NovelToon NovelToon

Wanita Milik Bos Mafia

Chapter 1

"Cari dia dan bawa ke sini, SEKARANG JUGA!!" suara Ryandra menggema begitu keras, hingga membuat para pria berpakaian hitam bergegas pergi seolah-olah mereka adalah rusa yang sedang berlari menghindari singa.

Tubuhku spontan tersentak mendengar suaranya. Aku menunduk, lalu perlahan-lahan mendongak hanya untuk mencuri pandang ke arah Tuan Ryandra — dan darahku seketika terasa membeku. Sosok pria yang berusia hampir kepala lima kini berdiri di altar sama sekali tak menyerupai pria tampan dan tampak rapuh yang kulihat sehari sebelumnya. Tuan Ryandra, pria yang kini menjadi ayah mertuaku, tampak seperti sosok asing yang tak pernah kukenal. Sorot matanya dingin dan tajam, wajahnya penuh kemarahan. Dan ketika ku tolehkan pandanganku ke sekitar, aku sadar ada banyak pasang mata mengamati ku. Tatapan mereka dipenuhi tanda tanya yang tak terucapkan — dan sayangnya, aku sendiri tak tahu jawabannya.

"Astaga, apa dia sebegitu buruknya sampai-sampai ditinggal di hari pernikahannya sendiri?" bisik seseorang di bangku para tamu. Meskipun ucapannya pelan, di telingaku itu terdengar seperti gong besar yang memekakkan.

Aku menoleh, mencari sumber suara itu. Seorang wanita tua sedang berbisik pada temannya. Jujur saja, aku pun tak pernah membayangkan akan berdiri di altar, mengenakan gaun pengantin terindah yang pernah ku sentuh, hanya untuk ditinggal oleh calon suamiku. Ini jelas bukan bagian dari hidup yang ku rancang. Tapi ya, hidup memang sering kali tak berjalan seperti yang kita harapkan.

“Pak Ryan, kalau putra Anda tidak muncul dalam beberapa menit ke depan, saya khawatir upacara ini harus dibatalkan,” kata sang penghulu pernikahan dengan suara hati-hati.

Ryandra berjalan mendekati penghulu dengan senyum kecil, tapi jelas terlihat penghulu itu menegang. Ada sesuatu yang salah. Saat mataku tertuju pada celana Tuan Ryandra dan melihat senjata tergantung di pinggangnya, tubuhku langsung membeku. Tidak mungkin. Dia tidak akan... dia tidak mungkin akan melakukan itu, kan? Tapi aku kembali berpikir — sejak aku masuk ke acara pernikahan ini, apa ada hal yang benar-benar terasa normal? Kalau penghulu saja diancam dengan senjata, apa yang akan terjadi padaku jika aku membuat satu gerakan yang salah? Apakah dia akan menghabisi ku di tempat?

"Apa sebenarnya yang merasuki ku saat itu?" pikirku, mengingat kembali momen saat aku menyetujui pernikahan ini dengan putranya — Rayga D'Amato.

Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Mencari-cari pintu tersembunyi atau celah untuk kabur. Dalam hati kecilku, aku justru berharap Rayga tak muncul. Kalau dia tidak datang, berarti aku tidak harus menikah dengannya, bukan? Tapi satu tatapan dari Tuan Ryandra saja cukup untuk membuyarkan harapanku. Aku tahu, Ryandra-lah yang mengendalikan segalanya. Dan dari percakapan kami sebelumnya, aku tahu jelas: melanggar perjanjian bukanlah pilihan.

“Rika?” aku mendongak, menatap Tuan Ryandra yang kini terlihat lebih lembut. “Kamu ingin duduk? Perlu makan sesuatu?” tanyanya sambil mengamati ku.

“Tidak, saya baik-baik saja tuan. Terima kasih,” jawabku sopan.

Aku sengaja menjaga jarak. Tidak ingin menunjukkan kelemahan atau bersikap terlalu ramah. Karena jujur saja, aku tak tahu apa yang sedang dia rencanakan.

"Sudah ku katakan jangan panggil aku dengan sebutan tuan!! Aku lelah memperingatkan mu! Panggil aku 'Ayah'. ". Ucap Ryandra dengan nada jengkel.

