Gita mempersiapkan pakaian suaminya yang akan pergi bekerja ke luar kota. Karena jabatan yang baru disandangnya, mengharuskan Arka untuk bertemu dengan pimpinan pusat yang ada disalah satu kota metropolitan dinegeri ini.
"Mas, kamu berapa hari disana?" tanya Gita dengan lembut. Ia tak lupa membawakan bekal teri sambal campur kacang tanah goreng yang menjadi kesuakaan suaminya pada toples kecil kedap udara yang membuat masakannya itu awet hingga seminggu.
Koper itu sudah selesai disiapkan, sedangkan sang suami masih asyik bermain dengan buah hati mereka yang masih berusia dua tahun, masih masa menggemaskan untuk diunyel-unyel.
Arka menghentikan gelitikan-nya pada puteranya yang mana pipinya terlihat menyembul. Tentu saja itu membuat pria itu semakin betah berada dirumah.
Ditambah lagi dengan Gita sang istri yang memiliki jiwa keibuan yang cukup kuat, serta pandai mengelola keuangan, sehingga membuat rumah tangga mereka selalu harmonis.
Bahkan dengan sikap hemat Gita, mereka dapat memiliki rumah sendiri dalam waktu pernikahan mereka yang berjalan empat tahun.
Gita juga tidak suka keluyuran. Ia menghabiskan waktunya dirumah, mengurus anak dan suaminya, serta bisnis rumahan, seperti menerima pesanan cake dan catering-an.
Rumah tangga mereka adem ayem, dan tidak pernah terjadi pertengkaran apapun. Jika ada masalah yang terjadi, maka mereka akan segera menyelesaikannya tampa harus berlarut-larut.
"Mungkin hanya dua malam saja, Dik. Jika urusannya cepat selesai, maka Mas akan segera cepat pulang," sahutnya, sembari mengecup pipi gembul anaknya dengan sangat gemas.
"Oh, begitu. Hati-hati ya, Mas. Jangan lupa baca doa. Pasti Raihan merindukanmu, sebab ia tidak terbiasa tanpa kamu," ucap Gita dengan nada sedih.
Hal itu dikarenakan mereka tidak pernah berjauhan, dan ini adalah untuk pertama kalinya.
"Iya, Sayang. Mas gak lama kok. Jangan risaukan kepergian Mas, ini hanya sebentar," pria itu mencoba menenangkan hati sang istri yang terlihat tidak rela dengan kepergian sang suami. Ia merasa jika ada sesuatu yang sangat mengganjal dihatinya.
****
"Mas berangkat ya, Dik. Doakan selamat sampai tujuan dan kembali pulang. Serta pekerjaan ini berjalan lancar," ucapnya pada sang istri yang saat ini mengantarnya sampai didepan mobil.
"Iya, Mas. Doaku selalu menyertaimu," jawab Gita dengan senyum manisnya, dan hal itu membuat dunia Arka semakin damai.
Ia mengecup kening sang istri, dan tak lupa pipi gembul Raihan yang mana pasti akan membuatnya merindukan mereka selama ia berada diluar kota nantinya.
Setelah berpamitan, Arka meninggalkan rumah dan mengendarai mobilnya sendiri tanpa seorang sopir.
Saat ia masih diperjalanan, tiba-tiba saja ia mendapatkan panggilan telepon dari Direktur Utama yang memintanya membawa seorang sekretaris yang sudah dipilih untuk menemani perjalanannya karena berkaitan dengan urusan pekerjaannya.
Sebagai General Manager yang baru, ia tak ingin melakukan kesalahan apapun, sebab akan menyangkut karir dan masa depannya.
Akan tetapi, satu mobil dengan wanita yang bukan mahramnya, apalagi berduaan merupakan hal yang sangat dibencinya, sebab ia merasa ada hati yang perlu ia jaga, yaitu Gita istrinya.
Karena desakan dari sang Direktur Utama, membuat ia terpaksa memutar arah mobilnya untuk berbalik ke kantor, dan menjemput wanita bernama Dira yang merupakan orang kepercayaan sang Direktur Utama untuk membawa berkas penting perusahaan.
Arka mengemudi dengan cukup laju, dan tiba didepan gedung kantor berlantai lima yang berdiri kokoh dengan menjulang langit.
