NovelToon NovelToon

Berenkarnasi Menyelematkan Kahancuran Keluarga

Awal Yang Baru

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh Rumah-Rumah dan persawahan, hiduplah seorang pemuda bernama Ralfa yang berusia 20 tahun. Ia adalah anak Tunggal dari keluarga yang dulunya kaya raya, namun kini terpuruk dalam kemiskinan setelah ayahnya mengalami kebangkrutan. Ralfa sering merasa tertekan melihat keluarganya berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suatu malam, saat ia merenung di dalam kamar , Ralfa berdoa berharap untuk mendapatkan kesempatan kedua

Tiba-tiba , cahaya terang menyilaukan matanya. Ralfa terjatuh di depan tubuh nya dan cahaya itu masuk ke dalam tubuhnya .Ketika ia membuka mata, ia mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang asing, namun terasa akrab. Ia menyadari bahwa itu adalah kamarnya di rumahnya yang lama dan saat ia melihat tangan dan kakinya ia merasa aneh dan ia buru-buru melihat cermin dan mendapati dirinya telah terlahir kembali sebagai seorang anak berumur 10 tahun di keluarga yang sama, tetapi di waktu yang berbeda—sebelum kebangkrutan yang menghancurkan segalanya.

Ia mulai merasa semangat dan tekad yang kuat dan ia pun berguamam dalam hati "inilah saatnya mengubah takdir".

Tapi sebelum itu aku ingin melihat-lihat kamar ini dulu,kamar yang luas dengan sebuah tempat tidur yang cukup untuk dua orang,beberapa rak penuh mainan,sebuah cermin ukuran besar.

Saat aku hendak melihat keluar jendela tiba-tiba kakiku menabrak sesuatu,saat kulihat itu adalah sebuah buku berwarna biru tua dan ada gambar gagak di tengahnya dan aku yang penasaran mengambilnya dan membuka bukunya dan menemukan tulisan"Buku harianku".

Aku mencoba mengingat apakah aku punya buku harian di kehidupanku yang sebelumnya?

Saat aku membuka halaman berikutnya dari atas kebawah berisi coretan pahit yang sesuai dengan apa yang ku alami di kehidupanku sebelumnya kata demi kata.di sana mengabarkan pengalamanku yang panjang dan buruk dengan sangat jelas mulai dari ayahku yang di tuntut ganti rugi karena pabrik dan gudang yang baru rubuh hingga hilangnya seluruh kekayaan Keluargaku.

Aku memang ingin mengubah takdir buruk itu dan aku akan memulainya dengan pabrik dan gudang yang rubuh,tapi aku sendiri tidak tahu apa yang harus ku lakukan.akhirnya aku hanya berguling  dari satu sisi Tempat tidur ke sisi lainnya,kemudian berguling kembali.sementara itu aku terus berpikir dan berpikir.

Selama tiga puluh menit penuh tanpa hasil.

"Aku merasa...sangat lapar,jika perutku kosong aku tidak bisa berpikir. "

Akhirnya aku terdiri dan tempat tidur dan keluar pintu kamar.

Keluargaku,termasuk aku tinggal di sebuah rumah besar dengan dua lantai dan halaman yang Luas,lantainya berlapis marmer dan sebuah tangga melingkar untuk turun ke lantai satu.Namun,aku tidak pernah menyangka semua ini bisa lenyap dalam beberapa tahun ke depan.

Akhirnya,aku sampai di dapur di lantai satu,di ruangan yang cukup besar itu ada seorang pria yang sedang menyiapkan bahan makanan untuk di masak,dia menatapku bingung.

"Kenapa tuan rafla ,apa ada yang bisa saya bantu?".

Dia adalah seorang pria tinggi dengan tangan yang cekatan. Mataku sedikit melebar karena terkejut saat aku mengenalinnya.

Aku ingat...dia adalah pembantu yang aku pecat.

