NovelToon NovelToon

Lituhayu (Dalam Genggaman Masa Lalu)

Hubungan Rahasia

Masa lalu adalah sebuah kenangan yang harus dikemas dengan baik sehingga tidak akan bisa mengusik masa sekarang, masa dimana seseorang sedang menjalani kehidupan yang sesungguhnya.

###

Gadis itu bernama Alana Lituhayu. Diumur sembilan belas tahun, dia sudah duduk di bangku semester empat pada salah satu universitas swasta yang cukup ternama.

Gadis berkulit kuning langsat dengan perawakan tinggi semampai itu memang dikenal cukup manis. Bukan hanya wajahnya yang manis dan sangat betah untuk di pandangi, tapi sikapnya juga manis hingga dia mempunyai banyak teman baik di kampusnya.

Tapi ada yang menarik perhatian Alana sejak pertama kali dirinya menjadi mahasiswa. Salah satu dosen tampan dengan aura yang sangat memikat, dia adalah Dewangga Aryasatya.

Pria berumur dua puluh tujuh tahun itu memang sudah menjadi incaran Alana sejak dulu, maklum dosen paling tampan di universitas itu.

Dan saat Alana memasuki semester ke empat mereka sering dipertemukan dalam kelas kecil, hingga kedekatan keduanya terjadi. Dari bertanya tentang mata kuliah, hingga pada akhirnya beberapa kali Dewa mengantar Alana pulang saat gadis itu pulang kemalaman.

' Aku jemput kamu di tempat biasa'

Sebuah pesan masuk membuat Alana mencari keberadaan ponselnya. Gadis itu baru saja keluar dari kelas. Dengan memelankan langkahnya ketika dia membaca pesan dari 'Mas Dosen'.

"Ngapain kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Hera yang sudah merasa curiga jika sahabatnya mendapatkan pesan dari kekasih yang masih dia rahasiakan dari teman-temannya.

"Aku duluan, ya! Udah ditunggu sama Mas Ojek!" jawab Alana yang langsung memisahkan diri dari segerombolan temannya yang baru saja keluar kelas.

Hera hanya bisa menggedikkan kedua bahu. Sebenarnya dia sudah curiga jika yang menjemput Alana adalah dosen idola mereka. Gadis itu beberapa kali memergoki Alana masuk ke dalam mobil dosennya saat petang, ketika jam kuliah terakhir di kampusnya.

Hubungan Alana dan Dewa memang sepakat untuk dirahasiakan, meskipun dia ingin sekali mengatakan pada sahabatnya siapa kekasihnya itu. Sebuah kebanggaan bagi Alana bisa memenangkan hati pria yang diidolakan banyak kaum hawa.

Tapi, pertimbangan status mereka sebagai mahasiswa dan dosen membuat Alana dan Dewa memilih untuk merahasiakan hubungan mereka. Biarlah mereka tahu secara berlahan dan dengan sendirinya.

Alana berjalan menuju sebuah pertigaan yang tidak jauh dari kampus, di sana sudah ada seorang pria bertubuh tinggi yang masih duduk di atas motornya, lengkap dengan helm dan jaket jeans yang dikenakannya.

Kebiasaan Dewa menggunakan mobil, membuat pria itu memang memilih menjemput Alana dengan motor agar tidak ada yang mengenalinya sang kekasih.

"Sudah lama, Mas?" tanya Alana. Saat tiba di dekat Dewa.

"Baru saja!" Pria itu menyerahkan helm pada Alana dan gadis itu pun segera memakainya.

Motor melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan memang cukup ramai seperti sore biasanya, tapi tetap saja membuat gadis itu merasa nyaman.

Dia melingkarkan kedua lengan di pinggang keras pria yang menjadi kekasihnya, hanya momen-momen seperti ini mereka bisa menikmati waktu berdua.

"Aku lapar, aku belum makan dari siang." teriak Alan karena suaranya harus bersaing dengan hembusan angin.

