Langit Bintang Surgawi, puncak tertinggi dari dunia kultivator, bergetar hebat.
Petir surgawi menyambar berlapis-lapis, menciptakan guncangan yang terasa bahkan sampai ke Lembah Naga Hitam di ujung dunia. Angin qi berkecamuk liar, merobek dimensi ruang dan waktu. Di tengah pusaran kekacauan itu, seorang pria berdiri tegak dengan jubah putih panjang yang berkibar seolah menantang langit.
Xiao Chen. Sang Raja Para Dewa.
Wajahnya dingin, matanya tajam bagaikan bintang kuno, dan di dahinya berpendar simbol dao kuno yang berdenyut mengikuti irama langit.
“Hari ini... aku akan menembus batas terakhir,” gumamnya lirih, namun gaungnya menggema ke seluruh langit.
Sudah dua ratus tahun ia mencapai puncak dunia. Tak ada lagi yang bisa menantangnya, bahkan langit pun tunduk. Namun, di hatinya masih ada satu impian yang belum tercapai—menjadi pencipta dunia, makhluk yang bahkan melampaui dao surgawi itu sendiri.
Ia duduk bersila di atas altar batu surgawi. Aura keabadian mengelilinginya. Enam puluh ribu susunan formasi pemurnian jiwa menyatu menjadi satu. Alam semesta mulai bergoyang.
Namun tepat ketika ia akan melangkah ke tingkat Pencipta, sesuatu yang tak pernah terjadi bahkan dalam ribuan era pun muncul.
Crackkkk—!!
Langit terbelah.
Bukan petir. Bukan qi langit. Tapi retakan dimensi—sesuatu yang bahkan tak diketahui dalam kitab suci kuno.
“Apa ini…” Xiao Chen membuka matanya, dan dunia runtuh di sekelilingnya.
Sebuah kekuatan tak dikenal, seperti arus hitam dari kehampaan purba, menarik tubuhnya dengan paksa. Bahkan dengan kekuatannya sebagai Raja Para Dewa, ia tak bisa melawan.
“Kekuatan ini… bukan dari dunia ini!”
Tubuhnya tertarik menuju pusaran gelap yang membelah langit. Darah menetes dari sudut bibirnya, namun ia tetap tenang. Dalam sekejap, ia membentuk Formasi Es Abadi, teknik yang mampu membekukan tubuh dan kesadarannya dalam waktu tak terbatas.
“Jika dunia menolakku, maka aku akan menunggu di antara waktu itu sendiri.”
Pusaran dimensi menelan tubuhnya sepenuhnya. Dalam kehampaan yang tak memiliki siang ataupun malam, tubuh Xiao Chen membeku dalam es biru keabadian—melayang dalam kekacauan dimensi yang tak bisa dijelaskan dengan logika manusia.
Waktu berlalu…
Tak ada yang tahu berapa lama.
Namun suatu hari, sebuah planet dengan langit tiga warna dan daratan luas yang dihiasi hutan, padang salju, dan kastil kuno... menerima tamu dari luar dunia.
Wuuuussshhhh—!!!
Gumpalan es yang membungkus tubuh Xiao Chen menembus atmosfer dunia itu dan melesat menukik dari langit. Dalam jalur jatuhnya, bunga es bermekaran di udara, menciptakan fenomena aneh di atas reruntuhan kastil kuno.
Tepat di atas singgasana yang telah dilupakan sejarah, es abadi itu mendarat perlahan. Tidak menimbulkan ledakan, tidak menghancurkan apa pun. Seolah dunia menyambutnya.
Seorang gadis berdiri di bawah langit salju yang lembut. Rambut peraknya panjang menyentuh punggung, telinga runcing khas elf bergerak pelan mengikuti angin. Mata zamrudnya memandangi kristal es di singgasana itu, seolah menanti momen ini sejak lama.
“Elvira…” bisiknya lirih. “Apa… ini saatnya?”