Aku mendengar itu seketika memacu adrenalin, dan tersenyum Canggung.

"Ma—maaf tu-an, mmm maksud ku Ayah" ucap ku sedikit terbata. Entah apa yang terjadi pada mulutku ini.

Ryandra mengangguk sebagai jawaban dan memberi isyarat pada salah satu bawahannya.

Jas yang dipakainya tampak mahal — berbicara soal kekuasaan. Saat itulah aku teringat akan hasil pencarianku di internet waktu itu.

Ryandra D'Amato — Miliarder. Pemilik konglomerat terbesar di negeri ini. Diduga sebagai pemimpin dari kelompok mafia D'Amato yang sangat ditakuti. Setau ku nama mafia mengikuti pemimpin yang membangun kelompok mafia itu sendiri, itulah penyebab Ryandra D'Amato sangat berkuasa di kelompok yang ia buat.

Keluarga D'Amato dikenal sebagai keturunan mafia. Legendaris. Terlalu kuat untuk disentuh oleh hukum, bahkan disebut-sebut memiliki keterlibatan dalam pemerintahan. Tak heran mereka bisa bertahan selama ini.

Pikiranku terpotong ketika terdengar suara keributan dari luar.

“Rayga!” seru Ryandra dengan antusias, bertepuk tangan seperti anak kecil yang mendapat hadiah.

Aku cepat-cepat menoleh dan nyaris tak bisa menutup mulutku karena terkejut. Di depan altar, berdiri — atau lebih tepatnya ditopang oleh dua pria — seorang pria yang begitu... memesona. Ya Tuhan... manusia setampan ini benar-benar nyata? Rambut hitam legamnya menjuntai sedikit berantakan, matanya cokelat gelap menyala, tubuhnya tinggi semampai dengan otot yang terdefinisi jelas. Dia tampak sempurna — kecuali bau menyengat alkohol yang menyeruak dari tubuhnya. Entah itu brandy atau whisky, aku tak yakin. Tapi satu hal jelas: Rayga menyukai minuman keras. Hebat. Kini aku tahu, aku akan menikah dengan pria dari keluarga pecinta senjata dan peminum berat.

Rayga menolak untuk berdiri tegak. Meskipun para pria di sampingnya berusaha menopangnya, tubuhnya tetap ambruk ke lantai. Suara terkejut bergema di seluruh bangku tamu.

“Pak Ryan, kami tidak bisa melanjutkan upacara kalau mempelai pria tidak sadar,” kata sang penghulu, suaranya dipenuhi ketakutan.

“Tunggu,” ujar Ryandra sambil turun dari altar. “Rayga, berdiri.” Ucapannya penuh tekanan, tapi Rayga tetap tak bergerak. “RAYGA!” teriaknya kali ini lebih keras, lalu berjongkok di hadapan putranya.

“Aku hanya ingin menikah dengan Rita, Ayah!” geram Rayga, dengan suara parau penuh kebencian.

Ryandra mendengar itu segera berdiri tegak, kemudian memberi isyarat pada dua pria yang tadi menopang Rayga. Mereka kembali mengangkatnya, dan seketika itu pula...

BUGH!

Satu tinju mendarat di wajah Rayga. Semua orang menahan napas. Termasuk aku. Ryandra memukul anaknya sendiri — di depan altar. Rayga jatuh, darah mengotori kemejanya yang putih. Tapi yang lebih menyeramkan lagi, dia malah menyeringai. Senyum penuh darah terpampang di wajahnya, seperti menantang ayahnya sendiri.

Aku gemetar. Kedua tanganku saling mencengkeram satu sama lain, mencoba menyembunyikan ketakutan yang makin nyata. Seberapa parah lagi semua ini akan menjadi?

Dan saat mataku bertemu dengan pandangan Rayga, seluruh tubuhku menegang. Tatapannya menusuk, liar, lapar. Seperti binatang buas yang baru saja melihat mangsanya.

“Siapa kau, jal*ng?” geramnya.

