199 Days With Skala : Lisa Ft Jake Enhypen
199 Days with Skala
"Lavanya Sea, objek paling indah dari semua ciptaan tuhan."
~||199 Days with Skala||~
Langkah kaki tergesa-gesa dengan napas tersengal-sengal. Netranya bolak balik melihat jam tangan takut pada waktu yang terus mengejar.
Lavanya Sea, tubuh yang masih lengkap dengan seragam sekolah itu berdiri di halte bus. Melihat ke kanan dan kiri, namun tak menemukan apa yang dia cari.
Lavanya Sea
Raga mana? Katanya nungguin aku di sini?
Netranya kembali mencari, namun tak menemukan sosok Raga.
Lavanya mencoba menghubunginya. Namun sialnya, tak ada balasan dari Raga.
Belum selesai dengan itu, Tiba-tiba saja hujan turun dengan lebatnya. Membuat suasana dingin seketika menusuk kulit.
Buru-buru Lavanya mengecek ponsel.
"Pulang sendiri, Aku nemenin Gea Jalan-jalan."
Kata-kata yang kesekian kalinya Lavanya dapat.
Lavanya Sea
Kalau gitu kenapa harus janji Ga?
Lavanya Sea
Aku udah seneng banget waktu kamu janji jemput aku pulang..
Lavanya Sea
Tapi lagi-lagi kamu lebih milih Gea..
Seakan mengerti perasaan Lavanya, Hujan turun dengan semakin deras. Seakan ikut merasakan apa yang Lavanya rasakan.
Lavanya hanya menunduk, menutup mata, mencoba menenangkan hatinya yang lagi-lagi patah karena Raga.
"Sepatu lo bisa basah kalau lo terus berdiri di situ."
Lavanya tersentak. Kemudian mendongak, menoleh ke samping. Menatap seorang pemuda yang melihat ke depan.
Lavanya bergumam kesal. Air matanya kembali naik karena pemuda di sampingnya.
Lavanya hanya menoleh sekilas. Tak lagi menanggapi.
Ia memilih mundur beberapa langkah ke belakang. Kini posisinya sejajar dengan pemuda di sampingnya.
Lavanya hanya menatap punggung pemuda itu. Heran, mengapa dia memilih pergi padahal hujan belum reda.
Tepat pada pukul 5 sore, Lavanya baru sampai di rumahnya.
Helaan Nafas lelah terdengar sangat jelas. Ia menatap bangunan bertingkat dua itu nanar.
Lavanya Sea
It's oke Anya, kamu udah biasa dengan semuanya.
Lavanya bergumam, kemudian melangkah kakinya memasuki rumah.
Saat itu juga suara tawa terdengar begitu nyaring di telinga. Asing, itu yang menggambarkan posisinya sekarang.
Lavanya menoleh, mendapati presensi laki-laki yang menatapnya datar.
Lavanya Sea
Maaf ayah, tadi Anya nunggu hujan reda..
Harry Maganta
Ayah rasa hujan baru satu jam yang lalu, sementara kamu pulang sekolah jam setengah dua.
Harry Maganta
Kemana lagi kamu sebelum pulang?
Lavanya menunduk, kemudian mendongak dan tersenyum.
Lavanya Sea
Anya ke toko buku, beli buku pelajaran tambahan.
Harry Maganta
Lain kali nggak usah keluyuran nggak jelas.
Harry Maganta
Kamu itu udah besar Anya! Harusnya bisa jadi contoh yang baik buat adik kamu!
Harry Maganta
Liat Maudy! Dia udah di rumah sejak tadi! Nggak kaya kamu! Keluyuran nggak jelas!
Lavanya Sea
Ayah nggak percaya?
Lavanya Sea
Anya ke toko buku yah, bukan keluyuran nggak jelas.
Lavanya berusaha menjelaskan. Namun semuanya tetap sia-sia.
Harry Maganta
Masuk kamar, ganti baju.
Harry Maganta
Lantainya jadi kotor gara-gara kamu!
Dadanya terasa sangat sesak seakan di timpa batu besar. Memang sudah biasa, tapi tetap saja terasa sakit jika orang yang sangat kita sayang berkata seperti itu.
Sekali ia melirik ke belakang, mendapati sang ayah yang langsung tersenyum saat bersama bunda dan adiknya.
Hari ini terasa begitu berat, dua kali orang terdekatnya membuat hatinya patah berkali-kali.
Lavanya membuka pintu kamar dengan pelan. Netranya langsung mengarah pada bingkai foto.
