NovelToon NovelToon

Hello, Mr. Kordes

KKN 21

Hello, Mr. Kordes (koordinator desa) adalah season 2 dari Knock-knock Mr. Ketos yang ku tulis di sebelah, tidak ku re-write disini mengingat karya itu sudah menjadi hak cipta rumah sebelah, maaf yeee🙏. Tapi eh tapi...kalaupun sejagad Entehhh ada yang belum pernah membaca pun tidak akan menjadi masalah. Sengaja aku bawa kesini, biar semua MC ku ngumpul disini, dan yang setia duduk manis di sini bisa kenal sama Mei--Jingga. Pernah ku spill sekelebat kaya asep rokook di Zea-Saga, part Zea dan umi Far-far away main ke emoll ditemenin om Handa.

Oh ya aku sempat menemukan sebuah komentar yang bilang ceritaku kemaren kurang seru kaya yang lain padahal dia suka alurnya, genrenya, tata bahasanya dan diksi--narasinya. Jadi ngga tau sebelah mananya yang ngga serunya? Biarlah...aku ngga mau memusingkan itu. Karena aku sudah mengingatkan semua karyaku tidak sama. Tidak mengulang, juga bukan naskah stand up komedi....anggap aja kalo ngga seru, akunya lagi kuulen alias flat, datar kaya air mukanya Al Fath.

Jangan menggantungkan harapan sama manusia apalagi aku ya guys, aku tidak memaksa...monggo yang masih mau bertahan dan nyaman dengan tulisanku yang acak-acakan ini matur suwun sangaaattt, love you to the laklakan (pangkal lidah) buruy (kecebong) pokoknya mah.😍

One again, bahasa para pemeran di cerita ini bisa kujamin bakalan bikin geleng-geleng, jadi buat pembaca yang punya spek ukhti atau soft spoken terbaik di endonesahhh mungkin bakalan kurang cocok. Dan jika ada kesamaan nama tempat, tokoh, latar, setting itu hanyalah kebetulan belaka yaaa, semua ini jelas hanya karangan fiktif 😉

Happy reading 🤗

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

...Blurb...

...Sejauh mana kamu berlari, berapa lama itu terjadi, jika sudah suratan takdir, maka seolah garis hidup ditarik lurus kembali pada pemilik rusuk oleh sang Kuasa....

Juni 202X

Ia membenarkan pita merah diantara surai yang sudah hampir seluruhnya tak lagi terikat rapi. Lepek, kusam, dekil, keringetan, berminyak pokoknya gorengan banget! Persis dengan yang pernah ia katakan pada seseorang, dulu sekali.

Dengan langkah tergesa, yang menabrak-nabrak bahu orang, ia berucap 'sorry berulang kali, satu kata ajaib yang membuat orang lain mampu memaklumi meski tak jarang tetap sewot juga ujungnya. Ia memang ceroboh, tak menghiraukan anjuran dokter dan mama. Kalau luka bagaimana? Nanti satu gedung FKM banjir da rah* pera wan.

(Note * : Meidina pengidap Hemofilia.)

Ia sendiri, tak memiliki banyak teman bahkan temannya bisa dihitung jari kaki... semenjak datang kembali ke Jakarta...cukup menjadi pribadi introvert, pasti semuanya tak akan percaya itu, mengingat dulunya Mei merupakan seorang selebgram. Semuanya berubah, banyak yang berubah setelah 4 tahun ini, percayalah! Kecuali.....

"Misi---misi---ini gue bawa iman dan takwa, takut goyah!" praktis semua manusia yang ada di depannya menoleh horor sekaligus menyingkir, tak perlu bilang bawa air panas atau air keras...cuma teriak panik aja orang langsung ngeuh buat menyingkir kok... Cara ampuh buat bikin jalannya terbuka lapang dan orang-orang pada bilang, stress!

"Apa sih..." gumam berdesis beberapa orang menatapnya, ada yang sinis, ada yang mengerutkan dahi, ada pula yang sekedar terkekeh tak jelas, geje! Tapi Mei tak peduli.

"Meiii!"

Baru juga matanya akan menyipit meneliti font berukuran sebesar telur semut, seseorang dengan suara seempuk bisikan setan memanggilnya.

