NovelToon NovelToon

Transmigrasi : Tiba-tiba Menjadi Istri Sang Adipati

Bagian : 01

Halo, selamat datang di novel author yang kesekian, semoga kalian suka ya, dukung author dengan subscribe, vote dan gift agar novel ini berkembang, terimakasih 🙏❤💋

~🌸🌸🌸🌸🌸~

Jihan Athala adalah seorang aktris muda terkenal, namanya sedang naik daun saat ini, cantik, berbakat dan sangat piawai dalam berakting adalah anugerah Tuhan untuk nya. Orang-orang pikir hidup nya bahagia namun ada satu hal yang tidak di ketahui semua orang, jiwa Jihan terkekang, ia merasa bosan dengan kehidupan glamor nya ini.

Saat ini Jihan duduk di tepi panggung red carpet, dengan riasan sempurna dan gaun berkilau. Dia baru saja mendapatkan penghargaan best aktris dari sebuah ajang penghargaan bergengsi, namun tak ada kebahagiaan di dalam hatinya yang kosong. Tampak wajahnya yang semula ceria berubah sendu, ia menghela napas pelan.Meskipun terkenal dan di hormati, di balik kemilau glamor itu, hati Jihan merasa hampa. Ia bosan dengan kehidupan yang mewah namun penuh kepalsuan.

Kehidupan glamor, yang dulu terasa seperti mimpi, kini terasa seperti jerat emas. Wajah-wajah yang tersenyum, tepuk tangan yang meriah, dan sorotan kamera yang tak henti-hentinya, semuanya terasa kosong. Ia bosan dengan kemewahan yang hampa, dengan percakapan dangkal, dan dengan tuntutan yang tak pernah berakhir untuk menjadi 'lebih baik'.

Ia merasa terjebak dalam kotak kristal, di mana setiap gerakannya direncanakan, setiap kata diukur. Dunia nyata, dunia di luar layar dan karpet merah, terasa begitu jauh, begitu tak terjangkau.

Sejak beberapa bulan terakhir Jihan selalu memikirkan satu hal, ia ingin sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membawanya keluar dari rutinitas dan batasan dunia glamor yang membosankan ini.

Dalam hati ia selalu berdoa, memohon agar Tuhan memberinya jalan keluar dari kehidupan yang menonton ini. "Aku ingin sesuatu yang baru, sesuatu yang menantang, " bisiknya pelan sebelum beranjak ke mobilnya, saat asisten nya memanggilnya untuk segera ke lokasi syuting sekarang.

Sesampainya di mobil Rolls-Royce mewah milik nya hasil kerja kerasnya selama ini, Jihan duduk dengan nyaman di kursi belakang, namun hatinya tetap merasa gamang, dan asisten nya yang berada di kursi depan melihat itu, ia hanya bisa menghela napas sambil menggeleng pelan, sudah beberapa hari ini dia melihat Jihan yang selalu melamun, dan entah apa yang di pikirkan nya.

Jihan melihat ke layar ponsel nya, sebuah notif tiba-tiba datang dari aplikasi kalender. Matanya seketika membulat, ia baru ingat bahwa besok adalah upacara peringatan kematian ayahnya. Kontan saja kerinduan itu kembali bersarang ke hati Jihan. Ayahnya adalah seorang sutradara kondang sekaligus satu- satunya keluarga yang ia punya setelah ibunya meninggal karena berjuang melahirkan nya. Sejak kecil, Jihan selalu mengikuti ayahnya dalam melakukan proyek- proyek film besar.

Jihan ingat, dulu dia dan ayahnya selalu menonton film kolosal bersama. Ayahnya sangat suka sejarah dan itu juga berdampak juga pada Jihan.

Perempuan cantik itu tersenyum kala mengingat fragmen- fragmen kenangan indah itu. Maka ia berniat untuk besok ijin cuti sehari untuk melakukan upacara penghormatan ayahnya sekaligus bernostalgia dengan kenangan- kenangan bersama sang ayah.