Berisi seorang wanita dan laki-laki dewasa, satu bayi kecil dan anak perempuan yang tengah tersenyum.
Senyum yang dulu masih sangat... tulus.
Lavanya Sea
Kenapa berubahnya harus sejauh itu yah?
Pasar malam, merupakan tempat dari sebagian orang melepas tawa bersama orang yang mereka sayang.
Menghabiskan waktu bersama, seperti dua insan ini.
Namun sejak tadi, sang pemuda hanya fokus pada ponsel di tangannya membuat gadis di sebelahnya merengek kesal.
???
Dari tadi fokus ke HP terus! Aku lagi cerita Ga!
Raga Andreas
Maaf Ge, aku kepikiran Anya
Gea Miranda
Kamu lagi sama aku, kenapa malah mikirin Anya?!
Dia, Gea Miranda. Sahabat Raga yang kembali beberapa minggu lalu.
Wajahnya tampak kesal karena Raga yang membahas Lavanya di depannya. Gea kesal, dia tidak suka jika Raga membahas wanita lain.
Raga Andreas
Aku cuma ngerasa bersalah Ge, seharusnya aku nganterin Anya pulang.
Raga Andreas
Aku udah janji sama dia.
Raga menghela nafas kasar. Mengusap wajahnya Frustasi. Pesannya sama sekali tak dibalas oleh gadis itu, Lavanya... hanya membacanya.
Gea Miranda
Jadi kamu nyesel nemenin aku?!
Gea Miranda
Yaudah, aku pulang sendiri aja!
Raga mencekal tangan Gea, menuntun gadis itu agar kembali duduk di sebelahnya.
Raga Andreas
Bukan gitu Ge, aku sama sekali nggak nyesel nemenin kamu.
Gea Miranda
Terus apa Ga?!
Gea Miranda
Iya aku salah karena buat Kamu sama Anya jadi marahan.
Gea Miranda
Tapi aku cuma kangen sama kamu, aku kangen sama sahabat aku, salah?
Gea menunjukkan raut sedihnya. Memalingkan wajahnya tidak mau menghadap Raga.
Raga menarik Gea, membawa gadis itu ke dalam dekapannya.
Mengucapkan kata maaf, karena menyesal membuat sahabatnya menjadi sedih.
Raga Andreas
Aku nggak akan bahas Anya kalau lagi sama kamu.
Gea Miranda
Iya, aku maafin kamu.
Raga Andreas
(Maaf Anya, Maaf untuk kesekian kalinya)
???
Kalau makan tuh jangan sambil main HP Anya.
Lavanya mendongak, menatap manik coklat milik bundanya, Nilam Ayudia.
Lavanya Sea
Aku udah selesai bun.
Nilam Ayudia
Kalau gitu ya pergi, jangan main HP di meja makan!
Lavanya terkekeh sebentar. kemudian bangkit dari kursinya.
Namun sebelum pergi ia menoleh ke belakang, menatap Nilam.
Lavanya Sea
Anya alergi udang kalau bunda lupa.
Lavanya Sea
Itu kesukaan Maudy, bukan Anya.
Puas mengatakan itu, Lavanya kembali melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan dengan keheningan.
Nilam meremas sendok yang ia pegang. Sudut hatinya, merasa bersalah karena lagi dan lagi ia melupakan sesuatu tentang putri sulungnya.
Maudy Keynara
Kakak cuma capek, nggak usah dipikirin.
Maudy Keynara
Lagian wajar kalau bunda lupa, namanya juga manusia.
Harry Maganta
Maudy bener, nggak usah dipikirin.
Harry Maganta
Lagian Anya udah besar, seharusnya dia bisa ngomong.
Harry Maganta
Nggak perlu buat masalah kaya gini.
Tidak jauh dari sana, seseorang mendengar pembicaraan mereka.
Lavanya, dia belum kembali ke kamar. Mendengar ucapan Maudy, Lavanya memilih menguping di balik dinding.
Lavanya Sea
Emang nggak pernah tentang aku kan?
Ini Request pertama dari kalian.
Setelah ini, ada yang minta Dpr Ian, terus jaemin, mingyu, terus Choi San.
Jadi mohon bersabar ya ges, aku buatin satu satu😉
199 Days with Skala
" Hujan, terima kasih atas takdirnya untuk bertemunya aku dan Mahanta Skala."
"Hari ini, aku bertemu sosok pemuda. Sorot matanya begitu lembut. Nada bicaranya terdengar datar, namun tersimpan rasa kekhawatiran di sana."