Pada hari ulang tahunku yang ke empat belas dia membawakan makanan  yang hampir semua nya berisi sayuran yang aku benci.

"Itu akan terjadi dua tahun dari sekarang ".

" apa ada yang salah?"

"Oh,enggak ada aku hanya merasa lapar ,jadi Tolong siapakan beberapa makanan."

Pembantu sekaligus juru masak Keluargaku hanya mengangguk sambil berkata"baiklah akan saya siapkan,akan saya siapkan sayurnya juga".

"Eh,aku enggak mau makan sayuran karena enggak enak".

Juru masak itu menjawab dengan nada lembut " tuan,walaupun tuan tidak suka sayuran tapi harus makan agar punya tubuh yang sehat".

Ada nada nostalgia dalam kata-katanya yang menbuatku tersenyum.Terlintas dalam benak ku bahwa hanya dialah satu-satunya yang menolak keinginan ku dan peduli pada kesehatanku,juru masak yang menggantikannya selalu memasak makanan yang ku pesan dan lama-lama membosankan.

"Ah,baiklah kalau begitu nanti Tolong bawakan makanan nya ke ruang makan".

" Eh?"

"Entah akan apa juru masak itu menatapku dengan kaget".

Aku menunggu di ruang makan dan tak lama kemudian juru masak itu muncul membawakan satu persatu makanan ke meja makan dan berbagai makanan tersaji di meja makan.ada sup yang di buat dengan beberapa macam sayur ,ada beberapa lembar roti dan selai,ada sepotong steik daging dan ada semangkuk buah.

" ah nostalgia sekali" kataku sambil menatap meja makanan

Aku memasukkan sendok ke dalam semangkuk sup sayuran di sana ada tomat yang ku benci ,aku menyendok tomat yang di potong kecil tersebut dan dengan sedikit ragu memasukkannya ke dalam mulutku lalu mengunyahnya dan menelannya.

Saat itu sebuah ingat muncul dan membawa kembali pada makanan yang biasa dia makan di kehidupanku sebelumnya.Aku ingat nasi dan mie instan hampir setiap hari ,kadang-kadang  sayur yang hanya berisi air dan bayam yang dicari di sekitar rumah yang rasanya tidak enak.Ingatan itu menbuatku merinding.

Saat aku keluar dari pikiran itu dan memandang kembali tomat dan sayur yang ada di mangkuk.

Dibandingkan dengan yang dulu ini terasa jauh lebih baik.

"Juru masak! Cepat kemari".

Juru masak itu langsung berjalan ke depan meja makan sambil menundukkan kepala ia bertanya " apa ada yang kurang di masakan saya?".

Aku mengacungkan jempol sambil berkata dengan riang "sayuran ini enak,teruskan kreativitasmu dalam memasak sayur".

Juru masak itu langsung tersenyum dan berkata" Dengan senang hari" dan dilanjutkan dengan berkata "saya punya Hot Chocolate untuk anda tuan"

"Oh benarkah,kalau begitu Cepat bawa kemari". Kataku dengan nada semangat.

Juru masak itu mengangguk dan berbalik lalu berteriak " apa hot chocolate nya sudah Siap?".

Lalu seseorang menjawab "baik akan saya antarkan hot chocolate nya"

Aku terkejut karena suara itu terdengar familiar,itu adalah suara seseorang dari ingatanku ...

Bab 2 : Mengubah Takdir

Siapakah itu sebenarnya...?"

Setelah makan, Ralfa pergi ke halaman depan rumah. Halaman itu cukup luas untuk memarkir mobil tamu yang datang ke rumah. Ralfa menghabiskan beberapa waktu untuk berjalan-jalan mengitari halaman, dan di tengah halaman ada pohon akasia yang cukup tinggi. Ralfa berjalan menghampiri pohon tersebut dan berkata, "Rasanya sudah lama aku tidak melihat pohon ini." Di dekat pohon itu ada sebuah kursi dan meja. Setelah itu, ia menoleh ke arah kanan dan melihat sebuah bangunan yang dindingnya bercat warna-warni dan dipenuhi gambar, tepat di samping rumahnya. Bangunan itu adalah sekolah TK. Saat Ralfa menoleh ke arah kiri, di pojokan tembok depan ada pos tempat security, dan ada seorang security yang berjaga.

