❗ Disclaimer ❗
~Novel ini memiliki karakter wanita yang kuat, independen, keras kepala, dan pendendam. Pandangan dan perilaku karakter tidak selalu sesuai dengan penulis, atau masyarakat umum. Pembaca diharapkan memahami bahwa novel ini karya fiksi, dan tidak mencerminkan realitas~
🫶🏻Happy Reading🫶🏻
\*\*\*\*\*\*\*\*\*
"Ngapain Lo ngikutin gue?" sungut Ruby keluar dari balik tembok.
"G-gue, gue Kevin." ucap Kevin gugup karena Ruby menatapnya dengan tajam.
"Lo mau apa?" Ruby berkacak pinggang tanpa rasa takut sama sekali.
"Gue suka sama lo," ujar Kevin. Ruby tersenyum miring sambil melangkah maju hingga benar-benar tidak ada jarak keduanya.
"Jadi lo suka sama gue?" tangannya menyentuh bahu Kevin, namun sesaat Kevin mencengkram tangan Ruby.
"Upsss ..." ujar Ruby dengan nada manja, matanya menatap Kevin seolah mendamba.
"Gue serius suka sama lo!" ulang Kevin membalas tatapan Ruby. Gadis itu menarik kasar tangannya agar terlepas dari cengkraman Kevin.
"Lalu?"
"Lo mau jadi pacar gue 'kan?" tanya Kevin. Pria itu memang benar-benar menyukai Ruby, padahal Ruby termasuk salah satu gadis yang sangat cuek dengan keberadaan Kevin. Walaupun hampir seluruh gadis di sekolahan mengidolakan dan menggilai Kevin.
Ruby mundur dan bersandar di tembok, melipat tangannya di bawah dada dengan pandangan tertuju pada Kevin. Dialah bintang disekolah ini, tampan, pintar, populer, kaya dan masih banyak lagi kelebihannya. Tapi semua itu tidak membuat Ruby tertarik pada seorang Kevin Andriano Buana.
"Gue bukan bagian dari cewek-cewek yang terpesona sama lo. Gue bahkan gak tertarik sama lo," ujar Ruby terus terang.
"Gue tahu itu. Gue gak masalah, dan karena itu gue suka sama lo." kata Kevin tenang, dia tentu tahu jika yang di katakan oleh Ruby memang benar adanya.
Ruby melihat jam di pergelangan tangannya, lalu menatap Kevin. "Gue balik duluan." kata Ruby melangkahkan kakinya, namun Kevin menghentikannya.
"Tunggu! Gue belum selesai!" seru Kevin. Ruby menghentikan, gadis itu menarik sudut bibirnya tanpa membalikkan tubuhnya.
"Besok jam istirahat kedua, kita bertemu di atap." kata Ruby. Tanpa mendengar jawaban dari Kevin, Ruby melangkahkan pergi meninggalkan Kevin yang masih mematung.
Setelah tubuh Ruby tak terlihat, Kevin tersenyum bangga merasa berhasil menaklukkan hati Ruby. Jika kalian pikir Kevin benar-benar menyukai Ruby, tentu salah besar. Dia adalah Kevin dengan segala kesempurnaan nya, tentu saja tidak akan tertarik dengan gadis seperti Ruby yang seolah tak kasat mata di sekolah.
"Ternyata dia cantik juga." gumam Kevin mengingat wajah Ruby, baru kali ini Kevin menatap wajah Ruby dari jarak dekat. Sebelumnya, jangankan menatap. Bahkan melihat kearah Ruby saja tidak pernah.
***
Kevin tiba di sebuah kafe yang menjadi basecamp nya bersama teman-temannya. Pria tampan itu berjalan sambil bersiul riang, sesekali mengedipkan sebelah matanya pengunjung wanita yang ada di dalam kafe.
"Wahhh... Kayaknya ketua kita lagi senang ini." celetuk Gio. Salah satu teman sekolah dan teman tongkrongan Kevin, membuat empunya tersenyum lebar.
"Kalian siapkan motor itu, karena besok malam mau gue pake." ujar Kevin. Tentu saja hal itu membuat teman-temannya melongo tidak percaya.