Seorang wanita berambut lurus sepunggung, dengan rok span sebatas lutut, disertai blush berwarna biru muda dengan kancing depan yang hampir lepas karena terlalu ketat dan membuat dua buah melonnya sepertu sesak dan ingin segera keluar.
Jujur saja Arka merasa risih dengan penampilan wanita tersebut, dan jika saja Gita sampai mengetahui hal ini, pasti ia berfikir yang bukan-bukan.
"Pak Arka?" ucap sang wanita yang melongok dari balik pintu mobil untuk meyakinkan jika ia tidak salah orang.
Pakaiannya yang terlalu longgar, membuat buah melon sang wanita seolah ingin tumpah dan penyanggahnya tak sanggup untuk menahan isinya.
Seketika Arka memalingkan wajahnya, lalu menganggukkan kepalanya.
Wanita itu membuka pintu, lalu masuk dengan gayanya yang begitu gemulai dan rok yang cukup pendek, membuat rasa jengah pada sang pria semakin menyesakkan dadanya.
Iya membawa sebuah koper yang berisi pakaian, dan sialnya memiliki warna yang sama dengan milik Arka.
Ia meletakkan koper dijok tengah, tempat dimana Arka juga meletakkan kopernya. Pergerakannya yang berbalik ke arah belakang, membuat daya tarik tersendiri.
Setelah memyelesaikan kopernya, ia kembali duduk dengan menyilangkan kaki kanannya bertumpu pada kaki kiri, sehingga memperlihatkan bagian pahanya yang mulus.
Lagi-lagi Arka harus istighfar dan menggerutu.
Wanita itu bernama Riri. Ia terkenal sebagai sekretaris yang memiliki prestasi cukup tinggi, maka dari itu, ia dianggap pantas untuk menjadi pendamping Arka dalam menjalani tugasnya untuk ke kantor pusat.
Selain itu, Riri juga memiliki paras yang cantik dan juga body proposional, sehingga semakin menunjang penampilannya yang cukup sempurna.
Arka melajukan mobilnya, dan sepanjang perjalanan ia hanya diam tanpa berbicara sedikitpun.
Sedangkan Riri melirik ke arah Arka.yang ia taksir usianya sekitarnya empat puluh tahun. Akan tetapi, pria itu memiliki wajah yang cukup tampan, dan juga masih tampak gagah.
Entah mengapa sikap dingin sang General Manager itu membuatnya semakin penasaran untuk mengenal sang pimpinan lebih dalam.
"Bapak sudah berkeluarga, ya?" tanya Riri yang mencoba mencairkan suasana. Sebab Arka tampak diam dan irit bicara.
"Sebagai sekretaris, pastinya kamu tahu itu, dan apa pentingnya bertanya? Kita dalam satu perjalanan karena sebatas hubungan kerja dan tidak membahas tentang hal pribadi," tegas Arka dengan nada penekanan, ia tak ingin wanita itu mengorek semua hal tentangnya.
Seketika Riri terdiam. Namun ucapan sang General Manager telah membuat luka dihatinya. Ia merasa tersinggung dan entah mengapa hatinya terasa sangat sakit.
"Dingin banget si Bos! Kita hanya tanya hal.seperti itu, kenapa jawabnya ketus banget!" gumam Riri dalam hati dengan nada kesal.
Mobil melaju membelah jalanan yang cukup lengang. dan sepanjang perjalanan, keduanya tampak diam tanpa mengatakan apapun.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Keduanya singgah disebuah hotel yang telah disediakan oleh pihak perusahaan dan didalam surat perintah kerja tersebut, hanya ada satu kamar saja, maka Arka memilih untuk menyewa kamar lainnya yang bersebelahan dengan kamar jatah dari kantor, sebab hanya itu yang tersisa.
Arka bergegas masuk ke dalam kamarnya, dan mengunci pintu dengan cepat, seolah takut jika.wanita itu akan masuk kedalam kamarnya, dan entah mengapa ia tak menyukai sikap Riri yang terlihat sangat agresif dan berniat menggodanya.
Jujur saja Riri sangat cantik dan bahkan lebih mempesona dari.Gita--istrinya, namun hal itu tidak membuatnya terpesona dengan sang wanita. Ia merasa sangat lega saat ia tidak sekamar dengan wanita tersebut, itu tandanya ia akan terbebas dari fitnah dan juga perbuatan nista yang bisa saja akan hadir dengan cara yang tidak terduga.