Dia berjalan mendekat dengan langkah ringan. Tangannya menyentuh permukaan es yang membungkus tubuh Xiao Chen. Rasanya dingin, namun di baliknya ada kehangatan kekuatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
“Elu... wa... sith rae?”
Bahasa kuno elf keluar dari mulutnya, namun tidak ada balasan.
Es mulai mencair perlahan. Dan di dalamnya, mata Xiao Chen terbuka.
Beberapa waktu kemudian...
Xiao Chen bangun dalam ruang sederhana, beraroma herbal dan kayu kering. Ia duduk pelan, merasa tubuhnya ringan—terlalu ringan, seperti kembali ke masa mudanya. Saat melihat tangannya, ia terkejut. Tubuh ini… masih miliknya, tapi lebih muda. Usia belasan?
Langit di luar jendela berwarna keunguan. Dunia ini… berbeda.
Langkah kaki terdengar. Elvira membuka pintu dan masuk, membawa semangkuk air dan kain basah.
Xiao Chen menatapnya dalam diam. Sosoknya seperti dari legenda. Aura suci dan alami bersatu, menciptakan keindahan yang tak bisa dilukiskan.
Namun, ia tak mengerti sepatah kata pun dari perempuan itu.
"Rae... fiton? Kha’thila...?"
Xiao Chen mengerutkan dahi. Dunia ini, bahasanya… tidak dikenal. Namun sebagai kultivator tingkat tinggi, ia tahu cara memahami hal seperti ini.
Ia mengangkat satu jari, menyentuh dahi gadis itu dengan sangat lembut. Formasi kecil bercahaya mengalir dari ujung jarinya.
"Teknik Penyerapan Pengetahuan Jiwa."
Dengan ini, ia akan melihat ingatan dasar gadis itu—nama, tempat, bahasa, pemahaman dunia.
Elvira terkejut, tubuhnya menegang. Namun ia tidak melawan. Dalam sekejap, Xiao Chen melihat segalanya:
> Dunia ini bernama Eltaria.
Sihir adalah sistem utama kekuatan.
Enam raja besar pernah memerintah dunia.
Salah satu dari mereka—seorang manusia—memimpin kerajaan elf dalam damai.
Tapi lima lainnya menuduhnya berkhianat dan memusnahkan seluruh ras minor.
Elvira adalah keturunan terakhir, menunggu ramalan dari leluhurnya.
"Akan ada raja dari langit, pembawa kekuatan asing, yang akan mengubah dunia..."
Xiao Chen menarik jarinya perlahan. Sekarang ia tahu segalanya. Ia menatap Elvira, dan berkata dengan tenang:
“Aku… Xiao Chen.”
Mata Elvira membesar. “Xiao… Chen?”
Suara itu… nama itu… cocok dengan isi ramalan leluhurnya.
Ia jatuh bersimpuh. “Raja dari Langit… akhirnya datang…”
Malam itu, mereka duduk di dekat api perapian. Elvira mulai menjelaskan semuanya dengan terbata-bata, kini Xiao Chen sudah bisa menangkap ucapan dasar dalam bahasa Eltaria berkat ingatan jiwa tadi.
“Dulu… kastil ini adalah pusat kekuatan dari Raja Keenam—manusia yang memimpin ras kami. Ia baik, bijaksana, dan ingin dunia damai.”
“Namun lima raja lain... mereka merasa terancam. Mereka menuduh Raja kami sebagai iblis dan menghancurkan segalanya.”
Elvira memandangi reruntuhan kastil yang dingin di luar.
“Orang tuaku mati untuk menyelamatkanku. Mereka meninggalkan pesan terakhir... bahwa seorang raja dari langit akan datang. Dan aku harus menunggunya… hingga dunia berubah.”
Xiao Chen diam.
Ramalan... pertemuan ini... dunia baru...
Segalanya terasa seperti takdir, namun ia tahu, dunia tak mengatur takdirnya—ia yang akan mengatur dunia ini.