"Lo serius? Gak yakin gue." kata Dino. Dia tidak percaya Kevin bisa mendapatkan Ruby semudah itu.
"Siapa yang bisa menolak pesona Kevin?" katanya dengan nada sombong. "Gue bilang juga apa? Gak perlu waktu satu minggu, bahkan gue bisa dapetin Ruby dalam waktu dua hari." sambungnya percaya diri jika besok Ruby pasti menerimanya.
"Gue baru percaya kalau lo bisa bawa dia nonton pertandingan kita besok malam." ucap Steve yang meragukan keberhasilan Kevin menaklukan Ruby.
"Why not?" sahut Kevin yakin. Bukan perkara sulit mengajak Ruby jalan dengannya, terlebih jika gadis itu sudah menerimanya.
Menjadi satu-satunya gadis yang tidak melirik Kevin sama sekali, membuat teman-teman Kevin meragukan pesonanya hingga mereka bertaruh dengan nilai yang fantastis.
Jika Kevin gagal mendapatkan Ruby, maka Kevin akan kehilangan mobil sport kesayangannya. Namun jika Kevin berhasil, maka Kevin akan mendapatkan hadiah berupa motor impiannya. Sebenarnya bukan perkara sulit bagi Kevin mendapatkan motor itu, apalagi dengan kekayaan orang tuanya.
Namun jika Kevin bisa memiliki motor itu tanpa mengeluarkan uang, tentu saja dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Lagi pula bukan sesuatu sulit mendapatkan hati seorang gadis. Seperti yang Kevin katakan 'siapa yang bisa menolak pesonanya'.
Sayangnya Kevin tidak begitu tahu tentang Ruby. Gadis pendiam, biasa saja dan selalu menyendiri itu berbeda dengan para gadis yang selalu mengejar dan berebut perhatiannya.
***
"Ruby, ayo kita ke lapangan basket. Hari ini Kevin main basket." ujar Alika. Dialah satu-satunya siswi yang mau mengajak bicara Ruby meskipun Ruby selalu mengacuhkannya.
"Ogah!"
"Ahh, lo kapan sih mau kalau gue ajak nonton Kevin?" Alika menatap melas pada Ruby. Sebenarnya Ruby bukan satu-satunya teman Alika, berbeda dengan Ruby. Alika adalah gadis yang selalu ceria, ramah dan supel, dengan mudah Alika mendapatkan banyak teman.
"Lo suka banget sama Kevin?"
"Banget! Sayangnya Kevin gak pernah liat gue." ujar Alika lesu. "Menurut lo, kenapa Kevin gak ngelirik gue?" Alika menatap Ruby dengan antusias, sedangkan Ruby hanya memasang wajah datar.
"Lo bukan tipe nya kali." jawaban Ruby membuat Alika lemas.
"Bener juga. Tapi gue tetap suka sama Kevin." Alika masih sangat terobsesi dengan Kevin membuat Ruby jengah.
"Terserah." Ruby beranjak dari bangkunya.
"Lo mau kemana?" tanya Alika melihat Ruby berjalan keluar kelas.
"Ketempat dimana gak ada orang." sahut Ruby tanpa berhenti.
"Dasar gadis aneh," gumam Alika mengikuti Ruby keluar kelas, berbeda dengan tujuan Ruby yang ketempat tidak ada orang. Tentu Alika akan menuju arena olahraga yang dimana hampir seluruh penghuni sekolah berada disana.
Disisi lain, Kevin sedikit kesal karena menunggu Ruby yang tak kunjung datang. Jika saja bukan karena taruhan, maka Kevin tidak akan mau menunggu wanita lebih dari lima menit. Belum apa-apa Ruby sudah bisa merubah kebiasaan Kevin.
"Lo nungguin gue?" pertanyaan yang gak perlu ditanyakan keluar dari mulut Ruby.
"Lo mau jadi pacar gue 'kan?" bukannya menjawab, Kevin malah memberikan pertanyaan pada Ruby.
Ruby tersenyum berjalan mendekati Kevin "Gue sih gak keberatan jadi pacar lo. Tapi, gue punya syarat." dengan berani Ruby mengusap pipi Kevin hingga membuat jantung Kevin berdegup kencang.