"Udah liat list kelompok KKN?" tanya Yasmin penuh rasa excited.

"Ini, baru mau. Di tempel di deket mading sekretariat kan?" tunjuk Mei segera mengalihkan pandangannya kembali pada lembaran yang tertempel penuh, cukup dibuat excited, khawatir, deg-degan dan.....

"21 oyyy, jangan liat kemana-mana, nama lo di kelompok 21." Ujar Yas meraih kedua sisi kepala Mei dan langsung menghadapkan kedua matanya ke arah papan dimana kelompok 21 tercantum, memang tak ada akhlak, hampir saja hidungnya menyentuh papan sampe matanya juling-juling, "njir..." dan Yasmin tertawa akan umpatan refleks itu.

Mei memundurkan wajahnya dan mencebik, "ish..."

"Bareng engga kita?" gadis berkucir satu nan pendek itu menggeleng, bukan tidak kecewa, namun keduanya sudah sama-sama menduga, jika mereka tidak mungkin ditempatkan di kelompok yang sama. Hanya saja sempat terbersit harapan untuk bersama setidaknya sudah punya teman di tempat kkn sana.

Segera Mei mengalihkan pandangannya ke kelompok 21.

Kelompok KKN 21 UNJANA :

I Ketut Raisaka, Fakultas Teknik~Teknik Perminyakan.

Nagara Kertamaru, Fakultas Hukum~ Ilmu Hukum.

Purwangga Mahadri, FEB~ Management Bisnis.

Nararya Zaltan, FEB~ Bisnis Digital.

Meidina Sastro Asmoro, FKM~ Ilmu Gizi.

Aluna Senja, FEB~ Perbankan.

Lengkara Savio, Fakultas Hukum~ Ilmu Hukum.

Raras Nalula, Fakultas Pendidikan~ PG PAUD.

Sultan Tri Alby, Fakultas Pertanian~ Agroteknologi.

Livia Syua Tan, FISIP~ Ilmu Komunikasi.

Raindra Jovian, Fakultas Teknik~ Teknik Elektro.

Teuku Zioma Arlan, Fakultas Teknik~ Teknik Informatika.

Arshaka Mandala, Fakultas Pendidikan~ Statistik MIPA.

Jari telunjuknya berkali-kali naik turun saking tak percayanya, jika dari FKM hanya dirinya seorang. Ia bahkan meneguk saliva getir menyadari jika kelompoknya didominasi oleh anak ekonomi bisnis dan anak teknik, ia benar-benar sendirian dan harus berbaur dengan para manusia sejuta watt itu, mendadak nyalinya ciut, pasalnya setau Mei anak-anak bisnis terkenal sombong dan jutek, sementara anak-anak teknik yang kebanyakan laki-laki itu terkenal genit dan playboy, namun satu kesamaan mereka, berisik..Oh my.

"Lo kelompok mana?" tanya Mei menutup lembaran itu yang menenggelamkan rasa penasarannya, setidaknya ia cukup lega, tidak harus satu kelompok dengan seseorang, atau mungkin dua orang yang paling ia hindari disini.

Percayalah, selama 4 semester lebih, Mei harus mati-matian mengontrol perasaannya, menghindar dari masa lalu yang membayangi, bahkan Yasmin tak pernah tau jika salah satu kandidat ketua BEM dari fakultas teknik tahun lalu adalah salah satu cerita masa lalunya. Begitupun Gina, anak FEB juga yang merupakan mantan teman dekatnya semasa di SMA.

"17."

Keduanya berjalan bersama menjauh dari papan yang tadi dikerubungi mahasiswa semester 6-7.

"Ngga percaya, ya...bentar lagi semester akhir, nyusun skripsi, yudisium, sidang, ahhhhh selesai deh capenya! Rambut gue udah rontok sumpah, tiap hari sisiran dapet lebih dari 10 helai, bisa dibikin wig..." Yasmin merangkul satu sisi bahu Mei dan menaruh kepalanya disana sambil berjalan bersampingan.

"Untung belum jadi barbie masa kecil gue, yang rambutnya botak sebelah..." cibir Mei tertawa kecil diangguki Yas.