Keesokan harinya, Xiao Chen duduk bersila di tengah halaman kastil yang hancur. Ia mulai menarik energi spiritual dari udara. Energi dunia ini... kotor dan bercampur, tak murni seperti dunia kultivasi.
Namun... tetap bisa disaring.
Dalam satu tarikan napas, seluruh energi di lima kilometer menghilang. Tanah bergetar.
BOOOMMM!!
Langit menghitam. Awan berbentuk naga muncul dari balik cakrawala.
Petir memekik seperti tangisan langit yang terbangun. Fenomena langka terjadi. Tiga kerajaan kecil yang berdekatan langsung mengerahkan penyihir untuk menyelidiki.
Sementara itu, Elvira hanya berdiri mematung, melihat gurunya seperti dewa.
“Ini... ini bukan sihir. Ini... sesuatu yang lain…”
Tubuh Xiao Chen memancarkan cahaya keemasan, dan ia membuka mata.
"Elvira," katanya lembut. "Apa kau ingin kuat?"
Elvira hanya bisa mengangguk pelan.
Mata Xiao Chen menatapnya dalam-dalam. “Kalau begitu, buang sihirmu. Mulailah dari nol. Aku akan ajari jalan yang lebih tinggi.”
Elvira duduk bersila di hadapan Xiao Chen. Pagi masih diselimuti kabut putih, dan angin yang berhembus dari pegunungan utara membawa aroma dingin khas musim salju.
Gadis itu terlihat gugup, namun matanya menyimpan tekad yang dalam.
“Buang sihirmu,” ulang Xiao Chen dengan suara lembut tapi tegas. “Bukan karena sihirmu lemah, tapi karena jalanku bukan sihir. Ini… sesuatu yang lebih.”
Elvira menunduk, menggenggam liontin kristal kecil di lehernya. Di dalamnya tersimpan inti mana warisan dari keluarganya. Itulah sumber kekuatannya sejak kecil, lambang terakhir kebanggaan rasnya.
Namun perlahan, dengan tangan gemetar, ia melepaskannya.
Plak.
Liontin itu jatuh ke tanah, tak pecah, namun kehilangan maknanya.
Xiao Chen hanya mengangguk pelan.
“Mulai dari sini… kau akan berjalan di jalan kultivasi. Jalan sejati yang menembus batas langit dan tak pernah dikenal dunia ini.”
Ia melangkah ke belakang Elvira, mengangkat satu telapak tangan. Aura lembut menyelimuti gadis itu.
“Tenangkan dirimu. Lupakan segalanya. Lupakan dunia ini, lupakan diriku, lupakan bahkan siapa dirimu.”
Elvira memejamkan mata. Napasnya pelan.
“Sekarang… tarik napas.”
Saat ia menarik napas, udara di sekitarnya bergetar. Tak hanya mana, tapi sesuatu yang lebih murni—lebih dasar dari apapun yang dikenal para penyihir di dunia ini—energi spiritual murni.
Tubuh Elvira sedikit menggigil. Energi itu terasa seperti air suci yang mengalir melalui nadinya, membakar dan menyembuhkan di saat yang bersamaan.
“Teruskan. Biarkan energi itu mengalir. Jangan lawan. Dengarkan tubuhmu.”
Dan pada momen itu...
Duarrr!!!
Kilatan cahaya meledak dari tubuh Elvira. Daun-daun gugur di sekitar halaman langsung menguap. Batu-batu di tanah retak. Udara mendadak mencekam.
Elvira membuka matanya.
“Aku… aku bisa merasakannya…”
Warna mata zamrudnya menjadi lebih dalam, dan auranya berubah—bukan lagi penyihir muda keturunan bangsawan elf, tapi calon kultivator sejati.
Xiao Chen tersenyum samar. “Itu baru permulaan.”