"Syarat?" ulang Kevin menaikkan alisnya. "Apa syaratnya?" Kevin berusaha menutupi gugupnya dengan sifat agresif Ruby.
"Gak ada satu orang pun yang boleh tahu kalau kita pacaran," kata-kata yang baru saja di ucapkan Ruby tentu saja membuat Kevin terkejut setengah mati.
Pacar rahasia? Disaat Kevin harus menunjukan jika dirinya bisa mendapatkan Ruby.
"Gue gak ngerti," ucap Kevin. Ruby tersenyum miring melihat reaksi pria yang ada di hadapannya.
"Gue gak punya waktu buat jelasinnya." Ruby mengambil secarik kertas dari saku bajunya. "Lo bisa baca disini, gue udah buat surat perjanjiannya. Kalau lo setuju, besok pulang sekolah gue tunggu lo disini." Ruby memberikan kertas itu pada Kevin lalu pergi meninggalkan Kevin yang lagi-lagi terpaku dengan sikap Ruby.
Sedikitpun Ruby benar-benar tidak menunjukkan ketertarikan nya pada Kevin. Padahal jika gadis lain, sudah pasti akan mengatakan 'iya' tanpa pikir panjang. Dan dengan bangga mereka akan mengatakan jika dirinya adalah kekasih Kevin, tapi Ruby?.
*
*
*
*
*
TBC
Selamat datang di karya baru author 🤗
Semoga menghibur. Novel ini mengambil set dari SMA ya, tapi kalian jangan berharap cerita yang manis dan romantis, karena novel ini gak menyajikan alur yang seperti itu. Bagaimanapun kelanjutannya, semoga sesuai dengan rangka yang author persiapkan. Dan kalau novel ini sudah kalian baca, berarti author sudah selesai merampungkan keseluruhan naskah.
Happy reading, jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom komentar, like, subscribe dan vote.
Kalau mau tabur bunga, kopi, kursi pijat juga boleh, boleh banget malahan😉😉😉😉😉
Salah hangat, sehat selalu dan banyak rezeki untuk kita semua aamiin 🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻
Kevin membuka lipatan kertas itu dan membaca isinya. Didalamnya tertulis sebuah perjanjian secara rinci tentang hubungan yang akan mereka sepakati, bahkan surat perjanjian itu terlalu resmi seperti kontrak kerja yang bernilai miliaran rupiah.
"Apa-apaan ini?" geram Kevin mulai membaca poin-poin yang di tulis Ruby.
Tidak ada yang boleh tahu jika pihak kedua (Kevin) dan pihak pertama (Ruby) berkencan. Jika ada yang tahu, maka hubungan berakhir dan pihak yang membocorkan akan di tuntut.
Tidak ada kata putus, sampai pihak pertama (Ruby )yang memutuskan.
Hanya pihak pertama (Ruby) yang bisa menentukan kapan harus bertemu dan bersama.
Pihak kedua (Kevin) TIDAK BOLEH menuntut apapun yang sudah diberikan kepada pihak pertama (Ruby) dalam bentuk apapun, baik material maupun non material.
Pihak kedua (Kevin) boleh memiliki kekasih lain selain pihak pertama (Ruby)
Pihak pertama (Ruby) dan pihak kedua (Kevin) tidak boleh ikut campur urusan pribadi masing-masing.
Pihak pertama (Ruby) tidak boleh menuntut perhatian, kasih sayang, dan cinta pada pihak kedua (Kevin).
Pihak pertama (Ruby) dan pihak kedua (Kevin) tidak boleh saling cemburu.
Pihak kedua (Kevin) tidak boleh menuntut atau mengatur pihak pertama (Ruby).
Surat perjanjian ini akan berlaku sampai pihak pertama (Ruby) mengakhiri hubungan yang telah di sepakati.
Kevin menelan ludahnya dengan kasar setelah selesai membaca isi perjanjian itu. Poin-poin yang di tulis oleh Ruby sangat melukai harga dirinya, Kevin meremas kertas itu hingga menjadi bulatan kecil.