Wanita bertubuh langsing itu membuang napas pelan, ia menyamankan posisi duduknya di kursi jok, sebelah tangannya tertekuk untuk menyanggah kepala. Tiba-tiba saja ia merasa mengantuk hingga mulai menguap beberapa kali.

Sang asisten yang memperhatikan itu, menoleh. "Nona, apakah anda merasa mengantuk?"

"Hhmm ... " hanya terdengar sahutan singkat dari Jihan, matanya sudah mulai berat.

"Kalau begitu tidurlah sebentar, kalau sudah sampai akan saya bangunkan, " ucap sang asisten.

Jihan mengangguk pelan. "Ya kalau begitu bangunkan aku jika sudah sampai, " kata Jihan dengan sedikit terpatah- patah dan ia mulai tertidur.

Jihan berniat tidur sebentar, berharap ketika bangun nanti ia kembali memiliki semangat lagi untuk melanjutkan hidup nya sebagai seorang aktris. Namun takdir berkata lain, saat mobil melaju di jalan sepi, sebuah truk besar dari arah berlawanan melaju tak terkendali. Sebuah tabrakan tragis tak terhindarkan.

Suara benturan keras, dan kaca pecah memenuhi udara. Di dalam mobil yang sudah tak terbentuk, Jihan merasa tubuh nya melayang, rasa sakit dan gelap menyelimuti dirinya. Ia tidak sempat berteriak, tidak sempat berbuat apapun. Dalam sekejap, segalanya menjadi gelap.

"Aku... pasti sudah matti... " bisiknya untuk yang terakhir kali.

*

Namun, berbeda dari yang ia bayangkan. Jihan tidak merasakan kehadiran di alam baka. Sebaliknya ia mendapati tubuh nya terbangun di tempat yang asing.

Perlahan ia membuka mata yang terasa berat untuk di buka, namun ia tetap memaksanya.

Saat netranya benar-benar terbuka sempurna, bola matanya melebar sempurna ketika di dapati dirinya tidak lagi berada di dalam mobil tapi di tengah sebuah hutan yang lebat dan misterius, suara burung dan hewan liar mengelilinginya.

"Di mana ini? " Jihan merasa sangat terasing di tempat aneh ini. Di dalam kepalanya suara benturan keras, kaca pecah dan teriakan asisten nya masih terdengar jelas namun tiba-tiba saja semuanya berubah.

Jihan menyentuh kepalanya, dia jadi ingat soal doa yang selalu ia gaungkan dalam hati, dia tersentak. "Apakah Tuhan mengabulkan doa ku?! "

Matanya bersinar terang, jika benar tapi di mana dia sekarang?

"Ndoro putri! ndoro putri! syukur lah anda selamat! "

Tiba-tiba seorang wanita datang menghampiri dengan pakaian yang sama sekali terlihat asing, seperti kain jarik tapi di lilitkan di badan, wajahnya khas orang zaman dulu.

Jihan sama sekali tak mengerti, ia bangkit dan menyadari pakaian yang di kenakannya pun tak kalah aneh namun terlihat bagus. Gadis itu ingat ini adalah pakaian yang sering dia lihat di film kolosal yang selalu di tonton bersama ayahnya.

"Sepertinya aku tidak sedang syuting drama kolosal deh. " gumamnya dalam hati.

Ini benar-benar aneh, apakah ia ber transmigrasi ke tubuh seseorang dan di zaman yang berbeda? Dia pikir, hal seperti itu hanya ada di dunia fiksi seperti film dan novel- novel saja. Siapa sangka dia mengalami nya langsung?

"Dimana aku? " itulah kata pertama kali yang keluar dari mulut nya. Meski cara bicara wanita di depan nya adalah bahasa asing dan aneh tapi anehnya lagi Jihan dapat mengerti dan bisa berbicara dengan bahasa yang sama.

"Apa ndoro putri sama sekali tidak ingat? "

Jihan menggeleng jangankan ingat dia sendiri sama sekali tidak tahu siapa tubuh yang di rasukinya ini dan di zaman mana dia terlempar?