"Tinggal puyengnya cari kerja, pengangguran tuh ngga enak, Yas...tanggungan beban mental." Jawab Mei, padahal dulu...ia tak perlu takut masalah finansial atau pekerjaan, karena jelas jadi selebgram itu menjanjikan.

Kakinya terhenti sejenak, "kaya...abis kuliah dapet gelar sarjana terus mau ngapain? Masa iya jadi beban keluarga terus." Mei melanjutkan langkahnya bersama Yas.

"Kalo gitu, gue mau langsung kawin aja." Ujar Yasmin tanpa dosa.

Mei menoleh dengan kernyitan dan mendorong kepala Yasmin, dimana isian otaknya cuma bikin anak doang, "sia-sia dong biaya kuliah lo yang mahal ini."

"Kodrat cewek kan begitu Mei, frustasi sama loker, jalan ninja terakhir ngang kangg di ranjang."

Yasmin tertawa, sementara Mei...ia merotasi bola mata lalu mengalihkan pandangannya keluar dinding kaca dimana taman samping gedung fakultasnya terlihat ramai, beberapa anak fakultas lain ikut berbaur juga disana. Dan si alnya, hari ini adalah hari ke berapa ratusnya ia harus selalu melihat seseorang yang sangat ia hindari, mengingat ruangan keorganisasian kampus berada di dekat sana.

Hmm, Mei segera mengalihkan pandangannya ke lain arah. Ia sudah berhasil baik-baik saja selama 2 tahun berada di satu tempat yang sama dengannya tanpa bertegur sapa, di tambah 2 tahun sebelumnya di kota berbeda.

Bahkan terakhir, hal yang membuat Mei memutuskan untuk tak lagi berhubungan dengannya adalah, Jingga yang selalu ditemani seseorang...long distance relationship membuat hubungannya dan Jingga berakhir tak jelas, atau mungkin----memang sejak awal hubungan mereka tak memiliki kejelasan status. Saling sayang, pernah ciuman lalu, merenggang, dan kini saling asing.

Jujur saja, meski sakit...Mei cukup merasa senang, Jingga nampak lebih tertata sekarang hidupnya, ia lebih tampan dengan kacamata yang bertengger di pangkal hidung. Meski tak berkulit putih, namun kini wajahnya bersih, tak berminyak seperti jaman putih abu dulu, dimana julukan gorengan Mei sematkan untuknya. Mei dengar, mama Jingga juga sudah memiliki toko kue sendiri sekarang, dengan Jingga yang menerima UKT di kampus serta masih mengerjakan part time, ia yakin kehidupan Jingga lebih baik sekarang, tanpanya.

Ting!

+628.....invite Meidina to grup...

Welcome, grup KKN 21!

.

.

.

Prediksi cuaca

Mei cukup tau beberapa wajah yang tergabung di kelompok 21 meski tak mengenal dekat, ada yang ia tau dan pernah berpapasan sesekali, atau hanya Mey tau, sebagai pendengar kabar angin yang berhembus di kampus, dimana nama-nama mahasiswa tenar dari berbagai fakultasnya itu kemudian tenggelam seiring waktu berjalan dan tak sempat ia kenali lebih jauh.

Langkahnya terayun cepat dengan nafas yang terengah-engah menuruni tangga lantai kelas ke luar area gedung, padahal jaraknya hanya beberapa ratus meter saja.

Tapi karena satu dan lain hal, akhirnya harus membuat Mey mengejar ketertinggalan waktu dan merasa tak enak hati harus bikin anggota lain menunggu.

Meski wajah-wajah itu asing baginya, ia cukup yakin jika segerombol kecil orang yang berada di bawah taman kampus berpayung pohon-pohon trembesi itu adalah kelompoknya, mengingat ketikan bernama Maru mengatakan jika ia dan beberapa lain sudah berada di taman kampus dekat gedung FKM.

Langkahnya cepat-cepat dengan nafas yang ia buang kasar berusaha menghampiri kerumunan kecil yang sesekali diguguri dedaunan kering dari atas pohon, bahkan terlihat beberapa kali gadis berwajah manis di depan sana misuh-misuh sambil mendongak ke atas ketika rontokan daun itu menyiram kepalanya, ia membawa rambutnya ke belakang telinga bersama kipas yang setia menyejukan wajahnya.