"Lo pikir siapa bisa ngatur gue!" ucap Kevin emosi, rahangnya mengeras. Wajah tampannya kini terlihat datar dan dingin menandakan jika dirinya sangat marah.
Pria itu berjalan kearah gedung olahraga, dimana Kevin bisa kembali mendapatkan moodnya setelah dikacaukan oleh Ruby.
"Kevinnnn!!!!!!!!" teriak para siswi saat Kevin baru melangkahkan kaki di area lapangan basket.
"Kevin! Kevin! Kevin!" teriakan gemuruh itu menyambut kedatangan sang bintang lapangan. Namun berbeda dari biasanya, sangat bintang akan menyapa dengan melambaikan tangan dan tersenyum cerah. Tapi hari ini Kevin masih memasang wajah datar tanpa berniat melambaikan tangannya.
"Kevin kenapa sih?" heran Alika bertanya pada sesama penggemar Kevin.
"Iya, kenapa mukanya gitu?" sahut yang lain.
"Apa mungkin Kevin lagi putus cinta?" timpal yang lainya.
"Ya kali seorang Kevin putus cinta." semua orang yang ada di lapangan tentu bertanya-tanya melihat wajah datar Kevin.
Dia adalah Kevin yang selalu tebar pesona dengan senyum tampannya, lalu kenapa hari ini tidak ada senyum di wajah Kevin? Apa yang membuat Kevin terlihat berbeda hari ini.
"Lo kenapa?" tanya Gio melihat Kevin tidak seperti biasanya. Kevin tidak menjawab, pria itu malah mengambil bola yang ada di tangan Steve lalu mendribble nya.
"Kenapa tuh anak?" Dino juga heran melihat sikap Kevin. Steve tersenyum tipis melihat Kevin gagal memasukan bola dalam ring.
"Apa ini ada hubungannya dengan Ruby?" tebak Gio. Sebab tadi Kevin bilang akan bertemu dengan Ruby sebelum menyusul ke lapangan.
"Mungkin." sahut Steve. Pria itu duduk mengambil botol minumnya sambil terus melihat Kevin yang lagi-lagi gagal memasukan bola.
Hari itu adalah hari tersial bagi Kevin, ia tidak menyangka jika seorang Ruby bisa membuat harinya berantakan. Bahkan bisa di bilang Kevin kalah taruhan dan harus merelakan mobil sport kesayangannya pada Gio.
***
Malam harinya, Kevin sudah berada di tempat balap liar. Sebenarnya untuk ukuran Kevin dan teman-temannya, bisa saja mereka menyewa sirkuit untuk melakukan hobinya balapan. Tapi mereka lebih suka balapan di area ilegal seperti jalanan saat ini.
"Jadi, lo gagal dapetin Ruby?" tanya Gio meremehkan Kevin yang tidak membawa Ruby malam ini.
"Gue belum kalah!" sangkal Kevin.
"Udah gue bilang kalau Ruby itu beda." kata Steve yang ada di sebelahnya angkat bicara. "Tapi lo gak percaya," sambungnya pelan.
"Udahlah Vin, relain si merah untuk Gio. Lo kan bisa beli lagi." Dino ikut menasehati Kevin.
"Betul itu kata si Dino. Lagian, lo beli mobil kan kayak beli kacang. Duit Bokap lo gak bakal abis cuma buat beli satu mobil," kata Gio yang memang sudah sangat ingin memiliki mobil Kevin.
"Tapi ini bukan perkara mobil!" ujar Kevin kesal menatap satu persatu sahabatnya.
"Jadi lo merasa tertantang buat ngedapetin Ruby, atau lo memang suka sama tuh cewek?" tanya Steve menelisik wajah Kevin mencari jawaban.
"Ya kali gue suka sama dia! Gue cuma merasa tertantang aja, selama ini gue dengan mudah dapetin cewek manapun. Tanpa terkecuali, termasuk Ruby! Gue harus dapetin dia." sahut Kevin. Pikirannya menerawang jauh menerka-nerka apa yang akan terjadi jika Kevin menandatangani surat perjanjian itu.
"Nih, gue cabut duluan!" Kevin melempar kunci mobilnya pada Gio dan pergi dari tempat itu.