Meskipun tak mendengar jawaban dari Dewa, tapi tak lama motor berhenti di sebuah kafe yang sering keduanya kunjungi.

Gadis itu turun dari motor dan menunggu Dewa yang masih membuka helm. Seketika senyum terbit di bibir Alana saat melihat wajah kekasihnya yang tampan itu.

Selain wajah yang rupawan, bagi Alana sikap pendiam Dewa tak kalah menarik perhatian gadis itu.

"Kamu mau makan apa?" tanya Dewa saat mereka berjalan masuk.

Dewa menggenggam tangan Alana membuat gadis itu tersentak kaget dan hampir tak percaya, jika Dewa menggenggam tangannya di tempat umum.

Tiga bulan selama mereka jadian, Dewa tak pernah memperlihatkan sedikit pun hubungan mereka di tempat ramai. Terkadang Alana merasa dirinya yang terlalu kecintaan dengan mas dosennya itu. Dewa memang cinta pertama Alana.

"Aku ingin makan stik sama spaghetti." jawab Alana sambil tersenyum saat Dewa meliriknya. Yang disukai Dewa, Alana memang tipe orang yang tidak basa basi.

Dewa membiarkan Alana mencari meja terlebih dahulu, sementara pria itu menghampiri meja resepsionis untuk memesan menu makanan.

Setelah memesan menu makan, Dewa berjalan menghampiri meja, di mana Alana berada.

" Libur semester aku akan pulang, Kangen sama Mama." ucap Alana. Sudah satu semester dia memang tidak pulang hingga beberapa kali Kedua orang tuanya yang datang mengunjungi.

"Apa aku harus mengantarmu?" tanya Dewa.

"Nggak usah, jika Mas Dewa sibuk. Biasanya kalau libur semester Mas akan lebih padat acaranya." jawab Alana.

Alana mengenal Dewa baru sebatas itu dan sebuah cerita jika Dewa pernah mempunyai cinta dimasa lalunya yang bernama Isabella. Kisah cinta yang harus berakhir karena tidak mendapatkan restu orang tua.

Tapi bagi Alana, itu bukan hal besar. Banyak orang punya masa lalu dan sekarang dialah kekasih dari Dewangga Aryasatya.

Pesanan mereka datang. Satu piring spaghetti, stik, jus alpukat dan segelas capucino.

"Mas, nggak makan?" tanya Alana saat tak ada menu makanan berat selain pesanannya.

"Aku tadi sudah makan." ucap Dewa.

"Jadi nggak enak, nich." cicit Alana membuat Dewa hanya tersenyum. Celotehan-celotehan kecil dari Alana yang kadang membuat Dewa merasa terhibur, mengisi rasa sepi dan kejenuhan dari setiap aktifitasnya.

Bagi Dewa, Alana gadis yang polos meskipun gayanya yang cukup kekinian. Tapi jelas sekali dari sikap dan tampilan Alana menjelaskan jika gadis itu mendapat didikan strict parents.

"Kenapa kamu nggak masuk perguruan tinggi negeri?" tanya Dewa dengan menatap Alana. Dewa merasa Alana cukup pintar meskipun gadis itu sangat ceroboh.

"Telat daftar karena sebenarnya aku nggak minat kuliah di kota ini." jawab Alana.

"Aku ingin kuliah di kota yang lebih jauh dari rumahku. Tapi, papa bersikeras aku kuliah di sini dan tinggal bersama Bude." lanjut Alana, setiap kali bercerita tentang kuliah, dia masih merasa kecewa.

Dewa tersenyum dia bisa mengerti keinginan gadis remaja yang ingin mencari jati diri. Tapi, dia juga faham hal yang dicemaskan kedua orang tuanya tentang pergaulan anak zaman sekarang.

"Sebentar lagi, aku pulang dan pasti lama kita tidak bertemu, apa Mas Dewa akan merindukanku?" Pertanyaan itu tetap terlontarkan oleh Alana. Meskipun dia sendiri tahu jawaban apa yang akan di berikan Dewa.