Chapter 2

Seperti yang telah ku kupikirkan, aku belum pernah melihat atau bertemu calon suamiku sampai hari ini. Jadi aku tidak heran dengan pertanyaannya. Meskipun kupikir, dia seharusnya bisa menyimpulkan sendiri dari keadaan.

Akulah yang memakai gaun putih, tapi Rayga sepertinya ingin menyiksaku dengan membuatku menjelaskan semuanya secara langsung.

Aku membuka mulut untuk bicara, tapi tak ada satu kata pun yang keluar. Aku tiba-tiba seperti kehilangan kemampuan berpikir. Mungkin bukan otakku yang rusak, tapi mataku. Hanya melihat Rayga yang berlumuran darah saja sudah membuat tubuhku gemetar. Aku takut membayangkan seperti apa hidupku jika menikah dengan pemabuk kasar seperti dia. Rayga menatapku dari atas ke bawah. Dia bahkan tidak berusaha menyembunyikan rasa jijiknya, aku cukup terkejut ketika mendengar ucapan yang ia lontarkan kepada ku 'Jal*ng' sungguh ini penghinaan tapi aku tidak bisa menyangkal apalagi melawan. Aku berharap tanah bisa terbuka dan menelanku bulat-bulat. Percaya diri yang susah payah aku kumpulkan langsung lenyap begitu saja. Untungnya, Pak Ryandra bisa melihat betapa tersiksanya aku dan langsung membantuku.

“Dia istrimu, Rika. Sekarang segera pergi ke altar Rayga!” kata Ryandra dengan geraman pelan. Dia menopang tubuh Rayga, sementara dua pria lain ikut membantunya berdiri. Aku menahan napas saat mereka berjalan menuju altar. Wajahnya masih penuh darah dan tak seorang pun berniat membersihkannya atau memberinya kain.

“Baiklah, penghulu pernikahan, bisa mulai sekarang,” ucap Ryandra dengan senyum lebar. Begitu saja? Aku tak bisa mengikuti perubahan suasana hati keluarga D'Amato ini. Ryandra bicara seolah bukan dia sendiri yang membuat wajah Rayga berlumuran darah. Aku melirik ke belakang. Wajah mengerikan para tamu terlihat jelas, seperti noda hitam di atas baju putih. Maksudku, cukup aneh bukan melihat salah satu mempelai berlumuran darah seperti ini di hari yang seharusnya bahagia?

Tepat ketika pemimpin upacara akan memulai, Rayga meronta dan melepaskan diri dari genggaman mereka. Dia langsung pergi meninggalkan altar. Tindakannya mengundang decakan kaget dan tangan-tangan yang menutupi mulut.

Lalu Rayga tertawa histeris.

“Hei, maaf aku mengganggu momen bahagia kalian,” katanya sambil menatap ayahnya dan menyeringai. “Ayah, aku hanya akan menikah dengan satu wanita, dan namanya adalah Rita. Dan jelas, wanita yang berdiri di altar itu bukan dia.” ucapnya sambil berjalan terhuyung-huyung.

“Rayga!!!” Ryandra menggelegar, dan aku lagi-lagi terlonjak kaget. Aku harus mulai membiasakan diri dengan suara itu, atau tekanan darahku bisa bermasalah. Ryandra turun dari altar, begitu juga dengan anak buahnya. Mereka berusaha menahan Rayga, tapi dia melawan. Rayga tidak menyadari saat ayahnya muncul dari belakang dan memukulnya. Ia langsung tumbang dan tak sadarkan diri. Mereka mencoba menyadarkannya, tapi tak ada tanda-tanda ia akan bangun.

Dan saat itulah kekacauan dimulai. Para tamu mulai panik dan berhamburan keluar dari gereja.

Aku menatap kejadian itu dan menghela napas panjang. Aku mengangkat gaunku, mencari kursi terdekat, dan duduk. Hari ini benar-benar hari yang buruk bagiku. Jelas aku tidak akan menikah hari ini, tapi entah bagaimana aku yakin... suatu saat aku tetap akan menikah dengan pria tampan, yang lebih terasa seperti orang asing daripada seorang suami.

Sambil menghela napas lagi, pikiranku mulai hanyut. Seperti menyelam ke kedalaman lautan, aku mulai mengingat kembali bagaimana semua ini bisa terjadi...

