Segerombolan remaja yang terlihat masih sekolah, berkumpul di suatu titik jalan pusat kota perbelanjaan. Mereka begitu serius mendengarkan arahan dari seorang pemuda blasteran yang disinyalir sebagai ketua.
Bola mata dengan lensa biru yang mengintimidasi, membuat pemuda lain di hadapannya seakan terhipnotis. Apalagi badannya yang tinggi dan cukup atletis, membuatnya begitu pantas menjadi orang yang di segani.
”Jadi malam ini kita hanya bawa benda tumpul, dilarang membawa senjata tajam. Rio, kamu beritahu semua pemilik warung daerah ini untuk tutup sekitar pukul delapan malam. Kita harus mencegah geng Bojes agar tak menjarah mereka,” suara lantang keluar dari mulut pemuda itu. Anak buahnya yang bernama Rio pun dengan sigap menjalankan tugas dari ketuanya.
Pemuda blasteran itu segera mengemudikan kendaraan roda duanya, berjenis motor sport berwarna merah yang pasti berharga mahal. Di ikuti oleh anggota gengnya, yang kemudian berpencar menuju rumah masing-masing dan bersiap untuk pertempuran di malam hari.
...~~~...
Suasana malam itu terasa sepi, warung yang biasa buka 24 jam tiba-tiba tutup secara kompak. Seorang gadis cantik terlihat sedang berlari menghindari sesuatu yang membahayakan dirinya. Dia merasa kesepian di jalanan yang harusnya masih banyak hiruk pikuk kendaraan. Namun keadaan malam ini, rasanya sulit untuk meminta tolong.
Kakinya terluka, karena sepatu hak tahu setinggi 5 cm dia jinjing agar mudah berlari. Tak peduli jika batu tajam melukai telapak kakinya, yang penting sekarang dia bisa menghindari atasannya yang hendak merudapaksanya di tempat kerja.
Namun langkahnya terhenti saat gadis itu melihat pertempuran di jalan yang harus dia lewati untuk bisa sampai ke rumahnya.
”Ya ampun, apakah hari ini kesialan bagiku? Tidak, setiap hari memang aku selalu sial. Tapi ini—”
Gadis itu mulai melangkah pelan, agar dirinya tak menarik perhatian para pemuda yang sedang tawuran di hadapannya. Sialnya, sebuah batu berhasil membuatnya tersandung dan menarik perhatian beberapa orang disana.
”Eh, ada mangsa tuh. Mantap banget kan habis berantem, bisa langsung enak-enak.”
Gadis itu segera berdiri dan melempari orang yang mendekatinya dengan batu-batu kecil. Lalu berusaha mengancam mereka dengan sepatu hak tahunya.
”Berani kalian mendekat, atau sepatuku melayang di atas kepala kalian,” ancam gadis itu yang sama sekali tak menakutkan.
Dirinya makin tersudut, tak ada cara lain untuk selamat kecuali, lari!
Untuk kedua kalinya dia berlari dari pria brengsek berotak mesum, sampai dirinya ditarik oleh seorang pemuda menuju gang sempit di samping toko kelontong.
”Mau apa kamu, lepaskan atau sepatu ini akan membocorkan otakmu,” ancam gadis itu pada seorang pemuda bermata indah. Lensa matanya yang biru dan cantik membuat gadis itu seolah terhipnotis.
”Sst, tante diam dulu disini. Saya cuma mau melindungi tante dari pria-pria brengsek itu. Setelah tawuran ini selesai, saya yang akan mengantar tante pulang ke rumah,” ucap pemuda itu yang kembali menuju arena tawuran.
”Apa, tante? Aku di panggil tante?”
...~~~...
Suara sirine mobil polisi membubarkan para pemuda itu dari pertempuran liar mereka. Ada yang berlari morat marit, dan juga beberapa yang berhasil kabur. Sementara pemuda blasteran itu nampak kebingungan karena motornya terparkir jauh. Dia pun ingat pada gadis yang di selamatkannya dan ikut bersembunyi agar tak di tangkap pihak berwajib.