" Hmmm...." sambut Dewa kemudian menyesap kopi untuk terakhir kalinya.

" Hmmm apa?" desak Alana sambil tersenyum jail.

Dia masih sesantai itu meskipun Dewa tak pernah meyakinkannya. Bagi Alana Dewa adalah pria yang tidak mudah jatuh cinta.

Setahu Alana, setelah tiga tahun berpisah dari Bella, Dewa baru membuat komitmen dengannya. Padahal tidak sulit untuk Dewa menjalin hubungan yang baru, karena di kampus pria itu di idolakan oleh mahasiswi dan dosen-dosen wanita lainnya.

"Iya, Sayang." jawab Dewa membuat hati Alana berbunga-bunga. Gadis naif itu merasa Dewa sedang mengungkapkan perasaan sayangnya dengan panggilan 'Sayang' yang terucap untuknya.

" Ayo kita pulang! Budemu pasti sudah cemas menunggumu." ajak Dewa, dia merasa sore semakin petang. Dan dia harus membawa Alana segera pulang agar tidak menjadi kecemasan budenya.

Bagian Masa Lalu Dewa

Belum penuh satu bulan libur dirumah, Alana sudah memutuskan untuk balik ke rumah Bude. Rasa rindu ada Dewa sudah bertumpuk dalam dalam hati.

Pertama kali bersentuhan dengan perasaan, jiwa yang polos itu mengalun dengan sangat naifnya melahirkan rasa yang menguasai hati gadis remaja itu.

Alana benar-benar gadis yang naif saat jatuh cinta dengan seorang pria. Seperti saat ini, dia menolak untuk diantar papanya dan rela menunggu di stasiun untuk menunggu jemputan Dewa.

Mobil Civic hitam menghampiri gadis yang berdiri dengan tas ransel di pundaknya. Saat kaca mobil terbuka, Alana tersenyum. Gadis itu pun meletakkan tas ranselnya di bangku belakang, kemudian duduk di sebelah kemudi.

" Maaf, nunggu lama, ya!" ucap Dewa dengan mulai melajukan mobilnya.

"Lumayan, sekitar sepuluh menitan." jawab Aluna.

" Kita langsung ke rumahku dulu, bagaimana?" tawar Dewa, Dia juga baru kembali dari luar kota untuk urusan pekerjaan.

" Oke! Asal jangan sampai malam, Mas!" Alana pun mengiyakan masih dengan syarat. Setelah Magrib, orang tuanya pasti akan menanyakan keberadaannya.

" Oke..."

Mobil melaju menuju sebuah komplek perumahan elit. Dewa memang sudah mempunyai rumah sendiri, menjadi seorang dosen dan mempunyai usaha percetakan membuat pria itu sudah terbilang cukup mapan.

Mobil berhenti tepat di sebuah rumah lantai dua dengan desain minimalis. Alana menatap dengan seksama rumah yang didominasi warna putih itu.

Cantik. Batin Alana. Saat melihat sebuah taman dan kolam kecil di depan rumah, gadis itu menilai rumah Dewa cukup estetik.

"Mas Dewa nggak ada pembantu?" tanya Alana. Saat memasuki rumah yang terlihat bersih. Padahal dia tahu Dewa adalah orang yang sangat sibuk.

"Ada, cuma datang dua hari sekali untuk membersihkan taman dan rumah." jawab Dewa kemudian meletakkan tas di sebuah kursi panjang.

Alana terus menyisir isi rumah dengan rasa penasaran. Desain interior dan pilihan warna sangat cocok dengan seleranya, bukan karena dia menyukai Dewa, tapi dia merasa rumah Dewa di desain dengan penuh kenyamanan.

"Kamu bisa menungguku di ruang perpustakaan ini." Dewa membuka ruang yang ada di dekat Alana berdiri.