Ketika Jihan menggeleng saja, wanita di depannya itu menghela nafas panjang sebelum dia cerita suara langkah kaki kuda terdengar dari kejauhan.

"Gawat, yang mulia gusti pangeran adipati erlangga akan kesini, ndoro! "

"Siapa dia? "

"Beliau adalah suami anda, ndoro putri!"

Seketika mata Jihan membulat, dan di situlah ia sadar jika semua ini bukan mimpi dan sepertinya dia telah mengalami perpindahan ruang dan waktu ke zaman ribuan tahun lalu yang sama sekali tidak dia ketahui sejarahnya.

"Cermin aku ingin melihat ke cermin! " pekik Jihan dengan terburu- buru, ia ingin memastikan sesuatu. Saat tadi si pelayan itu bicara, ia meraba wajahnya dan ia ingin memastikan itu.

Sementara si emban merasa bingung dengan permintaan aneh majikannya, namun ia tetap memberikan cermin kepada sang tuan putri.

Dan benar saja, saat dia melihat ke cermin, wajahnya yang di pantulkan benar-benar mirip dengan wajahnya.

"Siapa namaku dan siapa kamu? cepat kasih tau?! " sergahnya, bertanya refleks.

Bagian : 02

"Siapa namaku dan siapa kamu? cepat kasih tau?! "

"Anda? Kanjeng ndoro putri Ayu sekar wulan, dan saya adalah emban pribadi yang bertugas untuk melayani anda ndoro putri. "

Jihan manggut-manggut paham, dia mengerti sekarang, jiwa nya ternyata memasuki tubuh seorang wanita bernama Ayu sekar wulan dan dia adalah istri dari seorang adipati bernama erlangga, setidaknya informasi itu cukup untuk saat ini, entah untuk selanjutnya ia akan memikirkan nya nanti.

"Lalu siapa namamu? "

"Nama hamba Muti, ndoro putri. " Si emban mengerutkan dahi heran, kenapa semenjak bangun, majikannya ini seolah lupa dengan segalanya?

Melihat tatapan yang mulai curiga dari si emban membuat Jihan berdeham pelan, ia memikirkan sebuah ide agar wanita di hadapannya ini tidak curiga jika dia sebenarnya bukan Sekar wulan, lantas tiba-tiba dia memegang kepalanya sendiri sambil merintih kesakitan.

"Aduh duh, kepala ku. "

"Anda kenapa ndoro putri?" si emban langsung terlihat panik.

"Sepertinya aku mengalami benturan keras di kepala, rasanya sangat sakit, " Jihan berucap pelan, matanya setengah terpejam dan terus meringis.

Dari bayangan matanya ia bisa melihat si pelayan itu terlihat panik. Diam- diam dia menarik sudut bibir.

"Jangan ragukan kemampuan akting ku. " ucapnya dalam hati namun sedetik kemudian si emban berucap yang membuat Jihan terbelalak seketika.

"Haish matilah aku, jika raden adipati tau, beliau pasti akan memenggal kepala ku. " si emban terlihat panik setengah mati.

Jihan terkejut tidak menyangka sedikit keisengan nya itu bisa berdampak buruk bagi si emban. "Eehh ... tidak kau tidak perlu khawatir, aku tidak apa- apa, hanya saja aku tidak ingat segalanya setelah bangun dari pingsan tadi. " tuturnya, cepat.

"Benarkah ndoro putri?"

Jihan mengangguk, si emban nampak menghela nafas nya.

"Oh ya kenapa aku bisa ada di sini? "

"Anda terjatuh dari lereng bukit itu, ndoro! " si emban mengarahkan telunjuknya ke sebuah perbukitan tak jauh dari tempat mereka berpijak, Jihan sontak tercengang melihat lereng bukit yang terjal dan curam itu, apa mungkin tubuhnya terguling- guling hingga terjatuh kesini? pantas saja ia merasakan seluruh badannya sakit luar biasa.