******

Flashback...

"Rika?!!!" suara kakekku terdengar nyaring di ujung telepon. Aku sedang berjalan cepat di area pasar yang mulai ramai. Kami jarang datang ke pasar besar seperti ini kecuali benar-benar perlu, jadi aku tahu betapa pentingnya belanjaanku kali ini.

"Ya, Kek, aku denger kok!" jawabku, sambil menutup telinga kiri karena tiba tiba suara truk yang melintas barusan bikin telinga berdenging.

Bahkan suara dengungan itu merambat ke ponsel yang menyebabkan suara di telepon sempat hilang beberapa detik, seperti sambungan terputus atau kakekku menjauh dari ponselnya.

Beberapa detik kemudian suara kakekku kembali "Rika tadi itu suara apa? Bising sekali. Kakek hampir menjatuhkan ponsel tadi!" Keluh kakek dari seberang sana.

Aku tersenyum kecil. Kakek memang orangnya tradisional banget. Ponsel aja baru dia pakai karena dipaksa olehku, dan itupun cuma buat nelpon. Chat? Apalagi video call? Tidak usah mimpi. Ya walaupun ponsel kami keluaran lama yang aku sendiri saja cukup susah membeli alat komunikasi ini.

"Iya kek, Lagian Rika sedang di pasar apalagi deket jalan raya. Jadi wajar kalau bising kek.". Balasku, 'seperti nya aku harus mengurangi intensitas mode loud speaker pada ponsel kakek nanti' pikir ku. 'tapi jika aku mengurangi nanti aku tak mendengar jelas lagi suara dari ponselnya ' bantah pikiran ku bersamaan.

"Rika, kamu jangan lupa ya, itu catatan belanjaannya dibawa kan? Tadi Kakek tulis tangan panjang-panjang, jangan sampai ada yang ketinggalan. Mumpung lagi musim panen, biasanya harga sayur dan buah-buahan lebih murah." Ucap kakek yang seketika membuyarkan lamunanku.

“Tenang aja, Kek. Semuanya lengkap kok. Tidak usah khawatir, ya? Aku bisa urus semuanya,” kataku, mencoba meyakinkan dia. Kakek memang tipe orang yang gampang cemas. Setelah menutup telepon, aku mempercepat langkah menuju pasar.

Tepat ketika hendak menyeberang ke sisi lain jalan, aku melihat seorang Pria yang cukup tua. Dia membawa kantong dan selembar kertas. Sepertinya dia ingin menyeberang tapi mobil-mobil tak mau memberi jalan. Aku menghampirinya.

“Pak, Anda baik-baik saja? Biar saya bantu bawa tasnya, ayo kita nyebrang bareng saja pak,” kataku sambil memegang tangannya. Dia menatapku dan tersenyum. Bahkan lebih tepatnya, menyeringai. Dia tampak tampan sekali, walaupun usianya tidak terbilang muda bahkan hampir menyerupai kakekku, ya aku pun tau kakek ku pasti lebih tua darinya. Aku juga baru sadar ternyata orang tua juga bisa sangat menarik dari segi tampilan.

Karena jarang-jarang aku menganggap pria lansia "menarik", tapi ada sesuatu dari auranya yang bikin aku berhenti sejenak.

“Terima kasih, Nak. Hatimu sungguh baik.” kata bapak itu.

Aku tersenyum sebagai jawaban, Setelah melihat kanan—kiri. Kami pun menyeberang bersama. Saat sampai di seberang, aku bertanya apakah dia butuh bantuan lagi.

“Sebenarnya aku mau ke alamat ini,” katanya sambil menyodorkan kertas.

“Ah, saya kurang tahu tempat itu,” kataku jujur.

“Tak apa. Saya duduk di sini saja sambil nunggu bus,” ujarnya dengan senyum.

“Baiklah Pak, saya juga harus pergi ke suatu tempat. Jaga diri ya, Pak,” ucapku sambil melambaikan tangan. Dia pun membalas lambaian itu. Saat aku berjalan menjauh, aku sempat menoleh ke belakang dan melihat dia masih memandangi aku. Sedikit aneh, memang dari segi ekspresi nya. Tapi aku abaikan saja.

