"Ohooo, aku tidak mau ya direpotkan oleh suara tangis bocah. Maka dari itu aku yang modern ini menganut sistem Child Free. Aku akan menghabiskan hidup ku di laboratorium."
Aiden De Vrias, pria berusia 35 tahun itu adalah seorang profesor. Dia dijuluki profesor gila karena bisa menghabiskan waktunya di lab selama berminggu-minggu tanpa keluar barang sebentar pun.
Apalagi sekarang ini, dia tengah menjadi kelompok bantuan relawan medis di negara yang sedang terkena wabah. Aiden bersama rekannya tengah mengembangkan obat untuk para warga.
Bukan hanya itu, dia pun menghabiskan harinya untuk membuat penguat imun tubuh bagi anak-anak.
"Terserah kamu saja lah. Sekarang beri aku obatnya. Aku harus segera kembali ke sana."
"Gry, apa harus secepat ini. Kita kan sudah sebulan tidak bertemu."
"Laah kamu sendiri kan yang terlalu sibuk bercumbu dengan formula-formula mu itu. Ya sudah aku merasa tidak perlu untuk bertemu dengan mu. Lagi pula aku juga sibuk merawat warga. Sebaiknya kau buat juga obat untuk ku agar selalu terjaga."
Aiden mengerucutkan bibirnya. Wanita yang tengah dekat dengannya ini memang gampang-gampang susah.
Namanya adalah Gryas Ayery Brahman Brown, usianya 31 tahun. Dia seorang dokter yang juga menjadi relawan seperti dirinya. Hanya saja bidang mereka sedikit berbeda.
Jika Aiden membuat obat untuk pasien, maka Gryas lah yang merawat pasien. Aiden menyukai Gryas setelah beberapa kali mereka berinteraksi. Sikap Gry yang tegas dan cekatan dalam merawat pasien membuat Aiden merasa tersentuh.
Dari situ mulailah timbul perasaan suka. Namun mereka tak punya waktu banyak bersama. Gryas yang sibuk merawat warga dan Aiden yang gila dalam bekerja membuat obat, membuat mereka sulit bertemu.
Mereka akan bertemu saat Aiden mengambil sampel untuk diteliti atau ketika Gryas waktunya mengambil obat.
"Aku kembali dulu."
"Ya, baiklah."
Aiden tampak lesu. Tapi ketika kembali masuk ke dalam Laboratorium, dia pun kembali bersemangat.
"Heh, Profesor Gila, kamu ini ya benar-benar tidak peka. Kekasihmu itu tuh butuh di sayang begitu lho. Jangan diabaikan begitu. Dan tadi, kenapa coba kamu membicarakan tentang chil free child free."
Salah seorang rekan Aiden langsung memberi ceramah singkat kepada Aiden. Tapi bagi Aiden itu hanya perkataan yang masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Dia tak acuh dan kembali fokus pada pekerjaannya.
"Dasar gila!" umpat rekan kerja Aiden.
Fyuuuh
Aiden membuang nafasnya kasar. Child free, dia sebenarnya tidak sungguh menginginkan itu. Ada sebab mengapa dia seperti itu. Tapi semuanya hanya dirinya yang tahu.
Beberapa minggu berlalu, dan ya profesor gila itu benar-benar tak keluar dari lab nya selain untuk makan dan pastinya ke kamar mandi. Jika ada yang tanya berapa jam dia akan tidur dalam satu hari, jawabannya pun dia sendiri tidak tahu.
Di dalam lab, Aiden sama sekali tak melihat ke arah jam karena dia sibuk.
"Berhasil. Ini, apa sekiranya menggunakan ini bisa?"
Aiden tengah mengangkat sebuah tabung kaca ke udara. Dia melihatnya dengan seksama,memutar dan menggoyangkannya.
"Aku sudah melakukan percobaan pada tikus, dan benar-benar berefek. Tapi pada manusia kan belum."