"Aku rasa dia suka hujan, berbeda jauh denganku yang sedikit membenci hujan."
"Dilain waktu... bisakah takdir mempertemukan kami lagi?"
"Setidaknya..sebagai teman–mungkin?"
Lavanya menutup buku dengan sampul berwarna baby blue. Di atasnya terdapat hiasan benda langit seperti planet dan beberapa benda lainnya.
Lavanya membuka room chat antara dirinya dan Raga.
"Maaf ya Nya. Aku minta maaf karena nggak bisa nganterin kamu."
"Sebagai permintaan maaf, gimana kalau besok kita makan es krim di tempat kesukaan kamu?"
Lavanya Sea
Gea, kamu beruntung.
Lavanya Sea
Diprioritaskan sama pacar aku sendiri.
Lavanya terkekeh miris. Ia tak lagi berharap banyak, ucapan Raga terakhir kali tak lagi yakin untuk di dengar.
Lavanya menatap pintu kamarnya yang diketuk.
Lavanya bangkit, menuju pintu dan membukanya. Menatap sosok Harry yang berdiri tepat di hadapannya sekarang.
Lavanya Sea
Ada apa yah? Ayah perlu sesuatu?
Harry Maganta
Ayah cuma mau tanya, hubungan kamu sama Raga baik-baik aja kan?
Lavanya terdiam sejenak, tatapannya pada Harry tak ia lepas sedikit pun. Ia mengangguk.
Harry Maganta
Baguslah, jangan sampai kamu putus sama Raga.
Lavanya Sea
Biarpun Raga nyakitin aku? Selingkuh misalnya?
Pertanyaan itu lolos dari mulut Lavanya tanpa ragu. Menunggu reaksi Harry yang sepertinya..
Harry Maganta
Itu biasa, laki-laki memang seperti itu. Lagi pula kalian masih pacaran kan?
Harry Maganta
Kamu nggak perlu mengekang dia.
Harry Maganta
Perusahaan ayah, masih berhutang sama keluarga Raga.
...memang tak seperti yang ia harapkan.
Karena nyatanya, Harry tak lagi memikirkannya sejak saat 'itu'.
Lavanya Sea
Iya, aku paham.
Lavanya Sea
Ayah cuma tanya itu? Nggak ada yang lain?
Harry berbalik, meninggalkan Lavanya yang menatap punggungnya dengan penuh arti.
Lavanya Sea
Nggak ada ucapan selamat tidur ya?
Gumamnya, lalu terkekeh miris.
"Selamat tidur putri kecil ayah."
"Gimana sekolah kamu hari ini?"
"Kamu baik-baik aja kan sayang?"
"Putri kecil kenapa nangis? Siapa yang nyakitin kamu? Bilang sama ayah."
Lavanya Sea
Sayangnya itu udah 10 tahun yang lalu–huft...
Lavanya Menatap sosok Raga, yang tengah duduk di atas motornya.
Lavanya Sea
Kamu jemput aku?
Raga tersenyum, kemudian turun dari motor. Menghampiri Lavanya dan mengambil tas gadis itu.
Raga Andreas
Selamat pagi tuan putri.
Lavanya tersenyum sekilas.
Lavanya berjalan ke arah motor Raga. Setelah Raga naik, ia pun naik ke motor itu. Kemudian memeluk pinggang Raga.
Raga Andreas
Hari ini kita makan es krim kesukaan kamu, aku janji–
Lavanya Sea
Jangan janji ya Ga, aku capek denger janji kamu terus.
Lavanya Sea
Kalau emang nggak bisa nggak papa, aku ngerti.
Raga terdiam. Lavanya tak pernah marah atas apa yang dia lakukan selama ini. Ia tetap tersenyum padanya setiap kali bertemu.
Raga Andreas
Kamu baik-baik aja?
Tanya Raga, pasalnya pelukan Lavanya kian mengerat di pinggang nya.
Lavanya Sea
Biarin kaya gini sebentar Ga.
Lavanya Sea
Setidaknya hanya beberapa menit, aku...capek Ga.
Raga mengusap tangan Lavanya yang ada di pinggangnya. Rasa bersalah kian bertumbuh semakin besar. Lavanya pasti dimarahi ayahnya.
Dan itu karena.... Dia yang lebih memilih menemani Gea.
Raga Andreas
Maaf. [Lirih]
Lavanya Sea
Kamu. bilang sesuatu?