Melihat gadis yang dia selamatkan sedang bermain ponsel, pemuda itu pun curiga jika polisi datang karena panggilannya.
”Tante lapor polisi kan?”
Gadis itu sontak terkejut mendengar suara pemuda yang sedang marah di hadapannya, ponselnya di ambil paksa dan di non aktifkan.
”Kamu mau apa dengan ponsel—”
Pemuda itu segera menutup mulut gadis yang hampir saja memancing kedatangan polisi ke tempat persembunyiannya.
”Jangan berisik, kalau polisi itu menangkap saya, tante gak akan bisa pulang," ucapnya yang masih membekap mulut gadis itu.
Gadis itupun menganggukan kepalanya, dia merasa jika pemuda di hadapannya bisa di percaya.
Terdengar kembali sirine mobil polisi yang meninggalkan tempat kejadian. Pemuda itu pun segera keluar untuk mengambil motor yang sengaja di sembunyikan di warteg langganannya.
Sampai di gang persembunyian, suara klakson di bunyikan agar gadis itu keluar. Dengan lutut yang masih terluka, dan pakaiannya yang rusak, gadis itu terlihat menyedihkan.
Pemuda itu baru sadar jika gadis yang di selamatkannya masih muda dan sangat cantik. Hanya gaya make up nya yang sedikit menor, mungkin karena gadis itu bekerja sebagai SPG kecantikan jika dilihat dari seragamnya.
”Cepat naik," ketus pemuda itu yang masih kesal. Gadis itu pun naik dengan posisi menyamping, karna rok span yang dipakai membuatnya sulit melebarkan kakinya.
”Di mana rumah kakak?” Tanya pemuda itu yang mengganti panggilannya.
Gadis itu menunjuk arah jalan mana yang harus di tuju oleh pemuda yang mengantarnya. Dengan kecepatan tinggi, pemuda itu akhirnya berhenti di depan gang kecil sesuai arahan gadis di belakangnya.
”Terima kasih,” hanya itulah yang terucap di bibir gadis cantik itu. Dan segera berlalu ke dalam gang rumahnya yang sempit.
Pemuda itu pun segera membawa motornya melaju dengan kecepatan tinggi, agar sang ayah tak mendahuluinya pulang ke rumah.
...~~~...
Gadis itu masuk ke dalam sebuah rumah kecil, tak lupa mengucap salam pada anggota keluarganya yang ada di rumah.
”Ariana, apa yang terjadi sama kamu?”
Ibunya terkejut mendapati keadaan sang putri yang terlihat kacau. Rambut berantakan, pipinya yang lebam dan sudut bibirnya yang berdarah. Juga kancing baju atas yang terlepas pada seragamnya, serta lutut yang terluka.
Ariana hanya tersenyum, lalu segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan segala kekacauan di tubuhnya.
”Bu, makan malam sama apa?” Tanya Ariana yang baru keluar dari kamar mandi.
”Ada sayur sop sama ayam goreng, makanlah nak. Tadi ibu sudah hangatkan.”
Ariana pun duduk di meja makan kayu yang sudah terlihat lapuk. Dengan lahap dia menyantap makan malamnya karena rasa lapar yang menyerangnya.
”Ario mana bu?” Tanya gadis itu yang tak melihat adik laki-lakinya.
”Dia lagi belajar di kamarnya, tadi dia telepon kamu tapi ponsel kamu gak aktif."
”Ponsel?” Gumam Ariana yang teringat pada ponsel miliknya yang di rebut paksa oleh pemuda tadi.
Ariana segera masuk ke kamarnya, merogoh tas yang dia bawa tadi. Dan benar saja, ponselnya terbawa oleh pemuda yang mengantarnya pulang.
Sementara itu, si pemuda blasteran baru sampai di rumahnya. Sebuah rumah mewah di kawasan elit yang pastinya di huni oleh keluarga kaya. Pemuda itu melangkah pelan, melirik ke dalam rumah dan menjamin jika sang ayah belum pulang.