"Kamu juga bisa nonton film di situ, tapi aku hanya punya koleksi film horor." ucap Dewa sambil menunjuk sebuah televisi besar.

Alana hanya bergidik, dia sama sekali tidak tertarik dengan hal berbau horor.

"Aku tinggal mandi sebentar!" pamit Dewa di ikuti anggukan Alana.

Alana pun mulai mengenali ruangan perpus yang dibilang cukup besar. Perpustakaan milik Dewa sangat berbeda, bukan ruangan kedap udara tapi sebuah ruang terbuka dengan pemandangan taman yang ada di sebelah rumah. Tanpa AC pun, siklus udara di perpustakaan itu masih terasa sejuk dan segar.

Sebenarnya Alana sama sekali tidak tertarik dengan buku bacaan yang berat tapi tidak juga dengan film horror. Dia lebih lebih memilih menikmati setiap detail ruang perpustakaan yang tertata sangat rapi dan indah.

Salah satu buku yang terselip diantara tumpukan buku di sudut meja kerja Dewa malah membuat Alana tertarik untuk mendekati. Tanpa ragu Alana meraihnya.

Alana tak pernah menyangka, jika Dewa juga menyukai bacaan novel. Sebuah karya sastra dari penulis zaman dulu.

Alana mencoba membuka lembar pertama, disitu tertulis tulisan tangan 'Memorian 2020'. Dia yakin buku ini dibeli atau diberikan seseorang sekitar lima tahun lalu.

Alana terus membuka halaman demi halaman, hingga dia menemukan beberapa lembar foto yang terselip bersamaan dengan lipatan kertas.

Dear Bella

Sekian lama waktu sudah kita lalui bersama. Cintaku sudah benar-benar jatuh hingga tak tersisa. Entah bagaimana bisa aku melupakanmu, rasanya aku sendiri ragu.

Tapi semua sudah berakhir dan aku seperti kehilangan arah menjalani kehidupanku. Semua cinta ini sudah habis di kamu dan aku tak yakin bisa mencintai wanita lain sama seperti aku mencintaimu.

Hanya secuil harapan yang tersisa untuk kita bisa bersama lagi.

"Ting tong.... Ting tong...." Suara bel berbunyi membuat Alana bergegas menyimpan kembali buku itu ke tempat semula.

Selama ini dia berusaha untuk mengerti tentang masa lalu seseorang, tapi entah kenapa kali ini dia merasa rasa nyeri itu diam -diam menyelinap dalam hatinya setelah membaca bagian cerita masa lalu dari sang kekasih.

Alana bergegas melangkah keluar, bermaksud untuk membukakan pintu untuk tamu. Tapi, Dewa yang dikiranya masih mandi ternyata sudah melangkah untuk membukakan pintu.

Alana mendudukkan tubuhnya di sofa, Dia merasa lemas, tubuhnya terasa terpental jauh ke dalam sebuah lubang besar, setelah membaca curahan hati Dewa. Sebegitu besarnya Dewa mencintai gadis anggun yang bernama Bella.

Cantik, Alana akui gadis itu terlihat cantik. Aura feminim keibuan terpancar kuat dalam diri gadis itu. Tidak hanya Dewa, bahkan dirinya sendiri sudah menghafal wajah gadis itu meskipun baru pertama kali melihat fotonya.

"Hae, kok bengong!" Suara Dewa membuyarkan lamunan Alana.

Alana hanya tersenyum kaku hingga dia menyadari jika Dewa sedang meracik kopi untuk tamunya.

"Mau ku buatkan kopinya, Mas?" tawar Alana. Meskipun manja tapi Alana cukup pengertian.

"Nggak usah, kamu istirahat saja. Di ruang sebelah, ada sofa panjang, kamu bisa rebahan di sana." ujar Dewa sambil mengaduk kopi yang dia buat.

