"Aku tidak setuju!"
"Komandan Wei, tenanglah..."
"Tenang katamu? Apa kau tahu siapa Qin Yue? Dia adalah agen terbaik yang kita miliki. Tapi kau ingin dia menyusup ke Zhongyuan, apa kau gila?" Komandan Wei sangat marah. Mereka adalah Tim Alpha, tim terbaik milik negara yang khusus menangani masalah zona perang dan misi perdamaian. Tapi mereka malah ingin mengirim agen terbaiknya untuk menyusup? Bukankah ini seperti menampar tepat di wajahnya.
“Justru karena itu,” balas Komandan Bai, “Tidak ada agen lain yang lebih cocok selain Qin Yue. Kau sendiri bisa melihatnya. Mereka terlalu tua untuk menjadi murid SMA." Dagunya sedikit terangkat, menunjuk pada para pria dewasa yang berdiri dibelakang sang Komandan.
"Jadi, hanya Qin Yue yang tersisa. Agen termuda dan terbaik milik Jinsa. Selain itu, dengan kemampuannya, aku yakin misi ini akan selesai dalam waktu satu tahun." Lanjutnya.
Suasana ruangan mendadak sunyi. Semua orang tahu dia benar. Qin Yue cukup mampu untuk bertahan diantara para monster muda itu.
Qin Yue, yang sejak tadi mendengarkan, perlahan menghempaskan tubuhnya ke kursi, dan menyilangkan tangan.
"Ayolah! Kalian berdebat apakah aku pantas menyusup atau tidak. Tapi kalian tidak bertanya apakah aku mau melakukannya?" tanya Qin Yue, lalu dia melanjutkan, "Aku seorang agen garis depan. Kalian tahu betapa kerasnya perang. Apa kalian tidak khawatir aku kehilangan kesabaran dan menghajar para murid sampai mati?"
Suasana hening kembali. Semua orang hampir lupa, bahwa selain kemampuannya, Qin Yue juga terkenal karena kegilaannya.
"Ehm... Qin Yue, saat ini kau adalah satu-satunya pilihan yang kami miliki. Hanya satu tahun! Cukup tangkap dalangnya dan misi selesai." ucap Komandan Bai.
Qin Yue melirik kearah Komandan Wei, seolah meminta persetujuannya. "Baiklah, tapi dengan satu syarat."
Pada akhirnya, kesepakatan dibuat, dan Qin Yue menyusup seperti yang direncanakan.
***
Satu bulan setelah rapat Jinsa
Qin Yue masuk ke Sekolah Internasional Zhongyuan dengan identitas palsu. Dia menyamar sebagai murid tahun pertama, dan melewati semua upacara penghargaan, sampai acara tahunan.
Waktu berlalu begitu cepat. Qin Yue menjalani kehidupan sekolah menengahnya dengan 'normal', dan akhirnya satu tahun berlalu...
Hari ini, semuanya akan berakhir... Karena sang target utama, akhirnya menunjukkan diri.
Li Fengrui... Murid pria yang terkenal tampan dan kaya raya. Ayahnya adalah Li Zheng, satu dari Tiga Naga Tiongkok. Di balik topeng malaikatnya, tersembunyi wajah iblis kejam. Dia adalah dalang utama yang menyelipkan narkoba di Zhongyuan. Dia bahkan memaksa para murid berprestasi lainnya untuk menjadi pengedar. Mereka yang bersekolah di Zhongyuan tidak semuanya anak kaya, jadi satu ancaman dari Fengrui membuat mereka terpaksa menurutinya.
Qin Yue berada di atas atap Gedung Olahraga. Seragamnya masih tampak rapi, namun ikatan dasinya sedikit longgar. Matanya tajam melirik sekitar, mencari sosok Fengrui.
Dia menekan earpice nya, dan sebuah pesan masuk.
“Qin Yue. Operasi dihentikan! Target terlalu berkuasa. Ini perintah!”