Melihat keadaan aman, dia segera masuk dengan santai. Tas yang berisi tongkat baseball miliknya dia lempar ke atas meja.
”Bi Ipeh, minta air minum dong.”
Pemuda itu berteriak memanggil pembantu di rumahnya. Yang tentu saja segera dilaksanakan oleh pembantu setianya.
Namun saat meraih gelas berisi air itu, tangan yang kekar dengan cepat mengambilnya dan mencipratkan seluruh air di dalam gelas itu pada wajah si pemuda.
"Dari mana saja kamu Arkana? Pulang malam, wajah babak belur. Usia kamu sudah 18 tahun dan sebentar lagi ujian akhir sekolah. Kamu masih saja bermain-main seperti ini," murka seorang pria yang bertubuh kekar, dengan wajah bule sangar namun tampan.
"Papa gak perlu tahu, urus saja pekerjaan papa," ketus Arkana yang langsung berlari meninggalkan sang ayah ke kamarnya di lantai dua.
Dengan kesal, pemuda itu melempar jaketnya ke lantai. Namun suara keras dari lemparannya membuat Arkana terkejut. Arkana merogoh saku jaket miliknya dan menemukan sebuah ponsel yang tak dikenal.
”Jangan-jangan ponsel ini?”
Ariana tengah duduk di sebuah pos samping gang sempit rumahnya. Dia menunggu pemuda itu mengantarkan ponselnya yang terbawa semalam.Sampai akhirnya, sebuah motorsport merah berhenti di depan gang rumahnya.
Arkana tertegun melihat wajah gadis yang semalam dia antar. Tanpa balutan make up, gadis itu terlihat lebih muda dan cantik. Rambutnya yang panjang dengan sedikit gelombang di ujungnya, membuat gadis itu tampak seksi. Arkana tak berkedip sedikit pun hingga suara gadis itu menyadarkannya.
”Dek, maaf ponsel saya.”
Arkana segera memberikan ponsel gadis itu, namun dia belum mau meninggalkan tempat itu. Basa basi, Arkana mencari topik pembicaraan agar bisa berlama menatap wajah gadis di depannya.
”Kak, yang semalam menelepon ke ponsel kakak itu siapa?” Tanya Arkana memastikan, dia takut jika gadis di depannya telah memiliki suami.
”Itu adik saya.”
Arkana bernafas lega, dia berpikir panjang kembali untuk mencari pembahasan lain agar bisa mengobrol lama. Namun Ariana yang tak bisa berlama-lama di sana hanya mengucapkan terima kasih dan segera pergi di hadapan Arkana yang masih terkesima dengan kecantikan Ariana.
”Sudah ada ponselnya?” Tanya sang ibu yang menyadari kedatangan putrinya. Ariana mengangguk pelan dan segera memeriksa beberapa pesan masuk di ponsel yang menginap di rumah orang asing semalam.
”Bu, Ariana di pecat.”
Mendengar hal itu, ibunya merasa bersyukur karena Ariana tak perlu lagi bertemu dengan atasan bejatnya. Sementara, Ariana bingung karena dia telah kehilangan pekerjaan yang upahnya lumayan bisa menghidupi ibu dan sekolah adik laki-lakinya.
”Untuk sekarang, kamu istirahat dulu saja. Biar ibu yang kerja, lumayan juga upah cuci sama beres-beres rumah di kediaman Pak Bayu.”
”Tapi kan gak cukup untuk biaya sekolah Ario. Apalagi sekarang dia sudah kelas XII semester dua. Sebentar lagi UAS dan kita belum ada uang untuk melunasi SPP nya,” jawab Ariana yang tak tenang.
Iseng-iseng, Ariana membuka sosial medianya. Mencari lowongan pekerjaan yang bisa saja di posting oleh beberapa perusahaan. Namun banyak yang tak sesuai dengan keahliannya, apalagi mereka lebih membutuhkan lulusan sarjana di banding ijazah SMA miliknya.