"Sorry gue telat engga?" sapa Mei dari kejauhan membuat perhatian mereka terpancing untuk menoleh.

"Meidina kan? Gue Nalula...santai aja, masih pada belum datang juga kok," seorang gadis menyapa duluan sebelum Mei berhasil memperkenalkan namanya. Mungkin gerak menghampiri Mei yang terkesan tergesa dari atas sana itu, cukup membuatnya mengalihkan perhatian pada sikap random Mei yang berlarian di tangga gedung.

Mei mengangguk menyambut tangan gadis pertama yang memperkenalkan diri, ia sosok gadis dengan rambut diikat satu dan memiliki paras lembut, "soalnya langkah lo keliatan banget sejak turun tangga," tunjuknya ke arah gedung dengan dinding kaca menerawang yang ada di depan, "FKM."

Ah, ya...tentu saja...salahkan arsitektur yang mendesain gedung FKM hingga tembus pandang ke dalam begitu, "anak FKM tuh berasa ngga punya privasi ngga sih?" tembak seseorang lain yang kemudian mengulurkan tangannya untuk kembali Mei sambut, "Syua, FISIP.." ia memiliki garis wajah yang chubby, meski matanya sipit kontras dengan warna kulit putihnya. Mei ingat dengan nama panjang Syua, dimana marga Tan tersemat menunjukan jika Syua memiliki da rah campuran chinese.

Selanjutnya jabatan tangan bergulir berderet pada mereka yang berada di posisinya, membuat Mei harus sedikit melangkah demi menjangkau, "Maru." Oke, jadi cowok ini yang bernama Maru, dimana sejak 24 jam terakhir aura-auranya sudah tercium hangit-hangit aroma alpha-nya 21.

Kontras dengan ucapan sepatah dua patah kata yang selalu ia gaungkan ketika ia bersuara di grup, nyatanya wajahnya pun tak kalah menenangkan setengah datar saat ini.

Saking tenang dan antengnya, disaat kedua orang tengil di sampingnya sedang saling gontok-gontokan ia seperti sama sekali tak terganggu oleh tingkah riuh yang bahkan mengenainya beberapa kali itu.

Beralih dari sana, Mei harus menunggu keduanya selesai bercanda, sampai pemuda dengan rambut yang sengaja ia kucir di atas belakang demi menyingkirkan sebagian rambut bagian yang memanjang di sisi kanan dan kiri menghalangi pemandangan, sementara bagian samping ia cepak satu centi mengulurkan tangannya, "Arlan. Si ganteng----"

"Dari goa hantu." Tukas Jovian, si pemuda jangkung yang siapapun akan mengenalinya karena ia adalah salah satu anak tekhnik yang cukup terkenal dari fakultasnya, ia juga---huftt! Meidina harus mengakui, jika Jovian ini beberapa kali terlihat dekat dengan Jingga meski berbeda jurusan, "Jovian."

So pasti, anak teknik....Mei mengangguk-angguk dengan ketengilan dan keusilan mereka.

Lalu ada wajah sengak dan jutek yang duduk paling nyaman seolah enggan tergoyahkan dari singgasananya, siapa lagi kalau bukan Mahadri, bahkan ketimbang harus menghampiri Mei, ia lebih memilih diam di tempatnya dengan Mei yang harus menghampirinya, sebal sekalih! Aura orang kaya memang beda, awur-awuran...memandang dunia dengan mata piciknya.

Tidak terhenti sampai disana, ada Zaltan yang langsung menggenggam tangan Mei berikut senandung lirih yang tak merdu-merdu amat dan praktis bikin semua orang keki dibuatnya.

"Saipul jambal." Decih Alby.

"Gue Sultan..." ujar Alby berebut tangan Mei lalu menyunggingkan senyuman selebar dunia, mungkin cita-citanya ingin menjadi brand ambassador pasta gigi jika tidak bisa menggantikan ke bo garap sawah, karena jelas ia anak fakultas pertanian dengan segala perintilan yang hanya anak pertanian saja yang punya.

Pfftttt, justru mereka cengengesan mendengar Alby memperkenalkan diri, "sultan dari sudut mananya, by?" tanya Senja menyebalkan, si gadis paling manis, saking manisnya segala yang ia pakai itu bernuansa magenta, persis minuman lebaran.