Tiga Hari Kemudian
Suara petir menggema setiap pagi dari halaman kastil yang runtuh. Langit di atas bekas kerajaan elf kini terus memunculkan fenomena aneh.
Hujan es jatuh di musim semi. Angin keemasan melintas di malam hari. Cahaya aurora muncul meski bukan daerah kutub.
Wilayah itu mulai disebut para pedagang keliling sebagai Tanah Bangkitnya Raja Langit.
Di dalam kastil, Elvira kini seperti orang baru. Wajahnya yang dulu lembut kini menyimpan kekuatan. Ia bangun sebelum matahari muncul, berkultivasi tanpa henti, bahkan berlatih teknik pernapasan yang membuat tubuhnya lebih kuat dari manusia dewasa biasa dalam waktu singkat.
Namun tentu saja, proses itu tidak selalu mulus.
Pada hari ketiga, ia jatuh pingsan saat memaksa menembus lapisan kedua—Pemurnian Energi Tulang.
Xiao Chen segera memindahkan energi spiritual lembut untuk menstabilkan nadinya. Ia meletakkan gadis itu di atas kasur sederhana dan duduk di sampingnya.
“Gadis keras kepala…”
Elvira menggeliat dalam tidurnya, menggenggam tangan Xiao Chen tanpa sadar.
“…Jangan tinggalkan aku sendirian.”
Kata-kata itu, lirih dan terisak, membuat Xiao Chen terpaku.
Malam keempat
Elvira sudah sadar dan duduk bersila seperti biasa, tapi kali ini dengan senyum kecil.
“Aku… melihat ibuku dalam mimpiku. Dia tersenyum… seolah berkata kalau aku tidak salah memilih jalan ini.”
Xiao Chen hanya mengangguk. “Itu karena tubuh dan jiwamu cocok dengan jalan kultivasi. Kau bukan penyihir. Kau hanya lahir di dunia yang salah.”
Elvira menatap langit.
“Kalau begitu... aku akan bertahan di jalan ini, berapa pun beratnya.”
Dan ia benar-benar melakukannya.
Dua Minggu Kemudian
Dalam waktu yang membuat orang biasa mustahil percaya, Elvira menembus lapisan keempat dari fondasi kultivasi sejati—Pemurnian Jiwa. Dalam sistem dunia ini, itu setara dengan penyihir Tier 5, bahkan melebihi kekuatan kebanyakan kapten kerajaan.
Namun, tidak ada satu pun orang di luar sana yang tahu. Dunia belum sadar kalau monster baru telah lahir.
Di dalam kastil, Elvira kini bahkan sudah bisa membentuk teknik jurus dasar kultivator seperti:
Langkah Angin Lembut
Telapak Penghancur Qi
Perisai Jiwa
Sementara Xiao Chen sendiri…
Setiap pagi ia duduk di atas singgasana batu, menyerap energi spiritual dunia ini dengan jumlah yang bahkan membuat planet ini berguncang. Ia sadar bahwa dunia ini tidak mengenal batas Dao Surgawi. Tidak ada tribulasi. Tidak ada murka langit saat kekuatan menembus dunia.
Artinya?
Ia bisa tumbuh tanpa batas.
Suatu Hari
Di ruang terbuka belakang kastil, Elvira berkultivasi sambil memutar-mutar pedang kayu yang ia gunakan untuk menstabilkan keseimbangan qi.
Xiao Chen duduk mengawasinya dari jauh, matanya tajam.
“Kau masih terlalu kaku. Rasakan aliran qi, bukan gerak tubuhmu. Biarkan pedangmu menjadi perpanjangan dari jiwamu.”
Elvira mengangguk dan mencoba lagi. Gerakannya kali ini lebih mengalir. Lebih bebas.
Kemudian ia berhenti, menatap Xiao Chen.
“Guru…”
Xiao Chen sedikit mengangkat alis. “Hm?”