Obat biasa tidak berpengaruh padanya yang memiliki hipogonadisme, jadi di sela-sela dirinya mengembangkan obat untuk wabah ini, Aiden mengembangkan obat untuk dirinya sendiri.
Obat perangsang yang kuat, seperti itulah yang tengah dia usahakan.
Hipogonadisme adalah gangguan hormon pada wanita dan pria, yang disebut juga kegagalan gonad pada testis pria dan ovarium pada wanita sehingga tidak berfungsi dengan baik.
Hal ini merupakan terhambatnya hormon testoteron pada pria dan hormon esterogen pada wanita. Sehingga membuat mereka mungkin memiliki kesulitan seksualitas. Dan ini lah yang dialami Aiden.
Maka dari itu dia mengatakan dirinya menganut sistem Child free karena merasa yakin dirinya tak bisa memiliki anak dengan hormon testoteron yang tidak banyak.
Dan sekarang Aiden tengah mengembangkan afrodisiak yang terkenal sebagai zat untuk merangsang hasrat seksual. Dia sebenarnya selama ini sudah melakukan terapi hormon, namun seolah tidak puas dengan itu, Aiden pun ingin mencoba menggunakan afrodisiak untuk mencari tahu tentang kemampuan seksualnya.
"Haruskah aku coba sekarang? Tapi nanti kalau benar berhasil aku harus melakukannya dengan siapa?"
"Aideeeen!"
Tok tok tok
Seketika senyum Aiden mengembang ketika melihat siapa yang berdiri di depan pintu laboratoriumnya. Dia dengan cepat dan tentunya tanpa pikir panjang langsung menenggak formula yang baru saja dia selesaikan proses pembuatan dan pengujiannya.
"Hei sayang, lama tidak melihat mu. Aku sungguh rindu."
Aiden keluar dari Lab dan langsung memeluk Gryas. Sebenarnya Gryas pun juga memiliki rasa rindu yang sama kepada pria ini. Namun dia kadang merasa sebal saat Aiden membahas tentang child free.
"Aku juga merindukan mu,"sahut Gryas. Dia mengusap lembut punggung Aiden saat ini. Dan ternyata itu memacu hasrat Aiden. Tak lama kemudian, Aiden meraup bibir Gryas. Bukan kali pertama mereka berciuman sebenarnya, tapi Gryas bisa merasakan bahwa kali ini ini Aiden sedikit terburu-buru.
"Aaahhh Aiden ... ."
Desahann lembut meluncur dari bibi Gryas ketika Aiden menelusupkan tangannya ke dalam baju. Pria itu juga mulai membelai, menggenggam dan meremass milik Gryas yang ada di sana.
"Ughh sayang, lihatlah dia sudah begini."
"Jangan di sini oke."
Aiden tersenyum, dia lalu mengangkat tubuh Gryas dan membawanya ke kamarnya. Kamar yang hanya terdiri dari satu ranjang kecil berukuran 90x200 cm itu sebenarnya tidak cukup untuk mereka berdua. Tapi tentu saja Aiden tidak mempermasalahkan hal itu.
Secara perlahan, Aiden meletakkan Gryas di atas ranjang. Namun dia sedikit terburu-buru ketika membuka seluruh pakaiannya.
"Sayang, kamu tidak akan hamil, jadi kamu tidak perlu khawatir. Sekarang ku mohon bantu aku. Tadi aku meminum afrodisiak yang ku kembangkan."
"Kamu gila ya, mengapa mengembangkan obat semacam itu di sini?"
"Iya iya aku salah. Jadi please bantu aku ya."
Sedari tadi Gryas meras aneh dengan sikap Aiden ini. Ternyata semua itu karena afrodisiak. Dan bagi Gryas tidak masalah berhubungan dengan Aiden sekarang ini, mereka saling mencintai. Terlebih Aiden berkata dengan yakin bahwa apa yang akan mereka lakukan ini tidak akan membuahkan hasil.