Suara langkah kaki kuda yang berlari kencang menghilang lalu memelan dan kini tahu- tahu sudah ada di depan mata, segerombolan prajurit berkuda yang menggunakan cadar tiba di hadapan mereka. Lalu jalan di tengah nya terbuka lebar memberi jalan kuda yang terlihat lebih istimewa dari yang lain.

Di sana Jihan melihat sosok laki-laki gagah, berpakaian megah khas orang zaman dulu, dadanya yang bidang terekspos dengan jelas,dengan perhiasan dan anting- anting yang melengkapi nya. rambut legamnya berkibar tertiup angin semakin memperjelas visual wajahnya yang tegas dengan sorot mata yang nampak dingin, Raden adipati Erlangga seperti yang di sebutkan wanita itu. Mata tajamnya yang berwarna kelam bak jelaga malam menyapu sekitar, dan saat dia melihat Sekar wulan tatapannya yang semula bringas berubah lunak namun hanya sebentar.

"A- apa dia suami ku? "

Si emban mengangguk. "Iya ndoro putri. "

Jihan menggeleng seolah tidak percaya, di zaman yang sangat jauh dari peradaban modern ini ternyata ada pria yang setampan dan segagah ini? ck, ck benar-benar seperti dalam dongeng saja.

Pria itu turun dari kudanya, gerakannya begitu keren dan aura kharismatik nya begitu kuat memancar hingga Jihan tak bisa mengalihkan mata sedikit pun darinya, semakin lama pria itu semakin mendekat ke arahnya.

Jihan tersenyum canggung, di lihat dari situasinya seperti nya pemilik tubuh yang di rasukinya ini telah membuat masalah besar hingga wajah suaminya itu nampak dipenuhi angkara murka.

Jihan membuka mulut nya hendak membuka suara namun belum sempat sepatah kata pun keluar, dengan lebih dulu pria itu mengeluarkan pedangnya, dan sengaja di ayunkan ke arahnya, sontak membuat Jihan menutup mata.

"Sekarang keonaran apalagi yang kau lakukan tuan putri? "

Jihan merasakan detak jantung nya berpacu lebih cepat, namun suara riuh sekitar membuatnya perlahan membuka mata. Dia melihat pedang yang diayunkan Raden Erlangga berhenti hanya beberapa sentimeter dari lehernya saja. setelah menyadari bahwa dia baik- baik saja, Jihan beranikan diri untuk mengalihkan pandangan ke arah laki-laki itu.

"Kenapa kau selalu berani membuat onar di hadapan ku Sekar wulan? " suara Raden Erlangga menggema penuh ketegasan, meski di dalamnya mengalir nuansa kekhawatiran yang mendalam.

Jihan menelan ludah, merasakan tenggorokannya kering. Sebuah pertanyaan melintas di otaknya: Apa yang sebenarnya di lakukan Sekar wulan hingga mendapatkan ucapan seperti ini dari suaminya sendiri? dia mencoba merangkai tanggapan yang cocok, tetapi suara hati nuraninya menyeretnya kembali ke dalam ketidakpastian.

"Maafkan aku Raden, "suara Jihan untuk pertama kalinya keluar pelan setelah beberapa saat di selimuti hening."aku... tidak tahu apa yang terjadi, jika aku melakukan kesalahan tolong beritahu aku. "

Mata Raden Erlangga menyipit. "Apa ini trik baru mu? "

Tapi Jihan menggeleng cepat.

Tatapan raden erlangga tak kunjung lepas dari mata Sekar wulan, dia tampak sedang berkonflik antara kemarahan dan kepedihan. Perlahan dia menarik pedangnya dan menaruhnya ke dalam sarungnya kembali. "setiap hari aku mendengar laporan tentang perilaku mu, tentang pergulatan yang kau lakukan di Kerajaan ini. apa kau tidak pernah berfikir tentang akibat dari perbuatan mu? "

Jihan tercekat, pria itu benar-benar marah. Sepertinya apapun yang di ucapkan Sekar wulan sebelumnya tidak ada di ingatan Jihan, membuat nya merasa terasing di dalam tubuh wanita itu. Dia merasakan rasa bersalah yang mendalam, seperti mendengar rintihan orang-orang yang di rugikan, dia berusaha menyelami kepribadian Sekar wulan, tapi semua terasa samar.