Raga Andreas
Nggak, aku cuma bilang aku sayang kamu.
Raga Andreas
Kamu sayang aku aku kan Nya?
Lavanya Sea
(Sampai akhirnya, aku lebih milih ngelepas kamu nanti.)
Anya berbalik, menatap sosok perempuan berambut pirang yang berjalan menghampirinya.
Raisa Melody
Ke kelas bareng?
Raisa Melody
Nya, sorry ni ya–aku mau ngomong sesuatu tentang Raga.
Lavanya Sea
Ngomong aja Sa, kenapa emangnya?
Raisa Melody
Semalem... aku ngeliat Raga sama cewek, di pasar malam.
Lavanya menghela nafas pelan, mencoba tersenyum.
Raisa Melody
Anya, kamu nggak papa?
Lavanya Sea
Nggak papa Sa.
Lavanya menatap ke arah lain.
Lavanya Sea
Udah biasa Sa, santai ajalah.
Ekspresi Raisa berubah. Ia menyesal. Tak seharusnya ia memberitahu Lavanya.
Raisa Melody
(Kenapa orang sebaik kamu harus punya disakiti sama mereka Nya?)
Lavanya Sea
Udah, nggak usah dipikirin.
Lavanya menarik tangan Raisa, membawa gadis itu ke kelas mereka.
Raisa Melody
Eh Nya, tau nggak?
Raisa Melody
Anya! Aku kan belum ngomong!
Lavanya Sea
Oke.. oke.. ada apa Sa?
Raisa Melody
Katanya ada murid baru loh?
Raisa Melody
Cowok pula, anaknya ganteng. Katanya dia kutu buku deh, keliatan banget pinter nya.
Lavanya mengelus keningnya yang menabrak sesuatu.
???
"Kalau jalan jangan ngomong terus, lo bisa nabrak."
Alis Lavanya menukik tajam. Kesal mendengar hal itu.
Tak sampai disitu, Lavanya semakin dibuat terkejut saat cowok itu memegang keningnya tiba-tiba.
???
Cuma mastiin kalau lo nggak sakit karena hujan.
Gumam cowok itu melihat name tag yang terpasang di baju Lavanya.
Lavanya Sea
Nggak usah sok kenal. Dan sok tau!
???
Kalau gitu kita kenalan.
Cowok itu mengulurkan tangannya pada Lavanya.
Lavanya masih terdiam. Menatap pada sosok pemuda di hadapannya. Suaranya lembut, dengan sedikit senyum tipis di wajahnya.
Raisa yang melihat keduanya memekik gemas.
tanpa persetujuan Lavanya ia mengambil Tangan tangan gadis itu agar menerima uluran Cowok itu.
Mahanta tersenyum, Membenarkan letak kacamatanya.
Mahanta Skala
Senang bertemu dengan lo... Sea.
Lavanya Sea
(Jadi namanya... Skala?)
Mahanta, pergi meninggalkan mereka berdua.
Meninggalkan Lavanya dengan diamnya.
Raisa Melody
oh my god! Anya! Dia ganteng banget!
Raisa berkata heboh, memekik kesenangan seakan baru saja bertemu dengan idolanya.
Raisa Melody
Mahanta, iya kan? Itu namanya kan?
Raisa Melody
Omaga! Dia.. keren banget Anya!
Lavanya meninggalkan Raisa yang masih heboh dan masuk ke dalam kelas. Meletakkan tasnya lalu duduk menatap jendela yang langsung menyuguhkan lapangan sekolah.
"Gue cuma mau mastiin kalau lo nggak sakit karena hujan."
yg bagian lavanya ketemu Mahanta, bacanya pake lagu "surat cinta untuk starla" ya ges. biar lebih kerasa. 😉
199 Days With Skala
"Kalau itu buat lo sakit, lepasin. Hati juga butuh istirahat."
Raisa dan Lavanya terlihat asik menikmati makanan mereka masing-masing, sampai dua orang perempuan datang menghampiri mereka.
???
Nggak nungguin lo berdua!
Raisa Melody
Keira! Kamu kan bisa mesen!
Raisa cemberut, membuat Keira tertawa kecil.
Keira Tsania
Sorry Sa, je pesen gih.
Jenar Almaira
Ogah, pesen aja sendiri.
Lavanya Sea
Emang kamu nggak makan?
Jenar Almaira
No! gue lagi diet.
Ketiganya tertawa kecil. Itu adalah kata-kata yang sering mereka dengar dari Jenar.