Gryas percaya itu karena dia tahu sekali bahwa Aiden tidak menginginkan anak sama sekali. Dia sendiri sebenarnya bukannya tidak ingin memiliki anak nantinya. Hanya saja saat ini mereka tengah berada di tengah wabah. Tentu akan sangat riskan jika benar terjadi kehamilan.
"Kau yakin aku tidak akan hamil?"
"Iya, aku kan tidak mau punya anak."
"Hmmm baiklah."
Dan saat ini akhirnya terjadi. Aiden dan Gryas saling memeluk dan bertukar peluh. Aiden tampak puas ketika dirinya bisa merasakan hubungan seksual untuk yang pertama kalinya.
Ya dia tidak menyangka bahwa dirinya mampu melakukan itu meskipun menggunakan bantuan afrodisiak.
"Ughhh, Gry setelah selesai dari sini ayo kita menikah."
"Aaaaa Aiden."
Keduanya sampai pada puncaknya. Ini adalah sama-sama pengalam pertama bagi mereka.
Dalam kepala Aiden, dia akan terus berusaha untuk mengobati dirinya agar bisa menyenangkan Gryas nantinya setelah menikah.
"Aku akan melakukan yang terbaik Gry. Jadi maukah kamu menikah dengan ku?"
"Ya mari kita menikah setelah semuanya selesai."
"Terimakasih sayang, aku sungguh mencintai mu."
TBC
Setelah hari itu, Gryas dan Aiden beberapa kali melakukannya. Tentu saja Aiden tetap menggunakan bantuan obat yang dia buat tapi yang kedua dan ketiga kalinya tidak diketahui oleh Gryas.
Aiden tidak ingin Gryas tahu kalau saat berhubungan dengannya, ia menggunakan bantuan obat itu.
"Aku sepetinya untuk satu bulan ke depan tidak bisa kesini, Aiden."
"Kenapa?"
"Aku akan pergi ke desa sebelahnya. Di sana ditemukan kasus warga yang sembuh tanpa perawatan intensif. Dan bahkan desanya juga tak banyak yang terkena wabah."
Aiden bangkit dari posisi tidurnya, pun dengan Gryas. Mereka segera kembali mengenakan pakaian masing-masing.
"Baiklah kalau begitu, tapi aku harap kamu segera kembali. Gry, aku tak bisa lama-lama jauh dari mu."
"Iya aku tahu. Aku usahakan tak lama. Semua tergantung situasi dan kondisi."
Gryas menyisir rambut Aiden dengan jari-jarinya. Pria itu sekarang tengah menggelayut manja, memeluk Gryas yang seolah tak ingin dilepaskannya.
Mendadak Aiden memiliki perasaan tidak enak sekarang.
"Bisakah bukan kamu yang pergi?"
"Tidak bisa Aiden, harus aku. Karena aku yang paling tahu."
Huft
Aiden membuang nafasnya kasar. Dia tidak tahu apa yang dirasakannya sekarang.Tapi yang pasti ada rasa gelisah disana. Aiden merasa seolah begitu berat untuk melepaskan pelukannya dari Gryas.
"Baiklah, aku harus pergi. Apa semua yang aku minta sudah kamu siapkan?"
"Sudah, sesuai dengan keinginan nyonya ku."
"Terimakasih Aiden, selama aku pergi jangan kembali menjadi gila. Kamu harus beristirahat dengan cukup.Jang tidur di lab dan makan lah dengan benar."
Ck!
Aiden berdecak kecil berpura-pura kesal dengan apa yang dikatakan oleh Gryas. Namun setelah itu dia pun tersenyum lebar.
"Iya nyonya ku, aku akan melakukan semua yang kamu katakan itu. Tenang saja, aku hanya gila ke kamu saja. Aku gila karena terlalu mencintaimu."
"Aishhh, gombal. Kamu itu lebih mencintai obat-obat mu itu dari pada aku."