Arka merasa gerah, dan berniat untuk mandi, ia ingin membersihkan dirinya, sebab rasa lelah membuatnya ingin segera beristirahat.
Niat Arka untuk mandi, justru berbaring diranjang. Ia ingin menghubungi sang istri tercinta, dan tentunya ia sangat merindukan Raihan - Puteranya yang berpipi gembul dan menjadi penyemangat dalam hidupnya.
Arka menggulir layar ponselnya, lalu mencari nama seseorang yang begitu ia cintai 'My Honey' , satu nama yang disematkan untuk panggilan kesayangan buat sang istri.
Panggilan video call tersambung. Terlihat wajah Gita yang sumringah saat menyambutnya. Ia terlihat lelah dengan semua aktifitasnya, tetapi tidak pernah mengeluh sama sekali.
"Papa, papa," suara seorang bocah laki-laki berusia dua tahun saat melihat ayahnya dalam layar ponsel.
"Iya, Sayang, sudah makan--kan?" pertanyaan yang selalu diutarakan oleh orangtua pada umumnya, meskipun si anak entah sudah yang keberapa kalinya makan.
"Dah, Papa," obrolan berlanjut, dan tanpa sadar karena lelah yang begitu kuat, akhirnya Arka tertidur saat dalam melakukan video call, dan Gita menggelengkan kepalanya karena itu sudah menjadi kebiasaan sang suami, dan ia mengakhiri panggilannya.
****
Arka terbangun saat waktu menunjukkan pukul lima subuh. Ia tertidur cukup lama, dan merasakan tubuhnya sangat segar.
Ia melirik ponsel yang tergeletak disisi kanannya, dan teringat telah meninggalkan panggilan begitu saja karena mengantuk. Ia menepuk keningnya, dan merasa bersalah akan hal itu.
Melihat waktu subuh telah hadir. Ia memilih untuk mandi, dan bersiap untuk shalat dan melanjutkan pekerjaannya. Ia berniat untuk menghubungi Gita siang nanti disela-sela jam istirahatnya.
Ia mengguyur tubuhnya dengan air, dan rasa segar kembali menghampirinya. Setelah selesai membersihkan tubuhnya, ia meraih handuk berwarna putih yang disediakan oleh hotel.
Ia mengeringkan tubuhnya, lalu melilitkan handuk tersebut kepinggangnya.
Setelah selesai, ia keluar dari kamar mandi, dan menuju koper untuk mengganti pakaiannya. Akan tetapi, saat membukanya, ia melihat isinya tidak sama.
Dimana ada bra berenda, underware berwarna merah terang yang juga berbahan renda dan bentuknya sangat menggairahkan.
Seketika ia tersentak kaget, dan mengingat jika kopernya tertukar dengan milik Riri, sebab warna dan bentuknya sama.
Ia menutupnya kembali, dan ingin menukarnya kepada sang sekretaris.
Dengan cepat ia membuka pintu kamar hotel, dan sepertinya ia lupa jika sedang mengenakan handuk saja, dan tentunya memperlihatkan bentuk tubuhnya yang sixpack dan menggoda kaum hawa yang merindukan sebatang pisang untuk bersenang-senang.
Tok tok tok
Ia mengetuk pintu kamar hotel yang ditempati oleh RIri. Namun tak ada sahutan.
Ia mengetuknya kembali, namun masih sepi. Ia sangat takut jika akan tertinggal shalat subuh. Dan saat ia akan mengetuk untuk ketiga kalinya, terdengar suara derit yang diiringi dengan pintu terbuka sedikit saja.
Didepannya berdiri seorang wanita cantik yang sedang mengenakan pakaian lingire. Sangat aneh, untuk apa ia berpakaian seperti itu? Bukankah ia sendirian dikamar? Berbagai pertanyaan memenuhi benaknya, namun Arka mencoba tak perduli, toh--bukan urusannya.
"Eh, Pak Bos, ada apa pagi-pagi ke kamar saya, Pak?" ucapnya dengan nada serak khas bangun tidur. Ia tampak sangat mengantuk sekali, apa ia bekerja semalaman atau mungkin lembur dalam mempersiapkan suatu pekerjaan.
Arka menyodorkan koper tersebut kepada wanita yang terlihat baru saja bangun tidur dengan rambutnya yang acak-acakkan, namun tidak mengurangi kecantikannya.