Jenar Almaira
Berat gue naik dua kg.
Keira Tsania
Si anjing, baru juga dua kg.
Raisa Melody
Tau, padahal aku lebih berat dari kamu loh Je. Anya juga.
Jenar Almaira
Raisa sayang... Lo sama Anya kan lebih tinggi dari kita.
Jenar Almaira
Ya nggak keliatan lah.
Lavanya tertawa kecil melihat perdebatan itu. Sejenak ia melupakan masalahnya ketika bersama mereka.
Itu Raga. Tiba-tiba saja ia menghampiri Lavanya di kantin.
Lavanya melihat kegugupan Raga. Sikap yang tak jarang Lavanya lihat sejak Gea hadir.
Sikap yang selalu raga tunjukkan ketika ia akan membahas sesuatu yang pasti akan menyangkut dirinya, Raga, dan... Gea.
Raga Andreas
Aku.. em.. maaf Sayang, nanti–
Lavanya Sea
Kita nggak jadi makan es krim?
Raga terdiam. Katanya menatap lurus pada Lavanya.
Lavanya Sea
Nggak papa, pergi aja.
Lavanya Sea
Gea pasti lebih butuhin kamu kan?
Bibir Raga terasa kelu. Tenggorokannya mendadak kering. Semua kata yang ingin ia sampaikan mendadak hilang seketika.
Keira Tsania
Ga, gue mau tanya deh.
Keira Tsania
Sebenarnya yang pacar lo itu Anya atau si Gea-Gea itu?
Lavanya mengisyaratkan Keira untuk tidak membahas itu.
Namun Keira tetaplah Keira, si gadis pemberani yang akan menentang sesuatu jika itu salah.
Raga Andreas
Gea sahabat gue.
Ucapan yang terdengar jelas tanpa ragu.
Raga Andreas
Dia cuma butuh bantuan gua, nggak lebih.
Jenar Almaira
Dia nggak punya temen? Tetangga? Orang tua? Saudara?
Jenar Almaira
Kenapa harus lo? I know dia sahabat lo dari kecil, tapi posisinya sekarang lo udah punya pacar, yang otomatis prioritas lo bukan dia lagi.
Jenar Almaira
Tapi Lavanya.
Raisa Melody
Coba pikir deh Ga, Sejak ada Gea udah berapa kali kamu lupain Anya? Berapa kali kamu ingkari janji ke Anya?
Raisa Melody
Anya pacar kamu, tapi Gea pemenangnya.
Lavanya hanya diam. Membiarkan teman-temannya berbicara. Lagi pula itu memang benar adanya.
Sesekali buka suara... tidak papa kan?
Lavanya Sea
Emang kalau aku bilang nggak, kamu bakal nurut?
Lavanya Sea
Nggak kan? Toh kamu tetap pergi ke Gea.
Raga Andreas
Anya bukan gitu.
Raga Andreas
Gea sendiri di kota ini. Orang tuanya nitipin dia ke aku.
Raga Andreas
Aku cuma jalanin amanah dari mereka Nya. Kamu nggak perlu khawatir, aku sama Gea nggak ada hubungan apa-apa.
Raga Andreas
Tolong jangan kaya anak kecil Nya. Tolong ngerti.
Jenar Almaira
Nggak habis pikir gue.
Lavanya Sea
Pergi Ga, kamu bisa ke Gea.
Lavanya Sea
silahkan Ke Gea.
Lavanya tersenyum tipis. Kemudian mengangguk
Raga Andreas
Makasih sayang.
Lavanya menatap punggung Raga yang perlahan menjauh. Sosok
Lavanya berjalan dalam diam. Menghela nafas berulang kali.
Lavanya Sea
Andai aja papa nggak ada hutang budi sama keluarga Raga, aku pasti bisa sedikit bahagia kan?
Lavanya Sea
setidaknya dalam hubungan percintaan..
"Bagus, Perusahaan papa masih berhutang dengan keluarga Raga."
Ucapan Harry seolah menjadi alarm di kepala Lavanya ketika ada keinginan untuk mengakhiri hubungan dengan Raga.
Lavanya memilih duduk di bangku yang ada di trotoar.
Menatap jalan raya dengan pandangan kosong.
???
Lo emang hobi ngelamun?
Lavanya menoleh ke belakang.
Lavanya Sea
Nama kamu kan?
Mahanta mengangguk, kemudian melompat ke depan lalu duduk.
Mahanta Skala
Nggak salah sih, cuma agak asing aja.