Ariana memegang pelipisnya, kepalanya sakit memikirkan nasib keluarga. Kenapa hidupnya harus selalu sial, bahkan sedari kecil? Entah Tuhan menciptakan dirinya dari tanah apa hingga dia selalu kuat menghadapi kerasnya kehidupan.
Sejak kecil, hal yang paling dia sering lihat adalah kekerasan yang di lakukan sang ayah pada ibunya. Tidak, jangan ingatkan hal itu. Rasanya sakit jika melihat kejadian kelam masa lalu terlintas di bayangannya.
"Ah, coba dulu tanya pesangon. Pasti ada, kan aku sudah empat tahun kerja di sana," gumamnya dengan penuh harap.
Ariana pun dengan berat hati mengirim pesan pada atasan brengseknya, bertanya tentang pesangon ataupun gajinya untuk bulan depan. Naas, yang di dapatnya hanya berupa cacian dan makian dari pria tua itu.
”Dasar pria brengsek, sudah mencoba menodai aku. Malah sekarang mencoba merampas hak upahku.”
Ariana ingin sekali menghampiri pria itu dan meremas bijinya sampai hancur. Kalau saja dia punya kekuatan untuk bisa melaporkan pelecehan yang dilakukan pria itu padanya dan pegawai lain, mungkin pria itu sudah di hukum sekarang.
”Dasar Wahyu tua bangka,” umpatnya yang sudah tak bisa membendung amarahnya lagi.
......~~~......
”Bagaimana Wil, apa kau sudah menyebarkannya di sosial media?” Tanya ayah Arkana pada asisten pribadinya.
”Sudah Tuan, namun untuk apa membuka lowongan kerja itu? Bukankah menggunakan bodyguard lebih efektif?”
”Tidak Wil, kau tak akan mengerti. Jika dengan ancaman, putraku hanya akan semakin membenciku. Biasanya anak laki-laki akan lebih tersentuh dengan nasihat dan kasih sayang dari sosok perempuan. Arkana sudah lama kehilangan ibunya, aku berharap dengan cara ini dia mendapat sosok seorang ibu.”
Wildan pun tak berani untuk memberikan saran lain. Menurutnya, alasan dari sang majikan sedikit masuk akal.
Beberapa hari kemudian, sosial media dari Wildan mendapat beberapa pesan dari orang-orang yang mencoba melamar kerja. Tak di sangka jika pengumuman lowongan kerja itu mendapat antusiasme yang cukup besar.
”Kalau begitu jadwalkan besok hari untuk interview dan kita akan test satu persatu orang-orang itu di rumah. Jika ada yang bertahan selama satu minggu, maka dia yang lolos uji,” ucap Arga yang langsung di setujui oleh asistennya.
Sepuluh orang pertama pun mendapat panggilan untuk melakukan interview menuju kediaman keluarga Arga. Para pelamar kerja begitu takjub melihat eksterior dan interior rumah bergaya Prancis itu dengan furniturenya yang pasti mahal.
”Silakan duduk disini. Tuan Arga sebentar lagi akan turun dan memanggil kalian ke ruang kerjanya,” ucap Wildan dengan penuh kesopanan.
Turunlah seorang pria yang gagah dan berwajah tampan lengkap dengan pakaian yang rapi.
Tanpa membuang waktu, Arga pun segera memulai interview. Namun hanya ada tiga orang yang dengan senang hati mengikuti tes lapangan, setelah melihat syarat pekerjaan yang di berikan Arga.
Tak di sangka, Arkana yang tahu rencana ayahnya segera membuat rencana serangan agar sang ayah gagal.
”Aku bukan bayi, ngapain juga harus di asuh segala.”
Pemuda itu mengetuk pintu ruang kerja ayahnya, lalu Wildan membuka atas suruhan Arga.
”Pah, Rio sudah di tebus belum? Kasihan kalau dia masih di kantor polisi,” tanya Arkana yang memulai rencananya.
”Sudah Arkana, dan sekarang kamu harus menuruti apa kata papa. Itu kan janjimu pada papa kemarin,” ucap Arga sedikit emosi.
