soekarno-Hatta Tower, start up and pushback approved, QNH 1***, win 2** at 1* knots runway 2* right."

"Eh kok suaranya enggak asing sih?" Ucap Haidar sedikit menoleh saat mendengar suara dari ATC perempuan yang bertugas pagi itu.

"Fokus saja mendengar atau aku turunkan!"

"Ok ok!" Haidar hanya pasrah saat Arkan mulai mengeluarkan ekspresi datarnya juga sedikit perkataan kejam.

"Dia benar-benar kembali." Batin Arkan yang juga menyadari akan kecurigaan Haidar. Namun ia bersikap lebih tenang dan memilih fokus dengan penerbangannya.

Setelah menyetel setiap item didepannya dan memastikan semua berfungsi dengan baik, Juga cuaca cukup cerah sehingga mendapatkan ijin take-off tepat waktu dari ATC (Air traffic controller).

Tak butuh lama pesawat yang diterbangkan oleh Arkan pun mengudara selama kurang lebih 3 jam setengah dan kali ini kembali ke penerbangan menuju Bangkok. Tak seperti beberapa hari lalu, cuaca hari itu cukup cerah hingga jauh dari turbulensi, dengan begitu para penumpang bisa bersantai selama dalam perjalanan di udara.

**Jangan lupa dilike, vote juga subscribe yah biar author makin semangat upnya🙏🥰

Bersambung...

Pernikahan Semakin Dekat

_Kampus_

"Apa?" Kedua teman Gegei terkejut usai mendengar ceritanya.

"Jadi calon suami loh kak Arkanza, pemuda tampan seSMA Nusa Bangsa?" Ucap Airin dan Gegeipun hanya mengangguk pasrah.

"Enggak nyangka yah setelah 10 tahun, kalian bertemu lagi." Ucap Yona.

"Eh tapi Gei, menurut loh kenapa kak Arka setuju dengan perjodohan ini? Apa mungkin dia suka sama kamu?" Tanya Airin.

Gegei sedikit melamun mengingat kembali pertemuan mereka beberapa hari lalu.

(Flashback)

"Arkanza. Kita ketemu lagi, Gegei." Ucapnya sontak membuat Gegei menahan napas dan melongo, lebih mengejutkan jantungnya kembali berdetak kencang bahkan jauh lebih kencang dari kemarin. 

(Flashback end)

Gegei menggeleng kecil menepis isi pemikirannya sendiri, ia tidak ingin terlalu jauh berpikir dan takut akan harapan palsu.

"Enggak mungkin deh, selama inikan mereka enggak pernah bertemu. Lagian kak Arkan 5 tahun lebih tua dari kita." Lagi-lagi Gegei mengangguk mendengar pendapat Yona.

"Gegei lu udah siap nikah? Kamu masih muda loh, gimana kalau suami loh overprotektif kek bapak-bapak yang jagain anak gadisnya. Nanti kita enggak bisa ketemu lagi dong, enggak ada waktu jalan dan belanja bareng." Khawatir Yona membuat Gegei mengerutkan wajah.

"Belum lagi kalau kamu punya anak, nanti bisa-bisa kerjanya cuma didapur dan di kasur." Tambah Airin semakin membuat Gegei putus asa.

"Huaaahh" Ketiganya kompak berpelukan merasakan kepasrahan dan keputusan asaan Gegei saat itu. Ibu pemilik kantin hanya menggeleng melihat mereka.

**

_International Airport_

Setelah sukses dalam penerbangan tujuan Bangkok, kini Arkanza dan Haidar kembali ketanah air. Keduanya berjalan melewati beberapa penumpang yang berada disekitar bandara, seperti biasa Arkan selalu saja berjalan lurus tanpa menghiraukan orang yang dilewati. Berbeda dengan Haidar yang hampir sepanjang jalan memperlihatkan barisan giginya menyapa setiap yang menatapnya.

**

"Selamat datang kembali pak Arkan!" Sapa salah satu pramugari yang bersama beberapa rombongan, Arkan hanya mengangguk.

Haidar sendiri sudah melambai ria kembali memperlihatkan barisan gigi depannya dan dibalas senyuman oleh para pramugari itu sebelum berlalu. Lalu Arkan? Dia sudah beberapa langkah meninggalkan Haidar.

"Pak Arkan bisa enggak sih senyum dikit aja, biar gantengnya nambah!" Godanya berlari mensejajarkan langkah.

"Kamu sendiri sudah memamerkan gigi sejak pertama kali turun dari pesawat, jadi itu sudah mewakili."

Haidar hanya mampu tarik napas sebagai balasan, sembari berjalan. Ya kali senyum aja harus diwakili, jelas-jelas ia hanya kopilot bukan asisten pribadi.

***

_Rumah_

Arkanza membasuh wajahnya di wastafel kamar pribadinya, menatap pantulan wajahnya di cermin bundar yang menempel sempurna pada dinding bercat cream itu.

"G***** 8**,  Soekarno-Hatta Tower, start up and push back approved, QNH 1***, win 2** at 1* knots runway 2* right."

Ingatannya kembali ke suara pengatur lalu lintas udara yang menghubungkan-nya pada penerbangan ke Bangkok kemarin. Hatinya mendadak gelisah. Perlahan tangannya yang bertumpu pada keramik pinggir wastafel mencengkram seakan mengalirkan emosi, tatapannya dalam menatap pantulan wajahnya.