"Elah....panggil aja gue---"

"Rakyat jelata." Tukas Mahad kembali memantik tawa tertahan mereka. Mei tersenyum dan mengalihkan tatapan dari Alby ke arah orang terakhir Senja dan menyalami gadis dengan kipas kecil yang senantiasa memutar di depan wajahnya.

Baru selesai menyalami Senja, dari arah lain bergabung pula seorang gadis bercepol satu yang datang sambil misuh-misuh, "gila deh ah! Ngga kira-kira...udah mau KKN begini masih aja disuruh setor yang kurang-kurang!" dumelnya, "sorry ya guys...telat gara-gara pak Dirwan. Gue Savio...eh, ini beneran kan ya kelompok 21? Takutnya salah gabung..." tanya nya nyeroscos namun kemudian pandangannya jatuh pada Maru yang duduk menjatuhkan tatap tak peduli, "eh iya deh...ada elo disini, Ru..."

"Gue---" Alby hendak mendorong tangannya untuk bersalaman dengan Vio namun kembali di sela Mahad, "sultan."

Pfftt...

"Ya?" tanya Vio membeo.

"Nama dia Sultan by the way..." dan entah kenapa pembahasan nama Alby saja bisa membuat tawa cair diantara mereka, bullying kah? Atau----

"Oh, paham." Vio mengangguk mengatupkan mulutnya yang sempat menganga.

"Makasih loh abang Mahad...padahal kali ini gue mau bilang kalo nama gue cinta." cibir Alby, diangguki Mahad, "sama-sama cinta."

Jovian mendorong kepala Alby, "laga lo cinta, gue Rangga."

Maru melirik jam tangannya lalu ia menatap satu-satu manusia yang hadir disana sambil komat-kamit menghitung, "satu lagi siapa nih? Ketut bukan?" tanya nya diangguki Arlan, "si kentut."

Namun baru saja Maru ingin kembali buka suara, dering ponsel di tangannya sudah berbunyi. Dari gesturnya yang menegakan duduknya, sepertinya panggilan itu cukup penting.

"Iya pak. Tapi kenapa kalau boleh tau?" tanya nya dengan wajah serius, namun keseriusan itu memudar barang seulas. "Ah iya, saya dan kawan-kawan..." sejenak ia menatap wajah anggota KKN 21.

"Paham." pungkasnya.

Semua mendadak diam dan memperhatikan Maru dengan wajah penasaran, "ada perubahan anggota, tadi pak Sulaeman LPM ngasih info kalo nama Ketut dirolling sama anggota kelompok lain karena satu dan lain sebab. Ngga dijelasin sih apa sebabnya..." Jelasnya benar-benar menarik semua perhatian dan rasa keheranan.

Mei saling pandang pada beberapa teman termasuk Lula.

"Siapa? Anak fakultas mana?" tanya Alby.

"Dia anak teknik juga," jawab Maru kini terlihat mengotak-atik ponsel seperti tengah mengetik sesuatu.

"Anak teknik?" tanya Arlan memastikan jika ia mengenal hampir semua penghuni fakultas teknik termasuk semut-semut yang menghuni lubang di tanah gedung fakultas teknik sekalipun. Shoombong!

"Saha?" tanya Jovian bersitatap dengan Arlan.

"Sorry-sorry, gue ngga telat-telat banget kan?" mendadak semua leher berputar menoleh ke arah sumber suara.

"Kenalin, gue Aksara Jingga anak teknik---"

"Weyyy, bapak!" belum selesai berucap Jovian dan Arlan sudah berseru menyambutnya bak menyambut anak hilang, penuh penghayatan berlebihan membuat sebagian dari mereka terkekeh dan mengernyit jengah.

Kentara sekali dengan apa yang terjadi diantara mereka, mungkin hanya Mei yang merasakan sinyal buruk dan merinding sebadan-badan saat ini.

Tidak seperti Maru yang mungkin hanya menatap malas kedatangan Jingga sebab memang ia tak begitu peduli dengan dunia serta isinya, bahkan mungkin jika ada ribuan koloni lebah menyerang seisi kampus, hanya ia manusia yang santai. Atau Mahad yang memang basicnya memiliki raut wajah angkuh menyebalkan, menganggap tak ada manusia lain yang begitu spesial kecuali dirinya dan raja Arab.