”Iya pa, aku janji gak akan nakal lagi. Aku gak akan menunjukkan sifat psikopat lagi. Melenyapkan nyawa orang yang gak dikenal kalau sedang emosi, atau menganiaya orang hanya untuk kesenangan pribadi,” jawab Arkana dengan wajah mengintimidasi. Sontak Arga begitu kaget mendengarnya, juga Wildan dan ke tiga orang yang akan menjalani tes lapangan.
Arkana segera pergi dengan wajah tengilnya, apalagi melihat tiga wanita paruh baya yang ketakutan dengan perkataan bohongnya.
”Saya tidak jadi mengikuti tes lapangan.” Sahut seorang wanita yang juga diikuti oleh yang lain. Ketiga wanita itu pergi dengan merusuh, tak ingin kehilangan nyawa di tangan anak orang kaya pikirnya.
”Bagaimana mungkin mereka percaya bualan Arkana?”
Arga tak habis fikir dengan tingkah anaknya, apalagi Wildan yang hanya bisa menahan tawa melihat emosi yang meluap dari Tuan Besarnya.
Beberapa hari pun berlalu, semakin berkurang orang yang berminat untuk bekerja disana. Apalagi kejahilan Arkana yang membuat para pelajar mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pekerjaannya.
Hingga di suatu hari, pagi-pagi sekali seorang gadis cantik dengan kunciran rambutnya yang panjang menekan bel rumah itu. Melihat CCTV yang terdapat di depan gerbang, gadis itu menunjukkan CVnya agar si pemilik rumah tahu jika dia sedang melamar kerja.
Seorang satpam membuka gerbangnya saat Wildan memerintahnya. Gadis cantik itu berjalan masuk dengan tatapan takjub melihat rumah yang begitu besar seperti rumah para artis di TV.
”Silakan duduk disini nona,” sapa Wildan yang terpana melihat gadis cantik di depan pintu rumah bosnya. Gadis itu mengangguk kecil sambil menunjukkan senyumnya yang manis.
”Kalau sampai kena jahil Tuan Muda sih keterlaluan, masa calon pengasuh secantik ini mau di lewatkan begitu saja,” gumam Wildan dalam hatinya.
Sementara itu, Arga yang baru turun dari kamarnya di lantai dua segera masuk ke ruang kerjanya. Dan mendapati gadis cantik yang sedang duduk di kursi depan meja kerjanya.
Arga terpana, namun tetap menampilkan ketenangan di wajahnya. Sementara gadis itu nampak gugup, karena melihat calon bosnya yang berwajah tampan bak pemain Superman.
”Ini Henry Cavill lokal kah,” guman gadis itu sambil menahan senyumnya.
”Jadi nama kamu, Ariana Marie W? W nya apa?” Tanya Arga memulai interviewnya.
”W nya Tuan gak perlu tahu, soalnya gak penting juga," jawab Ariana sambil tersenyum menunjukkan giginya. Gadis itu semakin gugup setelah mendengar suara Arga yang begitu maskulin.
”Kalau begitu saya akan langsung menawarkan honor perbulannya,” tawar Arga yang membuat Ariana membelalakkan matanya.
Arga menjelaskan bagaimana sistem pekerjaan yang akan di tekuni Ariana. Lulus tes lapangan seminggu, dia akan mendapatkan bonus yang langsung di bayarkan.
Tawaran Arga membuat Ariana tergiur, apalagi dirinya hanya diminta mengasuh seorang anak saja.
”Kamu yakin bisa mengasuh anak?” Tanya Arga memastikan.
”Yakin Tuan, saya dulu pernah merawat adik saya yang masih kecil karena ibu saya bekerja. Saya bisa ganti popok, bisa bikin susu, dan juga menggendongnya sampai bobo.”
Kalimat panjang yang di ucapkan Ariana membuat Wildan tak tahan ingin tertawa, apa yang di pikirkan gadis itu mungkin mengasuh anak bayi?