Chapter 3

Suasana pasar begitu ramai saat aku tiba di sana, tepat waktu untuk mendapatkan diskon buah-buahan dan beberapa sayuran dikarenakan sekarang musim panen.

Aku melihat orang-orang lain yang, seperti aku, juga datang untuk berbelanja, mereka sangat antusias menunggu beberapa stand yang bersiap membuka dagangan mereka.

Mereka sama seperti ku. Ketika sedang musim panen atau acara gebyar diskon di hari yang lain, kami akan datang secepat mungkin walau beberapa stand pasar masih ditutup.

Sambil menunggu gebyar diskon dimulai, aku melihat sebuah mobil hitam. Dan seketika aku teringat pada orang tuaku. Mereka selalu mengendarai mobil hitam.

Sebenarnya, aku tidak selalu tinggal bersama kakek atau pergi pagi-pagi ke pasar demi diskon. Hidupku dulu tidak seperti ini. Ayahku adalah orang berkecukupan, dan kami memiliki beberapa Aset. Aku bahagia dan hidup dengan nyaman… sampai aku berusia enam belas tahun. Tak lama setelah ulang tahunku yang ke-16, orang tuaku mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang. Mereka meninggal di tempat, para dokter forensik juga mengatakan kedua orang tua ku tewas dengan dalih murni kecelakaan.

Aku mendengar itu hanya terdiam meratapi nasib buruk yang menimpaku.

Kematian mereka menghancurkan ku. Aku merasa hidupku terhenti. Tapi kakek menyemangati ku agar tidak kehilangan harapan.

Mungkin jika tidak ada kakek, tubuh ku pasti sudah berbaring kaku di samping makam orang tuaku.

Setelah pemakaman mereka—dan seolah perasaan duka itu belum cukup—perusahaan ayahku mulai bermasalah. Masalahnya datang dari rekan bisnis mereka. Dia tiba-tiba memutuskan bahwa bisnis itu sekarang miliknya. Hanya miliknya. Aku tidak pernah menyangka bahwa Paman Roni akan mencoba merebut perusahaan itu. Aku memanggilnya "Paman" karena dia seperti adik bagi ayahku. Dia sering datang ke rumah dan kami sering bercanda bersama saat itu.

Tapi sekarang, kepercayaanku telah hancur menjadi pecahan kaca yang terkubur didalam tanah dan terurai lalu menghilang. Aku tidak habis pikir bahwa Paman yang aku anggap baik bisa melakukan ini.

Padahal itu perusahaan yang dia dan ayah bangun dari nol. Sekarang saat kupikir-pikir, dia benar-benar memberiku pelajaran pahit tentang arti sebuah pengkhianatan. Dia membuatku tahu betapa sakitnya ketika orang yang kau anggap keluarga justru menusuk mu dari belakang.

Kami pun mulai menjalani rangkaian panjang kasus pengadilan. Tapi hanya karena satu kelalaian kecil dari pihak ayahku, Paman Roni memenangkan kasus itu. Rasanya sangat menyakitkan. Aku kehilangan orang tuaku, dan sekarang kehilangan perusahaan yang telah dibangun oleh ayahku.

Seolah semua itu belum cukup, aku mendapat panggilan dari pihak bank. Ternyata rumah dan mobil yang kami miliki masih dalam status hipotek. Dari mana aku bisa mendapatkan uang untuk melunasinya? Perusahaan sudah tidak ada. Aku mencoba berbicara dengan pihak bank, tapi rasanya seperti berbicara dengan tembok.

Akhirnya, ketika tanggal jatuh tempo tiba, pihak bank datang dan mengusirku dari rumah. Air mataku tidak henti-hentinya mengalir. Aku bertanya-tanya kenapa aku tidak ikut saja bersama ayah dan ibu dalam kecelakaan itu, agar semuanya bisa berakhir.

Setelah menangis, aku menghapus air mataku. Aku mengambil pakaianku dan uang terakhir yang ku punya—selembar uang seratus ribu—yang akan ku gunakan untuk menaiki bus. Aku menuju satu-satunya tempat yang masih bisa kusebut rumah.