Mei tertegun karena ada sesuatu yang kini terdengar telah runtuh di dalam hati dan pikirannya melihat kedatangan pemuda dengan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya itu.

Jingga menyalami satu persatu anggota kelompok dan saat tiba bagiannya bertemu dengan Mei, ia justru menurunkan sejenak tangannya, sorot matanya tak bisa dijabarkan dengan mendorong kacamata dan membenarkan tata letaknya yang sedikit merosot.

"Meidina Sastro Asmoro anak FKM Ga...kenal atau tau?" bukan Mei melainkan Lula yang berada di dekat Mei. Percayalah, Mei sudah merasakan lidahnya kelu, lemas di sekujur tubuhnya, bahkan ia sempat refleks memegang lengan Lula demi menahan keseimbangan badannya, untung saja Lula tak begitu mempertanyakan hal itu saat ini. Sepertinya, kedepannya Lula akan bisa ia ajak kerja sama jika sesuatu terjadi padanya.

"Sorry, gue ngga kenal..." jawabnya datar, membuat degupan jantung Mei kembali berdegup normal meski kini syaraff matanya ingin sekali meledakan air mata dan melempar kepala Jingga dengan bunga sekalian dengan pot-potnya.

"Ah, bang Jing....masa yang cantik-cantik ngga kenal, giliran dosen spek Maria mercedes diajakin ngapel."

Namun ia justru menunjukan reaksi tak peduli, "oke, udah sampai mana barusan? Apa yang gue lewatkan?" tanya Jingga menatap mereka satu persatu.

"Baru sampe ngomongin kapan lo mau ke rumah Maria mercedes..." jawab Arlan dikekehi yang lain termasuk Mahad.

"Belum sampai dimana-mana, baru saling tunggu aja." Jawab Maru.

"Oh, oke kalo gitu. Ini kita mau ngobrolin masalah kkn disini aja?" tanya Jingga mendadak supel. Entah mungkin kharisma ketosnya terbawa hingga saat ini.

"Iya ih, dari tadi kek ada yang nanya begini...gue kepanasan tau! Di cafe aja gimana, biar sambil minum?" dengan ciri khas prengat prengut anak mama, nyatanya Senja sudah merasakan tak nyaman sejak tadi.

"Di kantin gimana? Biar ngga usah buang-buang waktu?" tanya Jingga lagi memberikan solusi cepat dan cukup tepat di saat begini.

"Setuju." Senja bahkan sudah berjalan duluan memimpin kerumunan kelompok disusul Vio.

Luka, sorot mata yang pertama kali Mei tangkap ketika tak sengaja ia bertemu tatap dengan Jingga. Ia mulai merasakan jika awan mendung dan prediksi badai akan terjadi untuknya selama 45 hari ke depan. Apakah ia harus menyalahkan Ketut, atau menghajar DPM dan LPM sekarang, yang sudah berani-beraninya menempatkan Jingga di satu kelompok dengannya? Yang jelas takdir nyatanya telah berkata demikian.

.

.

.

.

Goes To Cikalong

Mei berjalan di paling akhir bersama Nalula, memperhatikan badan tegap Jingga yang terhalang oleh Maru. Untung saja pemuda cool yang tak banyak bicara itu memiliki badan atletis, sehingga pandangannya akan sosok Jingga bisa terbatasi.

Mei memang selalu menjaga jarak, persis-persis ketemu virus lah kalo ketemu lelaki satu ini! Selalu percaya, ini untuk kebaikan semuanya.

Ia hanya berani melihat sosok Jingga dari kejauhan saja selama ini, itu pun hanya jika ia tak sengaja melihat pemuda itu. Biarlah ia menyembuhkan diri dengan metode lost feeling yang diyakininya sebagai langkah terbaik untuk dirinya maupun Jingga.

Bahkan degupan jantungnya baru saja normal kembali, namun kini... salahkan tata letak kantin yang menyediakan meja bundar sehingga duduk di posisi mana saja ia akan tetap bisa bertukar pandang secara bebas dengan Jingga, Mei menelan salivanya sulit, bisakah ia duduk di atap kantin saja, sekarang?