”Tapi kamu gak perlu repot melakukan itu, saya hanya mau kamu mengubah sedikit sifat dari anak saya. Jika ada satu sifat yang berubah jadi lebih baik, maka kamu akan saya beri bonus.”
”Bonus, bonus, bonus,” Ariana seperti di mabuk tawaran Arga dengan banyaknya bonus yang akan di dapat. Sementara Arga akan menyerahkan sebuah kertas yang berisi catatan kenakalan dari Arkana, putra semata wayangnya.
”Ini maksudnya apa tuan?” Wajah Ariana mendadak berubah melihat catatan kenakalan yang begitu banyak. Setiap harinya ada saja kelakuan putra dari Tuan Arga yang ada di hadapannya.
”Pa, aku mau minta uang untuk—”
Belum selesai Arkana bicara, pemuda itu melihat gadis cantik yang kini di hadapan papanya sedang melamar untuk jadi pengasuhnya.
”Apa? Kamu mau menjahili lagi calon pekerja disini?” Tanya Arga dengan raut wajah marah. Sementara Ariana masih terkejut melihat pemuda yang saat itu pernah mengantarnya.
”Jadi yang akan di asuh tuh bukan anak bayi tapi anak ba—”
Ariana tak bisa melanjutkan kalimatnya, dia tahu itu sangat kasar. Apalagi melihat anak yang akan di asuhnya, ternyata pemuda yang saat itu ada di malam tawuran dan mengantarnya pulang.
”Kalau lihat catatan kenakalannya sih, bakal di persulit bikin SKCK. Untung aja tuh anak orang kaya,” gumam Ariana dalam hatinya.
”Ya sudah besok dia jadi pengasuh aku,” terdengar persetujuan dari Arkana yang langsung di sambut senyuman oleh papanya. Harapan memiliki anak yang akan berubah menjadi lebih baik kini di depan mata.
”Bilang aja kalau yang melamar sekarang cewek cantik,” Wildan meledek Arkana yang membuat Tuan Mudanya ingin memukul mulut lemes asisten ayahnya.
”Wil, kamu segera perintah juru jahit kita untuk buatkan seragam bagi Ariana. Dan perlihatkan foto gadis itu agar di berikan seragam yang cocok baginya,” titah Arga pada asisten setianya. Dengan lembut Wildan meminta Ariana untuk memberikan fotonya.
”Kalau begitu om foto saya aja langsung disini,” ucap Ariana yang membuat Wildan bete.
”Setua itukah aku sampai di panggil om oleh gadis cantik ini,” gumam Wildan meratapi nasibnya.
”Terus setelah ini apa om? Saya langsung kerja atau bagaimana?” Tanya Ariana yang masih kebingungan, apalagi Arga pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.
”Besok kamu datang kesini, tapi harus subuh sebelum tuan Arkana bangun.”
Ariana menganggukan kepalanya, lalu berpamitan pada Wildan yang menyuruhnya untuk pulang.
”Cakep amat, semoga saya bisa tahan iman melihat gadis secantik ini.”
Wildan terus mengamati gadis itu dari jauh yang sedang menaiki angkot. Lalu bergegas membawa mobil menuju kantor milik keluarga Arga.
...~~~...
Ariana begitu gemas melihat seragam baru yang di terimanya dari Wildan. Warna soft blue yang mendominasi seragam tersebut memberikan kesan cute.
”Kamu bisa ganti pakain di kamar kamu, ini kuncinya. Saya antar,” jelas Wildan sembari mengantarkan gadis itu ke kamarnya.
”Maksudnya saya tidur di sini?” Tanya Ariana yang masih tak mengerti.
”Betul, memangnya kemarin Pak Arga tidak memberi tahu?”
Ariana menggelengkan kepalanya, tak disangka jika dia harus tinggal di rumah majikannya.
Gadis itu pun masuk ke dalam sebuah kamar berukuran 3x2 meter. Lumayan rapi dengan kasur dan juga lemari yang sudah ada tersedia.