" Mas Dewa, apa aku pulang sendiri saja, sekarang?" permintaan Alana membuat Dewa langsung mendongak, menatap gadis manis berambut panjang itu dengan tatapan tajam.

" Nanti aku anterin!" ucap Dewa.

" Tapi hari semakin petang, Bude juga sudah mengirim pesan, kapan sampai rumah." bujuk Alana. Dia hanya cemas jika sampai papanya menelpon dan ternyata dia belum sampai di rumah budenya. Itu akan menjadi Boomerang baginya.

" Takutnya urusan tamunya masih lama." lanjut Alana. saat melihat Dewa sedang berfikir keras.

"Baiklah, aku pesankan taxi. Nanti sampai di rumah Bude langsung kabari, Mas!" Dewa terus berbicara sambil memesan taxi online buat Alana.

" Siap, Mas." jawab Alana.

Dewa menyerahkan nampan pada Alana, untuk dibawa ke depan. Sedangkan dirinya membawakan ransel yang sempat dibawa Alana dari rumah.

" Eh, siapa, Wa?" Salah satu tamu Dewa bertanya.

" Mahasiswa di kampusku!" jawab Dewa dengan meletakkan cangkir kopi di depan kedua temannya.

" Eh, serius cuma mahasiswamu?" Salah satu teman yang satunya lagi menimpali dengan tatapan tak percaya.

Dewa pun tak menjawab lagi, sementara Alana malah menjadi salah tingkah.

" Aku tinggal dulu! Sebentar lagi, taxinya sampai." pamit Dewa kepada kedua temannya. Pria itu langsung menggandeng Alana keluar dari rumahnya.

Gadis itu hanya mengikuti langkah Dewa. Tak lama kemudian sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan gerbang rumah Dewa.

" Hati-hati, jika ada sesuatu hubungi Mas!" pesan Dewa saat membukakan pintu belakang dan memasukkan tas ransel milik Alana.

" Hati-hati, Pak. Nggak usah ngebut!" ucap Dewa dengan memberikan satu lembar uang ratusan.

" Kembaliannya buat Bapak." jawab Dewa hingga membuat pria itu mengucapkan terimakasih sebelum melanjutkan mobilnya.

Alana terus menoleh ke arah pria yang masih berdiri menatap kepergian mobilnya. Hatinya menjadi gelisah, satu sisi dia ragu akan perasaan pria itu dan satu sisi Dewa terlihat tulus menyayanginya.

Gadis Naif

Mobil yang ditumpangi Alana tiba-tiba berhenti mendadak. Selain Alana, sang sopir pun tak kalah panik dan keluar mencari tahu keadaan mesinnya.

Alana mendengus kesal, mana suasana sudah petang lagi, pikirnya dengan mengedarkan pandangan ke segala arah. Dia kepikiran Bude Rini, beliau pasti akan mencemaskannya, karena dia sudah bilang akan tiba di rumah sebelum magrib.

" Maaf, Mbak! Mobilnya mogok, apa saya carikan taxi yang lain?" tawar sang sopir dari luar mobil. Mendengar itu, Alana merasa kesialan mulai menghampirinya.

" Nggak usah, sudah dekat kok. Aku jalan saja, Pak." jawab Alana kemudian membuka pintu mobil. Gadis dengan rok panjang dan sweeter yang membungkus bagian tas tubuhnya pun menggendong kembali ranselnya.

Jarak ke rumah Bude tidaklah jauh, tapi jika kembali mencari taxi juga nanggung sekali. Jadi, Alana memutuskan untuk berjalan saja.

"Kalau begitu saya kembalikan uangnya tadi!" Sopir segera membuka dompetnya.

"Nggak usah! Rumah saya sudah dekat, Pak." Alana kembali menegaskan. Dia pun kemudian berjalan ke arah komplek rumah Bude Rini.

Suasana berubah menjadi petang. Dia memang sempat mendengar suara adzan saat masih di jalan, hingga akhirnya dia mempercepat langkah kaki agar segera sampai di rumah Bude.