Yang lain sudah memposisikan diri dan menarik kursi untuk berada di meja yang sama. Dempet-dempetan meski beberapa laki-laki termasuk Mahad lebih memilih sedikit mundur, tak mau begitu menempel.

Mau tak mau Mei yang datang paling akhir tak bisa memilih kursinya, dan kursi yang tersisa adalah space di depan Jingga.

Sejak tadi ia tak berani sekedar menatap Jingga lebih dari 3 detik. Pun, saat Jingga angkat bicara...ia memilih menghindari tatapan, entah ia yang menunduk, melihat case hapenya yang terdapat goresan-goresan cerobohnya, sekedar menatap layar ponsel yang menampakan wallpaper kucing gemoy atau mungkin juga memainkan kuku-kuku bersihnya, semua Mei lakukan yang penting ia bisa mengalihkan pandangan saat harus bertemu tatap dengan netra hitam Jingga, kentara sekali ia masih belum bisa move on dan lari dari masa lalu...

Mungkin hanya ia yang sampai di menit ini tak banyak berucap, atau mungkin sebenarnya memang ia belum berucap sepatah kata pun sejak duduk di meja.

Mei benar-benar kehilangan kemampuannya memikat orang lain dengan kata-kata saat ini, sejak memutuskan keluar dari dunia media sosial dan menjalani kehidupan normal, memfokuskan diri untuk pendidikan dan kesehatannya yang tak bisa normal seperti orang lain. Sampai saat ini terkadang ia sering nyeri persendian atau penda rahan dengan sebab sepele, meski tak separah 3 tahun ke belakang dimana ia memutuskan untuk ikut pindah ke Bandung.

"So, dimanakah letak dunia bernama Cikalong itu?" tanya Mahad.

"Bandung, kan?" Vio mengangguk mantap setengah bangga. Ia sudah membayangkan bagaimana kota indah itu akan memanjakan dirinya, yaaa itung-itung kkn sambil liburan, begitu kan? KKN itu ajang cuti dan vacation dari kepenatan aktivitas kampus meskipun ada bayang-bayang proker yang menyertai.

"Bandung sebelah pojok baratnya Vio..." ralat Jovi so tau.

"Ya apa bedanya, masih Bandung juga kan?" debat Vio masih berwajah cerah, mendengar kata Bandung...."gue bangga banget mau jadi teteh-teteh Bandung!"

Jingga kini meraih ponselnya dan membuka google mapsnya, "berbatasan sama Purwakarta kayanya...dari sini jaraknya sekitar 120 km-an." alisnya menukik terlihat begitu fokus mengotak-atik ponselnya.

Oke, jika Maru memang selalu memasang tampang anteng tak tergoyahkan, berbeda dengan yang lain yang sudah syok lahir batin, macam nahan sesuatu dan bikin perut mules. Resah, tak nyaman !!!

Lihatlah wajah Zaltan yang menganga tercekat persis orang baru nelen lalat sepaket sampah-sampahnya.

Dan Jingga adalah tipikal manusia sadis yang tak segan-segan menunjukan layar pipih itu menghadap ke arah rekan-rekannya demi memastikan wajah teman-temannya tak bisa lebih menyedihkan lagi.

"An jink." Arlan dan Jovian refleks mengumpat ketika melihat angka yang tertera.

Bahkan mata Senja sudah mendadak berkaca-kaca seperti hendak menangis. Syua yang sipit pun tak kalah melebarkan kelopak mata semampunya, bila perlu mungkin akan ia robek kelopak matanya biar lebih lebar liat kenyataan pahit di depannya.

Mahad menepuk tangannya satu kali, "oke kawan-kawan, jadi kita sudah tau yaa...kemana kita akan dibuang. Sampai sini, adakah yang tau kalau sampai disana selain pake jet pribadi bisa pake apa biar cepet sampai?"

"Bentar deh Mahad, bentar...jangan buru-buru dulu," Senja menekan dadanya dan menyenderkan punggungnya masih mencoba mengatur perasaan kagetnya, "tapi daerahnya ngga kaya yang gue sering tonton di film-film horor kkn itu kan? Hutan belantara rumahnya kawanan mo nyet?" tegasnya tanpa tedeng aling-aling.