Dia terdiam. Jemarinya mengepal. Satu tahun penuh penyelidikan, dan dia harus mundur?
"Apa maksudmu mundur? Apa kau takut pada Li Fengrui? atau ayahnya?" ejeknya.
“Qin Yue! Dengarkan aku! Ini tidak sesederhana kelihatannya.” suara Komandan Bai terdengar cemas.
Tapi Qin Yue, hanya mengangkat wajahnya, menatap bayangan dirinya di bawah cahaya bulan.
“Komandan, jadi kau takut pada sang naga? apa kau lupa? Sayangnya… aku juga cucu seekor naga!”
Qin Yue mematikan earpice nya dan bergerak cepat. Dia turun dari atap, dan menyelinap ke belakang sekolah. Tepat ke arah gudang kosong yang tertutup karena renovasi. Di dalam, ia melihat sosok Fengrui, yang sedang membuka koper hitam—berisi narkoba dan uang yang tersusun rapi di lantai.
“Li Fengrui.” Suaranya menggema, memecah keheningan.
Fengrui terkejut sesaat, tangannya berhenti bergerak, lalu sudut bibirnya sedikit terangkat.
“Tsk. begitu cepat?”
Ia langsung membanting koper, dan berlari kearah pintu samping.
Qin Yue bergerak seperti bayangan. Ia menerjang, dan kaki kirinya menyapu rendah. Fengrui hampir terjatuh, tapi dia memutar tubuhnya dan mengayunkan tinju ke arah rahang Qin Yue. Qin Yue menangkis, lalu menyikut rusuk Fengrui. BUGH!
Mereka bertarung sengit—bertukar tinjuan, dan saling tendang, serangan cepat dalam celah sempit.
Fengrui menarik pisau kecil dari sepatu botnya. Menyerang Qin Yue dengan liar.
“Kau pikir bisa menang dariku, nona mata-mata?” dengusnya.
Darah menetes dari sudut bibir Qin Yue, tapi matanya dingin.
“Aku bukan mata-mata. Tapi eksekutor.”
Gerakannya berubah, lebih agresif dan tajam. Ia menangkap tangan Fengrui, memelintirnya ke belakang dan membanting pria itu ke lantai dengan keras.
BRAKKKKK!!!
Fengrui terbatuk. Tubuhnya terperangkap. Pisaunya meluncur jauh dari jangkauan.
KLIKKK!!!!
Dalam sekejap, Qin Yue sudah memborgol kedua tangannya.
Fengrui tidak bisa bergerak, hanya mengangkat kepalanya, tertawa kecil meski kesakitan.
“Qin Yue… ah ternyata benar, aku memang mengenalmu. Sayang, kau jarang muncul di acara penting. Kalau tidak, mungkin aku sudah membunuhmu lebih awal.” Dia meludah. “Putri tunggal keluarga Qin… akan membuat keluarganya menangis.”
Qin Yue menatapnya tanpa emosi.
“Berhenti banyak bicara.” Suaranya tajam. “Karena bahkan ayahmu tak bisa menyelamatkanmu dariku.”
Dia menekan earpice nya. “Target berhasil ditangkap. Lokasi gudang belakang—”
DOR!
Tiba-tiba saja, peluru menembus kepalanya dari belakang.
Tak jauh dari sana, di balik tirai bayangan... sepasang mata gelap menatap dingin. "Terima kasih, nona Qin. Sudah membersihkan kotoran kami."
"Ugh... silau sekali..."
"Hmm bau apa ini? Dupa?"
Tiba-tiba saja Qin Yue membuka matanya. Sialan! Apakah kematiannya sebelumnya hanya mimpi?
Qin Yue bangkit secara refleks. Namun, yang dia lihat bukan sekolah Zhongyuan. Bukan juga ruangan mayat JINSA. Tapi ruangan penuh dupa dan persembahan, dengan tirai sutra halus.
Jadi... Dimana ini?