Hahaha
Aiden tertawa terbahak-bahak. Dia lalu memeluk erat Gryas.
"Tidak, aku lebih mencintaimu sungguh aku tidak bohong."
Sebuah ciuman kembali dilabuhkan oleh Aiden ke bibir Gryas. Untuk sesaat mereka kembali larut. Namun dengan cepat Gryas memutus semuanya itu karena dia harus segera kembali.
"Aku pergi dulu ya."
"Ya hati-hati, jangan lupa beri aku kabar jika sempat. Tidak, harus sempat."
Anggukan kecil dilakukan oleh Gryas, dia pun kemudian melenggang pergi.
Aiden mengantar Gryas hingga ke mobil. Dia juga melambaikan tangannya sampai mobil yang dinaiki oleh Gryas tidak terlihat.
"Kenapa rasanya aku seperti akan kehilangan dia? Ah tidak semua pasti hanya perasaanku saja. Jadi, mari kita kembali bekerja. Semangat!!!!"
Siapa yang mengira dan siapa yang tahu jika perasaan tidak enak Aiden itu merupakan sebuah tanda.
Tiga minggu berada di desa yang menjadi tujuan kunjungannya, Gryas merasa ada yang aneh dalam tubuhnya.
Dia merasa kepalanya begitu berat dan juga perutnya bergejolak. Bahkan dia sendiri tidak lagi bisa menghitung sudah berapa kali dirinya mengalami muntah.
"Kenapa rasnya begini sih. Duuuh apa janga-jangan aku tertular wabah? tapi kan disini malah tidak banyak yang sakit?"
Gryas memijit kepalanya yang berdenyut. Rasa pusingnya semakin bertambah hebat.
"Sebaiknya Dokter hari ini istirahat saja. Tidak perlu berkeliling lagi. Sudah sejak tiga minggu Dokter Gry di sini, Dokter sama sekali tidak beristirahat. Jadi hari ini Dokter di rumah saja istrahat."
Wajah Gry yang pucat membuat kepala desa setempat khawatir. Ya selama di desa ini Gry berada di rumah kepala desa.
"Kalau begitu maaf ya Pak saya tidak bisa keliling."
"Tidak masalah Dokter. Pergunakan waktu istirahat Anda dengan sebaik-baiknya."
Akhirnya Gry meletakkan kembali semua perlengkapannya. Dia lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tapi ternyata gejolak dalam perutnya semakin hebat sehingga membuatnya tidak bisa tidur.
Gry berkali-kali menuju ke toilet untuk mengeluarkan isi perut yang sebenarnya sudah tidak ada.
"Dokter, Ya Tuhan. Anda sampai lemas begini. Mari saya bantu."
Istri dari kepala Desa tadi sedikit terkejut melihat Gry yang terduduk di toilet. Ia pun dibantu untuk masuk ke dalam kamar lagi. Si ibu juga mengambilkan sebuah ember dan kain agar Gry tak perlu ke toilet jika ingin muntah lagi.
"Silakan minum dulu, Dokter."
"Terimakasih Ibu."
Si ibu menatap curiga ke arah Gry. Tapi dia tidak segera berbicara. Gry yang peka pun memilih bertanya lebih dulu.
"Ada apa Bu? Sepertinya ada yang mau Ibu sampaikan kepada saya."
"Maaf Dokter kalau saya lancang, tapi apa mungkin sekarang Dokter sedang mengandung? Dari apa yang saya lihat, Dokter sepeti sedang mengalami tanda-tanda awal kehamilan. Maaf, kalau saya lancang. Saya mungkin bukan dokter, tapi saya adalah ibu dari 3 orang anak. Dan ketika hamil ketiga anak saya, saya mengalami hal serupa."
Degh!
Gry seolah diingatkan akan sesuatu. Jadwal haid nya, ya dia ternyata sudah melewatkan jadwal haid nya selama beberapa hari. Tidak, dia sudah melewatkannya selama satu minggu lebih.