Ariana segera membuka seragamnya dan memakainya. Seragam berjenis mini dress panjang selutut itu terlihat sangat cocok di pakainya. Dengan variasi empat kancing di bagian dadanya, lalu bagian pinggang yang pas membentuk tubuh langsing Ariana.
Dia pun melihat kerah yang berbentuk bulat berwarna putih dengan detail bordir yang membentuk huruf W dan B di ujung kerah.
”WB. Apa Windah Basudara? Atau Warner Bros?” Ucap gadis itu sambil terkekeh. Dia begitu gemas dengan seragam yang dia pakai, sangat cantik tak seperti seorang pengasuh biasanya.
Ariana pun keluar dari kamarnya, Wildan yang menunggunya hanya menatap gadis itu tanpa berkedip.
”Pak Wildan, setelah ini tugas saya apa lagi?” Tanya Ariana yang menyadarkan Wildan.
”Ikut saya ke mari,” titah Wildan yang langsung di ikuti Ariana menuju ruang kantor Arga.
”Tuan Besar, nona Ariana sudah siap.”
Arga pun memberikan kode agar Ariana masuk, gadis itu pun duduk di kursi depan meja kerja Arga.
”Nona Ariana, ini hari pertama anda bekerja. Jadi sebelum memulai, anda harus tahu karakter putra saya.”
Ariana dengan seksama mendengarkan penjelasan Tuannya, sembari menatap wajah indah dan mata biru yang yang ternyata dia turunkan pada putranya itu.
”Siap bekerja hari ini?” Tanya Arga sambil mengulurkan tangannya.
Ariana menganggukan kepalanya sambil menerima jabatan tangan dari Arga.
Gadis itu pun di antar masuk menuju kamar Arkana di lantai dua. Ariana takjub melihat rumah yang jadi tempat bekerjanya begitu luas dan mewah.
”Masuk saja,” ucap Wildan yang menunggu Ariana untuk masuk ke kamar tuan mudanya.
Ariana masuk perlahan ke kamar Arkana dan berharap pekerjaan hari ini lancar.
”Selamat pagi tuan muda, hari ini anda sudah harus siap bersekolah. Seperti biasa anda harus pergi untuk mandi dulu.”
Arkana hanya mengerang, tubuhnya menggeliat sembari merenggangkan otot-ototnya.
”Nanti, masih ngantuk,” ucap pemuda sambil menarik kembali selimutnya.
”Ini sudah jam 6, nanti anda terlambat sekolah.”
Arkana menghela nafas panjang, rasanya suara gadis itu mengganggu walau dia berwajah cantik.
Diapun terduduk sembari berusaha membuka matanya. Saat seluruh matanya terbuka, Ariana terpesona dengan mata biru yang di miliki tuan mudanya.
”Silakan untuk segera ke kamar mandi, saya akan menyiapkan seragam tuan,” ucap Ariana sembari bergegas menuju lemari pakaian tuannya.
Tiba-tiba langkah terhenti saat tuan muda menarik tangan pengasuhnya.
”Kalau begitu mandikan aku,” ucap Arkana dengan tatapan sayu dan senyum nakalnya.
Ariana sontak terkejut mendengar ucapan nakal tuan mudanya, dan langsung menarik tangannya yang di genggam kuat oleh Arkana.
Arkana pun melepaskan genggamannya dan membebaskan pengasuh cantiknya itu. Pemuda itu melangkah pergi menuju kamar mandi, sembari tersenyum memikirkan rencana selanjutnya untuk bermain-main dengan Ariana.
”Dasar pemuda nakal, kasar, dan—,”
Tampan, itulah yang tidak bisa Ariana pungkiri. Walau tangannya sakit, dia tetap menyiapkan seragam untuk tuan mudanya dan segera keluar dari kamar itu.
”Bonus, bonus, bonus,” kata-kata itu terus menjadikannya sugesti agar bisa betah bekerja di rumah ini. Walau harus berhadapan setiap hari dengan Arkana, si pemuda nakal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!