"...Putri?
Mata Qin Yue melirik tajam pada pria muda di ujung pintu ruangan.
"Siapa yang kau sebut putri?"
Alih-alih menjawab, pria itu malah berbalik dan menjerit keras. "Panggil tabib! Tuan Putri bangun... Putri Xiuying belum mati..."
Qin Yue tiba-tiba merasakan sakit kepala. Apa maksud perkataanya? Tabib? Putri... Xiuying?
"Ugh... aku mual..."
Adegan kematiannya terlintas. Qin Yue menggenggam erat pakaiannya. Sialan! Sepertinya seseorang mengambil keuntungan dari dua naga yang bertikai. Dia baru saja akan bersumpah membalas dendam, namun saat matanya menyusuri sekelilingnya, dia menghela napas...
***
Qin Yue bersandar santai di tempat tidur. Dia memutar-mutar tali jubahnya. Bagaimanapun dia melihatnya, ini jelas jubah duka!
"Aku memiliki tebakan gila di kepalaku..."
"AHAHAHAHAHA YA TUHAN..."
Dia tertawa terbahak-bahak, bahkan sampai mengeluarkan air mata.
"Hah... Bagaimana ini mungkin?" Qin Yue menghapus jejak air mata di sudut matanya. Entah apakah dia tertawa sampai menangis atau ingin menangis sungguhan, yang jelas dia benar-benar hampir gila sekarang.
"Apakah Tuhan memberiku kesempatan untuk hidup kembali?" dia menatap langit-langit kamarnya, "Tapi mengapa harus dunia kuno? tidak bisakah aku terlahir kembali satu tahun sebelumnya saja?" keluhnya
BRAKKK
Pintu tiba-tiba terbuka lebar. Seorang pria tampan dengan jubah biru tua masuk dengan tergesa-gesa. Dia segera mendekati Qin Yue dan ingin menariknya lebih dekat.
Namun, Qin Yue tidak mengenalnya. Dan insting bertahan hidupnya muncul tanpa sadar.
PLAKKK
"Aww... adikkkk kenapa kau menamparku?" keluh pria itu.
"Siapa yang kau panggil adik! Aku bahkan tidak mengenalimu!" teriak Qin Yue.
Pria itu membeku. Sejak kapan adiknya menjadi begitu berani? Apakah karena dia bangkit dari kematian?
"Tuan muda. Tabib Qin ada disini." Pria muda sebelumnya datang kembali bersama seorang tabib. Segera, dia mengeluarkan peralatannya dan memeriksa Qin Yue.
"Lapor Tuan Muda. Sungguh ajaib bahwa Putri Ying bisa terbangun dari kematiannya. Bahkan tanda vital di tubuhnya stabil, dan tidak ada jejak penyakit apapun." jelas Tabib Qin.
"Benarkah? Lalu, mengapa dia seperti orang yang berbeda?"
"Menurut hamba, Putri Ying hanya sedikit syok. Dan alam bawah sadarnya menghapus sebagian memori tanpa sadar. Ini biasa terjadi jika seseorang terlalu bersedih atau berduka." jelas Tabib Qin
"Apakah kehilangan ingatan juga mempengaruhi kepribadian? Dan kapan dia akan mendapatkan memori nya kembali?"
"Kemungkinan besar akan segera kembali. Hanya saja hamba tidak bisa memastikan waktunya."
Pria muda itu menatap Qin Yue yang tengah makan nasi dengan lahap, dan tanpa sadar bergumam... "Aku harap, dia akan kehilangan ingatannya selamanya."
Setelah urusan pemeriksaan selesai, Tabib Qin kembali ke kediamannya. Meninggalkan pemuda itu berdiri dia disudut ruangan.
"Bai Zennnn..."