"Sial, aku lupa akan hal itu,"gumamnya lirih.
Gry kemudian bangkit dari duduknya. Tapi tubuhnya terllau lemah untuk berdiri dan berjalan. Akhirnya dia memilih untuk kembali duduk di atas tempat tidur.
"Saya tahu apa yang mau Dokter cari. Saya akan membantu untuk membelikannya."
"Terimakasih Ibu, maaf sudah merepotkan."
"Tidak Dok, Anda sudah banyak membantu kami. Ini bukan lah apa-apa dibanding bantuan Dokter."
Gry bersukur bahwa dia bertemu dengan orang-orang baik meskipun tengah jauh dari negeri sendiri. Tapi saat ini yang paling dia pikirkan adalah tentang dirinya.
"Hamil, masa iya sih? Emang sih aku telat haid. Sial, aku berhubungan sama Aiden pas banget setelah haid. Tapi bukannya katanya dia yakin kalau aku nggak akan hamil. Si brengsek itu. Kalau benar aku hamil, terus bagaimana? Dia juga tidak mau punya anak? Sialan emang. Tapi, ya bukan salahnya dia juga. Lagian kan kita melakukannya tanpa paksaan. Haaah."
Gry membuang nafasnya kasar. Sambil menunggu alat tes kehamilan yang dia butuhkan, ia pun memikirkan kemungkian dan apa yang akan dilakukan setelahnya.
"Ini Dok."
"Terimakasih Bu."
Istri kepala desa itu segera pergi dari kamar. Dan Gry segera melakukan apa yang harus dilakukannya.
Dengan mata terpejam Gry harap-harap cemas melihat hasil dari alat tes itu. Jujur dia tidak berharap garis satu ataupun garis dua. Saat ini apapun hasilnya Gry akan siap.
Perlahan wanita itu membuka matanya. Dia hanya menghela nafasnya ketika melihat dua garis merah yang jelas dari alat tes kehamilan yang digunakan.
"Baiklah, ini adalah jawabannya. Aku harus segera resign dari pekerjaan relawan ini. Dan aku juga harus segera pergi. Aiden, dia tak mau punya anak. Jadi dia pun tak perlu tahu kalau aku hamil. Selamat tinggal semuanya."
TBC
Sesuai yang waktu itu dikatakan oleh Gryan, sebulan berlalu dan dia pun kembali. Namun wanita itu tidak kembali untuk bertemu dengan Aiden.
Gryas langsung mengatakan kepada ketua relawan yang bertanggungjawab di tempat itu. Dia berkata akan resign. Awalnya sang ketua terkejut. Dia tahu betul Gryas sangat bersemangat dan tentunya berdedikasi.
Akan tetapi sang ketua pun mengabulkan keinginan Gryas untuk menyudahi kegiatan relawannya.
"Aku harap kamu lebih lama lagi di sini. Tapi jika itu yang jadi keputusan mu, maka aku akan menghormatinya. Lagi pula, sudah banyak sekali kontribusi mu di sini."
"Terimakasih Ketua atas pengertiannya. Besok, aku akan segera pergi."
Dan benar saja, ketika matahari muncul dari timur keesokan harinya, Gryas meninggalkan tempat itu. Dia tidak berpamitan dengan siapapun karena dirasa tidak perlu.
"Aku akan pergi dengan membawa benih mu ini. Kamu tidak menginginkannya bukan, tapi aku akan melahirkan dan merawatnya. Selamat tinggal Aiden, terimakasih sudah memberi cinta selama ini. Dan terimakasih juga sudah memberi sebuah kehidupan kecil di sini."
Sambil menyentuh perutnya yang masih rata, Gryas menatap ke arah langit. Ia mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Melalui kehidupan kecil yang muncul di dalam perutnya, ia yakin bahwa banyak hal baru nanti kedepannya.