Sayangnya, perjalanan Ralfa mengitari halaman tetap tidak bisa menjernihkan pikirannya serta memunculkan ide di kepalanya.

"Ah-Ha! Aku tahu masalahnya. Sepertinya aku membutuhkan sesuatu yang manis," teriaknya. "Pembantu! Bawakan aku biskuit dan buatkan aku minuman yang manis, ya?"

Akhirnya, Ralfa duduk di meja di bawah pohon akasia. Tidak lama setelah itu, seorang pelayan tua keluar membawa sepiring biskuit berisi krim stroberi. Melihat biskuit itu, matanya jadi tidak sabar ingin memakannya. Pelayan itu berkata, "Silakan, Tuan." Setelah menaruh biskuitnya, pembantu itu berteriak, "Viona, cepat bawakan hot chocolate-nya!" Mendengar itu, Ralfa jadi bersemangat dan tidak sabar ingin meminumnya.

Tak lama kemudian, seorang pelayan muda keluar membawa secangkir hot chocolate. Dari aromanya, Ralfa bisa mengenali bahwa coklat yang dipakai adalah coklat Belgia. Saat itu juga, dia teringat bahwa setelah kebangkrutan keluarganya, dia kehilangan kesempatan untuk menikmati minuman coklat lagi. Namun, saat hampir sampai, kaki pelayan itu tersandung dan kehilangan keseimbangan, menyebabkan dirinya jatuh dan minuman hot chocolate itu tumpah. Ralfa ternganga, kejadian bencana ini membuatnya terdiam.

"Ya ampun, Viona! Apa yang kamu lakukan?!" seru pelayan tua yang berada di dekatnya, bergegas mendekati Viona yang jatuh itu, membantunya berdiri dan bertanya, "Tamu, tidak apa-apa?" Viona mengangguk, dan pelayan tua itu berkata padanya, "Mohon maaf, Tuan Muda."

Butuh beberapa detik bagi Ralfa untuk tersadar dari kejadian membingungkan ini, dan dia pun tersenyum. "Gak papa, lain kali harus lebih berhati-hati ya." Pelayan muda itu berkata dengan nada gugup, "Baik, Tuan. Lain kali saya akan lebih berhati-hati, dan saya mohon maaf atas kejadian ini."

Biasanya, Ralfa akan meneriakkan ketidaksenangannya pada pelayan itu. Faktanya, jika itu Ralfa di masa lalu, dia mungkin akan marah. Namun, pengalaman di kehidupannya sebelumnya telah mengubah dirinya untuk menyampaikan kebaikan sedalam cangkir dan seluas piring. Dengan kata lain, dia sedang belajar sabar dan toleransi terhadap sesama manusia, serta memutuskan untuk melakukan segala sesuatunya dengan berpikir menggunakan akal sehat. Ini adalah proses menuju kedewasaan dari dirinya di masa lalu yang egois dan tidak peduli. Prosesnya mungkin cepat atau lambat, tetapi Ralfa terus melangkah maju dalam perjalanan menuju kedewasaan. Jadi, meskipun kejadian itu adalah malapetaka baginya, dia tetap berusaha tersenyum.

"Gak papa, jika kamu membuatkanku hot chocolate lagi, semuanya akan baik-baik saja," katanya untuk menenangkan suasana. Sebelum melangkah lebih jauh, dia bertanya, "Apa kamu yang di sana terluka?"

Dia bahkan memberikan perhatian pada pelayannya. Selain itu, dia berpikir tidak ada gunanya membuat keributan jika mereka bisa membuatkannya minuman lagi. "Saya sangat menyesal, tapi minuman itu dibuat dengan bubuk coklat terakhir, dan kita belum membeli persediaan lagi," jawab Viona dengan suara pelan.