"Tok. Tok."

"Arkanza? Arkan.."

Segera tersadar dalam lamunannya saat mendengar ketukan bersama panggilan dari Uminya. Arkan membuka pintu kamar disambut sang umi yang terlihat anggun dalam busana syar'i berwarna putih tulang.

"Sudah shalat isya?"

"Sudah umi."

"Baiklah ikut umi ke suatu tempat!"

"Malam-malam begini mau kemana umi? Pengajiannya besok malam kan?"

Umi Arkan tersenyum, "Udah pokoknya ikut aja." Arkan sedikit melongo melihat Uminya yang terlihat antusias, namun tidak protes. 

Arkanza mengambil salah satu kemeja yang tergantung di lemari, dengan motif garis kecil berwarna biru muda sangat pas dengan tubuhnya yang tidak terlalu kurus juga tidak tergolong gemuk. Dipadukan dengan celana abu-abu. 

**

Kurang dari setengah jam keduanya memarkir mobil didepan rumah bertingkat yang terletak disalah satu perumahan elit. Arkan sendiri baru pertama kali kerumah itu, ia yang tidak banyak bicara hanya mengekori sang umi.

"Ting tong"

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam, silahkan masuk umi, Arkan!" Sambut pemilik rumah dengan ramah, barulah Arkan tersenyum saat melihat pemilik rumah.

"Arkan apa kabar?" Tanyanya seraya mendudukkan bokong masing-masing di sofa.

"Baik tante, Tante kok tinggal disini?"

"Owh iya, tante pindah kesini sekitar 3 bulan lalu soalnya lebih dekat dengan kantor suami Tante." Arkan hanya tersenyum, dia memegang tipikal orang yang irit bicara dan selalu sja serius, mungkin itu salah satu alasan Gegei mengatakan dirinya tidak cocok dan membosankan.

**

Arkan menatap sepasang cincin kawin yang cantik dan terlihat memukau didepan mata. Namun ia tidak berkomentar apapun sebelum sang umi angkat bicara.

"Bagaimana umi sesuai dengan pesanan umi?" 

Arkan sedikit mengerutkan kening saat itu juga. Perlahan menoleh menatap uminya yang juga menatapnya seakan meminta pendapatnya. Arkan hanya mengangkat alis keheranan.

"Bagaimana kamu suka cincinnya?"

"Umi,, ini..." Lirihnya mencari kejelasan didalam kebingungan.

"Ini umi pesan langsung dari Tante Ratna untuk kamu dan Gegei."

Mendadak hati Arkan bergetar kembali melirik sepasang cincin itu, seakan pernikahannya segera terlaksana padahal melihat respon Gegei terakhir kali sepertinya sulit.

"Tapi umi..."

"Sudah tidak perlu khawatir, pak Ilham sudah menelpon pernikahan kalian diadakan bulan depan. "Sontak Arkan menahan napas terkejut, pernikahan sudah didepan mata namun rasanya seperti mimpi. Ia tidak menyangka jika dirinya akan benar-benar mempersunting gadis yang terkesan kekanak-kanakan juga bar-bar, bahkan 5 tahun lebih muda darinya.

Arkan hanya mengangguk pelan, bukan berarti karena semata-mata ia hanya menurut semata tapi memang benar desain cincin itu sulit untuk ditolak ditambah lagi dengan ketertarikannya dengan Gegei yang cukup membuatnya penasaran.

"Selamat ya Arkan atas pernikahan kalian." Arkan lagi-lagi mengangguk tersenyum tipis, nampak sedikit rona merah di pipinya. Tapi bukan Arkanza namanya kalau langsung sumringah begitu saja, dia sudah terbiasa dengan wajah datarnya walau sebenarnya menyembunyikan rasa malu-malunya.

**

_Rumah pak Ilham_

Waktu terus berjalan hingga tidak terasa, seminggu lagi pernikahan Arkan dan Gegei akan berlangsung.

"Ma mama tega ngirim anak cantik mama yang aktif ini ke kota?" Tanyanya bergelut manja di lengan mamanya. 

"Justru karena Gegei aktif jadi cocoknya sama Arkanza, hee." Celetuk Hanan sontak mengubah raut Gegei semakin mengerut. Hana tau adik iparnya itu bukan aktif lagi tapi sedikit bar-bar.

"Sudah - sudah Gegei sekarang harus berangka! supir dari tadi nunggu."

Mau enggak mau Gegei harus nurut, hari itu dia dijemput oleh supir pribadi keluarga Arkanza. Jarak dari kota kecil tempat Gegei ke pusat kota sekitar 4 jam. 

Gegei menempelkan wajahnya ke kaca mobil melihat keempat anggota keluarganya yang melambai ria mengiringi kepergiannya. Mereka merasa senang dan berharap Gegei akan semakin bahagia kedepannya, namun tidak dengan Gegei. Dia melihat mereka dengan ekspresi senang karena berhasil menyingkirkan satu anggota keluarga mereka.

Gegei tidak mengeluarkan sepatah katapun, pandangannya tertuju kearah luar menyusuri setiap tempat yang perlahan menjauh dari kotanya. Ia merasa keberuntungan datang menghampiri bersama dengan kesialannya.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!