Tapi, ada yang membuat Alana memelankan langkah. Diantara sepinya suasana sore ini, sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan terlihat bergerak-gerak.

Gadis itu mencoba untuk menajamkan pandangannya, tapi tetap saja tak terlihat bagian dalamnya. Kaca mobil dilapisi kaca film hingga orang luar tak bisa melihat aktivitas orang yang ada di dalam.

Semakin lama Alana memperhatikan, mobil itu semakin bergerak jelas. Hingga akhirnya dia mengetuk berkali -kali kaca jendela mobil sedan mewah itu.

" Tok... Tok.... Tok....." ketukannya memburu saat jendela mobil tidak segera dibuka.

Tapi, tak lama kemudian jendela kaca terbuka. Alana sempat terlonjak kaget, ketika melihat dua orang berlawanan jenis yang berada di dalamnya.

Tampilan keduanya terlihat acak-acakan apalagi sang wanita, kancing bajunya terbuka hingga kedua gundukan di dadanya mengintip jelas.

" Ada apa?" tanya Pria itu dengan wajah kesal. Sedangkan sang wanita membenarkan rambutnya yang terlihat kusut.

" Ehmm...... Kalian ngapain? Tidak ada apa-apa, kan?" Dengan polosnya pertanyaan itu terlontar dari mulut Alana.

Pria matang dengan wajah tampan dan tatapan tajam itu menelisik sosok Alana yang sudah mengusiknya. Dalam pikirannya , betapa bodohnya gadis yang kini berdiri di luar mobilnya.

" Kami sedang bercinta. Dan keberadaan kamu sangat menggangu!" geram pria itu dengan mengetatkan rahangnya.

Alana membelalak kaget, dia juga tak bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah mendengar jawaban pria itu.

Alana pun memindai pandangannya dari sosok pria itu dan wanita berambut panjang secara bergantian.

" Hiiihhh, perbuatan kalian menjijikan! Dosa tahu." umpat Alana dengan bergidik ngeri. Secepat kilat dia meninggalkan dua orang yang dianggapnya menjijikan.

Setiap langkah yang terayun membuat Alana merutuki kebodohanya sendiri. Tak seharusnya dia se-kepo tadi dan ujung-ujungnya dia harus menahan malu sendiri.

Ini bukan kota kecil seperti kota tempat kelahirannya, pergaulan yang dia hadapi juga tidak hanya sebatas sekolah dan rumah seperti dulu. Jadi sudah seharusnya dirinya berhati-hati dalam bersikap agar terkesan tidak mencampuri urusan orang lain.

Ternyata dunia sekarang seperti ini. Dia baru menyadari, jika tidak salah jika kedua orang tuanya sangat membatasi dirinya dalam bergaul.

Sementara itu, pria yang ada di dalam mobil itu mengumpat kesal. Moodnya untuk bercinta pun langsung menghilang entah kemana.

"Aku akan mengantarmu ke apartemen!" ucap Kalandra dengan menghidupkan kembali mesin mobilnya.

"Bagaimana jika lanjut di apartemenku!" tawar gadis itu.

"Aku sudah tidak mood!" jawab Kalandra.

Gadis itu memang sudah menginginkan pria tampan, gagah dan kaya itu. Dan suatu kebanggaan jika bisa menaklukan pria yang menjadi dambaan para gadis itu.

Pria itu bernama Kalandra Arshaka Bagaskara. Pria matang dan mapan yang mewarisi bisnis gurita dari keluarganya, apalagi wajah tampan dan tubuh atletis yang dimilikinya membuat menjadi sosok pria itu mendekati sempurna.

"Di apartemenku, aku juga bisa membuatmu kembali bergairah, Sayang!" rayu gadis yang seminggu ini menjadi teman kencan Kalandra.

Gadis itu mencoba menggerayangi selangkangan pria yang kini menatap ke arah jalan di depan. Tapi tangan besar Kalandra menahan jari-jari lentik itu agar berhenti. Dia benar-benar sudah tidak menginginkan itu.