"Kamu! Berlututlah sekarang!" Ralfa membentak, suaranya menggema di halaman yang tenang. Di hadapan kenyataan bahwa satu-satunya minuman hot chocolate-nya telah tumpah, toleransi Ralfa tidak bertahan lama. Apalagi, coklat panas adalah salah satu hal yang disukainya, terutama setelah bertahun-tahun dia tidak memiliknya.

"Kamu, apa yang kamu lakukan pada minuman ku?" tanyanya dengan nada marah.

"Ya!" Viona menjawab, ketakutan dan gemetaran saat Ralfa marah. Dia berlutut dan mendongak, memperlihatkan wajah seorang gadis yang beberapa tahun lebih tua dari Ralfa. Dia berusia pertengahan remaja, dengan rambut hitam panjang, kulit wajah bersih, dan mata yang membuat berkaca-kaca. Meskipun dia terlihat seperti rakyat jelata pada umumnya, kecantikannya adalah kecantikan biasa yang dimiliki gadis-gadis desa.

Saat melihat wajah gadis itu, sebuah ingatan muncul di benak Ralfa. Itu adalah salah satu kenangan dari hari terburuk dalam hidupnya—hari kebangkrutan keluarganya. Pada saat itu, dia dan keluarganya sedang berberes dengan barang-barang yang tersisa untuk pindah rumah yang jauh lebih kecil dan sederhana, terletak di pedesaan. Mereka berusaha tetap tegar dan tenang menunggu datangnya hari-hari yang sulit, yang tidak pernah mereka bayangkan.

Dua tahun telah berlalu sejak kebangkrutan itu, dan meskipun hidup mereka jauh dari kata nyaman, Viona tetap setia mengunjungi keluarga Ralfa. Dia adalah satu-satunya yang tidak menjauh, bahkan saat semua orang lain pergi. Viona sering membantu Ralfa dan keluarganya, menawarkan bantuan tanpa pamrih. Dia pernah menjenguk ayah Ralfa saat sakit, menunjukkan kepedulian yang tulus di saat-saat sulit.

Ralfa merasa berutang budi kepada Viona. Dia memutuskan untuk menjadikannya asisten pribadinya. Dengan ini, Viona mendapatkan kenaikan gaji, dan Ralfa berharap bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuknya. Hubungan mereka berkembang menjadi lebih dari sekadar atasan dan bawahan; mereka saling mendukung dalam masa-masa sulit.

Akhirnya , Ralfa memutuskan untuk mengunjungi perusahaan ayahnya yang bernama Ande Anugerah coorporation. Dia ingin menemui Rei, seorang manajer yang pernah membantu keluarganya. Rei adalah sosok yang selalu ada untuk keluarga Ralfa, bahkan setelah kebangkrutan. Ralfa berharap Rei dapat membantunya menyelesaikan berbagai masalah yang mengancam masa depan keluarganya.

Ketika Ralfa tiba di perusahaan, dia merasakan campuran rasa cemas dan harapan. Dia tahu bahwa Rei adalah orang yang tepat untuk membantunya. Setelah menunggu beberapa saat, Ralfa akhirnya dipanggil masuk ke ruang kerja Rei. Rei menyambutnya dengan senyuman hangat, dan Ralfa merasa sedikit lega.

"Ralfa, sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" tanya Rei.

"Baik, Rei. Tapi aku butuh bantuanmu. Keluargaku sedang menghadapi banyak masalah, dan aku tidak tahu harus berbuat apa," jawab Ralfa dengan nada putus asa.