Mahanta Skala
Lo orang pertama yang panggil gue dengan Skala.
Lavanya hanya tersenyum, sesekali melirik Skala yang tengah membuka bungkus es krim.
Mahanta Skala
Ambil sea, ini buat lo.
Ragu-ragu Lavanya mengambil es krim itu dari tangan Mahanta.
Mahanta Skala
Lo suka coklat kan? Soalnya gue belum tau lo suka rasa apa.
Lavanya menunduk, tersenyum tipis.
Lavanya Sea
Makasih Skala.
Lavanya mulai memakan es krim pemberian Mahanta. Sesekali melirik pemuda di sebelahnya yang hanya diam menatap ke depan.
keduanya sama sama diam. Baik Mahanta ataupun Lavanya tidak ada yang memulai pembicaraan.
Mahanta Skala
Oh ya, lo suka laut?
Mahanta Skala
Lo cantik-cantik lemot ya. Gue tanya, lo suka laut?
Lavanya Sea
Suka, that's my favorite place.
Mahanta Skala
Berarti sesuai sama nama lo.
Ia menatap Lavanya yang sibuk memakan es krim. Ia tertawa kecil, Lavanya itu unik. Lihat saja sekarang, dia memakan es krim tapi tidak dengan cone es krimnya.
Mahanta Skala
Setelah ini mau kemana?
Lavanya Sea
Pulanglah, kemana lagi emang.
Mahanta Skala
Pantai, mungkin?
Lavanya menggeleng. Menatap lurus ke depan.
Lavanya Sea
Ayah bisa marah kalau aku pulang telat.
Mahanta Skala
Kalau gitu gue anter.
Lavanya Sea
Nggak ngerepotin?
"Aku gak bisa, Gea lagi butuh aku."
"jangan ngerepotin dong Nya! kamu kan bisa sendiri."
"Jadi cewe mandiri dong."
Lavanya Sea
Kamu beneran nggak keberatan?
Mahanta terkekeh kecil mendengarnya.
Mahanta Skala
Sea, gue sama sekali nggak keberatan oke?
Mahanta mengulurkan tangannya ke hadapan Lavanya. Tersenyum menatap gadis itu yang tampaknya ragu.
Namun akhirnya, ia menerima uluran tangan Mahanta.
Mahanta Skala
Oke, kalau gitu karena ini perdana kita temenan, gue bakal anterin lo.
Lavanya memiringkan kepalanya bingung.
Mahanta Skala
Sea, artinya laut kan?
Mahanta Skala
itu panggilan kesayangan.
Mahanta menggenggam tangan Lavanya kemudian menariknya pergi.
Mahanta Skala
Ke motor gue laut, ya kali gue nganterin lo jalan kaki.
Lavanya Sea
Skala, kamu punya pacar?
Mahanta Skala
Tiba-tiba banget. Kenapa?
Lavanya sempat terdiam sejenak, menatap Skala ragu.
Lavanya Sea
Aku nggak mau pacar kamu ngerasa nggak nyaman. Atau–
Mahanta Skala
Gue nggak punya pacar.
Lega, itu yang dirasakan Lavanya. Setidaknya ia tidak akan menyakiti siapapun kan?
Raga Andreas
Kita mau kemana lagi Ge?
Gea Miranda
Pulang aja deh Ga, aku udah capek.
Raga Andreas
Siap tuan putri.
Gea tertawa kecil. Menatap raga yang tengah menyetir di sebelahnya.
Gea Miranda
(Nggak papa kan kalau aku masih berharap sama kamu?)
Gea Miranda
(Aku masih simpen perasaan itu Ga.)
Gea Miranda
(Tapi kenapa kamu malah berhubungan sama cewek lain?)
Gea Miranda
(Aku nggak Terima Ga.)
Raga Andreas
Jangan ngelamun Gea.
Sebenarnya Raga masih sama, masih peduli dan selalu menjaganya. Namun Gea tetap merasa jika itu kurang.
Gea ingin Raga menjadi miliknya. Menjadi kekasih nya, bukan milik orang lain.
Gea Miranda
Itu bukannya Anya?
Raga menoleh sebentar ke kiri, melihat seorang pemuda dan seorang cewek yang akan naik ke motor.
fokus raga jatuh kepada cewek yang akan naik ke motor itu.
Nada kesal bercampur geram.
Hatinya seolah terbakar melihat sang kekasih bersama cowok lain.
Raga Andreas
(Beraninya kamu pulang sama cowok lain!!)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!