Qin Yue memanggil pria muda itu. Setelah menerima nasib dengan ikhlas, Qin Yue segera menanyakan nama mereka berdua. Pria tampan berpakaian mahal ini bernama Bai Zen. Dia putra tunggal keluarga Bai, yang terkenal sebagai keluarga Jenderal namun 'Tanpa Jenderal '... Dan pria muda satunya adalah Rong Yi, bawahan Bai Zen yang juga penjaga Putri Feng Xiuying, tubuh yang jadi miliknya sekarang.
"Xiuying, dimana sopan santunmu? Mengapa kau memanggilku Bai Zen! Panggil aku kakak!" keluhnya
"Tsk... Baiklah kakak Baiiii..."
"Lupakan saja. Nadamu terdengar lebih menghina di telinga." keluh Bai Zen. "Jadi apa yang kau inginkan adik?" lanjutnya
"Kakak... Kau mengatakan aku baru bangkit dari kematian kan?" tanya Qin Yue
"Hm benar."
"Kalau begitu, ceritakan padaku bagaimana aku mati? " tanya Qin Yue penasaran
Bai Zen menatap adiknya, dan memiringkan kepalanya. Qin Yue ikut memiringkan kepalanya, dan Bai Zen menjawab, "Hanya... jatuh begitu saja~"
Qin Yue kesal. Tidak ada informasi berguna sama sekali. Tapi dia masih menahan amarahnya. Dia barusaja pindah ke dunia ini, dan dia butuh dukungan juga informasi. Jadi, Bai Zen adalah satu-satunya jalan.
"Kakak Bai~
Akting aktris Qin dimulai. Dia perlahan memasang wajah sedihnya. Mengatakan bahwa dia tidak ingat apapun. Jadi bagaimana dia bisa hidup di dunia yang kejam ini?
Bai Zen terhasut aktingnya dan menjelaskan semua detailnya. Dimana dia juga mengatakan bahwa, meski mereka bukan saudara kandung tapi Bai Zen melihat dia tumbuh sejak kecil, dan selalu menganggap Qin Yue sebagai adiknya.
Qin Yue merasa Bai Zen menutupi sesuatu, tapi dia tidak mendesaknya. Sebaliknya, dia mengatakan dia akan kembali ke kamarnya sendiri. Apa-apaan dia harus tinggal di kamar duka penuh dupa seperti ini?.
Bai Zen memanggil Rong Yi untuk menemani Qin Yue kembali ke kamarnya. Berita kematian Putri Feng Xiuying masih belum keluar dari Mansion. Jadi, selain Kepala Pelayan tidak ada orang lain yang tahu.
"Rong Yi..." panggil Qin Yue.
"Ya, Tuan Putri?"
"...Tidak ada."
Mereka berjalan menyusuri lorong Mansion. Meski dikatakan ini Mansion Jenderal, tapi nuansanya yang terasa lebih sederhana dan tenang.
"Yiii..." Qin Yue kembali memanggil namanya, dan Rong Yi mulai merinding. "Putri, jika kau memiliki sesuatu untuk dikatakan, katakan saja. Kau membuatku merinding." keluh Rong Yi.
Qin Yue berhenti sejenak dan menatapnya. Lalu perlahan mendekati wajah Rong Yi. Pria muda itu sedikit berkeringat. "Hm... aku penasaran sejak tadi. Kau selalu memanggilku Putri. Apakah aku anak orang kaya? maksudku... Bangsawan?"
Rong Yi, masih teringat pesan dari Tuannya Bai Zen. Namun, wajah Qin Yue yang memelas tepat didepannya membuatnya sedikit goyah. Menurutnya, meskipun Tuan Putrinya kehilangan ingatan, adalah salah jika mereka tidak menjelaskan kondisinya padanya.
"Jadi begini..."
"...Jadi?"
BRUKKK
Tiba-tiba saja Qin Yue jatuh pingsan...
Musim Gugur, dua belas tahun yang lalu...
Langit Ibukota sedang tidak bersahabat.