Dua bulan berlalu, Aiden si profesor yang gila kerja itu tidak menyadari bahwa waktu berputar sudah lumayan lama di luar laboratoriumnya. Sudah dua purnama berlalu dan dia sama sekali tidak keluar dari sana.
Eugghhh
Aiden melenguh sambil menggerakkan lehernya. Ia mengangkat kedua tangannya ke udara. Aiden juga menggerakkan kedua kakinya secara bergantian.
"Heh gila, akhirnya keluar juga hmmm? Apa kau secinta itu dengan semua yang ada di dalam sana hingg 2 bulan sudah tidak keluar?"
"Aah sudah 2 bulan rupanya. Eh 2 bulan? Bukannya Gryas seharusnya sudah kembali? Tapi kok dia tidak menemui ku ya?"
Aiden mengerutkan keningnya. Ia ingat betul kalau Gryas berkata hanya satu bulan saja pergi ke wilayah lain. Dan ini sudah 2 bulan berlalu, seharusnya Gryas sudah kembali.
"Dia juga tidak mengabari ku?"
"Selamat siang Prof. Saya kemari diminta oleh Ketua untuk mengambil obat terbaru yang katanya sudah Anda selesaikan."
"Ah ya sebentar."
Aiden bergegas mengambil kotak obat yang sudah dia rapikan dari kemarin dan memang sudah siap diberikan.
"Ini, ah iya. Dokter Gryas apa sudah kembali?"
"Oh sudah Prof. Sudah sebulan yang lalu Dokter Gryas kembali dan sudah sebulan yang lalu juga Dokter Gryas pergi."
"Maksudnya pergi?"
"Iya, Dokter Gryas mengakhiri kegiatan relawannya. Katanya beliau ingin kembali bekerja di rumah sakit. Itu yang disampaikan ketua. Sepulang dari desa itu, beliau keesokan harinya langsung pergi."
Jeeeenggggggg
Aiden membulatkan matanya, dia tidak percaya akan hal tersebut.
Aiden berlari ke luar, masuk ke mobil dan menuju ke tempat ketua relawan berada. Ini adalah pertama kalinya dia benar-benar keluar dari tempat kerjanya setelah sekian lam.
Ckiiit
"Ketua, apa benar Dokter Gryas pergi?"
"Iya benar, sebulan yang lalu dia pergi. Apa dia tidak memberitahu mu, Prof? Ku pikir hubungan kalian spesial?"
Degh!
Kata-kata Ketua relawan sungguh menusuk jantung Aiden. Dia pikir juga demikian. Waktu yang mereka habiskan bersama pun juga tidak sebentar. Bahkan mereka sudah berjanji akan menikah.
"Baiklah Ketua, terimakasih."
Aiden berjalan kembali ke mobil dengan lunglai dan lesu. Dia mencoba menghubungi nomor Gryas tapi tidak bisa. Dia juga mencoba mengirim chat tapi juga tidak bisa.
"Dia memblokir ku? Gry, kamu kenapa tiba-tiba begini? Kamu kenapa pergi tanpa alasan?Apa selama ini hubungan kita hanya main-main? Gry, apa kau tidak tahu betapa aku mencintai mu. Kita bahkan berjanji akan menikah, lalu kenapa kamu meninggalkanku ku begini. Aaaarghhhh!!!!"
Aiden berteriak di dalam mobil sambil memukul setir kemudinya. Dia merasa sangat marah dan merasa dikhianati oleh Gryas.
"Baiklah jika memang begitu. Aku juga tidak akan pernah mengingatmu kembali. Pergi saja sana. Aku bersumpah tidak akan pernah mau menerima mu kembali meskipun kau memohon. Teganya kau meninggalkan ku begini tanpa kejelasan. Gry, ternyata kau sangat jahat kepadaku."