Rei mendengarkan dengan seksama saat Ralfa menjelaskan situasinya. Dia memberikan beberapa saran dan menawarkan untuk membantu Ralfa mencari solusi. Ralfa merasa beruntung memiliki Rei di sisinya, dan dia bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Setelah berbincang-bincang dengan Rei, Ralfa merasa lebih tenang. Namun, ada beberapa hal yang masih mengganjal di pikirannya. Dia tahu bahwa perusahaan ayahnya tidak hanya menghadapi masalah keuangan, tetapi juga tantangan dari lingkungan sekitar. Ralfa memutuskan untuk langsung menanyakan hal-hal yang mengganggu pikirannya.

"Rei," Ralfa memulai, "aku ingin tahu tentang kondisi perusahaan saat ini. Bagaimana dengan proyek pembangunan gudang baru yang ayahku rencanakan? Aku mendengar bahwa ada masalah dengan kontraktor yang menangani proyek itu."

Rei mengangguk, wajahnya serius. "Ya, Ralfa. Proyek itu memang mengalami beberapa kendala. Kontraktor yang dipilih tidak memenuhi standar yang diharapkan. Banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, dan aku khawatir jika dibiarkan, ini akan berdampak buruk pada reputasi perusahaan."

Mendengar penjelasan Rei, Ralfa merasa semakin khawatir. "Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Aku ingin agar kontraktor tersebut diganti dengan yang jauh lebih baik. Kita tidak bisa mengambil risiko lebih lanjut."

Rei mengangguk setuju. "Aku setuju. Kita perlu mencari kontraktor yang lebih berpengalaman dan memiliki rekam jejak yang baik. Aku bisa membantu mencarikan beberapa opsi yang lebih baik. Kita harus segera mengambil tindakan sebelum masalah ini semakin parah."

Ralfa merasa sedikit lega mendengar respons Rei. Namun, ada satu hal lagi yang mengganggu pikirannya. "Rei, bagaimana jika para penduduk sekitar melakukan pemberontakan? Aku khawatir mereka tidak akan menerima kehadiran perusahaan kami di sini, terutama setelah kebangkrutan keluargaku."

Rei menghela napas, tampak berpikir sejenak. "Itu adalah kemungkinan yang harus kita pertimbangkan. Kita perlu membangun hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. Mungkin kita bisa mengadakan pertemuan dengan mereka, menjelaskan rencana kita, dan mendengarkan kekhawatiran mereka. Jika mereka merasa didengar dan dihargai, kemungkinan besar mereka akan lebih menerima kehadiran kita."

Ralfa mengangguk, merasa bahwa itu adalah langkah yang bijak. "Baik, kita harus segera merencanakannya. Aku ingin memastikan bahwa kita tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga pada keberlanjutan hubungan dengan masyarakat."

Rei tersenyum, terkesan dengan pemikiran Ralfa. "Kau sudah berpikir seperti seorang pemimpin, Ralfa. Ini adalah langkah yang tepat."

Sebelum meninggalkan kantor Rei, Ralfa teringat satu hal penting. "Rei, tolong sampaikan kepada ayahmu agar tetap menjaga reputasi baiknya. Kita tidak bisa salah berinvestasi lagi. Ini adalah kesempatan kedua bagi keluargaku, dan aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama."

Rei mengangguk dengan serius. "Aku akan memberitahunya. Kita semua ingin melihat perusahaan ini bangkit kembali, dan reputasi adalah segalanya. Kita akan bekerja sama untuk memastikan bahwa semua keputusan yang diambil adalah yang terbaik."

Dalam perjalanannya, Ralfa bertemu dengan beberapa anak kurang mampu namun berbakat. Mereka adalah anak-anak yang memiliki potensi luar biasa, tetapi terjebak dalam keadaan sulit. Ralfa melihat sesuatu yang istimewa dalam diri mereka dan memutuskan untuk memberikan beasiswa sekolah. Namun, ada syarat: setelah lulus, mereka harus mengabdi pada keluarga Ralfa, membantu menghidupkan kembali perusahaan yang terpuruk.

Ralfa tahu bahwa ini adalah langkah berani, tetapi dia percaya bahwa dengan dukungan yang tepat, mereka bisa mengubah nasib. Dia mulai mengumpulkan anak-anak tersebut dan menjelaskan rencananya. Mereka semua terlihat antusias dan bersemangat untuk belajar.