"Lo mau kemana? Gak main?" teriak Dino. Kevin hanya mengangkat tangannya, bahkan pria itu tetap berjalan mencari taksi.
"Woahhh... Gue gak nyangka akhirnya punya mobil ini." Gio tersenyum melihat menatap kunci mobil yang ada di tangannya.
"Lo lagi hoki aja," kata Dino sedikit iri. Sedangkan Steve hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabat-sahabatnya.
"Konyol." ucap Steve dalam hati.
Pukul 21.30 Kevin sudah berada di rumah, ini adalah rekor karena Kevin ada di rumah di jam yang terbilang sore. Biasanya paling cepat Kevin akan pulang pukul 23.30 atau paling lambat, ya dia akan pulang menjelang subuh.
"Kevin! Are you okay?" Devina heran melihat putranya pulang cepat. Bahkan Devina menghampiri Kevin dan mengecek tubuh putranya.
"Mama kenapa, sih?" heran Kevin karena di putar-putar oleh ibunya.
"Gak demam," gumam Devina menyentuh kening Kevin.
"Mah, Kevin baik-baik aja dan gak sakit." ujarnya kesal melihat reaksi Devina yang menurutnya berlebihan.
"Mama kan khawatir, sayang." Devina memeluk Kevin. Rasanya sudah lama sekali Devina tidak memeluk putranya, jangankan memeluk. Melihat Kevin saja jarang, karena Kevin sudah mempunyai dunianya sendiri.
"Mama kangen banget sama kamu," kata Devina jujur sambil mengusap wajah tampan putranya. Kevin adalah anak tunggal, kasih sayang dan banyaknya materi yang diberikan oleh orang tuanya membuat Kevin selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan.
Termasuk soal wanita yang dengan mudahnya bisa Kevin dapatkan mengingat visual dan background yang sempurna. Itu sebabnya Kevin merasa tertantang untuk mendapatkan Ruby, sebagai pembuktian jika tidak ada yang tidak bisa Kevin dapatkan.
Diluar taruhan itu sendiri, Kevin yakin jika dirinya bisa mendapatkan Ruby cepat atau lambat.
"Mah, kita ketemu setiap hari dan mama bilang kangen." ucap Kevin menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan sikap sang Mama.
"Kita jarang bertemu meskipun tinggal di rumah yang sama. Lebih tepatnya kamu jarang di rumah, bagaimana jika nanti kamu sudah tinggal di apartemen?" keluh Devina. Sebab, rencananya setelah masuk universitas, Kevin akan tinggal di apartemen nya sendiri. Sebenarnya sudah sejak lama Kevin ingin tinggal di apartemen, tapi Devina melarangnya karena tidak ingin terlalu cepat berpisah dengan putra semata wayangnya.
*
*
*
*
*
TBC
Happy reading 🤗🤗🤗
Author akan up sesuai jadwal yaaa.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom komentar, like, subscribe, vote, dan jangan lupa kasih semangat author 😉
Ruby berada di balkon kamarnya, gadis itu mengenakan celana pendek dan tank top, rambut panjangnya dibiarkan terurai. Di antara jarinya terselip sebatang rokok yang sudah habis separuh, sesekali gadis itu menghisap zat nikotin dengan santai.
"Kau merokok lagi?" ucap seorang pria dari arah belakang, Ruby membalikkan tubuhnya sambil menghisap rokok.
"Kau kesini, ada apa?" Ruby menatap pria itu dan kembali menghisap rokoknya.
"Merokok tidak baik untuk kesehatanmu." kata pria itu meraih tangan Ruby hendak membuang rokoknya, namun dengan cepat Ruby mengelak.
"Hanya sesekali, jangan mengangguku," kata Ruby kembali membalikan tubuhnya melihat gemerlap lampu malam.
"Kapan kita akan kembali?" pria itu ikut bersandar di pagar besi menopang tubuhnya.
"Kembali? Aku bahkan belum melakukan apapun." kata Ruby menghembuskan asap rokok pada pria itu.
"Jangan meracuniku, aku tidak ingin mati muda," pria itu mengibaskan tangannya, dia memang bukan tepi pria perokok.
"Ini kenikmatan, bukan racun." kata Ruby mematikan puntung rokoknya dalam asbak.