Aiden sungguh sangat marah saat ini. Cintanya yang benar-benar tulus kepada Gryas seolah diabaikan. Dia merasa Gryas hanya mempermainkannya saja. Padahal dia sangat serius dalam menjalin kasih.
Selama ini, Aiden tidak pernah menaruh pehatian, cinta dan sayang kepada wanita. Dan ya memang benar, Gryas adalah cinta pertama bagi Aiden.
"Hei mana pujaan hati? Kenapa tidak dibawa kemari?"
"DIAM!"
"Laah kenapa ini si gila. Terserahlah."
Rekan Aiden tak ambil pusing dengan sikap tak acuh dari Aiden. Hanya saja dia melihat perubahan yang signifikan dengan orang itu.
Sebulan berlalu dan perubahan itu semakin terasa. Ya, Aiden semakin gila. Dia bahkan tidak bicara dengan siapapun dan terus bekerja sepanjang waktu tanpa henti.
Waktu bergulir begitu saja tanpa arti bagi Aiden. Dia tidak peduli itu siang atau malam. Dia tidak peduli sekarang hari dan bulan apa. Dia juga tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar sana.
Namun tidak dengan Gryas. Saat ini wanita itu tengah mengelus perutnya yang besar. Sudah sejak delapan bulan yang lalu dia pergi dari tempat itu dan kini menempati tempat baru. Bukan kembali ke Indonesia, tapi dia memilih Belanda sebagai tempat tinggalnya.
"Dokter, harusnya Anda sudah mulai istirahat di ruang rawat. Saya sedikit ngeri melihat Anda yang wira-wiri dengan perut sebesar itu."
"Hahaha, tenang saja. Aku suka melakukannya. Banyak jalan itu bagus bukan untuk proses persalinan. Karena ughhhh."
"Dokter!!!"
Gryas yakin hari persalinan lahirnya masih ada sekitar 2 minggu lagi. Namun tiba-tiba dia mendapatkan sebuah getaran cinta dari bayi dalam kandungannya.
"Apa mungkin ini sudah waktunya?"
"Entahlah, seharusnya belum."
"Tidak, Anda sekarang harus mulai istirahat."
Gryas bekerja pada rumah sakit di salah satu kota kecil di belanda. Nijmegen, kota kecil tersebut bahkan juga memiliki universitas.
Gryas memang sengaja memilih kota kecil itu agar dia tidak bertemu dengan siapapun yang dia kenal sebelumnya. Menurut Gryas, dirinya akan aman berada di sana.
"Dok, ini ternyata ini sudah pembukaan lengkap. Tapi ternyata posisinya tidak baik. Bagaimana Dok, Anda pasti tahu kondisi ini bukan?"
"Ya benar, lakukan yang terbaik untuk anak ku Dokter. Apapun itu asal dia bisa lahir dengan selamat."
Operasi, akhirnya Gryas memutuskan untuk itu. Dia sudah mengalami pembukaan lengkap tapi posisi bayi dalam perutnya melintang. Sehingga operasi adalah jalan satu-satunya yang bisa dilakukan.
Beberapa rekan dokter menaruh iba kepada Gryas saat wanita itu menandatangi surat persetujuan operasi sendiri. Mereka tahu bahwa Gryas hanya sendirian dan tak punya sanak saudara di sini.
"Mari kita lakukan dengan baik, Dokter Gryas."
"Ya Mari."
Memasuki ruang operasi Gryas berdoa dengan tulus agar semua berjalan dengan lancar. Dia juga meminta maaf kepada ayah dan ibunya karena menghilang dan tak memberi kabar.
Oweeeee
Suara tangis bayi menggema. Gryas tidak di anestesi secara menyeluruh sehingga dia masih bisa mendengar bayinya yang menangis.
"Selamat Dokter Gryas. Seorang putra yang sangat tampan."
"Selamat datang anakku. Selamat datang ke dunia ini Arlo Ryan Vries. Itu akan jadi nama ku di kehidupan ini."
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!