Dengan nafas yang dalam, Jihan berusaha menenangkan diri dan merangkai kata- kata yang tepat. "Raden Erlangga ... aku--""

"Cukup!" Raden Erlangga menginterupsi, wajahnya kembali ke setelan awal, dingin dengan tatapan tajam, tidak seperti tadi saat ia menujukkan kekhawatiran atau hanya perasaan Jihan saja?

"Masuk ke dalam tandu, sekarang!"

Jihan terkejut mendengar perintah tersebut, si emban yang nampaknya lebih tau tentang situasi ini melangkah cepat ke sampingnya, mengisyaratkan agar Sekar wulan mengikuti arahnya.

"Cepat, ndoro putri! " bisiknya, nyaris panik.

Jihan mengangguk dan melangkah perlahan menuju tandu yang terletak di belakang prajurit. dia bisa merasakan penuh kemarahan raden Erlangga di belakang punggung nya. Jihan akan mencoba mencari tahu sebabnya nanti untuk saat ini ia hanya bisa menurut, di dalam hatinya ia berdoa, agar sosok suami yang terlihat menakutkan itu tidak melakukan sesuatu yang lebih buruk.

Begitu ia duduk di dalam tandu, rasa gelisah nya sedikit mengurang, jadi bisa sedikit bernafas lega.

"Kita kembali ke Kadipaten! "

Suara dingin raden erlangga menggema, di jawab lantang oleh prajurit nya, lalu tandu mulai bergerak di dorong oleh beberapa pengawal, sementara suara derap kuda mengikuti nya.

Selang beberapa saat, mereka tiba di sebuah istana megah yang berdiri kokoh, sebuah bangunan megah yang di keliling taman yang indah, di kawal oleh prajurit- prajurit bersenjata lengkap, bendera dengan simbol- simbol unik berkibar di setiap tiang- tiang kokohnya, nampak sangat kental akan sejarah.

Perlahan Jihan keluar dari tandu di susul si emban pribadinya yang mengekori di belakang.

Di luar Raden Erlangga menunggu dengan tatapan yang sulit di baca. "Masuk." suaranya dingin menusuk.

Jihan merasa gemetar ketika melewati pintu istana yang megah. Hiasan dan ukiran pintu kayu itu mencuri perhatian, tapi ketegangan dalam hatinya membuat keindahan itu nampak samar. Ia bisa merasakan tatapan si emban Muti dan prajurit yang mengawasinya dengan campuran rasa khawatir dan bingung.

"Bawa dia keruangan pribadi," perintah Raden Erlangga tanpa memperhatikan sekelilingnya, lalu kemudian sosok tinggi itu berjalan lebih dulu, Jihan hanya bisa mengikuti, seakan tubuhnya bergerak tanpa kendali.

****

Bagian 03

Di dalam ruangan pribadi, suasana terasa lebih mencekam. dinding- dinding yang di lapisi kain mahal, ornamen dan perabotan berkilauan juga lampu minyak yang berpendar lembut tampak kontraks dengan ketidakpastian yang menyelimuti Jihan. Ia merasa seperti di keliling oleh jerat tak terlihat, seolah menunggu langkah berikutnya.

Saat mereka masuk Raden Erlangga menutup pintu dengan keras, suara kayu yang membayangi membuat Jihan tersentak. Ia bisa merasakan ketegangan yang semakin mengental di udara.

Sebuah meja besar terletak di tengah ruangan, di kelilingi ornamen kuno dan beberapa kursi yang tampak megah. Di sudut ruangan terdapat jendela besar dengan tirai yang tertutup, memblokir akses matahari, menciptakan atmosfer kelam. Raden Erlangga duduk di salah satu kursi dengan pose yang angkuh, sementara Jihan berdiri di depan meja dengan sikap hati- hati.