Hujan turun deras dan matahari enggan muncul. Warga biasa memilih untuk menyembunyikan diri di dalam rumah, menyeruput teh hangat, berharap hujan segera reda, dan petir tidak akan menghancurkan atap mereka.
Tapi, di depan Mansion Jenderal Bai, suasananya justru lebih rumit dari sekedar hujan dan badai.
Di bawah guyuran hujan deras, seorang gadis kecil berdiri sambil memegangi payung merah muda, yang ukurannya bahkan lebih besar dari tubuhnya sendiri.
Jadi, berapa tinggi badannya…? Hm, mungkin sekitar tiga kaki!
*Tiga kaki \= 91 cm*
"Permisi..." Suara itu terdengar sangat imut dan manis, tapi sayangnya, tertelan oleh suara gemuruh hujan badai.
Untung saja, para penjaga gerbang Mansion Jenderal memiliki pendengaran yang jauh lebih peka, dari rata-rata rakyat biasa. Salah satu penjaga melangkah dengan cepat, alisnya berkerut, melihat seorang gadis kecil yang seharusnya berada di rumah yang hangat, malah berdiri di tengah badai.
"Gadis kecil, kau... sedang apa di sini? Apa kau tersesat?"
Gadis itu menatap dengan mata yang berbinar. Suaranya sedikit bergetar, entah karena hujan atau... karena hal yang akan dia katakan.
"Paman... Apakah ini, benar Mansion Jenderal Bai?"
Sebelum penjaga itu sempat menjawab, tangan mungil itu mengeluarkan secarik surat yang distempel bunga plum.
"Ibuku mengatakan... Jenderal Bai akan menerimaku... Jika membaca surat ini."
Penjaga itu mengambil surat itu dengan mengerutkan keningnya.
"Siapa ibumu?"
"...Feng Yu Jian." jawab gadis itu dengan lantang.
Tunggu... Feng Yu Jian? Itu adalah nama paling tabu, yang seharusnya tidak disebutkan di tempat ini.
Penjaga itu membeku. Dan tanpa sadar menelan ludahnya, napasnya tertahan. Haruskah dia memberitahu Jenderal? dia bisa membayangkan konsekuensi dari berita yang akan dia sampaikan.
Bahkan, nama itu dilarang disebutkan di Istana. Karena jika kau memaksa menyebutnya, jangankan para pria tua di istana, bahkan kaisar pun akan lupa cara bicara.
***
Ruang Kerja Jenderal Bai
Disisi lain, Sang Jenderal Bai Wenyuan, sedang membaca laporan dari barak militer dengan wajah yang datar seperti biasa. Saat seseorang mengetuk pintu, ia hanya berdeham sedikit, sebagai tanda persetujuan.
Tok... Tok... Tok...
“Lapor Jenderal, penjaga gerbang utama mohon izin untuk menghadap,” ucap Kepala Pelayan Zhang.
“Biarkan dia masuk.”
Saat penjaga itu masuk, Bai Wenyuan tak menghentikan pekerjaannya, dia bahkan tidak mengangkat kepalanya. Setidaknya, sampai dia mendengar apa yang dikatakan oleh penjaga itu.
“Lapor Jenderal... Diluar, ada seorang gadis kecil yang datang dan berkata... dia adalah putri dari Feng Yu Jian.”
Suasana mendadak sunyi, seolah waktu ikut berhenti. Dan laporan di tangan sang Jenderal, hampir robek.
Karena tidak ada tanggapan, penjaga itu merasa cemas, keringat mengucur deras di dahinya, sampai-sampai dia bisa mendengar suara detak jantungnya.
Detik demi detik berlalu, menambah kecemasan dan ketegangan di dalam ruangan itu.
Lalu... BRAK!
Jenderal Bai tiba-tiba saja berdiri, bahkan kursinya terjatuh ke belakang.