"Ada apa kau kemari? Tidak mungkin hanya bertanya kapan kita akan pulang 'kan?" Ruby mengulang pertanyaannya, pria itu menghembuskan nafas pelan.
"Kevin merasa tertantang denganmu, apa yang kau lakukan padanya?" pria itu serius menatap Ruby.
"Benarkah? Menarik." Ruby tersenyum miring memikirkan rencana selanjutnya.
"Apa yang akan kau lakukan? Jangan membahayakan dirimu. Ingat, Kevin bukanlah orang sembarangan," pria itu mengingatkan Ruby.
"Jangan terlalu berpikir, dan jangan ikut campur." kata Ruby tidak ingin mendengar nasehat pria itu.
"Ann, aku disini untuk menjagamu. Bagaimana bisa aku tidak ikut campur?" pria itu tak ingin kalah namun dengan nada pelan.
"Jika begitu kembalilah, aku bukan bayi yang harus di jaga!" kata Ruby kesal. Gadis itu masuk kedalam kamar dan langsung membaringkan tubuhnya. Pria itu menghembuskan nafas kasar melihat tingkah Ruby.
"Oke, maafkan aku." katanya ikut masuk dan melihat Ruby menutup tubuhnya dengan selimut tebal.
"Pergilah, dan jangan kemari jika aku tidak meminta." ucap Ruby mengusirnya. Pria itu hanya diam lalu pergi sesuai perintah Ruby, dia sangat tahu bagaimana sifat gila Ruby jika sudah marah.
Setelah pria itu pergi, Ruby membuka selimutnya dan duduk bersandar headboard. Siapa sangka wajah cantik dan terlihat polos itu menyimpan api kebencian dan dendam yang membara, bahkan jiwanya kini dikuasai oleh aura negatif membuatnya hampir sama dengan iblis.
"Kau yang menyerahkan diri." bisik Ruby mengingat Kevin yang masih penasaran dengannya.
***
Keesokan harinya, Ruby sudah berada di atap sekolah terlebih dulu dengan wajah datar tanpa ekspresi. Sebenarnya Ruby gadis yang cantik, bahkan sangat cantik. Sayangnya tidak pernah ada senyum diwajah cantik itu, apalagi sikapnya yang terlalu cuek dan masa bodoh membuat orang enggan berteman dengannya, kecuali Alika.
Ruby menghembuskan nafas kasar karena sudah setengah jam menunggu, tidak ada tanda-tanda Kevin akan datang. Gadis itu memutuskan untuk turun karena tidak akan menunggu Kevin lebih lama lagi.
"Sorry, gue lama." ucap Kevin dengan nafas terengah-engah, Ruby menatap malas dan membuang muka kearah lain.
"Gue anggap keterlambatan lo sebagai jawaban tidak setuju." kata Ruby. Gadis itu menatap Kevin yang masih mengatur nafasnya.
"Terlambat? Wait, kita gak menentukan jam pasti untuk bertemu." Kevin mencari pembenaran. Ruby diam menatap Kevin yang mulai mendekatinya, pria itu mengambil kertas dari saku celananya dan memberikannya pada Ruby.
"Gue udah tanda tangan, yang artinya gue setuju kita pacaran tanpa sepengetahuan orang lain." ucap Kevin mantap. Kevin yakin jika poin-poin yang di tulis Ruby akan menguntungkan dirinya, dan merugikan Ruby.
"Lo yakin?" Ruby melihat kertas yang sudah di bubuhkan tanda tangan Kevin. "Perjanjian ini hanya akan berakhir, atas kehendak gue. Yang artinya kapanpun gue mau mengakhiri nya, lo gak bisa nolak!" katanya mengingatkan Kevin.
"Gue gak pernah seyakin ini sebelumnya," ujar Kevin menatap Ruby. "Poin-poin yang lo tulis lebih banyak menguntungkan gue, jadi gak ada alasan buat gue gak setuju," sambung Kevin. Ruby tersenyum samar mendengar itu dan mengangguk paham.