Ralfa menyadari bahwa setiap pengalaman, baik atau buruk, membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik. Dia belajar untuk bersikap sabar dan toleran, tidak hanya kepada Viona tetapi juga kepada orang-orang di sekitarnya. Dengan dukungan Viona dan anak-anak berbakat tersebut, Ralfa merasa optimis untuk menghadapi masa depan dan mengubah takdir keluarganya.

Dengan tekad yang kuat dan hati yang penuh harapan, Ralfa melangkah maju, siap menghadapi tantangan yang ada di depan. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia percaya bahwa dengan kerja keras dan ketulusan, mereka bisa mengubah hidup mereka menjadi lebih baik.

Saat Akhirnya Tiba di rumah ralfa menyuruh Viona beristirahat dan dia juga beristirahat di kamarnya dan saat dia membuka buku catatan hariannya dan membacanya dia melihat hampir semua tulisan peristiwa buruk dari kehidupan sebelumnya berusaha menjadi baik dan hanya menyisahkan sedikit lagi halaman yang masih sama dan itu akan terjadi 6 tahun lagi jadi ralfa berpikir "Akhirnya aku bisa hidup tenang untuk beberapa tahun kedepan,tapi aku juga harus tetap menjaga sikapku agar tetap baik dan tidak menimbulakan masalah yang lain" dan dia sangat merasa bahagia.

itulah yang dia pikirannya tapi dia tidak tau masalah lain yang akan menimpanya beberapa tahun kedepan walaupun dia mempertahankan Siap baiknya.

Bab 3 : Awal Kehidupan SMA

Setelah menyelesaikan masalah di rumah, Ralfa melanjutkan tiga tahun masa sekolah SMP-nya dengan tenang. Dia berusaha untuk tidak mengingat masa lalu yang kelam dan fokus pada masa depan. Ralfa bertekad untuk menjalani hidup yang lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Selama enam bulan pertama di SMA, kehidupannya berjalan lancar. Dia memiliki banyak teman baik, baik di kelas maupun di luar kelas. Ralfa merasa bahagia dan bersyukur atas kesempatan kedua yang diberikan kepadanya.

Suatu hari, saat Ralfa sedang berjalan pulang dari sekolah, dia tanpa sengaja melihat kakak kelasnya, Aulia, dan pacarnya di depan sebuah hotel. Ralfa tidak berniat untuk mengganggu mereka, tetapi saat dia melintas, Aulia melihatnya dan langsung berteriak, "Stalker! Apa yang kamu lakukan di sini, cupu?"

Ralfa terkejut dan merasa malu. "Eh, aku hanya lewat," jawabnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang. Dia merasa wajahnya memerah, dan hatinya berdebar kencang.

Aulia tidak peduli dan malah mendorong tubuh Ralfa hingga terjatuh. "Jangan sekali lagi muncul di sini, mengerti?" katanya dengan nada menantang, sambil tertawa bersama pacarnya.

Ralfa merasa sakit hati, tetapi dia berusaha untuk tidak membalas. Dia tahu bahwa dia harus tetap tenang dan tidak terprovokasi. "Baiklah, aku tidak akan mengganggu kalian," ujarnya sambil berusaha bangkit, meskipun rasa malunya masih membekas.

Beberapa hari setelah kejadian itu, saat Ralfa memasuki sekolah, dia merasakan tatapan aneh dari banyak anak murid. Mereka berbisik dan mengatainya aneh dan menjijikan. Ralfa merasa bingung dan tidak mengerti apa yang terjadi. Ketika dia tiba di dalam kelas, semua teman sekelasnya memberitahu tentang rumor yang beredar bahwa dirinya terlihat di depan hotel pada malam hari bersama siswi bernama Adelia, yang ternyata juga dikenal sebagai anak yang cupu dan pendiam.