Sosok gagah itu mengambil sebuah gulungan yang sepertinya terbuat dari kulit binatang yang di awet kan, membukanya dan seperti nya sedang membaca isinya.

"Berkelahi dengan putri bangsawan lain, hingga nyimas Agni rara terjatuh ke dalam kolam, membuat keonaran di pasar dengan seorang pedagang, sengaja menyewa gerombolan perampok di perbatasan, untuk apa? untuk menarik simpati Raden Kertayasa? "

Suaranya saat berbicara begitu cepat, hingga Jihan tak dapat mendengar nya dengan jelas. Haish! Sekar Wulan apa yang ada di otak mu hingga membuat suami mu se frustasi ini?

"Sekar wulan kau benar-benar--" Raden Erlangga bahkan sampai kehilangan kata- katanya.

"Benar apa Raden? " Jihan mulai bertanya, karena penasaran dengan ucapan sang raden yang menggantung.

"Sangat sembrono! " ujar Raden Erlangga menekankan kalimat nya hingga Jihan yang mendengar nya terkesiap, menutup mata.

Raden Erlangga bangkit, sorot matanya menghujam lurus ke arah sang Raden ayu. "Sekar wulan, apapun yang kau lakukan sebenarnya aku tidak perduli tapi jika sampai masalah yang kau buat terdengar sampai ke kerajaan maka jangan harap kau bisa tidur nyenyak. "

Sosok tinggi itu berjalan ke arahnya, membuat Jihan secara alamiah memundurkan langkahnya, ia tercekat, dengan setiap langkah Raden Erlangga, jantung Jihan berdegup semakin kencang.

Raden Erlangga menarik tangannya dengan begitu cepat hingga membuat Jihan terkesiap. "Jangan libatkan apapun apalagi perasaan mu dalam dunia ku." Raden Erlangga berbisik di telinga nya.

Raden Erlangga kemudian menjauh, wajahnya nampak mengeras. "untuk hukuman mu kali ini kau di larang keluar dari kediaman Kadipaten, berpuasa sampai bulan pertama muncul dan berjalan tanpa alas kaki! "

Jihan terdiam, apa itu hukuman yang digunakan oleh orang-orang zaman dulu? sungguh aneh. Tapi meskipun aneh dia hanya menundukkan wajah saja, tak berani membantah, untuk sekarang dia harus mengesampingkan tentang jiwanya yang berasal dari zaman modern dan mau tidak mau harus beradaptasi sebagai Sekar Wulan, istri dari seorang adipati yang dingin dan berwajah angker tapi tampan itu.

Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Raden Erlangga berlalu begitu saja, meninggalkan nya dalam kebisuan panjang, dua bilah kayu yang semula tertutup kini terbuka kembali, membawa cahaya dari luar yang langsung menerobos masuk, di sanalah Jihan melihat Muti dan emban- emban yang lain datang menghampiri nya dengan tergesa-gesa.

Mata Jihan berkeliling, berkelana jauh, mencoba mengamati setiap sudut tempat ini sampai tiba-tiba Sri dan para emban lain sudah ada di hadapan nya membuat Jihan tersentak.

"Ndoro, ndoro putri apakah anda baik- baik saja? "

Jihan di dalam tubuh Sekar Wulan menggeleng. "Aku sudah jauh lebih baik. "

"Ya sudah mari kita antar ndoro ke bilik. "

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Bilik yang di maksudkan adalah kamar yang di tempati Sekar Wulan. Kamar sangat besar dan luas, tak lupa ornamen- ornamental yang memanjakan mata.

"Ndoro putri habis terjatuh dari bukit, kulit anda yang mulus dan bersih jadi kotor, mari kita bantu ndoro membersihkan diri. "

Jihan mengangguk lemah, tidak ingin menambah beban di pikiran para emban yang tampaknya sudah cukup khawatir. Dia berjalan perlahan menuju bak mandi yang terbuat dari kayu jati, terisi air hangat yang dikelilingi dengan aromaterapi dari bunga melati yang menyeruak lembut.