“Aku ingin membangun kembali kastil ini. Seperti masa lalu. Tapi kali ini, bukan hanya untuk elf. Untuk semua ras. Manusia, beastman, dwarf, bahkan iblis pun... jika mereka ingin damai.”
Xiao Chen memandang langit, lalu mengangguk. “Itu tujuan yang bagus. Dan untuk mencapainya… kita perlu menguasai dunia ini terlebih dahulu.”
Elvira tersenyum. “Dan bagaimana cara kita melakukannya?”
“Mulai dari menyusup ke pusat manusia. Kita cari tahu sistem dunia ini lebih dalam. Kau... bangun kastil dan rekrut ras minor yang tersisa. Aku akan menjelajahi wilayah manusia.”
Elvira langsung bangkit. “Aku ikut!”
Xiao Chen menggeleng. “Tidak. Kau lebih penting di sini. Dunia ini akan butuh tempat untuk kembali ketika semuanya hancur.”
Ia lalu menoleh ke langit.
“Aku akan ke ibu kota manusia. Tapi dengan tubuh 15 tahun saja.”
Elvira memelotot. “Kenapa 15 tahun?”
“Agar bisa masuk ke akademi mereka.”
“…GURU MAU SEKOLAH?”
Xiao Chen tak menjawab. Tapi angin yang lewat membisikkan sesuatu.
> Akademi Sihir Kerajaan Eltaria—tempat berkumpulnya bibit terbaik, dan sekaligus tempat diam-diam dikuasai oleh keturunan pahlawan kuno yang membenci semua ras non-manusia.
Langit pagi itu mendung. Awan menggantung berat, seperti menahan hujan yang tak jadi turun.
Di tengah jalanan berdebu di perbatasan barat Kerajaan Eltaria, seorang pemuda berambut hitam dan bermata tajam berjalan sendirian. Pakaiannya sederhana, ransel kayu tergantung di punggungnya, dan sehelai jubah tua membungkus tubuhnya.
Tak ada yang menyangka, bocah yang terlihat seperti petualang pemula ini… adalah Raja Para Dewa Kultivator dari dunia lain.
Xiao Chen menghela napas panjang, memandangi gerbang kota besar di hadapannya.
“Kalau Elvira benar, maka ini satu-satunya kota besar sebelum Ibu Kota. Dan ini… tempat Guild Petualang berada.”
Ia masuk tanpa masalah, menyembunyikan auranya sepenuhnya. Di dunia ini, manusia hanya bisa merasakan mana. Dan Xiao Chen tak punya mana. Yang mengalir dalam dirinya adalah energi spiritual, jauh lebih tinggi dan tak terdeteksi siapa pun.
Ia memasuki pusat kota, matanya menatap papan nama besar:
GUILD PETUALANG – CABANG KOTA ZHERA
Suasananya hiruk pikuk. Puluhan petualang keluar masuk. Ada yang penuh luka, ada yang tertawa dengan kantong emas tergantung di pinggang.
Xiao Chen langsung menarik perhatian begitu masuk.
“Eh? Anak kecil?”
“Siapa yang bawa anaknya ke sini?”
“Hahaha! Mau jual jamur? Atau nyari ibu?”
Tawa menggelegar. Tapi Xiao Chen tak bereaksi. Ia berjalan langsung ke meja pendaftaran.
Petugas perempuan—seorang wanita muda bermata emas dan rambut merah api—menatapnya dengan alis terangkat.
“Ini guild petualang, bukan tempat penitipan anak.”
Xiao Chen meletakkan satu koin perak.
“Aku ingin mendaftar.”
Si wanita tertawa kecil, tetapi melihat tatapan Xiao Chen yang tenang, senyum di bibirnya perlahan memudar.
“…Serius?”
“Ya.”
Ia mendesah, lalu menyerahkan formulir.
“Baiklah, aturan guild jelas. Semua calon petualang baru harus mengikuti tes peringkat. Kamu akan dikirim ke dungeon kelas rendah dan harus membunuh minimal satu monster. Jika gagal, kamu dilarang mencoba lagi selama sebulan.”