Tanpa sepatah katapun, ia berbalik, dan melesat keluar dengan cepat. Hanya sang penjaga dan Kepala Zhang yang tersisa, yang membuatnya sedikit canggung,
***
Pos Utama Penjaga
Hujan masih mengguyur dengan deras. Halaman Mansion Jenderal pun tak luput dari genangan demi genangan air di tanah. Tapi siapa peduli? Saat ini, pikiran Bai Wenyuan penuh dengan Feng Yu Jian. Bahkan, dia hanya acuh saat pakaian militernya basah kuyup.
Saat dia tiba di pos penjagaan utama, tak ada satupun penjaga berani bersuara soal etika berpakaiannya. Semuanya langsung memberikan hormat militer padanya.
Namun, Bai Wenyuan seolah tidak peduli. Matanya langsung tertuju pada seorang gadis kecil yang sedang berjongkok di sudut ruangan.
Saat gadis itu mendongak, Tatapan mata mereka bertemu.
Mata itu...
Bulat dan jernih, juga penuh rasa ingin tahu. Tapi... juga ada sesuatu yang mirip. entahlah, apakah itu hanya perasaannya? dia merasa mata mereka mirip satu sama lain.
Namun, Hidung kecil, dan bibir mungil itu, bahkan cara duduknya— benar-benar mirip Yujian. Bahkan terlalu mirip.
Melihat itu, sang Jenderal tiba-tiba merasa lembut di hatinya. Seperti... melihat potongan masa lalu yang berubah menjadi nyata.
Perlahan, dia mendekati gadis kecil itu. Dia ikut berjongkok dan bertanya, “Nak, siapa namamu?”
Gadis itu tersenyum cerah dan menjawab tanpa ragu.
“Feng... Xiuying.”
***
Saat Ini – Kediaman Jenderal Bai
“Feng... Xiu... Ying...” Qin Yue terus mengulang nama itu dalam tidurnya.
“Tabib Qin... Bagaimana kondisi Xiuying?” tanya Bai Zen, setengah panik.
Baru beberapa saat yang lalu, gadis itu bangkit dari kematian. Dia bahkan masih sempat meminta nasi karena lapar. Tapi sekarang, dia kembali terbaring lemah, seperti bunga plum yang layu di ujung musim semi.
“Jangan terlalu khawatir Tuan Muda. Putri Xiuying baik-baik saja. Dia hanya tertidur." jelas Tabib Qin.
"Aku tahu. Tapi aku tetap merasa khawatir." ucap Bai Zen.
"Tuan Muda. Sepertinya... ingatan Tuan Putri akan kembali lebih cepat dari perkiraan, Jadi, tubuhnya merespon dengan keinginan untuk istirahat yang lebih banyak.” ujar Tabib Qin sambil memeriksa denyut nadinya.
Bai Zen menatap adiknya yang terbaring di tempat tidur. Wajahnya pucat, keringat terus membasahi dahinya, dan bibirnya terus menggumamkan sesuatu, seolah menyebut nama seseorang dalam mimpinya.
Tanpa sadar, Bai Zen mengulurkan tangannya, merapikan rambut Xiuying yang kusut.
“Ying’er...”
Di matanya, dia bukan lagi bocah kecil yang menyelinap masuk ke dalam kehidupannya, juga keluarganya. Bukan pula ancaman seperti yang dulu ia khawatirkan.
Dulu, dia sempat merasa takut... takut jika ayahnya akan lebih mencintai gadis kecil ini, dan membuang dirinya.
Tapi, Xiuying tidak pernah mengambil apa pun darinya. Dia hanya terus mengikutinya, memanggilnya—“Kakak Bai~ Kakak Bai~” dengan suara semanis susu.
Dan sekarang...
Tak peduli apakah mereka memilik darah yang sama atau tidak. Xiuying akan tetap jadi satu-satunya adiknya.
Dan dia, Bai Zen... Bersumpah! Jika dia akan menjadi mata, perisai, dan pedang bagi gadis kecil ini, yang kini tengah terbaring dalam mimpi masa lalunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!