"Kopernya tertukar, dan tolong ambilkan koper saya," ucapnya dengan tegas.
"Hah?! benarkah?" ia meraih kopernya, lalu memeriksa isinya, dan tersenyum tipis, lalu berjalan melenggok menuju ranjang tempat dimana koper miliknya ada diatas ranjang.
Sekilas Arka melihat ranjang milik Riri sangat berantakan, dan entah apa yang ia kerjakan semalaman ini? Arka melihat ada sebuah gunting yang tergeletak didekat koper miliknya.
Gadis itu sengaja membungkuk saat mengambil tas milik sang General Managernya. Hal itu tentu saja terlihat oleh Arka yang mana bokong bulat padat tersebut sengaja terpampang didepannya.
Seketika pria itu memalingkan wajahnya. Ia mencoba mengatur nafasnya yang tersengal, bagaimanapun ia pria normal, dan jika terus digoda pasti akan runtuh imannya.
Entah mengapa subuh ini Riri terlihat semakin cantik dan menggoda, jika saja tidak kuat imannya, mungkin ia akan menerkam sang sekretaris saat ini juga.
"Ini, Pak. Kopernya." Riri menyerahkan benda tersebut kepada General Manager yang bersikap sangat dingin dengannya.
Arka mengambilnya, lalu pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun. Jujur saja, jika berlama menghadapi Riri, yang ada ia akan terjerumus pada perbuatan nista.
Sedangkan Riri masih berdiri diambang pintu. Ia melipat kedua tangannya didepan dada, sembari memperhatikan punggung sang General Manager dengan deguban dadanya yang memburu.
Tubuh kekar dan wajah tampan yang merupakan paduan sempurna, dan anehnya sang istri yang memiliki wajah biasa saja, namun dicinta sepenuh jiwa, sungguh sangat langka pria seperti itu--bukan?
Wanita itu merasakan area sensitifnya berdenyut. Ia sangat berharap jika sang General Manager itu datang padanya, dan memenuhi hasratnya yang sudah membuncah.
Namun harapannya sia-sia. Pria itu masuk ke dalam kamar dan tidak memberikan respon apapun padanya.
Rasa tak diacuhkan membuat Riri semakin kesal. Selama ini tidak ad satupun pria yang dapat menolak kemolekan tubuhnya. Ia adalah impian banyak pria yang mencoba berlomba untuk dapat tidur seranjang dengannya, namun sang General Manager tidak memperlihatkan ketertarikan yang berarti.
Melihat pintu kamar dikunci, Riri menghela nafasnya dengan berat, lalu memilih masuk ke dalam kamar, dan menutupnya dengan kesal.
Wuuuuuuuss
Sebuah bayangan hitam memasuki kamar Arka, dan sosok itu memperhatikan sang pria yang saat ini sedang bersiap untuk shalat subuh.
Wwwwwuuus
Sosok bayangan hitam itu melesat ke arah Arka, lalu berdiri tepat dibelakangnya, dan hal itu tiba-tiba saja membuat sang pria sangat malas untuk melakukan ibadahnya.
Perasaan gelisah tiba-tiba datang dan membuatnya tidak tenang. Entah mengapa ia tetap melanjutkan shalatnya, meski tidak berkonsentrasi.
Wuuuuuusssh
Sosok itu menghilang, dan memilih menjauh dari Arka, namun tetap berada didalam kamar seolah sedang memantau apapun yang dialkukan oleh pria tersebut.
Setelah Arka selesai dengan shalatnya. Ia membuka pakaiannya dan menggantinya dengan pakaian kerja, sebab akan melakukan pertemuan diruang meeting yang juga berada dihotel yang sama tempat mereka menginap.
Wuuuuuuusssh
Sosok itu kembali mendekati sang pria. Ia berada dipunggung Arka, dan seolah sedang menempelinya.
Tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu miliknya terbangun dan ia ingin menyalurkannya segera.
Ia tersentak kaget, dan merasakan jika hatinya seolah mengganjal dan tidak nyaman, ada sesuatu yang bersarang disana.
"Kenapa aku tiba-tiba jadi gelisah?" gumamnya dengan lirih. Ia sungguh tidak nyaman dan seolah merasa serba salah dalam melakukan apapun.