Zaltan yang berada di dekat Senja sudah menepuk-nepuk pundak loyo gadis itu, "lo tenang aja Nja, kalo abis balik kkn lo jadi berbulu, gue anter waxing..." ucapannya itu tak membantu justru semakin memperparah kondisi wajah Senja yang kian mendung.

"Ini aslinya, sejauh itu...disana ngga ada gerai tiramisusu? Bolen Kartikasari? Cheseecuit? Padahal gue udah bangga banget bisa sambil ngevlog..." ujar Vio.

Jingga kembali memperjelas layar dengan membuka google earth dimana tulisan-tulisan kecil dan garis-garis melintang persis bola kusut itu menunjukan semakin jauhnya kata Cikalong dengan pusat kota Bandung, bahkan sepertinya titik bertuliskan cikalong ini adalah titik terjauh dari peradaban.

"Ngga usah diperjelas kenapa, sih Ga...makin terpuruk gue kalo ngga bisa pesen shopee."

"Bisa Nja...bisa...ntar kurirnya suruh naik turun bukit, kaya ninja hatori." Alby ikut bersuara sembari membuat gerakan memanjat punggung Arshaka.

Mei masih terdiam, ia sama halnya dengan kawan perempuan lain, tapi sepertinya suaranya sudah terwakili, jadi ia tak perlu bersuara lagi demi memperkeruh suasana.

Syua menghela nafasnya sembari menatap ke atas dengan mulut komat-kamit.

"Lo lagi ngitungin apa Yua?" tanya Mei lebih penasaran dengan apa yang dilakukan gadis itu, "kita berangkat hari apa nanti, tanggal berapa? Masuk ke itungan hari baik di feng shui engga kira-kira biar ngga si al-si al amat."

"Ihh Syuaaa!" Vio menepuk bahu Syua sekali.

"Pake motor aja ngga sih, Ga?" tanya Maru.

"Bisa, tapi kalau pake motor dari sini ke Bandung bisa menempuh 4 sampai 6 jam, itu juga kalo ngga banyak istirahatnya, kecuali pake mobil bisa dipangkas lewat tol Cipularang yang cuma 2 jam kalo lancar kartu e-toll ngga bermasalah. Sisanya emang harus pake motor biar lebih efisien. Kita ngga tau medan yang bakalan ditempuh itu kaya apa..." jelas Jingga.

See, Mei tak bisa menulikan pendengarannya dari sikap si Sigma ini. GOATnya itu, semakin membuat Mei kerdil berada di kelompok kkn ini. (Greatest Of All Time)

"Jadi..."

*****

...Meet Our Team KKN 21...

...Goes to Cikalong...

...Kordes : Aksara Jingga Gayatra....

...Wakordes : Nagara Kertamaru....

...Sekertaris : Meidina Sastro Asmoro, Arshaka Mandala....

...Bendahara : Purwangga Mahadri....

...Pubdok : Nararya Zaltan, Teuku Zioma Arlan....

...Logistik : Aluna Senja, Raindra Jovian....

...Konsumsi : Raras Nalula, Lengkara Savio...

...Humas : Sultan Tri Alby, Livia Syua Tan....

Ia yang sejak tadi diam, tak kalah heningnya dengan tempat sendok di depan mereka justru mendapatkan lirikan secara tiba-tiba dari Jingga dan tanpa aba-aba menjadikannya sebagai sekertaris, dengan segala alasan dan alibi mengada-ada yang dibuat si kordes hingga yang lain mengiyakan. Apa maksud dan tujuan Jingga sebenarnya?

"Anak FKM kalo nulis lebih teliti, suka pake hati...." ujarnya terlihat seperti cibiran. See...apa hubungannya? Tapi karena ini Jingga yang bicara, maka yang lain ikut mengiyakan. Jingga berhasil membuat semua suara dan perhatian berpihak padanya.

Mei sudah memasang tampang tak terima, tapi ia tau jika itu percuma saja, ia selalu kalah..sejak dulu. Jadinya, ia hanya bisa mendumel di dalam hati.

Jingga nih! Selalu seenaknya. Si*alan deh...

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!