Sementara para emban mulai menyiapkan peralatan mandi, Jihan merenungkan semua hal yang terjadi. Dia mengingat kembali saat Raden Erlangga menarik tangannya-- Ia bisa merasakan campuran ketakutan dan rasa tertarik yang aneh. Kenapa sosok yang dingin dan angkuh itu bisa mengundang berbagai macam perasaan dalam dirinya?

"Ndoro putri, silakan duduk, " panggil salah satu emban, membuyarkan lamunan Jihan. Sesaat Jihan teringat dia harus beradaptasi dengan situasi ini. Karena kehadirannya di zaman ini dan peran yang di jalaninya, bukan hal yang bisa di anggap remeh.

Setelah di siapkan, air hangat menyentuh kulitnya, membuat Jihan merasa seolah beban hilang seketika. Empat emban itu secara lembut membersihkan tubuhnya, sambil sesekali mengobrol satu sama lain dalam bahasa yang aneh namun bisa ia pahami. Jihan berusaha mendengarkan, sebuah usaha untuk memahami lebih jauh tentang hidup di dunia ini.

Namun perlahan kesadaran Jihan mulai menghilang, ia merasa seperti terlempar jauh dari dalam dirinya.

Lamat- lamat Jihan melihat sebuah memori ingatan masa lalu pemilik tubuh ini.

"Tidak ayahanda, aku tidak ingin menikah dengan adipati kejam itu, aku hanya ingin menikah dengan kangmas kertayasa! "

Plak!

"Diiam kamu, dasar gadis tidak tahu di untung! pernikahan ini bukan hanya masalah pribadi tapi juga tentang pertahanan wilayah kita! menikah lah dengan adipati Raden Erlangga dan berikan keturunan untuk nya agar kelak bisa menjadi penguasa di wilayah ini! lupakan tentang cinta bodoh mu itu kertayasa hanya mencintai mbak yu mu dan mereka juga akan segera menikah! "

Dalam momen mistis itu Jihan merasakan aliran emosi yang mendalam, berjuang melawan gelombang ingatan yang mengalir deras dalam pikiran. Sosok ayahanda yang keras menuntut putri nya untuk menjalani takdir yang tidak di inginkan nya terasa menghantui jiwa.

Satu persatu potongan ingatan datang silih berganti. Dia bisa melihat Sekar Wulan muda, cantik dan bersemangat, berdiri di tengah taman dengan bunga- bunga bermekaran,menari dengan senyuman lebar, di sana juga ada kertayasa yang menatapnya penuh perhatian, mereka tertawa dan bercanda ringan tanpa beban, berbeda jauh dengan tatanan hidup Sekar Wulan yang harus di jalaninya saat ini.

Lalu jiwa Sekar Wulan melayang menghampiri nya, wajahnya sendu dengan air mata membanjiri.

"Ambillah tubuh ini, semuanya milik mu. Aku sudah tak sanggup menjalani nya lagi. "

Jihan terkejut, wajahnya panik. "Apa? tunggu?! ---"

Tapi jiwa Sekar Wulan dengan cepat memudar bersama puluhan mawar yang terbang di udara. Kemudian sayup-sayup Jihan mendengar riuh rendah suara panik.

"Ndoro putri! ndoro putri, sadarlah! "

Sayup-sayup suara riuh itu membangunkan nya yang seolah dari tidur panjang. Jihan membuka mata, tersadar dari dunia memori yang mencengkram nya. Air hangat di bak mandi ternyata sudah berubah dingin, dan para emban menatapnya dengan khawatir.

"Ndoro putri, anda kenapa hiks, hiks, hamba sangat panik. " Muti yang paling terlihat cemas mungkin karena dia yang paling lama melayani Sekar Wulan dan mempunyai ikatan yang lebih kuat dengan nya.

"Tidak apa- apa Muti, jangan menangis. Aku hanya tertidur tadi. " ucapnya juga kepada para emban lain untuk menenangkan mereka. Ia juga merasa butuh waktu untuk beradaptasi dengan perasaan dan konflik dari kehidupan Sekar Wulan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!