Ia berdiri, lalu berjalan mondar-mandir sembari menggigit ujung jemari telunjuknya, ia tidak tahu apa yang saat ini sedang ia rasakan.
Arka melirik arloji dipergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Itu tandanya nika meeting sebentar lagi akan dimulai.
Sebagai seorang sekretaris, seharusnya Riri sudah mempersiapkan segalanya. Namun sebenarnya, Arka sudah memiliki semua dokumen yang ia simpan di filenya dan hanya tinggal mem-presentasekan-nya saja nanti saat sang Direktur pusat meminta data program yang akan direncanakannya untuk kemajuan perusahaan cabang yang saat ini sedang dijabat oleh Arka.
Ia keluar dari kamarnya, dan mengunci pintu dengan rapat. Ia melirik pintu kamar hotel yang ditempati oleh Riri, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda wanita itu akan keluar. Ia memutuskan untuk pergi sendiri ke ruangan yang telah disediakan, mungkin di lobi hotel, menunggu sembari ngopi dan sarapan puff pastry yang renyah dengan isian abon daging yang gurih.
Ia melangkah menuju anak tangga. Sepertinya ia lagi tidak bersemangat untuk naik lift, sebab kamarnya terletak dilantai dua, sedangkan ruang meeting dilantai dasar,.dan anggap saja ia sedang berolahraga pagi untuk menyehatkan tubuhnya.
Wuuuuussh
Hembusan angin menerpa tengkuknya. Ia.merasakan punggungnya seolah menebal. Saat bersamaan, bulu kuduknya meremang, dan perasaannya mulai tak nyaman dan gelisah.
Aroma melati tercium menyengat dihidungnya, ia semakin bergidik ngeri, namun tetap melangkah menapaki anak tangga.
Setibanya dilantai dasar. Ia menuju ruang lobi. Lalu pelayan datang dengan memberikan daftar menu untuk sarapan yang sudah ditanggung oleh perusahaan.
"Kopi hitam hitam dan puff pastry saja," Arka menyebutkan pesanannya.
Saat bersamaan, Riri melintas dengan setelan rok span pass body serta blus berwarna putih dengan rimpel dibagian leher hingga dada.
Entah mengapa pagi ini wanita itu terlihat semakin cantik dan seolah kecantikannya naik level dari sebelumnya.
Wanita itu mengikat rambutnya dengan sanggul yang simpel, namun terkesan sangat menanwan.
Bibirnya dipoles oleh lipstik dengan nuansa merah muda semakin membuatnya semakin penuh pesona.
Bokongnya yang sekal san bulat berisi tampak menggoda siapa saja yang melihatnya, ditambah dengan pinggangnya yang ramping dan menjadi daya tarik tersendiri.
Seketika jantung Arka berdegub kencang, dan gemuruh didadanya semakin terasa memburu. Ia mencoba menahan semuanya, dan tidak ingin terpengaruh oleh godaan yang datang.
Riri datang menghampirinya dengan sikap yang dingin, dan memberikan sebuah berkas yang mana nantinya akan dijadikan bahan untuk meeting.
Pria itu meraihnya. Ia berusaha menahan gejolak didadanya yang memburu, dan jangan sampai Riri melihat tangannya yang gemetar karena menahan gejolak yang terjadi.
"Terimakasih," ucapnya dengan datar, dan tak ingin menatap wajah sang wanita.
Riri hanya mengangguk, dan duduk disofa lobi hotel yang sudah disiapkan sebelumnya, dan tepat dihadapan Arka.
Ia kembali melipat kakinya, dan memperlihatkan pahanya yang terekspos oleh Arka, seolah sedang memberikan sinyal jika ia siap untuk memberikan pelayanan yamg lebih pada sang atasan. Bukankah pada dasarnya seperti itu?
Pesanan Arka datang, lalu ia.menyeruput kopi dan menggigit puff pastrynya dengan memalingkan wajahnya dari Riri sang sekretaris.
Namun sialnya, semakin ia berusaha untuk menghindari sang wanita, semakin dadanya bergemuruh.
Arka mempercepat sarapannya, dan meninggalkan satu puff pastri karena ada sesakan yang tak biasa.
Mungkin sebagai atasan Riri, ia bisa saja meminta wanita itu datang kekamarnya dan memberikan pelayanan plus.
Akan tetapi, ia masih mengingat Gita sang istri, dan tidak ingin menjadi seorang pengkhianat.