Aku pergi ke rumah kakekku yang berada di pedesaan.

Sejujurnya, hidup di desa bersama kakek sangatlah berat. Kamu harus berkeringat untuk mendapatkan sesuatu, tapi aku merasa cukup. Dengan kasih sayang yang kakek berikan padaku, aku merasa bisa melakukan apa saja.

Jadi aku mulai beradaptasi dengan kehidupan desa.

Kakek memiliki sebuah toko buah. Aku menabung sedikit demi sedikit dan akhirnya berhasil membeli blender, kulkas, dan pembuat es. Dengan itu, aku menggabungkan jualan buah kakek dengan usaha membuat smoothies untuk para pelanggan. Mereka menyukainya. Uang yang kami dapatkan cukup untuk kebutuhan harian dan membayar biaya sekolahku. Aku menyelesaikan SMA di sekolah desa yang hampir seratus persen dinaungi pemerintah. Lalu aku mendaftar beasiswa dan akhirnya mendapatkan beasiswa penuh. Aku memutuskan untuk kuliah di jurusan hukum. Tahun ini adalah tahun keduaku di universitas.

Perlahan-lahan hidupku mulai membaik. Aku merasa hidup mulai menghapus air mataku… lalu aku bertemu Ranza.

Ranza Karteza adalah pria di kampus yang diidam-idamkan semua perempuan. Dia tampan dan tenang.

Anehnya, dia mulai sering menghabiskan waktu bersamaku, dan itu membuat banyak perempuan kecewa. Mereka langsung mulai membenciku, tapi aku tidak terlalu peduli dengan kata-kata mereka. Akhirnya, Ranza menyatakan cinta padaku. Pada saat itu, rasa duka ku mungkin sedikit mereda dan diganti dengan rasa jatuh cinta khas anak remaja. Mungkin aku terpincut cinta monyet pertama dalam hidupku ini.

Sehingga aku pun menerima pernyataan cinta Ranza kepadaku. Dan begitulah hubungan kami dimulai. Ranza selalu berusaha memastikan aku tidak kekurangan apapun di kampus. Kami selalu bercanda dan banyak orang sering berkomentar bahwa kami pasangan yang sangat cocok. Mereka bahkan memberi kami julukan “pasangan termanis di kampus.” entah kenapa aku sedikit melankolis mendengarnya.

Ngomong-ngomong soal Ranza, aku belum bicara dengannya sejak akhir pekan. Jadi, sambil merapikan buah-buahan dan beberapa sayuran yang ku beli dari pasar diskon, aku bertekad dalam hati untuk meneleponnya nanti. Aku merasa senang melihat buah-buah yang ku beli. Aku berhasil mendapatkan beberapa buah langka yang sangat disukai warga desa. Aku bisa membayangkan senyum kakekku saat melihat isi kantong belanjaanku—sebuah kebiasaan yang selalu ia lakukan setiap kali aku pulang.

Namun begitu kakiku menginjak lantai rumah, aku langsung tahu ada yang tidak beres.

Kakek tidak terlihat di mana-mana, dan aku melihat sebuah mobil hitam besar terparkir di samping rumah. Mobil itu terlihat seperti mobil orang kaya… sebuah Rolls Royce. Saat aku tidak menemukan kakek di rumah, aku langsung berlari ke toko. Aku melihat beberapa buah dan sayuran yang ada di rak berserakan di lantai dan jantungku seperti hendak melompat keluar dari dadaku.

“Kakek!!!” aku berteriak saat melihatnya berlutut sambil memohon. Di sekelilingnya berdiri pria-pria berpakaian hitam.

“Apa yang kalian lakukan?!” aku membentak. “Kenapa kalian tidak mencari lawan yang sepadan?! Aku akan laporkan kalian ke polisi!” aku meneriakkan itu sambil berlari ke sisi kakek.

“Tenang, Nona. Kalian berutang pada kami,” kata si pemimpin dengan senyum mengejek. Dia mengeluarkan selembar kertas yang menunjukkan jumlah angka acak diikuti angka nol yang berderet, hal itu cukup membuat ku sesak nafas.

Butuh kekuatan lebih dalam diriku agar aku tidak pingsan di tempat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!