"Oke, mulai sekarang kita pacaran," kata Ruby berjalan mendekati Kevin, tangan kanannya terulur menyentuh bahu Kevin dan naik hingga berada di tengkuk, lalu tangan kiri nya mengikuti. Hingga beberapa detik kemudian Ruby mencium bibir Kevin dengan sangat agresif, seolah menandakan jika dirinya sudah ahli dalam berciuman.
"Ini sebagai tanda kalau kita pacaran," jarinya mengusap bibir basah Kevin akibat ciumannya.
Kevin hanya mematung tidak percaya dengan sikap Ruby, gadis yang terlihat lugu dan polos itu ternyata sangat berani, bahkan terlalu berani. Sampai Ruby pergi dari tempat itu, Kevin masih berdiri di tempat yang sama.
"Liar," kata Kevin pelan, ia menyentuh bibirnya yang baru saja dicium oleh Ruby. Bukan hanya sekedar ciuman biasa, tapi ciuman penuh hasrat dan menuntut. Jika biasanya Kevin yang mendominasi setiap ciumannya, tapi kali ini Kevin akui jika Ruby bisa mengimbanginya.
Sedangkan disisi lain, Ruby merutuki sikapnya yang terlalu agresif. Debaran jantung nya juga belum kembali normal, ciuman tadi adalah ciuman pertamanya, Ruby tidak menyangka jika ciuman pertamanya dia berikan pada Kevin.
"Tenang Ruby, itu hanya sekedar ciuman. Tidak berarti apapun," bisiknya menenangkan diri sendiri.
"Huhhh... Kedepannya aku akan melakukan hal yang lebih gila lagi," gumamnya , lalu mulai mengemudikan mobil menuju apartemennya.
***
Sesuai dengan apa yang tertulis dalam surat perjanjian, Ruby dan Kevin benar-benar tidak terlihat bersama. Bahkan saat mereka berpapasan disekolah, mereka bersikap seperti orang yang tak saling kenal.
Ruby dengan dunianya sendiri, sedangkan Kevin juga dengan dunianya yang dipenuhi tawa bahagia dan wanita. Mereka benar-benar berbeda, karena dunia Ruby hanya sunyi sepi, berbanding terbalik dengan kehidupan Kevin yang selalu ramai.
"By, lo mau ikutan acara pensi gak?" tanya Alika duduk dibangku depan Ruby.
"Males," jawab Ruby datar seperti biasanya.
"Yah, kan ini acara terakhir kita di sekolah. Ayo dong, lo ikut." bujuknya, Ruby menatap malas pada Alika. Gadis itu sering kali mengajak bahkan memohon pada Ruby agar ikut serta dalam kegiatan sekolah, tapi Ruby tetaplah Ruby yang selalu tenggelam dalam dunianya sendiri.
"Nanti gue pikirin," kata Ruby. Alika tersenyum senang mendengar itu.
"Benerannnn?" pekiknya hingga membuat beberapa murid yang ada dikelas menolah pada mereka.
"Iya, gak usah lebay." ujar Ruby tak suka melihat reaksi Alika.
"Ini bukan lebay, tapi ini ekspresi senang gue kayak lagi dapat jackpot," kata Alika mendekati Ruby dan memeluk gadis itu.
"No, no, no! Lepasin gue!" Ruby merasa risih di peluk Alika.
"Makasih ya, By. Gue tuh seneng banget akhirnya lo mau ngomong sama gue, dan sekarang lo mau ikut ajakan gue. Lo tahu kan kalau gue nunggu momen ini lama banget, hampir tiga tahun," kata Alika. Mungkin terdengar berlebihan bagi Ruby, tapi tidak bagi Alika.
Meskipun Alika punya banyak teman dan mudah bergaul dengan siapa saja, tapi setiap hari tak lupa mengajak Ruby bicara meskipun jarang mendapat respon. Alika tidak menyerah, apalagi melihat Ruby yang selama tiga tahun di sekolah tidak berteman dengan siapapun.
"Gue pikir, ini acara terakhir di sekolah," ujar Ruby. Tidak ada salahnya mengikuti acara pensi ini.
*
*
*
*
*
TBC
Haii, gimana menurut kalian???
Sampai episode ini, udah bisa nebak alur ceritanya belum 😊😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!