Dengan menggunakan lift Arka kembali kekamarnya dan kemanapun ia pergi, seolah aroma melati itu tak pernah hilang dari penciumannya.
Setelah tiba dikamarnya, ia menuju kamar mandi, lalu melakukan pelepasannya dengan bermain solo. Ia lebih memilih membuang hal kotor difikirannya daripada harus menyentuh sang wanita yang bukan halal baginya.
Setelah mendapatkan puncaknya. Ia bersandar dinding kamar mandi. Wajahnya terlihat memerah, dan bayangan tentang Riri kembali terlintas dibenaknya. Ia mencoba memaksa membuang perasaannya terhadap sang wanita, namun selalu saja gagal.
Ia kembali membersihkan dirinya, dan harus segera tiba diruang meeting yang sebentar lagi akan dimulai.
*****
Arka memasuki ruangan meeting. Disana sudah ada beberapa peserta yang salah satunya adalah Riri yang tampak mempersiapkan semuanya.
Sementara itu, terlihat dua orang pria yang berasal dari bagian management pemasaran dan sepertinya hanya tinggal menunggu direktur pusat yang akan memimpin meeting pagi ini.
Arka tak ingin memandang sang sekretaris, ia sangat takut jika hasratnya bergejolak saat mata mereka beradu pandang.
Terlihat Direktur Utama melangkah memasuki ruangan dan itu tandanya jika meeting akan segera dimulai.
*****
Arka keluar dari ruangan meeting dengan tergesa-gesa.
Ia sudah mengirimkan pesan pada Riri jika dirinya tidak dapat pulang bersama, sebab ada urusan lain, dan ia sudah memesankan taksi online yang siap mengantarkannya sampai ketempat tujuan, dan tak lupa untuk mengirimkan uang tranportasi pada wanit tersebut.
Pria itu mempersiapkan barang-barangnya, ia.mengemasi dengan sangat cepat, dan memastikan jika tidak ada yang tertinggal.
Setelah merasa beres, ia bergegas meninggalkan hotel dan tak lupa untuk melakukan chek out terlebih dahulu.
Ia keluar dari parkiran dan tanpa mengucapkan apapun kepada sekretarisnya.
Riri menyingkap tirai jendela hotel, lalu mengintai mobil sang atasan yang ia anggap bersikap tidak profesional karena meninggalkannya seorang diri dikota ini.
Ia melihat transferan masuk ke dompet digitalnya dan menatapnya dengan sinis dan penuh misterius.
Ia menyibakkan rambutnya yang baru saja ia geraikan dengan leher jenjang yang sangat indah.
Sedangkan Arka merasakan jika hatinya sangat mengganjal dan ia ingin rasanya kembali menjemput Riri untuk pulang bersama. Namun entah mengapa ia terus saja memberontak, dan melanjutkan perjalanannya meskipun hatinya memaksa untuk kembali kepada wanita yang sudah membuatnya gelisah sepanjang hari.
Pria itu merasakan bulu kuduknya meremang. Dan tiba-tiba saja layar ponselnya menyala, terlihat satu panggilan dari sang istri *M*y Honey.
Ia mencoba mengabaikannya, namun panggilan itu terus saja tak berhenti, dan membuat hatinya sangat kesal.
Ia.mengangkatnya sembari menyetir. "Ada apa, sih? Mas lagi nyetir, nelponnya nanti saja!" Arka mematikan panggilannya sepihak, lalu menyimpan ponselnya ke dalam laci nakas mobil, dan kembali mengemudi.
Sontak saja hal ini membuat Gita merasa hatinya terluka. Ia tidak pernah mendengar sang suami berkata kasar namun kali ini, pria itu menghardiknya, dan sungguh sesuatu yang sangat tak biasa.
"Mungkin Mas Arka sedang lelah," gumamnya dengan lirih, mencoba menjaga hatinya, agar tidak terlalu berfikir negatif.
"Papa..," ucap Raihan dengan nada yang menggemaskan, dan hal itu bisanya sesuatu yang dirindukan oleh Arka.
Gita menoleh ke arah puteranya. "Abang rindu sama papa?" tanyanya dengan nada yang sangat lembut.
Bocah itu menganggukkan kepalanya.
"Bentar, ya. Sebentar lagi papa pulang," Gita mencoba menghibur puteranya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!