"Jangan memaksaku berbuat kasar!" Suara yang penuh intimidasi itu membuat nyali gadis itu mengecil.

Tak ada rayuan atau obrolan apapun. Mobil itu melaju dalam kebisuan hingga berhenti tepat di depan gedung yang menjulang tinggi.

Setelah gadis itu turun dari mobil. Kalandra terus melajukan mobilnya menuju rumah kediamannya.

" Sialan..." umpat Kalandra saat masuk ke dalam kamar mewahnya. Dia masih merasa kesal dengan gadis yang sudah mengganggu kesenangannya sore tadi. Bahkan, gadis itu berani mengatakan jika dirinya menjijikan.

Kalandra melempar kemeja yang baru saja dibukanya itu ke sembarang arah. Pria itu juga membuka celana panjangnya dan hanya menyisakan celana dalam untuk segera masuk ke dalam kamar mandi dan berendam air hangat.

Dia terus memejamkan mata tapi wajah gadis itu terus membayang, apalagi ekspresi yang menunjukkan jijik, hal itu benar-benar membuat Kalandra sangat kesal.

"Palingan dia juga sudah tidak perawan lagi!". gumam Kalandra yang sulit percaya dengan gadis sekarang jika masih bisa menjadi kesuciannya.

###

Matahari sudah mulai naik ke atas, tapi Alana masih mengenakan piyama kesayangannya. Sedangkan Bude masih sibuk menyiram koleksi bunga anggrek yang ada di samping rumah.

"Bude, nanti siang Alana mau pergi sama Hera ya!" pamit Alana denga menunggu persetujuan wanita berumur lima puluhan tahun.

"Mau kemana?" tanya Bude kemudian meletakkan wadah untuk menyiram bunga itu di pojokan.

" Mau ke kampus sebentar, tapi setelah itu kita mau ke mall." jawab Alana jujur, gadis itu memang tidak terbiasa berbohong.

" Kalau begitu bawa mobil saja. Biar GK repot." jawab Bude itu artinya wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang tak lagi muda itu mengizinkan Alana.

"Iya bude." jawab Alana.

"Ayo kita sarapan. Bude sudah memasak sejak tadi." ajak Bude Rini dengan membawa Alana kembali masuk ke dalam.

Mereka tinggal berdua. Semua anak Bude Rini sudah berkeluarga, tapi wanita paruh baya itu memilih bertahan di rumah peninggalan suaminya. Banyak kenangan yang tidak bisa ditinggalkannya begitu saja.

" Kamu sudah punya pacar, Al?" tanya Bude masih dengan mengunyah makanan.

" Ehmmmm sudah bude, namanya Mas Dewa. Dia dosen di kampus Alana." Alana akhirnya bercerita, dia memang tidak pandai menutupi sesuatu hal dari orang-orang yang dekat dengannya.

" Kenapa tidak pernah main?" lanjut Bude. Mendengar laki-laki yang dekat dengan keponakannya adalah seorang dosen membuat Bude sedikit lega.

"Alana takut Bude marah. Dan Papa belum memperbolehkan Alana pacaran." jawab Alana malah membuat Bude tersenyum. Padahal Bude Rini juga mengerti gadis seusia Alana memang sudah saatnya untuk mengenal lawan jenis.

"Ajak saja ke rumah. Bude biar tahu seperti apa pilihan Alana." jelas Bude malah membuat Alana malu-malu.

Mereka pun mengakhiri sarapan mereka. Setelah itu Alana bergegas membersihkan diri dan segera menghampiri Hera ke apartemen untuk berangkat kekampus bersama.

Hari ini dia merasa lega. Secara tidak langsung, dia sudah mendapatkan lampu hijau dari keluarganya. Jika melihat reaksi Budenya tidak ada yang perlu dicemaskan jika dia berpacaran dengan Dewa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!