Xiao Chen hanya mengangguk. Tak ada rasa takut. Bahkan matanya nyaris bosan.
Setengah Hari Kemudian – Dalam Dungeon
Dungeon itu sepi. Gelap. Bau lembap menyelimuti lorong batu yang sempit.
Xiao Chen berjalan sendirian, tangan di balik jubah. Tak membawa pedang, tongkat, atau alat sihir.
Dari kejauhan, ia melihat monster pertama: seekor serigala bayangan. Kelas F. Cepat, lincah, dan biasanya menyerang berkelompok.
Monster itu melompat, taringnya terbuka lebar.
Tapi dalam sekejap…
ZRAAK!!
Angin berdesir. Tanpa menyentuh, tubuh serigala itu terbelah dua dan terhempas ke dinding.
Xiao Chen berdiri tenang, tak berubah posisi sedikit pun.
“Sudah cukup?”
Ia memutar tubuh, lalu berjalan kembali ke pintu keluar dungeon. Total waktu: dua menit.
Kembali ke Guild
“APA?! CUMA DUA MENIT?!”
Petugas wanita berteriak nyaris menjatuhkan cangkir tehnya.
“Aku bilang satu monster, bukan seluruh lorong dungeon!” serunya sambil menatap laporan dari penjaga kristal observasi.
Xiao Chen hanya mengangkat bahu. “Salahku membunuh terlalu banyak?”
“Tidak! Tidak! Tapi… yah, kau tetap harus mulai dari Rank E, sesuai aturan!”
Guild tidak bisa memberikan Rank tinggi tanpa prosedur. Tapi semua petualang yang menyaksikan laporan itu kini menatap Xiao Chen dengan wajah aneh. Beberapa bahkan ketakutan.
Sore Hari – Di Luar Guild
Xiao Chen duduk di bangku batu depan guild, menikmati roti isi kentang yang ia beli dari pedagang keliling. Sederhana, tapi hangat.
Tak lama, terdengar teriakan.
“AWASSSSS!!!”
Tiga anak muda terguling keluar dari pintu guild seperti kentang digoreng terlalu panas. Mereka saling menimpa, satu nyangkut di pagar, satu lagi mukanya terendam ember.
Yang pertama, laki-laki tinggi kerempeng, rambut pirang acak-acakan dan wajah lugu.
Yang kedua, perempuan pendek berbadan mungil, wajah kaku tapi suara seperti lonceng.
Yang ketiga, anak gemuk yang tampaknya selalu lapar, karena tangannya masih menggenggam paha ayam meski jatuh jungkir balik.
“Kami di-DO lagi!!!”
Xiao Chen mengangkat alis. Ia menatap trio itu—penuh luka, kotor, tapi semangat mereka tak padam.
Mereka melihat Xiao Chen.
“Eh? Bocah yang bikin heboh tadi!”
“Anak Rank E misterius!”
“Kamu nyari party? Mau gabung dengan kami? Kita Tim Yoyo!”
“…Yoyo?”
“Ya. Karena naik turun, nggak pernah stabil!”
Xiao Chen nyaris tertawa.
“Kenapa tidak? Aku ikut.”
Malam Hari – Di Penginapan Murahan
Tim Yoyo: tiga petualang gagal dari Akademi Sihir Kerajaan.
Ron, sang tank yang tak tahan dipukul.
Lily, sang mage dengan sihir nyasar.
Baro, sang pendeta yang selalu lupa mantra.
Mereka miskin. Tidak punya nama. Tapi punya semangat yang membuat Xiao Chen… tertarik.
“Orang-orang sepertimu, yang dijauhi sistem, seringkali menyimpan api yang paling murni,” bisik Xiao Chen dalam hati.
Malam itu, mereka makan sederhana bersama.
Dan tanpa mereka tahu… mereka telah menerima monster dalam wujud manusia sebagai rekan mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!