"Ralfa, kamu tahu tentang rumor itu?" tanya Dika, teman sekelasnya, dengan nada khawatir.

"Apa? Rumor apa?" Ralfa bertanya, merasa cemas.

"Katanya kamu terlihat di depan hotel dengan Adelia. Semua orang bilang kamu pacaran sama dia!" jawab Dika, terlihat bingung.

Ralfa kaget dan menyangkal bahwa itu tidak benar. "Aku bahkan tidak tahu siapa Adelia! Itu tidak benar!" teriaknya, merasa frustrasi. Dia merasakan jantungnya berdegup kencang, dan rasa panik mulai menyelimuti pikirannya.

Teman-temannya percaya pada ucapan Ralfa dan Ralfa meminta mereka untuk berpura-pura percaya pada rumor tersebut dan ikut memusuhinya. "Tolong, jangan percaya pada rumor itu. Aku butuh kalian untuk membantuku," pintanya, suaranya bergetar.

Teman-temannya setuju untuk membantunya, tetapi Ralfa merasa semakin tertekan. "Siapa yang pertama kali menyebarkan rumor ini?" tanyanya, berusaha mencari tahu.

Mereka menjawab bahwa itu adalah Aulia dan pacarnya. Setelah mendengar jawaban itu, Ralfa bergumam dalam hati, "Sudah ku duga pasti mereka."

Saat jam istirahat, tiba-tiba dia ditarik beberapa anak ke tengah lapangan yang sudah dipenuhi siswa. Di sampingnya berdiri Adelia dengan wajah tertunduk. Salah satu siswa berteriak, "Mengaku lah kau, dasar bajingan keparat! Beraninya kamu berbuat hal yang menjijikkan!"

Ralfa ingin membela diri dan menjelaskan bahwa itu tidak benar, tetapi tiba-tiba ada anak yang berkata, "Tidak usah menyangkal! Adelia sudah mengaku itu benar dan kamu memaksa dan mengancamnya untuk melakukan itu denganmu."

Adelia hanya mengangguk setuju, yang ternyata dia sudah diancam dan dipaksa pelaku untuk membuat kesaksian palsu. Ralfa merasa hatinya hancur. "Adelia, katakan yang sebenarnya! Aku tidak melakukan apa-apa!" teriaknya, berharap dia bisa membela diri.

Untungnya, kejadian itu dilihat oleh guru BK, Pak Rofidin, yang segera membubarkan kerumunan dan membawanya serta Adelia ke ruang BK. "Apa yang terjadi di sini?" tanya Pak Rofidin dengan nada tegas, menatap tajam ke arah kerumunan siswa.

"Pak, Ralfa memaksa Adelia!" teriak salah satu siswa, berusaha menjelaskan.

"Diam! Saya ingin mendengar dari kalian berdua," kata Pak Rofidin, menatap Ralfa dan Adelia dengan serius.

Di ruang BK, Pak Rofidin menanyai tentang kebenaran rumor tersebut. Ralfa menyangkalnya dan mengaku bahwa dia bahkan tidak kenal dengan Adelia. "Pak, saya tidak tahu apa-apa tentang itu," ujarnya dengan nada putus asa, berharap bisa meyakinkan guru.

Adelia juga mengaku bahwa dia dipaksa dan diancam pelaku untuk membuat kesaksian palsu. "Saya tidak mau terlibat, Pak. Saya terpaksa mengaku," katanya dengan suara bergetar, air mata mulai menggenang di matanya.

Pak Rofidin percaya pada penjelasan mereka. "Baiklah, saya akan menyelidiki lebih lanjut. Namun, untuk sementara, kalian berdua akan mendapatkan hukuman skors selama seminggu," ujarnya, menatap mereka dengan penuh pengertian.

Ralfa merasa lega. "Terima kasih, Pak. Saya akan membuktikan bahwa saya tidak bersalah," katanya dengan semangat, bertekad untuk membersihkan namanya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!